BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penyakit trofoblas ganas merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari sito dan sinsiotrofoblas yang menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya dan pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan. Penyakit trofoblas ganas merupakan sebuah spektrum tumortumor terkait, termasuk molahidatidosa, mola invasif, placental-site trophoblastic tumor dan koriokarsinoma, yang memiliki berbagai variasi lokal invasi dan metastasis. Menurut FIGO,2006 istilah Gestational trophoblastic neoplasia (GTN) atau Penyakit tropoblas ganas (PTG) menggantikan istilah - istilah yang meliputi chorioadenoma destruens, metastasizing mole, mola invasif dan koriokarsinoma. Penyakit trofoblas adalah penyakit yang mengenai sel – sel trofoblas. Di dalam tubuh wanita, sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Seringkali perkembangan kehamilan mendapat gangguan yang dapat terjadi pada berbagai tahap, tergantung pada tahap gangguan mana itu terjadi, maka hasil kehamilan dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau kelainan kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi. Demikian pula dengan penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna melainkan menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan berupa degenerasi hidropik dari jonjot jorion sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa. Pada umumnya penderita akan menjadi baik kembali, tetapi diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. PTG sangat jarang di amerika serikat dimana insidensnya hanya 1 : 40.000 kehamilan, tetapi dapat juga tinggi sekitar 1 : 114 di sebagian Asia. PTG telah dilaporkan sebanyak 1 dalam 500-600 di India, ke 1 dari 50.000 kehamilan di Meksiko, Paraguay, dan Sweden. Usia Insiden koriokarsinoma meningkat dengan usia dan 5-15 kali lebih tinggi pada wanita 40 tahun. Sedangkan di Indoensia sendiri angka kejadian bias mencapai 150-200 kasus per 1000 kehamilan. Dengan tingginya penderita PTG di Indonesia ini, kami kelompok 4 mengangkat penyakit ini menjadi sebuah makalah.
1.2
Rumusan Masalah a. Bagaimanakah anatomi alat kelamin bagian dalam wanita? b. Apakah definisi dari penyakit trofoblas ganas? c. Bagaimana klasifikasi pada penyakit trofoblas ganas? d. Bagaimana stadium (staging) pada penyakit trofoblas ganas? e. Apa saja etiologi/faktor pencetus penyakit trofoblas ganas? f. Bagaimana patofisiologi penyakit trofoblas ganas? g. Bagaimana web of caution untuk penyakit trofoblas ganas? h. Apa saja manifestasi klinis penyakit trofoblas ganas? i. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan penyakit trofoblas ganas?
1
j. Bagaimana penatalaksanaan penyakit trofoblas ganas? k. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan penyakit trofoblas ganas? l. Bagaimana prognosis penyakit trofoblas ganas? m. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit trofoblas ganas? 1.3
Tujuan Umum Secara umum, pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui penyakit yang dapat terjadi pada saluran reproduksi wanita khususnya penyakit trofoblas ganas.
1.4
Tujuan Khusus a. Mengetahui anatomi sistem reproduksi wanita. b. Mengetahui definisi penyakit trofoblas ganas. c. Menyebutkan klasifikasi pada penyakit trofoblas ganas. d. Menyebutkan stadium pada penyakit trofoblas ganas. e. Mengetahui etiologi/faktor pencetus penyakit trofoblas ganas. f. Mengetahui patofisiologi/perjalanan penyakit penyakit trofoblas ganas. g. Mengetahui web of caution dari penyakit trofoblas ganas. h. Menyebutkan manifestasi klinis penyakit trofoblas ganas. i. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada penyakit trofoblas ganas. j. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan penyakit trofoblas ganas. k. Mengetahui komplikasi dari penyakit trofoblas ganas. l. Mengetahui prognosis dari penyakit trofoblas ganas. m. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan penyakit trofoblas ganas.
1.5
Manfaat a. Bagi masyarakat Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai penyakit yang terjadi pada sistem reproduksi wanita, khususnya penyakit trofoblas ganas. b. Bagi tenaga kesehatan Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit trofoblas ganas. c. Bagi penulis Penulis berharap dapat menambah wawasan pada pasien dengan kasus penyakit trofoblas ganas.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Anatomi
Gambar 1. Organ interna wanita Alat kelamin dalam pada wanita terdiri dari beberapa bagian antara lain: 2.1.1 Liang Senggama (Vagina) Merupakan suatu saluran yang menghubungkan rahim dengan aurat. Terletak antara kandung seni dan poros usus (rectum). Dinding depan liang senggama (9 cm) lebih pendek dari dinding belakang (11 cm). Pada puncak liang senggama menonjol leher rahim (serviks uteri) yang disebut porsio uteri. Fungsi dari liang senggama yaitu : a. Sebagai alat persetubuhan; b. Sebagai saluran keluar dari rahim, merupakan jalan keluar dari darah haid dan getah dari rahim; dan c. Sebagai jalan lahir pada waktu persalinan. 2.1.2 Rahim (Uterus) Merupakan alat yang be rongga dan berbentuk seperti bola lampu yang pipih. Pada wanita dewasa belum pernah melahirkan ukurannya seperti berikut : a. Panjang : +7,5 cm b. Lebar : +5 cm c. Tebal : +2,5 cm d. Berat : +50 gr Rahim terletak diantara kandung seni dan poros usus. Terdiri dari badan rahim (korpus uteri) dan leher rahim (serviks uteri). Bagian-bagian dari rahim antara lain: a. Dasar rahim Bagian dari badan rahim yang terletak antara kedua pangkal saluran telur.
