ASPEK PATOGEN DAN RESPON TERHADAP INFEKSI VIRUS Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Virologi
Oleh : Kelompok 12 Dynar Nur Afifah Evan Syam Rupiana Fuzi Fauziah Alfiany
Kelas 3A
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN ANALIS KESEHATAN BANDUNG CIMAHI 2015
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat petunjuk dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ASPEK PATOGEN DAN RESPON TERHADAP INFEKSI VIRUS untuk memenuhi tugas mata kuliah Virologi teori tepat pada waktunya. Serta tidak lupa kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama pada dosen mata kuliah Virologi ibu Iis Kurniati,S.Pd.,M.Kes., yang telah membimbing dalam kegiatan perkuliahan. Tujuan pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Virologi, tetapi
juga diharapkan mampu memberikan ilmu pengetahuan
khususnya mengenai aspek patogen dan respon terhadap infeksi virus. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan dalam pembuatan makalah kedepannya, agar dalam penulisan makalah berikutnya lebih dari dari sebelum-sebelumnya. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat, amin.
Cimahi, September 2015
Tim Penyusun
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Maraknya penyakit yang menyerang manusia ataupun hewan yang mengakibatkan penderita lemah bahkan meninggal. Penyebab penyakit tersebut bisa disebabkan oleh bakteri atau virus. Virus dikategorikan sebagai benda hidup akan tetapi tidak melakukan metabolisme, sehingga bisa juga dikategorikan sebagai benda mati. Virus menyerang makhluk hidup ketika target tersebut sedang memiliki imunitas yang lemah, sehingga tidak adanya antibodi sebagai pertahanan tubuh yang akan melawan berbagai virus yang akan menyerang. Selain keadaan imunitas target yang lemah , virus dapat menyerang target dikarenakan di tubuh target tersebut tidak adanya antibodi spesifik yang bisa menjadi pertahanan tubuh target tersebut. Sehingga dilakukan vaksinasi virus lemah yang di masukan ke dalam tubuh target dengan tujuan terbentuknya antibodi yang bisa menjadi pertahanan tubuh dari virus tersebut. Penyakit yang disebabkan oleh virus sebagian kecil bisa di obati dengan mengonsumsi antibiotik secara berkala, akan tetapi karena tiap generasi virus bisa bermutasi, sehingga penggunaan antibiotik yang sama tidak akan berpengaruh terhadap virus yang sudah bermutasi. Maka dari itu tiap generasi akan muncul antibiotik baru dengan dosis yang lebih tinggi
1.2. 1. 2. 3. 4. 1.3.
Rumusan Masalah Apa sifat-sifat yang dimiliki virus? Bagaimana tahapan patogenesis dari virus ? Bagaimana proses masuknya virus kedalam tubuh? Bagaimana mekanisme respon tubuh ketika terinfeksi virus? Tujuan 1. Untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki virus 2. Untuk mengetahui tahapan patogenesis virus
3. Untuk mengetahui proses masuknya virus ke dalam tubuh 4. Untuk mengetahui mekanisme respon tubuh kerika terinfeksi virus
BAB II PEMBAHASAN 2.1.
Definisi Virus
Kata Virus berasal dari bahasa latin virion yang artinya racun. Diartikan sebagai racun karena hampir semua jenis virus dapat menyebabkan penyakit, baik pada tumbuhan, hewan, atau manusia. Penggolongan virus sebagai benda hidup atau tidak hidup masih belum bisa dipastikan. Hal ini disebabkan virus memiliki sifat antara benda hidup dan benda tidak hidup. Virus dikatakan hidup karena dapat memperbanyak diri. Virus dikatakan tidak hidup karena tidak melakukan metabolisme dan sangat tergantung pada hospesnya untuk tetap dapat hidup dan memperbanyak diri. Selain itu, virus juga tidak terdiri atas sel. Virus hanya mengandung salah satu asam nukleat saja yang berupa Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) atau Ribose Nucleic Acid (RNA), tidak keduanya. 2.2.
