UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Laporan Kasus TB dengan pendekatan dokter keluarga
Disusun oleh : Agung Budiman Agustinus Silalahi (11–2011–174)
Pembimbing : dr. Aris
KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala pimpinanNya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan kasus ini saya laksanakan dalam rangka kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Dalam
kesempatan
ini
saya
hendak
mengucapkan
terima
kasih
kepada
dr. Aris selaku pembimbing dalam pembuatan makalah kunjungan rumah ini. Saya menyadari makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga akan tercipta makalah yang lebih baik lagi di waktu akan datang.
Jakarta, Februari 2014
Penyusun
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang bersifat menahun, disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa. Sebahagian besar penyakit ini menyerang paru-paru. Di Indonesia, penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat ini mencapai angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia menduduki negara terbesar ketiga didunia dalam masalah penyakit TB. 1,2 Etiologi Bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang/basil dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. TB disebut juga Koch Pulmonum (KP). Transmisi Pola transmisinya dipengaruhi lingkungan
hidup yang sangat padat dan pemukiman di
wilayah perkotaan biasanya lebih mempermudah proses penularan. Proses terjadinya infeksi oleh M.tuberkulosis biasanya secara inhalasi ,sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis paling sering dibandingkan dengan organ lainnya. Penularan sebahagian besar oleh inhalasi basil yang mengandungi droplet nuklei. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama 1-2 jam tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, kelembapan,ventilasi yang baik. Risiko penularan setiap tahun diukur dari angka Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI). Untuk angka ARTI yang besarnya 1 % bererti untuk setiap tahunnya diantara 100 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Dari penduduk yang terinfeksi tersebut 10% akan menjadi penderita TB. 3 Patofisiologi Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan terjadi melalui inokulasi lansung. Bakteri ini juga dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening Infeksi yang disebabkan oleh M.bovis disebabkan susu yang kurang disterilkan atau terkontaminasi. 1-5
Tempat implantasi yang paling sering adalah pada permukaan alveolar dari parenkim paru pada bahagian bawah lobus bawah. Penyakit dapat menyebar ke sistem peredaran darah dan saluran limfe. Daya penularan ditentukan banyakknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Masuknya Mycobacterium tuberculosis ke dalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-paru, terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TB ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TB tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau foto rontgen. Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memiliki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang inilah yang menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati Mycobacterium tuberculosis disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TB. 4-7 Gejala Klinis Keluhan dapat bermacam-macam dan bisa juga tanpa keluhan. Keluhan yang terbanyak termasuklah demam, biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41⁰C. Serangan pertama dapat sembuh sebentar kemudian timbul kembali. Gejala batuk/batuk berdarah juga banyak ditemukan .Batuk terjadi kerana adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering dan setelah timbul peradangan menjadi produktif dan batuk berdarah apabila sudah ada pembuluh darah yang pecah. Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bahagian dari paru-paru. Nyeri dada timbul bila ada pleuritis. Gejala malaise yang ditemukan sering berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan sebagainya. TB paru lebih cepat mengganas pada bayi dan anak kecil kerana mereka tidak dapat mengeluarkan dahak. Berkembangnya penyakit TB di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. 3,5 Penanganan a.
Promotif
i.
Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
ii.
Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
iii. b.
Mensosialisasiklan imunisasi BCG di masyarakat.
Preventif
i.
Vaksinasi BCG
ii.
Menggunakan isoniazid (INH)
iii.
ihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
iv.
Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
c.
Kuratif Pengobatan Penyakit TBC.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :5 i.
Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC.
ii.
Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
iii.
Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat)
iv.
Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
v.
Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.
Komplikasi Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus. Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium lanjut: 1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3) Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4) Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 6) Insufisiensi Kardio Pulmoner. 6,7
Prognosis Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
•
50% meninggal
•
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
•
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
Hubungan antara Pejamu, Penyebab dan Lingkungan Dalam Epidemiologi pengertian penyebab timbulnya penyakit adalah suatu proses interaksi antara: Pejamu (host), Penyebab (agent), dan Lingkungan (environment). Segitiga epidemiologi (John Gordon) menggambarkan relasi tiga komponen penyebab penyakit seperti penjamu, agent dan lingkungan.8 Agent (A):
o Jumlahnya bila hidup. o Konsentrasinya bila tidak hidup. o Infektivitas/patogenisitas/virulensi/antigenisitas bila hidup.