3
b. Rongga rahim (kavum uteri) Berbentuk segitiga, lebar di daerah dasar rahim dan sempit ke arah leher rahim. Diliputi oleh selaput lendir yang dinamakan endometrium. c. Saluran leher rahim (kanalis servikalis) Hubungan antara rongga rahim dan saluran leher rahim disebut rahim dalam (Ostium Uteri Infernum). Muara saluran leher rahim ke dalam vagina disebut mulut rahim luar (Ostium Uteri Eksternum). d. Dinding rahim Terutama terdiri dari otot polos yang disusun sebegitu rupa hingga dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan. 2.1.3 Saluran Telur (Tuba Falopi) Ada 2 saluran telur kiri dan kanan. Berjalan dari tanduk rahim kanan kiri (kornu uteri) ke arah sisi (lateral). Panjangnya 12 cm. Ujung dari saluran telur berumbai disebut Umbai (Fim bria). Faal utama saluran telur adalah untuk membawatelur yang dilepaskan oleh indung telur ke jurusan rongga rahim. Umbai berperan dalam menangkap telur yang dikeluarkan oleh indung telur. 2.1.4 Indung Telur (Ovarium) Ada 2 indung telur, kanan dan kiri. Berbentuk seperti kemiri yang pipih. Indung telur mengandung sel-sel telur muda, folikel primordial,folikel degraaf, badan kuning (korpus luteum), badan putih (korpus albikans). Indung telur membentuk zat-zat hormon : estrogen dan progesteron,yang berperan dalamperistiwa haid. Sel Trofoblas Sel trofoblas merupakan sel yang sangat unik dalam tubuh manusia. Setelah spermatozoa dan ovum menyatu, melalui pembelahan berbentuk blastokista. Lapisan luar blastokista adalah lapisan trofoblastik, selnya disebut sel trofoblas, kelak berkembang menjadi lempeng embrional. Sel trofoblas dibagi menjadi trofoblas selular dan trofoblas sinsitial. Karakteristik biologis paling menonjol dari sel trofoblas adalah kemampuannya menginfiltrasi tubuh maternal, dan dapat memproduksi gonadotropin korionik humanus (Wan Desen, 2008). 2.2
Definisi Trofoblas gestasional adalah sekumpulan penyakit yang berkaitan dengan vili korialis, terutama sel trofoblas dan berasal dari suatu kehamilan. Pada umumnya, setiap kehamilan berakhir dengan kelahiran anak cukup bulan dan tidak cacat, namun hal ini tidak selalu terjadi demikian. Kadangkadang terjadi kegagalan dalam kehamilan, hal ini bergantung dari bentuk gangguan yang dialami. Salah satunya bentuk kegagalan kehamilan yaitu vili korialis yang seluruhnya atau sebagian berkembang tidak wajar berbentuk gelembung-gelembung seperti anggur. Kelainan ini disebut mola hidatidosa. Lima belas sampai dua puluh persen penderita mola hidatidosa dapat berubah menjadi ganas dan ini dikenal sebagai tumor trofoblas gestasional (Sastrawinata, 2004).
4
2.3
Klasifikasi a. MH komplet (MHK) Kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruhnya vili korialis mengalami degenerasi hidropik menyerupai anggur. Mikrofilik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hyperplasia dari kedua lapisan trofoblas. MHK bersifat heterozigot, tetapi tetap androgenetik dan bisa terjadi walaupun sangat jarang terjadi hamil kembar dizigotik yang terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK.
