Asuhan Keperawatan Penanganan Kasus Palliatif dg Kasus Lansia Oleh Diah Setiani, M. Kes
Pendahuluan Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007 tantangan yang kita hadapi pada di hari-hari kemudian nyata sangat besar. Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,stroke,
Parkinson,
gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/ AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Namun
saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.
Pada
stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif. (Doyle & Macdonald, 2003: 5)
Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik.
Perawatan
paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya. (Doyle & Macdonald, 2003: 5)
Rumah
sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih terbatas di 5 (lima) ibu kota propinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Ditinjau dari besarnya kebutuhan dari pasien, jumlah dokter yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif juga masih terbatas.
Keadaan
sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif. (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007)
Perawatan
paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
Menurut
KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya.
Dimensi
dari kualitas hidup yaitu Gejala fisik, Kemampuan fungsional (aktivitas), Kesejahteraan keluarga, Spiritual, Fungsi sosial, Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan), Orientasi masa depan, Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri, Fungsi dalam bekerja.
Konsep Lansia Pasal
1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Lansia
adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Batasan-batasan Usia Lanjut 1. WHO Usia Lanjut: Usia Pertengahan (middle age) = kelompok usia sampai 59 tahun Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun
2. Prof Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohamad Membagi periodesasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut: 0 – 1 th = masa bayi 1 – 6 th = masa pra sekolah 6 – 10 th = masa sekolah 10 – 20 th = masa pubertas 40 -65 th = masa setengah umur
(prasenium) 65 th keatas = masa lanjut usia
3. Dra Ny. Jos Masdani (Psikolog UI) Usia lanjut merupakan kelanjutan dari usia dewasa. ◦ ◦ ◦ ◦
Fase iuventus = antara 25 dan 40 th Fase vertilitas = antara 40 dan 50 th Fase prasenium = antara 55 dan 65 th Fase senium = antara 65 th hingga tutup ◦ mata
4. Prof Dr Koesoemato Setyonegoro Usia dewasa muda (elderly adulhood) = 18 atau 20 – 25 th Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas = 25 – 60 th atau 65 th Lanjut usia (Geriatric age) > 65 atau 70 th Young old = 70 – 75 th Old = 75 – 80 th Very old = > 80 th.
Data Menurut
data PBB, Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan jumlah warga berusia lanjut yang tertinggi di dunia, yaitu 414%, hanya dalam waktu 35 tahun (1990 -2025), sedangkan di tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut akan mencapai 25,5 juta jiwa.
Bentuk
piramida penduduk tentu akan berubah, dari piramida menjadi seperti bentuk lonceng, dimana populasi berusia muda masih banyak, namun populasi berusia lenjut menjadi semakin meningkat. Hal tersebut merupakan konskuensi dari meningkatnya usia harapan hidup dan menurunnya fertilitas.
Transisi Epidemiologi Akibat populasi usia lanjut yang meningkat maka akan terjadi transisi epidemiologi : - pola penyakit bergeser dari infeksi dan gangguan gizi menjadi penyakit-penyakit degeneratif (diabetes, hipertensi, neoplasma, penyakit jantung koroner).
Penanganan penyakit-penyakit ini biasanya memerlukan teknologi kedokteran yang lebih tinggi dan konsekwensinya dibutuhkan biaya yang mahal.
Indonesia tidak sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan ini, bukan saja disebabkan oleh anggaran yang terbatas, namun karena pada saat yang sama kita masih harus menghadapi penyakit-penyakit infeksi dan kekurangan gizi.
Sarana
kesehatan bagi warga usia lanjut baik yang sehat maupun yang sakit juga memerlukan modifikasi. Adanya ruang rehabilitasi akut, ruang rawat akut, dan kronik, ruang respite dan sarana day hospital sudah harus disiapkan sedini mungkin di rumah sakit. Sarana yang community based seperti day care center juga mutlak di perlukan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada kelompok rentan ini.
Akhirnya
sistem pelayanan kesehatan yang lain seperti asuransi kesehatan, tim terpadu geriatri yang bekerja secara interdisiplin harus dikembangkan seperti perawatan palliative care pada lansia, dalam rangka menjawab tantangan perubahan demografi dan epidemiologi yang sebenarnya sedang berlangsung.