Sifat-sifat Virus 2.2.1. Sifat-sifat Umum Virus 1. Berukuran 20 – 300 nm 2. Virus hanya dapat hidup di dalam sel mahluk hidup, replikasi pada sel hidup disebut Parasit Genetik/obligat intraseluler 3. Asam nukleat: pembawa informasi genetik agar sel hospes (inang) mensintesis makromolekul untuk virus baru 4. Susunan kimiawi sangat sederhana terdiri dari satu inti berupa satu mol DNA atau RNA yang dikelilingi oleh suatu lapisan protein yaitu kapsid (polipeptida) 5. Virus dapat bersifat bakteriofag, yaitu virus dapat menyerang bakteri. 6. Kebanyakan virus resisten terhadap antibiotik, namun rentan terhadap interferon. 2.2.2. Sifat-sifat Khusus Virus 1. Mengganggu sel khusus tanpa merusak. Virus yang tidak menyebabkan kerusakan sel disebut virus non sitopatik (non cytopathic virus). Bila terjadi kerusakan sel, maka hal ini akibat reaksi antigen antibodi. Virus ini dapat menjadi resisten dan akhirnya menjadi kronik, sebagai contoh adalah virus hepatitis B
2. Virus merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian menghilang dari tubuh, dan virus seperti ini disebut virus sitopatik (cytopathic virus), sebagai contoh infeksi virus HIV, infeksi hepatitis virus lain, dan sebagainya. 3. Dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi 4. Dapat berkembang biak dalam hospes tanpa merusak 2.3.
Komposisi Virus
Gambar 1.1 Struktur Virus a. Protein Fungsi: mentransfer asam nukleat antar sel hospes, melindungi genom virus, membantu pelekatan dengan sel hospes, menentukan struktur partikel virus, menentukan sifat antigenik virus. b. Karbohidrat Glikoprotein, sebagai agen penting pada permukaan, mempunyai selubung untuk melekatnya virus. c. Asam Nukleat
Satu jenis asam nukleat (DNA/RNA), membawa informasi genetik yang diperlukan untuk replikasi virus, genom untai tunggal/ganda, lingkar/untaian, segmen/tidak. d. Lemak Fosfolipid selubung virion, virus yang mengandung lemak sensitif terhadap eter, sehingga kemampuan infeksi hilang. 2.4.
Patogenesis Virus Patogenesis virus merupakan suatu tahap akhir terjadinya penyakit setelah infeksi virus. Patogenesis virus ini berakibat timbulnya suatu penyakit klinis atau subklinis (tidak bergejala) yang merupakan hasil interaksi antara beberapa faktor dengan virus dan inang. Tahapan dalam patogenesis masuknya virus ke dalam tubuh inang pembawa sering terjadi melalui selaput lendir saluran napas dan dapat pula terjadi melalui selaput lendir pencernaan atau saluran kemih, namun terkadang dapat pula akibat suntikan langsung virus ke dalam aliran darah melalui suntikan atau gigitan serangga. Penyakit akibat patogenesis virus dapat berupa infeksi subklinik (bergejala) dan klinis: a. Penyakit patogenesis bergejala Disebut juga infeksi subklinik karena tidak tampak adanya gejala klinik. Sebagai besar infeksi virus hanya mengakibatkan infeksi subklinik dan dapat merangsang kekebalan humoral maupun seluler. b. Penyakit virus klinis Jenis penyakit patogenesis ini sering tergantung dari banyaknya virus yang masuk dan tidak selalu terjadi pada tiap infeksi sehingga bukan merupakan indeks infeksi virus yang tepat. Jenis penyakit ini jauh lebih