Patogenicity, kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada host sehingga timbul penyakit (diseases stimulus).
Virulensi, ukuran keganasan atau derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh bibit penyakit.
Antigenicity, kemampuan bibit penyakit merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh (antigen) pada host.
Infectivity, kemampuan bibit penyakit mengadakan invasi dan menyesuaikan diri, bertempat tinggal dan berkembang biak dalam host
o Toksisitas/reaktivitas bila tidak hidup Host (H):
o Derajat kepekaan. o Imunitas terhadap (A) hidup, toleransi terhadap (A) mati. o Status gizi, pengetahuan, pendidikan, perilaku, kebiasaan, adat istiadat dst. Lingkungan (L):
o Kualitas dan kuantitas kompartemen lingkungan yg berperan thd terjadinya transmisi (A) ke (H). o Aspek fisik, biologis, sosial, dan ekonomi.
Segi tiga Epidemiologi John Gordon Menurut Hendrik L. Blum, menggambarkannya sebagai hubungan antara 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.
Menurut Dr.Indan Entjang lingkungan terdiri dari:
o Lingkungan biologik: bakteri, virus, jamur, nyamuk, kutu, lalat, hama, tumbuhan, hewan. o Lingkungan fisik: udara, sinar matahari, tanah, air, sampah, iklim. o Lingkungan ekonomi: pekerjaan, pendapatan dan kemiskinan. o Lingkungan sosial: tingkah laku, kepandaian, adat istiadat, kepadatan, isolasi. Pendekatan ekologis pemecahan masalah kesehatan lingkungan melalui pengawasan lingkungan, ada 5 prinsip yaitu:
1) Isolasi 2) Substitusi/mengganti 3) Shielding/melindungi 4) Treatment/mengobati
Bab II Hasil Kunjungan Rumah
Puskesmas
: Kecamatan Grogol Petamburan
Data riwayat keluarga :
I.
Identitas pasien :
Nama
: Tn. J
Umur
: 48 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: Buruh
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Jl. Wijaya Sakti Utama 1 Rw 10 Rt 05 Kecamatan Grogol Petamburan, Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat
II.
III.
IV.
Riwayat biologis keluarga : a. Keadaan kesehatan sekarang
: Sedang
b. Kebersihan perorangan
: Sedang
c. Penyakit yang sering diderita
: Batuk, Demam
d. Penyakit keturunan
: Tidak ada
e. Penyakit kronis/ menular
: Tidak ada
f.
: Tidak ada
Kecacatan anggota keluarga
g. Pola makan
: Sedang
h. Pola istirahat
: Sedang
i.
: 4 orang
Jumlah anggota keluarga
Psikologis keluarga a. Kebiasaan buruk
: Tidak ada
b. Pengambilan keputusan
: Suami
c. Ketergantungan obat
: Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan
: Puskesmas
e. Pola rekreasi
: Kurang
Keadaan rumah/ lingkungan a. Jenis bangunan
: Semi Permanen
b. Lantai rumah
: Ubin batu
c. Luas rumah
: 6 x 7 m2
d. Penerangan
: Kurang
e. Kebersihan
: Kurang
f.
: Kurang
Ventilasi
g. Dapur
: Tidak Ada
h. Jamban keluarga
: Ada
i.
: PAM
Sumber air minum
j.
V.
Sumber pencemaran air
: tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan
: Tidak ada
l.
: Ada
Sistem pembuangan air limbah
m. Tempat pembuangan sampah
: Ada
n. Sanitasi lingkungan
: Kurang
Spiritual keluarga
VI.
a. Ketaatan beribadah
: Cukup
b. Keyakinan tentang kesehatan
: Cukup
Keadaan sosial keluarga
VII.
a. Tingkat pendidikan
: Rendah
b. Hubungan antar anggota keluarga
: Baik
c. Hubungan dengan orang lain
: Sedang
d. Kegiatan organisasi sosial
: Sedang
e. Keadaan ekonomi
: Kurang
Kultural keluarga a. Adat yang berpengaruh
: Betawi
b. Lain-lain
: Tidak ada
1
3
2
4
6
5
7 VIII.
Anggota keluarga :
8
Keterangan 1. Ayah Os
: tidak mempunyai riwayat TBC
2. Ibu Os
: tidak mempunyai riwayat TBC
3. Saudara Os
: Laki-laki, tidak mempunyai riwayat TBC
4. Saudara Os
: Perempuan, tidak mempunyai riwayat TBC
5. Os 6. Istri OS
: Tidak mempunyai riwayat TBC
7. Anak Os
: Laki-laki, tidak mempunyai riwayat TBC
8. Anak Os
: Laki-laki, tidak mempunyai riwayat TBC
IX.