Gambar 2. Mola Hidatidosa Komplit b. MH parsial (MHP) Seperti pada MHK tetapi disini masih ditemukan embrio yang biasanya mati pada masa dini. Degenerasi hidropik dari vili bersifat setempat dan yang mengalami hyperplasia hanya sinsitio trofoblas saja. Pada MHP, embrio biasanya mati sebelum trimester pertama. Walaupun pernah dilaporkan adanya MHP dengan bayi aterm (Sastrawinata, 2004). 2.4
Stadium (Staging) Sistem staging secara anatomi untuk penyakit trofoblas ganas telah ditetapkan oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), yaitu: a. Stadium I : bila proses masih terbatas di uterus, disertai peningkatan kadar hCG yang persisten. b. Stadium II : bila sudah ada metastasis diluar uterus namun masih terbatas pada organ genitalia (adnexa, vagina, ligamentum broad). c. Stadium III : bila sudah ada metastasis ke paru-paru dengan atau tanpa melibatkan traktus genital. d. Stadium IV : bila sudah ada metastasis ke otak, hati, saluran pencernaan dan ginjal. Stadium I
Tumor masih terbatas di uterus
Ia
Tumor masih terbatas di uterus, tanpa faktor
5
resiko Tumor masih terbatas di uterus, dengan 1 Ib faktor resiko Tumor masih terbatas di uterus, dengan 2 Ic faktor resiko Tumor dengan metastasis diluar uterus Stadium II namun masih terbatas pada organ genitalia (adnexa, vagina, ligamentum broad) II a Tanpa faktor resiko II b Dengan 1 faktor resiko II c Dengan 2 faktor resiko Tumor dengan metastasis ke paru-paru Stadium III dengan atau tanpa melibatkan traktus genital III a Tanpa faktor resiko III b Dengan 1 faktor resiko III c Dengan 2 faktor resiko Tumor dengan metastasis ke otak, hati, Stadium IV saluran pencernaan dan ginjal IV a Tanpa faktor resiko IV b Dengan 1 faktor resiko IV c Dengan 2 faktor resiko Tabel 1. Stadium penyakit trofoblas ganas
2.5
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi stadium penyakit trofoblas ganas antara lain: a. Kadar HCG > 100.000miu/ml. b. Lama perjalanan penyakit lebih dari 6 bulan sejak terminasi kehamilan. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan antara lain, yaitu: a. Riwayat kemoterapi untuk penyakit trofoblas ganas. b. Placental site trophoblatic tumor, dilaporkan terpisah. c. Tidak diharuskan verifikasi dengan pemeriksaan histologi. Etiologi a. Usia ibu Risiko terjadi GTD paling besar didapat pada populasi berumur <15 tahun dan >40 tahun. b. Kehamilan sebelumnya Risiko GTD meningkat apabila sang ibu pernah memiliki riwayat mengalami GTD sebelumnya yaitu 20-40 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. c. Etnik Secara umum, risiko terjadinya GTD lebih sering pada etnik Asia, Afrika dan Afrika Tengah. d. Genetik Terjadinya kasus GTD rekuren yang bersifat familial telah dilaporkan. Ini menandakan bahwa terdapat dasar genetic untuk terjadinya GTD.
6
e. Faktor lingkungan Factor lingkungan yang diduga mendukung terjadinya GTD adalah merokok, menggunakan kontrasepsi oral, herbisida tertentu (agen orange) dan radiasi. 2.6
Patofisiologi Terdapat berbagai macam faktor resiko penyebab GTD antara lain : usia ibu, kehamilan sebelumnya, diet, genetik, faktor lingkungan. Tetapi bagaimana faktor-faktor ini terlibat dan mempengaruhi GTD belum diketahui secara pasti. Usia ibu < 15 tahun dan >40 tahun meningkatkan resiko GTD. Resioko meningkat jika ibu pernah mengalami GTD pada kehamilan sebelumnya, kehamilan ganda dan inseminasi buatan juga meningkatkan resiko GTD. Selain itu defisiensi karoten juga meningkatkan resiko GTD.Penelitian menemukan suatu efek gen pada kromosom 13q 13,4 yang diberi nama NLRP7, yang merupakan bagian dari keluarga gen CATERPILLAR. NLRP7 berperan dalam oogenesis atau endometrium pada saat invasi trofoblas dan pembentukan lapisan desidua. Merokok dan Radiasi berperan dalam peningkatan resiko GTD, karena kedua hal dapat menyebabkan mutasi gen.(Smith HO, 2009). Berikut beberapa uraian tentang jenis GTD: 2.6.1 Mola hidatidosa Di dalam cavum uteri terdapat jaringan vesikular berukuran bervariasi, yang kecil sebesar kacang hijau, yang besar berdiameter hingga 1-3 cm, dindingnya tipis, di dalam vesikel terdapat cairan jernih tak berwarna atau kuning muda. Di antara jaringan vesiuler terdapat serat halus saling berhubungan, bentuknya seperti untaian anggur. Pada mola hidatidosa parsial terdapat korion dan jaringan normal fetal lain. Karakteristik histoya adalah sel trofoblas mengalami hiperplasia bervariasi derajatny, edema interstisial vili, vaskular interstisial hialang atau sangat sedikit. Sel trofoblas mengintari vili, sel trofoblas sinsitial di lapisan luar, sel sitotrofoblas di lapisan dalam. Vili tidak menginfasi lapisan otot uterus, tapi dapat menginvasi vaskular. 2.6.2 Mola hidatidosa invasif Karakteristik mola invasif adalah jaringan mola menginvasi lapisan otot uterus atau timbul metastasis ke bagian lain. Dasar diagnosis patologi adalah pertama, harus menemukan korion atau bayangan korion yang sudah regresi, sel trofoblas dapat mengaalami hiperplasia bervariasi : ke dua, terdapat invasi lapisan otot uterus atau metastasis ekstrauterina. Metastasis ektrauterina terjadi sekitar 6065%, paling sering ke paru (52,2%), lalu ke vagina (15,9%), parametrium (11,8%), juga dapat terjadi ke otak, medula spinalis, hati, otot rangka dll. Temuan patologik di lesi metastatik pada dasarnya menyerupai lesi primer di uterus. Tapi ada kalanya lesi primer dan lesi metastatik memiliki manifestasi berbeda, umumnya dianggap bila di