jarang daripada infeksi subklinik dan penyakit golongan ini berkaitan dengan organ sasaran tertentu untuk suatu virus tertentu. Jenis-jenis infeksi pada tahapan patogenesis dibagi dalam tahap-tahap: a. Infeksi tidak nyata 1. Terjadi bila jumlah sel yang terinfeksi tidak cukup banyak untuk dapat menimbulkan gejala klinik. 2. Disebut pula penyakit subklinik. 3. Dapat merangsang pembuatan antibodi yang cukup banyak sehingga tubuh menjadi kebal terhadap infeksi serupa berikutnya. 4. Sering terjadi jika jumlahnya virus yang masuk hanya sedikit atau virus tidak dapat mencapai organ sasaran. b. Infeksi akut 1. Terjadi jika gejala klinik penyakit hanya tampak dalam waktu yang pendek setelah masa inkubasi. 2. Sembuh jika virus dapat dienyahkan dari dalam tubuh. 3. Dibagi menjadi infeksi lokal atau menyebar, tergantung apakah virus langsung berada pada organ sasaran atau harus berjalan dari tempat infeksi ke tempat organ sasaran. 4. Dapat berkembang menjadi infeksi menetap atau laten. c. Infeksi menetap 1. Virus infektif terus berada di dalam tubuh untuk jangka waktu lama. 2. Mungkin ada gejala klinik atau tanpa gejala. 3. Dapat berkembang menjadi pembawa virus atau karier. d. Infeksi laten 1. Virus penginfeksi tetap berada di dalam tubuh dalam bentuk non infektif tetapi secara periodik dapat diaktifkan kembali menjadi virus infektif yang menimbulkan penyakit klinis. 2. Disebut juga penyakit kambuhan. e. Infeksi lambat 1. Masa inkubasi sangat lama. 2. Selama masa inkubasi tidak tampak gejala klinis dan tidak terbentuk virus infektif. 3. Sering berupa penyakit virus pada susunan saraf pusat yang bersifat kronis, progresif dan faal (misal penyakit Kuru). 2.5. Cara Virus Mencapai Organ Sasaran
Untuk mencapai organ sasaran, virus menempuh 2 cara : 1. Virus memasuki tubuh pada suatu tempat, kemudian ikut peredaran darah mencapai organ sasaran. Contohnya virus polio. Virus polio memasuki tubuh melalui selaput lendir usus, lalu masuk ke dalam peredaran darah mencapai sumsum tulang belakang, di sana virus melakukan replikasi. Infeksi virus melalui peredaran darah ini dapat diatasi dengan anti toksin dalam titer yang rendah. Dengan kata lain titer anti toksin yang rendah di dalam darah sudah cukup untuk mengikat toksin yang berada dalam perjalanan ke sumsum syaraf pusat, sehingga tidak lagi dapat berikatan dengan reseptor sel sasaran. Penyakit virus dengan pola penyebaran melalui peredaran darah mempunyai periode inkubasi yang panjang. Contoh lain dari pola penyebaran yang sama dengan virus polio adalah virus penyebab penyakit morbili dan varicella. 2. Virus langsung mencapai organ sasaran, tidak melalui peredaran darah jadi tempat masuk virus merupakan organ sasaran. Contohnya virus influenza organ sasarannya adalah selaput lendir saluran pernafasan yang sekaligus merupakan tempat masuknya virus. Pada jenis infeksi ini, titer antibodi yang tinggi di dalam serum relatif tidak efektif terhadap virus penyebab penyakit bila dibandingkan dengan virus penyebab penyakit yang penyebarannya melalui peredaran darah. Hal ini disebabkan karena selaput lendir saluran nafas tidak terlalu permiabel bagi IgG dan IgM. Imunoglobulin yang terdapat dalam titer tinggi pada selaput lendir saluran nafas adalah IgA, karena IgA dihasilkan oleh sel plasma yang terdapat dalam lamina propria selaput lendir setempat. IgA dalam sekret hidung inilah yang menetralisir aktivitas virus pada penyakit influenza. 2.6.