Permasalahan Palliatif care pada Lansia
Perubahan – perubahan yang terjadi pada Lansia Perubahan Fisik : 1. Sel 2. St. respirasi 3. St. Persyarafan 4. St. Pendengaran 5. St. Penglihatan 6. St. Kardiovaskuler 7. St. pengaturan suhu tubuh 8. St. Pencernaan 9. St. Genitourinaria 10.St. Muskuloskeletal 11.St. Endokrin 12.St. kulit
Perubahan – perubahan Mental Faktor –faktor yang mempengaruhi: Perubahan fisik khususnya organ perasa Kesehatan umum Tingkat pendidikan Keturunan Lingkungan
Kenangan (memory) : a. Kenangan jangka panjang : Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan. b. Kenangan jangka pendek atau seketika : 0 – 10 menit, kenangan buruk IQ (Intelegensi Quantion) : a.tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal. b.Berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan.
Perubahan – perubahan Psikososial 1. Pensiun : Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila ia pensiun akan mengalami kehilangan antara lain : kehilangan finansial Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan dengan posisi yang tinggi lengkap dengan fasilitasnya) Kehilangan teman/relasi atau kenalan Kehilangan pekerjaan/kegiatan
2. 3.
4.
5.
Merasakan atau sadar akan kematian Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan, meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
Gangguan saraf pancaindera; timbul kebutaan dan ketulian 7. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan 8. Rangkaian dari kehilangan; kehilangan teman dan family 9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik ; perubahan terhadap gambaran diri dan konsep diri 6.
Perkembangan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya Lansia makin matang dalam kehidupan keagamaannya Berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan
DAMPAK DAN REAKSI TERHADAP PERUBAHAN Sensitivitas
emosional yang akhirnya menjadi sumber banyak masalah pada masa menua : pada masa usia dewasa tampil cantik/tampan, pada usia lanjut seseorang merasa kehilangan kecantikannya/ketampanannya akibat kemunduran fisik. Kecemasan timbul karena merasa diri mulai kurang menarik/kurang mampu.
Klimakterium pada pria dan wanita yang menyebabkan dorongan seksualitas menurun Menopause pada wanita : haid tidak teratur, gelombang rasa panas kadang timbul dimuka, leher, dada bagian atas, keluar keringat yang banyak (rasa panas 30’ – 1 jam). gejala psikologis : rasa takut, tegang, gugup, mental kurang mantap, mudah sedih, cepat marah, mudah tersinggung.
Semua
dampak perubahan yg tjd disebut proses menua Proses meua sudah mulai berlangsung sejak seseorg mencapai usia dewasa Perubahan tubuh yg terjadi sehingga tubuh “mati” Menghadapi proses kematian
Konsep Kematian Kematian
adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan manusia (Mass, 2011). Pengertian kematian / mati adalah apabila seseorang tidak teraba lagi denyut nadinya tidak bernafas selama beberapa menit dan tidak menunjukan segala refleks, serta tidak ada kegiatan otak.(Nugroho, 2008)
Ciri atau tanda klien lanjut usia menjelang kematian 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur – angsur. Biasanya dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan dan ujung hidungnya Kulit tampak pucat Denyut nadi mulai tak teratur Tekanan darah menurun Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun. Pernafasan cepat dangkal dan tidak teratur.
Tanda –tanda meninggal secara klinis Secara
tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada
tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu : 1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total. 2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan. 3. Tidak ada reflek. 4. Gambaran mendatar pada EKG.
TAHAP-TAHAP KEMATIAN ” KUBLERROSS’S ( KUBLER-ROSS’S DYING) Menurut Yosep iyus (2007, 175) tahap kematian dapat dibagi menjadi 5 : 1. Denial and isolation (menolak dan mengisolasi diri) 2. Anger (marah) 3. Bargaining (tawar–menawar) 4. Depression (depresi) 5. Acceptance (penerimaan/menerima kematian)
Tahap kematian (Nugroho, 2008) Tahap Pertama ( Penolakan ) Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya, sikap itu ditandai dengan komentar “saya?tidak, itu tidak mungkin”. Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang, kecuali dirinya.