7
suatu lokasi ditemukan korion, maka harus dimasukkan dalam statistik mola invasif. Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium pertumbuhan molla yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut: a. Perdarahan Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama bermingguminggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai. b. Ukuran uterus Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada wanita nullipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak. c. Aktivitas janin Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup. d. Embolisasi Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan
8
menimbulkan kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang efektif. e. Disfungsi thyroid Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya mengalami kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran hipertiroidisme yang tampak secara klinik tidak begitu sering dijumpai. Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975) menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin plasma, bisa merupakan efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan normal dimana tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi trioditironim yang terikat oleh resin mengalami peningkatan. Apakah hormon tiroksin bebas dapat meninggi akibat efek mirip tirotropin yang ditimbulkan oleh orionik gonadotropin atau apakah varian hormon inikah yang menimbulkan semua efek tersebut masih merupakan masalah yang kontroversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk, 1986). f. Ekspulsi spontan Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu. 2.6.3 Koriokarsinoma Koriokarsinoma merupakan tumor sel trofoblas yang sangat ganas. Karakteristiknya adalah sel trofoblas tidak membentuk korion atau mola hidatidosa, api secara sporadis menginvasi lapisan otot uterus, menimbulkan destruksi hebat dan dari itu bermetastasis ke jaringan atau organ lain. Progresi penyakit sangat cepat, dan dapat membawa kematian cepat. Koriokarsinoma dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu jenis gravidarum dan jenis nongavidarum. Koriokarsinoma gavidarum terjadi menyusul kehamilan normal atau pun abnormal, umumnya timbul pada usia reproduktif, dapat dipandang sebagai suatu tumor transplantasi alogenik. Koriokarsinoma nongravidum tergolong berciri teratoma, berasal dari jaringan tubuh pasien sendiri, prognosisnya buruk. Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan. Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul di uterus sebagai nodulnodul gelap irreguler yang akhirnya menembus peritoneum. Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma, berbeda dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya
9
pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Selsel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis sebagai koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah. Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan normal . tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus. Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi, koriokarsinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi. Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan, kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan kemoterapi kombinasi yaitu menggunakan etoposid, metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin(Schorage et al, 2000). 2.6.4 Tumor trofoblastik situs plasenta Tumor trofoblastiktik situs plasenta (PSST= placental site tropoblastic tumor) sangat jarang ditemukan, dalam belasan tahun terakhir baru secara resmi istilah ini dipakai, merupakan penyakit trofoblastik jenis keempat selain mola, mola invasif dan koriokarsinoma. Uterus membesar, tumor tumbuh polipoid, berwarna kuning keputihan, konsistensi lunak, menonjol ke dalam rongga uteri, atau memnembus tunika serosa, di area lesi terdapat fokus perdarahan kecil. Tumor terutama terbentuk dari sel trofoblas intermediet, bentuk sel bundar, poligonal atau spindel, sitoplasma banyak, metakromatik. Inti sel umumnya tunggal, bervariasi ukuran dan bentuknya, mitosis jarang ditemukan, rata-rata 2 buah per 10 lapang pandang besar. Invasi tumor ke lapisan otot memiliki kekhasan, yaitu sel tumor tampak berbentuk sebaran tunggal, korda atau folium kecil
10
menginfiltrasi menelusuri interfasikuli otot uteri, serabut otot polos umumnya intak, di antara sel tumor timbul zat fibrinoid homogen atau terdapat invasi vaskular bervariasi, dapat ditemukan fokus kecil perdarahan. Endometrium tampak bereaksi desidual, tak tampak struktur vili.Pemeriksaan histokimia atau sel tumor positif terhadap hPL, hCG dan SP1, khususnya hPL positif bermakna penting untuk diagnosis dan tindak lanjut.