Mekanisme Pertahanan Tubuh (Respons Imun) terhadap Infeksi Virus Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan
memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal terjadinya infeksi, dimana ia dapat menetralkan antigen virus dan melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi dalam menetralkan virus terutama efektif untuk virus yang bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan cara menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, dengan demikian replikasi virus dapat dicegah. Antibodi dapat juga mengahancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan melalui proses yang sama seperti diuraikan diatas. Antibodi dapat mencegah penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur. Tetapi sering kali antibodi tidak cukup mampu untuk mengendalikan virus yang telah mengubah struktur antigennya dan yang melepaskan diri (budding of) melalui membran sel sebagai partikel yang infeksius, sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara langsung. Jenis virus yang mempunyai sifat seperti ini, diantaranya adalah virus oncorna (termasuk didalamnya virus leukemogenik), virus dengue, virus herpes, rubella dan lain-lain. Walaupun tidak cukup mampu menetralkan virus secara langsung, antibodi dapat berfungsi dalam reaksi ADCC Disamping respons antibodi, respons imun selular merupakan respons yang paling penting, terutama pada infeksi virus yang non-sitopatik respons imun seluler melibatkan T-sitotoksik, sel NK, ADCC dan interaksi dengan MHC kelas I. Dalam respons infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b) yang akan membantu terjadinya respons imun yang bawaan dan didapat. Peran IFN sebagai anti virus cukup besar, khususnya IFN-α dan IFN-β. Dampak antivirus dari IFN terjadi melalui : 1. Peningkatan ekspresi MHC kelas I 2. Aktivasi sel NK dan makrofag 3. Menghambat replikasi virus
4. Ada juga yang menyatakan bahwa IFN menghambat penetrasi virus ke dalam sel maupun budding virus dari sel yang terinfeksi. Seperti halnya pada infeksi dengan mikroorganisme lain, sel Tsitotoksik selain bersifat protektif juga dapat merupakan penyebab keruskan jaringan, misalnya yang terlihat pada infeksi dengan virus LCMV (lympocyte choriomeningitis virus) yang menginduksi inflamasi pada selaput susunan saraf pusat. Pada infeksi virus makrofag juga dapat membunuh virus seperti halnya ia membunuh bakteri. Tetapi pada infeksi dengan virus tertentu, makrofag tidak membunuhnya bahkan sebaliknya virus memperoleh kesempatan untuk replikasi di dalamnya. Telah diketahui bahwa virus hanya dapat berkembang biak intraselular karena ia memerlukan DNA-pejamu untuk replikasi. Akibatnya ialah bahwa virus selanjutnya dapat merusak sel-sel organ tubuh yang lain terutama apabila virus itu bersifat sitopatik. Apabila virus itu bersifat non sitopatik ia menyebabkan infeksi kronik dengan menyebar ke sel-sel lain. Pada infeksi sel secara langsung di tempat masuknya virus (port d’entre), misalnya di paru, virus tidak sempat beredar dalam sirkulasi dan tidak sempat menimbulkan respons primer, dan antibodi yang dibentuk seringkali terlambat untuk mengatasi infeksi. Pada keadaan ini respons imun selular mempunyai peran lebih menonjol, karena sel T-sitotoksik mampu mendeteksi virus melalui reseptor terhadap antigen virus sekalipun struktur virus telah berubah. Sel T sitotoksik kurang spesifik dibandingkan antibody dan dapat melakukan reaksi silang dengan spectrum yang lebih luas. Namun ia tidak dapat menghancurkan sel sasaran yang menampilkan MHC kelas I yang berbeda. Beberapa jenis virus dapat menginfeksi sel-sel system imun sehingga mengganggu fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya virus influenza, polio dan HIV. Sebagian besar infeksi virus membatasi diri sendiri (self limiting) pada sebagian lagi menimbulkan gejala klinik atau subklinik. Penyembuhan dari infeksi virus umumnya diikuti imunitas jangka panjang.