1.
Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak memerhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia bahkan menekan apa yg telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber profesional dan nonprofesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa mau sudah diambang pintu.
Tahap kedua (marah) tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi tidak terkendali. Klien lanjut usia itu berkata “mengapa saya? ” sering kali klien lanjut usia akan selalu mencela setiap orang dalam segala hal.
2.
Ia mudah marah terhadap perawat dan petugas kesehatan lainya tentang apa yang mereka lakukan. Pada tahap ini, klien lanjut usia lebih menganggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan disini merupakan mekanisme pertahanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dankehidupan. Pada saat ini, perawat kesehatan harus berhati – hati dalam memberi penilaian sebagai reaksi yang normal terhadap kemtian yang perlu diungkapkan.
Tahap ketiga (tawar – menawar ) Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata , “ya, benar aku, tapi...” kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia biasanya dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.
3.
Akan tetapi, pada tahap tawar menawar ini banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum mau tiba, dan akan menyiapkan beberapa hal, misalnya klien lanjut usia mempunyai permintaan terkhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan direstoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena membantu klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya.
Tahap ketiga (tawar – menawar ) Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata , “ya, benar aku, tapi...” kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia biasanya dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.
3.
Akan tetapi, pada tahap tawar menawar ini banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum mau tiba, dan akan menyiapkan beberapa hal, misalnya klien lanjut usia mempunyai permintaan terkhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan direstoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena membantu klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya.
Tahap keempat (sedih/ depresi ) Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata “ya, benar aku” hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena lanjut usia sedang dalam suaana berkabung.
4.
Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintainya dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersamaan dengan itu, dia harus meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya perawat duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang melalui masa sedihnya sebelum meninggal
Tahap kelima (menerima/ asertif) Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian.menjelang saat ini, klien lanjut usia telah membereskan segala urusan yg belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya.
5.
Tawar menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap menerima, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan . Dengan kata lain pasrah terhadap maut tidak berarti menerima maut.
Perawatan paliatif pada Lansia menjelang ajal Dalam
memberi asuhan keperawatan kepada lanjut usia, yang menjadi objek adalah pasien lanjut usia (core), disusul dengan aspek pengobatan medis (cure), dan yang terakhir, perawatan dalam arti yang luas (care).
Core,
cure, dan care merupakan tiga aspek yang saling berkaitan dan saling berpengaruh. Kapanpun ajal menjemput, semua arang harus siap. Namun ternyata, semua orang, termasuk lanjut usia, akan merasa syok berat saat dokter memvonis bahwa penyakit yang dideritanya tidak bisa di sembuhkan atau tidak ada harapan untuk sembuh.
Pada
kondisi ketika lanjut usia menderita sakit yang telah berada pada stadium lanjut dan “cure” sudah tidak menjadi bagian yang dominan, “care” menjadi bagian yang paling berperan. Salah satu alternatif adalah perawatan paliatif.
Perawatan
paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan.
Tindakan
aktif antara lain mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis, social, dan spiritual.
Tujuan perawatan paliatif Mencapai
kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya di berikan kepada lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah di diangnosa oleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh (mis, menderita kanker).
Sebagian
besar pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan.
Diperlukan
pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia.
Kualitas
hidup adalah bebas dari segla sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan perasaan takut sehingga lebih menekankan rehabilitasi daripada pengobatan agar dapat menikmati kesenangan selama akhir hidupnya.
Sesuai
arti harfiahnya, paliatif bersifat meringankan, bukan menyembuhkan.
Jadi,
perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motivasi. Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim dari berbagai displin ilmu.
Tim perawatan paliatif Terdiri 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
atas tim terintegrasi, antara lain: Dokter Perawat Psikolog ahli fisioterapi pekerja social medis ahli gizi Rohaniawan dan relawan
Pemberi
asuhan keperawatan pada pasien harus bekerjasama secara profesional, ikhlas, dan dengan hati yang bersih.