Keluhan utama : Batuk berdahak selama 3 minggu
X.
Keluhan tambahan : Berat badan menurun, lemas,tidak nafsu makan
XI.
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang berobat ke Puskesmas Kecamatan Pedes dengan keluhan batuk berdahak selama 3 minggu. Pasien mengaku berat badan dirasakan semakin menurun walaupun nafsu makan os tetap seperti biasa. Pasien mengatakan ada kebiasaan merokok. Riwayat TB pada anggota keluarga lain disangkal os. Riwayat alergi tidak ada.
XII.
Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada
XIII.
Pemeriksaan fisik : Berat Badan
: 52 kg
Tinggi Badan
: 156 cm
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 80 x/menit
Frekuensi napas
: 20 x/menit
Suhu
: afebris
Pemeriksaan umum Kepala
: Normosefali
Mata
: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Hidung
: Septum deviasi (-)
Telinga
: Tidak tampak kelainan dari luar
Leher
: Tidak tampak pembesaran KGB regional, kelenjar tiroid tidak tampak membesar.
Paru
: Suara napas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung
: Bunyi jantung I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
: Tampak datar, teraba supel, Bising usus (+) N, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas
: Bentuk normal, varises (+) pada tungkai bawah kanan, Edema (-)
Pemeriksaan penunjang Sputum BTA : (+)
XIV.
Diagnosis penyakit Sistemik
: Tuberkulosis paru
Jiwa
: Tidak ada
XV.
Diagnosis keluarga: tidak ada
XVI.
Anjuran penatalaksanaan penyakit a. Promotif
: pengobatan TBC di Puskesmas gratis.
b. Preventif
:
menjalankan
pola
atau
gaya
hidup
yang
sehat
dengan
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, menghindari rokok, berolahraga, menghindari stres. c. Kuratif
: terapi medikamentosa
Obat Anti Tuberculosis (OAT) : 1. Fase awal : 2 bulan setiap hari a. Rifampicin 3 x 200 mg b. INH 3 x 100 mg c. Pyrazinamid 3 x 500 mg d. Ethambutol 3 x 300 mg 2. Fase lanjutan : 4 bulan setiap 3 kali/minggu a. Rifampicin 3 x 200 mg b. INH 3 x 200 mg d. Rehabilitatif: Hindari kontak dengan penderita TBC XVII. Prognosis Penyakit
: Dubia ad bonam
Keluarga
: Dubia
Masyarakat
: Dubia
XVII. Resume Tn. J berusia 48 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak selama 3 minggu disertai lemas dan berat badan yang dirasakan semakin berkurang. Pasien mengaku baru kali ini mempunyai keluhan seperti ini. Pasien mengatakan adanya kebiasaan merokok. Riwayat alergi disangkal os. Pemeriksaan Fisik : Tidak ditemukan kelainan Diagnosis : Sistemik
: Tuberkulosis paru
Jiwa
: Tidak ada
Lampiran : Tabel 1. Data Keluarga
Nama
Hub dg Umur KK
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
(th)
Kead.
Kead.
Kes.