Pada beberapa penyakit virus antara lain influenza serangan penyakit dapat kembali terjadi dalam waktu relatif singkat setelah kesembuhan. Hal ini bukan disebabkan rendahnya kekebalan, tapi karena virus influenza mengalami mutasi sehingga didapatkan strain baru yang tidak sesuai dengan antibody yang telah ada. Pada penyakit-penyakit influenza dan pilek yang mempunyai masa inkubasi pendek yang dihubungkan dengan kenyataan bahwa organ sasaran akhir bagi virus itu adalah sama dengan jalan masuk sehingga tidak terdapat stadium antara yang terpengaruh pada perjalanan memasuki tubuh. Hanya ada sedikit sekali waktu bagi suatu reaksi antibody primer dan dalam segala kemungkinan pembentuk interferon yang cepat adalah cara yang paling tepat untuk mengatasi infeksi virus itu. Pada penyelidikan terlihat bahwa setelah produksi interferon mulai menanjak, maka titer virus yang masih hidup dalam paru-paru tikus yang telah di infeksi influenza cepat turun. Titer antibody yang diukur dari serum, nampaknya sangat lambat untuk mencukupi nilai yang diperlukan bagi penyembuhan. Beberapa penyelidik akhir-akhir ini telah melihat bahwa kadar antibody pada cairan lokal yang membasahi permukaan jaringan yang terinfeksi mungkin meningkat, misalnya pada selaput lendir hidung dan paruparu, meskipun titer serum rendah dan ini merupakan antibody antivirus (terutama IgA) oleh sel-sel yang telah menjadi kebal dan tersebar ditempat itu yang dapat membuktikan manfaatnya yang besar sebagai pencegahan bagi infeksi berikutnya. 2.6.1. Respons Imun Nonspesifik Terhadap Infeksi Virus Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah timbulnya interferon dan sel natural killler (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan. Reseptor
pertama merupakan killer activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-α selama infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat pada sel yang terinfeksi.
Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu : 1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus 2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN tipe I akan meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang datang dari ekstraseluler dan sirkulasi. 2.6.2. Respons Imun Spesifik Terhadap Infeksi Virus Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respons imunitas humoral dan selular. Respons imun spesifik ini mempunyai peran penting yaitu :
1. Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, dan dengan cara mengaktifkan komplemen yang menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis 2. Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis. Molekul antibodi dapat menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga mencegah penetrasi dan multiplikasi intraseluler, seperti pada virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan partikel virus bebas melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau produksi agregasi , meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler. Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat bermanfaat khususnya pada infeksi virus yang mempunyai masa inkubasi lama, dengan melewati aliran darah terlebih dahulu sebelum sampai ke organ target, seperti virus poliomielitis yang masuk melalui saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di dalam darah, virus akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik dengan kadar yang rendah, memberikan waktu tubuh untuk membentuk resposn imun sekunder sebelum virus mencapai organ target. Infeksi virus lain, seperti influenza dan common cold, mempunyai masa inkubasi yang pendek, dan organ target virus sama dengan pintu masuk virus. Waktu yang dibutuhkan respons antibodi primer untuk mencapai puncaknya menjadi terbatas, sehingga diperlukan produksi cepat interferon untuk mengatasi infeksi virus tersebut. Antibodi berfungsi sebagai bantuan tambahan pada fase lambat dalam proses penyembuhan. Namun, kadar antibodi dapat meningkat pada cairan lokal yang terdapat di permukaan yang terinfeksi, seperti mukosa nasal dan paru. Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA, secara lokal menjadi penting untuk
pencegahan infeksi berikutnya. Namun hal ini menjadi tidak bermanfaat apabila terjadi perubahan antigen virus. Virus menghindari antibodi dengan cara hidup intraseluler. Antibodi lokal atau sistemik dapat menghambat penyebaran virus sitolitik yang dilepaskan dari sel pejamu yang terbunuh, namun antibodi sendiri tidak dapat mengontrol virus yang melakukan budding dari permukaan sel sebagai partikel infeksius yang dapat menyebarkan virus ke sel terdekat tanpa terpapar oleh antibodi, oleh karena itu diperlukan imunitas seluler.
2.7. Beberapa Penyakit Pada Manusia Yang Disebabkan Oleh Virus 1. Influenza (flu), penyakit ini menyerang saluran pernapasan. Gejala penyakit ini antara lain pilek, batuk, pening, dan suhu tubuh meningkat. Flu burung dan flu babi juga bisa ditularkan pada manusia melalui kontak langsung atau memakan daging hewan yang telah terjangkit penyakit tersebut. 2. Cacar, penyakit ini dapat meninggalkan bekas luka pada kulit penderita. Pencegah penyakit ini yaitu vaksin cacar yang ditemukan oleh Edward Jenner pada tahun 1786. 3. Polio, penyakit ini disebabkan oleh Enterovirus. Penyakit dapat dicegah dengan vaksin Salk yang diberikan pada saat balita. Penemu vaksin Salk adalah Jonas Salk. 4. Hepatitis, penyakit ini banyak jenisnya tergantung dari jenis virus yang menginfeksi. Ada tujuh macam virus hepatitis, yaiut A, B, ,C, D, E, F, dan G. Dari ketujuh ini hanya B dan C yang berbahaya Karena dapat menjadi kronis dalam waktu 20-30 tahun hepatitis tersebut menyebabkan sirosis dan akhirnya kanker hati.