11
2.7
WOC
Usia ibu, kehamilan sebelumnya, defisiensi karoten, genetik, faktor lingkungan
Kekurangan protein
Human chorionicsomato mamtropin
Imunoselektif dan trofoblas
Efek gen pada kromosom 13q 13,4 (NLRP7)
Proliferasi trofoblast
NLRP7 berperan dalam oogenesis atau endometrium pada saat invasi trofoblas dan pembentukan lapisan desidua
Vili berisi cairan jernih Pertumbuhan dan perkembangan janin terganggu
Mengalami mutasi Tidak ada pembuluh darah Ovum mengalami kematian
MK : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin
Pembentukan plasenta gagal Mengalami degenerasi Cavum uteri
Jonjot chorian tumbuh berganda
Syok
Kematian pada janin
12
Tumbuh menjadi kista kecil seperti buah anggur
Jonjot chorion tumbuh berganda Kista kecil mirip buah anggur Tidak berisi embrio Molahitatidosa Koriokarsinoma
Tindakan invasif Perdarahan Kurang informasi berkaitan dengan penyakit MK :Kurang pengetahuan
Jaringan terdapat ulkus Bakteri mudah masuk
Kuret MK : Anemia Perdarahan Mual dan muntah Hipovolemik
MK : Resti infeksi MK : Resti kekurangan volume cairan
MK : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Menurunnya tekanan pengisian sirkulasi Aliran balik vena Curah jantung MK : Gangguan perfusi jaringan
13
2.8
Manifestasi Klinis Manifestasi yang muncul pada seseorang yang menderita penyakit trofoblas ganas dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. Keluhan utama yaitu amenore dan perdarahan pervagina b. Perubahan yang menyertai: 1) Perdarahan uterus pada trisemeter pertama 2) Hilangnnya denyut jantung fetus (bayi) dan strurtur tubuh fetus 3) Pecahnya vesikal 4) Mual muntah pada saat kehamilan 5) Uterus lebih besar dari tuanya kehamilan 6) Kadar hCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan biasa, kadar hCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada mola hidatidosa bisa mencapai 5000.000 IU/L 7) Adanya kista lutein, baik unilateral maupun bilateral c. Adanya penyulit lain, seperti: 1) Preeklamsi 2) Tirotoksikosis 3) Emboli paru (jarang) Disamping hal ini, manifestasi klinis lainnya yang biasa muncul adalah mual, muntah, dan jarang makan. MHK mempunyai keluhan dan penyulit yang lebih besar dibandingkan dengan MHP (Sastrawinata, 2004).
2.9
Pemeriksaan Diagnostik Alat diagnosis terpenting adalah pemeriksaan fisik yang seksama, karena tumor itu biasanya solid, transiluminasi. Tomografi koputasi (CT) digunakan untuk menilai adanya penyakit metastasis. Pemeriksaan ini diikuti segera tindakan bedah (bisanya orkhidektomi inguinal) dan pemeriksaan histology. Pemeriksaan USG untuk memastikan keberadaan dan lokasi suatu massa harus diikuti dengan CT dada, perut, dan pelvis untuk menentukan stadium tumor. Pemeriksaan pencitraan setiap penderita dengan tanda dan gejala tumor sel benih harus meliputi radiografi polos, CT scan dada, dan scan tulang radionuklida untuk mengenali penyakit metastasis. Untuk penderita dengan tumor sakrokosigeal, MRI lebih jitu daripada CT scan dalam mengidentifikasi ekstensi tumor local ke dalam tulang yang berdekatan satau saluran intraspinal. Diagnosis pasti dikonfirmasikan secara histology setelah eksisi bedah atau biopsy. Kadar AFP dan β-HCG serum harus diukur waktu penderita ditemukan dan dipantau selama terapi. Petanda biologic ini amat berguna dalam proses diagnosis dan pada evaluasi efektivitas terapi.