Gizi
Imunisasi
KB
Tn. J
KK
48
SMA
Buruh
Islam
Sedang
Baik
-
-
Ny. D
Istri
42
SMA
IRT
Islam
Baik
Baik
-
-
An. K
Anak
13
SMP
-
Islam
Baik
Baik
-
-
An. R
Anak
10
SD
-
Islam
Baik
Baik
-
-
Follow Up 17 Januari 2014 S:
Batuk (+) berdahak 3 minggu, lemas, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan
O:
Compos mentis
A:
Tampak sakit sedang
TD: 110/70
S : 36,3 oC
N : 76 x
rr: 18 x
TB Paru
Ket
P:
Rifampicin 3 x 200 mg INH 3 x 100 mg Pyrazinamid 3 x 500 mg Ethambutol 3 x 300 mg
Follow Up 20 Januari 2014 S:
Batuk (+). lemas, nafsu makan berkurang
O:
Compos mentis
Tampak sakit sedang
TD: 90/50
S : 36,3 oC
N : 72 x
rr: 22 x
A:
TB Paru
P:
Rifampicin 3 x 200 mg INH 3 x 100 mg Pyrazinamid 3 x 500 mg Ethambutol 3 x 300 mg
Follow Up 21 Januari 2014 S:
Batuk (+). lemas, nafsu makan berkurang
O:
Compos mentis
Tampak sakit sedang
TD: 110/80
S : 36,3 oC
N : 80 x
rr: 20 x
A:
TB Paru
P:
Rifampicin 3 x 200 mg INH 3 x 100 mg Pyrazinamid 3 x 500 mg Ethambutol 3 x 300 mg
Follow Up 30 Januari 2014 S:
Batuk (+) mulai berkurang, nafsu makan mulai ada
O:
Compos mentis TD: 120/80
Tampak sakit sedang S : 36,5 oC
N : 84 x
rr: 22 x
A:
TB Paru
P:
Rifampicin 3 x 200 mg INH 3 x 100 mg Pyrazinamid 3 x 500 mg Ethambutol 3 x 300 mg
Bab III Analisa Kasus
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 17, 20, 21 dan 30 Januari 2014 , didapatkan bahwa pasien menderita tuberkulosis paru. Pasien Pria berusia 48 tahun. Pasien merupakan seorang Kepala keluarga yang mempunyai seorang istri dan dua orang anak. Rumah tinggal pasien merupakan rumah yang kurang sehat karena tidak mempunyai ventilasi yang cukup. Penerangan kurang dengan karena kurangnya jendela. Sanitasi di sekitar lingkungan
kurang dan tempat pembuangan sampah yang khas tidak ada. Rumah pasien mempunyai lantai yang diperbuat dari semen dan tanah. Pasien dan keluarganya menggunakan air sumur sebagai sumber air minum dan keperluan lainnya. Pada tempat penampungan air tidak ditemukan jentik. Terdapat sistem pembuangan air limbah di belakang rumah pasien.
Pekarangan rumah tidak dimanfaatkan dan
terdapat sumber pencemaran air di belakang rumah pasien berupa tempat pembuangan sampah. Pola makan pasien dan keluarga cukup bervariasi. Menu nasi, sayur paling sering menjadi menu makanan. Pasien kadang- kadang mengikuti kegiatan sosial di lingkungannya seperti ihkan lingkungan dari sampah. Ditinjau dari aspek spiritual, pasien dan keluarga merupakan pengikut agama Islam yang cukup taat ibadah. Keluarga pasien termasuk keluarga sehat Kondisi kesehatan pasien sedikit terganggu karena batuk yang dihidapinya. Kondisi rumahnya merupakan factor resiko terjadinya infeksi TB pada dirinya dan ini bisa menular kepada anggota keluarga yang lain jika tindakan pencegahan tidak dilakukan seperti memperbaiki ventilasi rumahnya. Pasien juga seharusnya melakukan perlindungan terhadap anaknya supaya tidak ditularkan TB dari dirinya.
Daftar Pustaka
1. Dinas kesehatan propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis volume 5 edisi 1. Tahun 2007. 2. Kanwil Depkes Propinsi DKI Jakarta. Pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Tingkat Puskesmas- Modul 1. Tahun 1999 / 2002. 3. Depkes RI. Pedoman kerja puskesmas jilid III tahun 1991-1992 hal G-28. 4. Departemen Kesehatan RI. 2008 . Modul IV Pengobatan Pasien TB di UPK. Pelatihan Penanggulangan TB Bagi Pengelola Program TB.
5. Departemen Kesehatan RI. 2008 . Modul VI Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Strategi DOTS di UPK. Penanggulangan TB Bagi Pengelola Program TB. 6. W.Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K.M dan Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Tuberkulosis paru). Pusat Penerbitan IPD Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; Edisi IV(Jilid I).h.(988-993) 7. Mansjoer A,Triyanti K,Savitri S,Ika Wardhani W,Setiowulan W.Tuberkulosis paru.Kapita Selekta Kedokteran.ed 3.Jakarta;2008.h.472-47 8. Kesehatan Lingkungan. Diunduh dari http://www.idoub.com/doc/, 25 November 2013
Lampiran Foto
Gambar 1. Kamar mandi
Gambar 2. Dapur
Gambar 3. Atap rumah