5. Rabies, penyakit ini disebut juga penyakit anjing gila. Penyakit ini sebenarnya penyakit pada hewan, tetapi juga dapat menyebabkan penyakit pada manusia yang ditularkan oleh hewan rabies melalui gigitan. 6. Demam berdarah, penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus ini dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan penurunan kadar trombosit dalam darah. 7. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), penyakit ini merupakan kelainan sistem tubuh akibat dari melemahnya sistem kekebalan tubuh. Penyebabnya adalah serangan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) terhadap sel darah putih sehingga tubuh tidak dapat melawan bibit penyakit yang masuk ke tubuh. HIV dapat ditularkan kepada orang yang sehat melalui berbagia cara seperti berhubungan seks (secara bebas), transfuse darah, jarum suntik (dalam penggunaan narkoba), dan dari ibu penderita AIDS kepada anaknya dalam kandungan. 8. Ebola, penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada manusia. Gejala penyakit ini sebagai berikut: a. Tubuh demam tinggi, sakit kepala dan nyeri otot. b. Timbul bercak-bercak merah pada muka dan seluruh badan. c. Penderita mengalami pendarahan hebat pada usus besar dan paru-paru, sehingga sering muntah darah. d. Setelah seminggu, penderita mengalami peradangan hati dan ginjal rusak. Selanjutnya akan terjadi penggumpalan darah sehingga nyawa tidak tertolong lagi.
BAB III KESIMPULAN Virus berukuran sangat kecil yaitu 20 – 300 nm. Virus hanya dapat hidup di dalam sel mahluk hidup. Susunan kimiawinya sangat sederhana terdiri dari satu inti berupa satu mol DNA atau RNA yang dikelilingi oleh suatu lapisan protein yaitu kapsid (polipeptida). Virus dapat bersifat bakteriofag, yaitu virus dapat menyerang bakteri. Kebanyakan virus resisten terhadap antibiotik, namun rentan terhadap interferon. Untuk dapat hidup virus harus berada dalam hospes cara memasukinya yaitu dengan virus memasuki tubuh pada suatu tempat, kemudian ikut peredaran darah mencapai organ sasaran. Contohnya virus polio. Atau dengan langsung mencapai organ sasaran, tidak melalui peredaran darah jadi tempat masuk virus merupakan organ sasaran. Contohnya virus influenza organ sasarannya adalah selaput lendir saluran pernafasan yang sekaligus merupakan tempat masuknya virus. Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal terjadinya infeksi, dimana ia dapat menetralkan antigen virus dan melawan virus sitopatik yang
dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi dalam menetralkan virus terutama efektif untuk virus yang bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan cara menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, dengan demikian replikasi virus dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA Suliandar, Lilik. 2010.Virus dan Peranannya Bagi Kehidupan. Internet : https://ilovelyq.wordpress.com/2010/03/25/virus-dan-peranannyabagi-kehidupan/ Dwi Habib,
Riyanto, Fajar. 2009. Patogenesis Virus. Internet http://penjagaobat.blogspot.co.id/2009/08/patogenesis-virus.html
:
Inayati. 2011. Patogenesis Infeksi Virus. Internet http://endahjingga.blogspot.co.id/2011/12/patogenesis-infeksivirus.html
:
Putri Mayasari, Silvia. 2011. Mekanisme Pertahanan Tubuh terhadap Infeksi Virus . Internet : http://silviaputrimayasari-farmasi.blogspot.co.id/ Boedina Kresno, Siti. Diagnosis dan Prosedur Laboratorium Edisi Keempat. 2001. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.