Bagan
kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk kerucut , melainkan berbentuk lingkaran dengaan pasien sebagai titik sentral .
kunci
keberhasilan kerja interdisiplin bergantung pada tanggung jawab setiap anggota tim , sesuai dengan kemahiran dan spesialisasinya, sehingga setiap kali pemimpin berganti, tugas masingmasing tidak akan terganggu.
Perlu diingat !!! Perawatan
paliatif lanjut usia bukan untuk intervensi yang bersifat kritis. Perawatan paliatif adalah perawatan yang terencana.walaupun dapat terjadi kondisi kritis dan kedaruratan medis yang tidak terduga, hal ini dapat diantisipasi, bahkan dapat dicegah melalui ikatan kerja tim yang solid dan kuat .
Asuhan keperawatan lansia menghadapi kematian Pengkajian 1. Perasaan takut Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakit terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. Perawat
harus menggunakan pertimbangan yang sehat apabila sedang merawat orang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri pasien dengan cara yang tepat.
Perasaan
takut, mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein, dan dektromoramid.
Apabila
orang berbicara tentang perasaan takut mereka terhadap maut, respon mereka secara tipikal mencakup perasaan takut tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum selesai, dan sebagainya.
Kematian
merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress.
2.
Emosi. Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, antara lain mencela dan mudah marah.
3.
Tanda vital Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sama lain. Setiap perubahan yang berlainan dengan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang.
4.
Kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada, yang merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan, dan sikap, bersifat adekuat, yaitu tepat dan sesuai
5.
Fungsi tubuh. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ mempunyai fungsi khusus.
Pemenuhan kebutuhan klien menjelang kematian : Kebutuhan jasmaniah Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap orang. Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut usia (mis., sering mengubah posisi tidur, perawatan fisik, dan sebagainya ).
Kebutuhan fisiologis a) Kebersihan Diri Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya. b) Mengontrol Rasa Sakit Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obatobatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular atau
c) Membebaskan Jalan Nafas Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen. d) Bergerak Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
e) Nutrisi Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena atau Invus.
f) Eliminasi Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
g) Perubahan Sensori Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisikbisik.
Kebutuhan emosi Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien lanjut usia dalam menghadapi kematian: a) Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat ( ketakutan yang timbul akibat menyadari bahwa dirinya tidak mampu mencegah kematian). b) Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya. Misalnya, lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masa lalu dan kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenaan, luangkan waktu sejenak. c) Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.
Kebutuhan sosial Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan: a)Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain. b)Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi.
c)Menjaga penampilan klien pada saatsaat menerima kunjungan kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk ihkan diri dan merapikan diri. d)Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya.
Kebutuhan spiritual a)Menanyakan kepada klien tentang harapanharapan hidupnya dan rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian. b)Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual. c)Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya.
Dx. Keperawatan 1.
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen yang berhubungan dengan adanya penyumbatan slem yang ditandai dengan sesak napas
2.
Gangguan kenyamanan yang berhubungan dengan batuk, panas tinggi yang ditandai pasien gelisah
3.
Gangguan kesadaran yang berhubungan dengan dampak patologis degan manifestasi apatis/koma
4.
Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang dihabiskan sering tidak habis.
5.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan muntah dan diare yang ditandai dengan turgor jelek, mata cekung, suhu naik.
6.
Gangguan eliminasi alvi yang berhubungan dengan obstipasi yang ditandai beberapa hari pasien tidak defekasi
7.
Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan produksi urinenya, yang ditandai dengan jumalah urinenya berapa cc.
8.
Keterbatasan gerakan yang berhubungan dengan tirah baring lama yang ditandai dengan kaku sendi/otot
9.
Perubahan dalam merawat diri sendiri sebagai dampak patologis
10.Gangguan
psikologis yang berhubungan dengan perubahan pola seksualitas yang ditandai susah tidur, pucat, murung.
11.Cemas
yang berhubungan dengan memikirkan penyakitnya dan keluarga
Tugas ! 4 kelompok Buat Askep meliputi Pengkajian, Dx.Kep dan intervensi pada perawatan Lansia yang mengalami masalah Palliatif 1. Fisik 2. Psikologis 3. Psikososial 4. Spiritual Selamat mengerjakan,...