2.10 Penatalaksanaan Tatalaksana PTG adalah berdasarkan staging dan skoring. Kemoterapi adalah modalitas utama pada pasien dengan PTG.Angka keberhasilan terapi pada PTG risiko rendah adalah 100% dan lebih dari 80% pada PTG risiko tinggi. Andrijono, melaporkan angka keberhasilan terapi
14
pada PTG nonmetastasis 95,1%, risiko rendah 83,3% , risiko tinggi hanya 50 % dengan angka kematian karena PTG berkisar 8-9%. Kemoterapi pada PTG risiko rendah adalah kemoterapi tunggal, dengan pilihan utama Methotrexate. Kemoterapi tunggal lain yang dapat digunakan adalah Dactinomycin.Sedangkan pada PTG risiko tinggi menggunakan kemoterapi kombinasi diberikan kombinasi EMA-CO (etoposide, methotrexate, actinomycin, cyclophosphamaide dan oncovin) sebagai terapi primer atau menggunakan kombinasi ME (Metothrexate, Etoposide), EP (Etoposide, Cisplatinum). Evakuasi molahidatidosa dilakukan sesaat setelah diagnosis ditegakkan,hal didasarkan perhitungan bahwa evakuasi dilakukan untuk menghindari abortus mola sehingga perlu tingakan akut, menghindari komplikasi hipertiroid atau perforasi serta untuk memperoleh jaringan untuk diagnosis histopatologi. Dengan perkembangan kemoterapi yang mempunyai angka keberhasilan terapi yang tinggi, kuretase cukup dilakukan satu kali Histerektomi dilaporkan dilakukan pada kasus molahidatidosa usia tua dan terbukti mengurangi angka kematian dari koriokarsinoma. Histerektomi juga dilakukan pada keadaan darurat pada kasus perforasi,pada kasus metastasis liver, otak yang tidak respon terhadap kemoterapi serta pada kasus PSTT. Penyakit trofoblas gestasional adalah radiosensitive, karena radiasi mempuyai efek tumorosidal serta hemostatik, Radioterapi dapat dilakukan pada metastasis otak atau pada pasien yang tidak bisa diberikan kemoterapi karena alasan medis. 2.11 Komplikasi Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit trofoblas ganas antara lain: a. Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop. b. Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering terjadi saat pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena harus diberikan sebelum evakuasi mola. Methergine dan atau Hemabate juga harus tersedia. Selain itu, darah yang sesuai dan cocok dengan pasien juga harus tersedia. c. Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi (postevacuation) mola sampai hasilnya negatif. d. Pembebasan faktor-faktor pembekuan darah oleh jaringan mola memiliki aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus diskrining untuk disseminated intravascular coagulopathy (DIC). e. Emboli trofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory insufficiency. Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar dibandingkan usia kehamilan (gestational age) 16 minggu. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian.
15
2.12 Prognosis Prognosis bergantung kepada luasnya penyakit pada waktu diagnosis dan kepada tempat primer (gonad vs ekstragonad). Dengan terapi modern, 70-80% dari semua penderita dengan tumor sel benih yang ganas akan hidup tanpa oenyakit 5 tahun setelah diagnosis. Untuk penderita dengan penyakit yang terlokalisasi dan prognosis amat baik, percobaan mutakhir difokuskan pada meminimalkan toksisitas. Hasil terapi kurang baik (angka ketahanan hidup 5-tahun adalah 40-70%) untuk penderita dengan penyakit lanjut dan penelitian difokuskan pada pengintesifan terapi. Beberapa penderita dengan penyakit berulang dapat mencapai remisi atau sembuh dengan terapi penyelamatan (salvage therapy).
16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1
Pengkajian 3.1.1 Anamnesa a. Identitas Mengkaji identitas klien meliputi : nama, usia, alamat, pekerjaan, pendidikan, agama, dll. b. Keluhan utama Mengkaji adanya menstruasi yang tidak lancer dan adanya perdarahan per vagina berulang. c. Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang dirasakan klien sampai klien sampai di Rumah Sakit atau saat pengkajian dilakukan seperti perdarahan per vagina di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. d. Riwayatan kesehatan masa lalu Mengkaji apakah klien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan penyakit lain. e. Riwayat kesehatan keluarga Mengidentifikasi apakah ada anggota keluarga lain yang pernah menderita penyakit seperti ini. Dapat dikaji melalui genogram sehingga dapat dikaji mengenai penaykit keturunan dan penyakit menular dalam keluarga. f. Riwayat pembedahan Mengkaji adanya pembedahan yang pernah dilakukan klien, jenis pembedahannya, kapan, dimana, dan oleh siapa pembedahan dilakukan. g. Riwayat kesehatan reproduksi Mengkaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darahnya, baunya, warnanya, dan adanya dismenorrhoe (waktu dan gejala). h. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas Mengkaji keadaan dan kesehatan anak klien mulai dari kandungan sampai saaat sekarang. i. Riwayat seksual Mengkaji aktivitas seksual klien, apakah menggunalan kontrasepsi dan jenis kontrasepsinya serta keluhan yang muncul dengan pemasangan kontrasepsi. j. Riwayat konsumsi obat Mengkaji pemakaian obat-obatan oleh klien seperti obat kontrasepsi oral, obat digitalis, dan obat lainnya. k. Pola aktivitas Mengkaji nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi, pola istirahat, dan hygiene. 3.1.2 Pemeriksan Fisik a. Inspeksi 1) Mengobservasi warna kulit dan peubahannya.
17
2) Mengkaji adanya lesi, drainase. 3) Mengobservasi pola pernafasan, kedalaman nafas, dan kesimetrisan gerak dada. 4) Mengkaji bahasa tubuh, pergerakan, postur tubuh klien, dan adanya keterbatasan fisik. b. Palpasi 1) Merasakan suatu pembengkakan, tekstur kulit. 2) Menentukan kekuatan kontraksi uterus. 3) Menetukan karakter nadi. 4) Mengevaluasi edema. 5) Memperhatikan posisi janin. 6) Mengamati turgor dengan cara menekan atau mencubit. 7) Menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal. c. Perkusi 1) Mengetuk dengan jari dan mendengarkan bunyi apakah menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi. 2) Mengetuk dengan palu perkusi dan mengamati ada tidaknya reflksx gerakan pada kaki bawah. 3) Memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak. d. Auskultasi a. Mendengarkan di ruang antekuibiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru, abdomen untuk bisisng usus atau denyut janyung janin (Johnson & Taylor, 2005). 3.1.3 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan lain seperti rongten, USG, serta biopsi. 3.2
Diagnosa Keperawatan a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan perdarahan, proses penjalaran penyakit. b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan per vagina. c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. d. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah. e. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase. f. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan ketakutan terkaitan perdarahan per vagina.
3.3
Intevensi dan Rasional 1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri berhubungan dengan perdarahan, proses penjalaran penyakit. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri klien berkurang atau hilang Kriteria Hasil: a. Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang.
18
b. Ekspresi wajah klien tenang. c. TTV dalam batas normal Intervensi Rasional a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, dan Mengetahui tingkat skala nyeri skala nyeri yang dirasakan oleh klien sehingga dapat menentukan klien. intervensi yang akan dilakukan selanjutnya. b. Observasi tanda-tanda vital Perubahan tanda-tanda vital sesering mungkin + 8 jam sekali. merupakan salah satu tanda peningkatan nyeri yang dirasakan oleh klien. c. Ajarkan teknik relaksasi kepada Teknik relaksasi dapat membuat klien. klien lebih nyaman dan dapat mendistraksi perhatian klien terhadap nyeri. d. Beri posisi yang nyaman. Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada bagian atau area tertentu. e. Kolaborasi: pemberian analgetik Obat-obatan analgetik dapat memblok reseptor nyeri. 2. Diagnosa Keperawatan: kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan per vagina. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan. Kriteria Hasil: a. Perdarahan tidak ada. b. Tidak terdapatnya tanda-tanda kekurangan cairan. c. Turgor kulit membaik. Intervensi Rasional a. Monitor tanda-tanda vital klien Sebagai pengawasan terhadap sesering mungkin. adanya perubahan keadaan umum pasien sehingga dapat diakukan penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat. b. Awasi turgor kulit klien. Untuk mengetahui adanya tandatanda dehidrasi. c. Monitor intake dan output klien. Mengetahui dengan segera cairan yang masuk dan keluar baik lewat per oral maupun parenteral. d. Tingkatkan dan pantau Menghindari keadaan dehidrasi keseimbangan cairan elektrolit. dan kekurangan cairan. e. Kolaborasi: pemberian terapi Mencegah terjadinya kekurangan obat-obatan cairan lebih lanjut.
19
3. Diagnosa Keperawatan: ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 1x24 jam, tingkat kecemasan klien berkurang/hilang. Kriteria Hasil: a. Ekspresi wajah klien tenang. b. Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif. c. Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya. Intervensi Rasional a. Kaji tingkat kecemasan klien. Mengetahui seberapa jauh kecemasan klien sehingga dapat menentukan intervensi yang akan dilakukan selanjutnya. b. Pantau respon verbal dan Respon tersebut merupakan nonverbal klien. indicator tingkat pemahaman dan ansietas yang dirasakan klien. c. Beri kesempatan pada klien Ungkapan perasaan dapat untuk mengungkapkan memberikan rasa lega sehingga perasaannya. mengurangi kecemasan. d. Mendengarkan keluhan klien Klien akan merasa diperhatikan. dengan empati. e. Jelaskan kepada klien tentang Menambah pengetahuan klien penyakit dan pengobatan yang sehingga klien tahu dan mengerti sedang dilakukan. tentang penyakitnya. f. Beri dorongan spiritual/. Menumbuhkan ketenangan batin sehingga dapat mengurangi kecemasan. 4. Diagnosa Keperawatan: risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, nutrisi klien dapat terpenuhi dengan baik. Kriteria Hasil: a. Klien menunjukkan nafsu makan yang meningkat. b. Porsi makan klien habis. c. Klien tidak menunjukkan kelemahan. Intervensi Rasional a. Kaji status nutrisi klien. Untuk mengetahui status nutrisi klien sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya. b. Anjurkan makan sedikit tapi Mampu membantu meminimalkan sering. anoreksia. c. Anjurkan makan makanan dalam Dapat membangkitkan nafsu keadaan hangat dan bervariasi. makan klien. d. Anjurkan orang terdekat klien Meningkatkan nafsu makan. untuk membawakan makanan 20
kesukaan klien. e. Berikan suasana yang nyaman Memaksimalkan intake makanan saat klien makan. ke tubuh klien dan mengurangi anoreksia. f. Beri penjelasan pada klien Mendorong klien untuk tentang pentingnya asupan gizi menghabiskan porsi makan klien. bagi tubuh klien. g. Kolaborasi: tetapkan asupan Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh nutrisi klien dengan ahli gizi. klien. h. Pantau porsi makan klien. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilakukan. 5. Diagnosa Keperawatan: risiko infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase. Tujuan: Klien terbebas dari infeksi. Kriteria Hasil: a. Tidak muncul tanda-tanda infeksi. b. Tanda-tanda vital klien dalam rentang normal. Intervensi Rasional a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi. Perubahan vital sign merupakan salah satu indicator terjadinya infeksi. b. Observasi tanda-tanda vital Perubahan vital sign merupakan klien. salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh. c. Observasi daerah kulit yang Deteksi dini perkembangan infeksi mengalami kerusakan (luka, memungkinkan untuk melakukan garis jahitan), daerah yang tindakan dengan segera dan terpasang alat invasif (infus, pencegahan komplikasi kateter). selanjutnya. d. Kolaborasi: beri obat antibiotik. Dapat menghambat bakteri penyebab proses infeksi. 6. Diagnosa Keperawatan: ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan ketakutan terkait perdarahan per vagina. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien mengetahui kapan saja boleh melakukan hubungan seksual. Kriteria Hasil: a. Pola seksual klien normal. b. Klien tidak cemas terkaitan aktivitas seksualnya. c. Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif. Intervensi Rasional a. Identifikasi penyebab Mengetahui sebab ketidakefektifan ketidakefektifan pola seksual pla seksual klien sehingga dapat klien. menentukan intervensi selanjutnya. 21
b. Kaji tingkat kecemasan klien.
Mengetahui seberapa jauh kecemasan klien berpengaruh terhadap aktivitas seksualnya. c. Jelaskan pada klien waktu untuk Menghindari efek samping yang melakukan hubungan seksual merugikan status kesehatan klien sesuai kondisinya. dan agar pasien tenang dalam menjalani pola aktivitas seksualnya. d. Beri edukasi tentang keadaan Meningkatkan pemahaman klien. klien apabila berhubungan seksual. 3.4
Evaluasi a. Nyeri hilang atau berkurang. b. Keseimbangan volume cairan tubuh tercapai. c. Klien tenang. d. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. e. Tidak terjadi infeksi. f. Keefektifan pola seksualitas klien.
22
BAB IV PENUTUP 4.1
Kesimpulan Jadi masalah keperawatan yang dapat timbul akibat penyakit kanker serviks antara lain gangguan rasa nyaman nyeri, kekurangan volume cairan, ansietas, risiko nutrisi kurang, risiko terjadi infeksi, dan ketidakefektifan pola seksualitas. Dan dari masalah keperawatan tersebut kita sebagai tenaga kesehatan dapat memfokuskan penanganan terlebih dahulu pada masalah nyeri yang dialami klien.
4.2
Saran Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca, khususnya pada mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami lebih dalam mengenai penyakit trofoblas ganas.
23
DAFTAR PUSTAKA Slim R, Mehio A. (2007). The Genetics of Hydatidiform Moles: New Lights on an Ancient Disease. Clin Genet. Diakses pada tanggal 21 September 2013. Martaadisoebrata D. (2005). Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional. Jakarta : EGC. Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Imam Rasjidi, S. (2010). Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta: Sagung Seto. Hartati Nurwijaya, D. D. (2010). Cegah dan Deteksi Penyakit trofoblas ganas. Yogyakarta: Alex Media Komputindo. Geri Morgan, C. H. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktikum. Jakarta: EGC. Mulyani, D. (2010). Stop Kanker Panduan Deteksi Dini dan Pengobatan Menyeluruh Berbagai Jenis Kanker. Jakarta: Mizan Publika. Ralph C. Benson, M. L. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Sastrawinata, S. (2004). Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC. Behrman, Kliegman, Arvin. (1996). Nelson Textbook of Pediatric, 15 th Ed. Jakarta : EGC Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf. Kebidanan dan penyakit kandungan. Rsud dokter soetomo surabaya. 1994. Hal 25-28. Cuninngham. F.G. dkk. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006. Hal 930-938. 4. Lisa E Moore, 2008. Hydatidiform Mole. at 21 september 2013 available from: www.e-medicine.com Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267 Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta.2002 Hal 341-348. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243. 6. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 1999. Hal . 262-264 Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obsetetri Patologik. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
24