BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit dengan berbagai kegiatannya menghasilkan limbah yang saat ini mulai disadari dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat bahan yang terkandung didalamnya dan menjadi mata rantai penyebab penyakit, selain itu juga dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan udara, air dan tanah. Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit penghasil dan jenis pengelolaannya, dan secara garis besar limbah rumah sakit digolongkan menjadi sampah medis dan non medis. Limbah medis Rumah Sakit termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun yang sangat penting untuk dikelola secara benar. Sebagian limbah medis termasuk ke dalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah, genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah penyebaran
penyakit
baik
yang bisa menjadi
kepada
karyawan
rumah
sumber sakit,
pasien, pengunjung/pengantar pasien ataupun masyarakat di sekitar lingkungan Rumah Sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik,
darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang
bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan berisiko terhadap penularan penyakit. Beberapa risiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain penyakit menular. Limbah non medis dihasilkan oleh ruang istrasi, ruang gizi, ruang diklat, dan lainlain. Semua limbah tersebut harus dikelola dengan baik sehingga tidak membahayakan manusia maupun lingkungan. Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 1
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dan meminimalkan resiko pencemaran lingkungan di Rumah Sakit, diperlukan implementasi program pengelolaan limbah medis rumah sakit yang baik dan benar. Peningkatan upaya pengelolaan lingkungan rumah sakit khususnya limbah medis akan berdampak pada peningkatan
mutu pelayanan kesehatan secara menyeluruh serta
memberikan keamanan dan kepuasan terhadap karyawan, pasien, keluarga dan masyarakat. Dengan adanya pengelolaan lingkungan (limbah medis) yang baik dan aman dapat menghindari tuntutan masyarakat dan keluhan pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan kesehatan yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan rumah sakit. Sesuai dengan Visi dan Misi RSU Sinar Kasih GKST Tentena serta upaya pengelolaan lingkungan rumah sakit yang berkualitas maka diperlukan pedoman pengelolaan limbah medis rumah sakit.
Pedoman pengelolaan limbah medis
tersebut harus memperhatikan proses manajemen pengelolaan limbah medis yang dimulai dari Input, Proses dan Output serta Outcome. Guna pemantauan mutu pengelolaan limbah medis tersebut diperlukan indikator sebagai tolok ukur atau petunjuk, kriteria dan standar yang ditetapkan oleh Undang-undang dan Permenkes yang berlaku.Monitoring dan evaluasi serta audit
lingkungan
rumah
sakit
perlu
dilakukan
secara
kontinyu
dan
berkesinambungan, sehingga mutu kesehatan lingkungan rumah sakit dapat ditingkatkan. Pengelolaan limbah medis di rumah sakit meliputi limbah padat, cair, tajam dan bahan berbahaya (B3), yang seluruhnya harus dikelola dengan baik dan benar. Klasifikasi limbah yang dihasilkan oleh kegiatan operasional rumah sakit meliputi : 1.
Limbah umum : limbah yang tidak berbahaya dan tidak membutuhkan penanganan khusus, contoh : limbah domestik, limbah kemasan non infeksius
2.
Limbah benda tajam : obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 2
3.
Limbah patologis : Jaringan atau potongan tubuh manusia, contoh bagian tubuh, darah dan cairan tubuh yang lain termasuk janin
4.
Limbah farmasi : Limbah yang mengandung bahan farmasi contoh obatobatan yang sudah kadaluwarsa atau tidak diperlukan lagi
5.
Limbah genotoksik : limbah yang mengandung bahan dengan sifat genotoksik contoh limbah yang mengandung obat-obatan sitostatik (sering dipakai dalam terapi kanker), yaitu zat karsinogenik (benzen,antrasen),
zat sitotoksik,
(tamoksifen,
karsoinogenik
semustin)
zat
yang
mungkin
bersifat
(chloramphenicol, chlorozotocin, cisplatin). 6.
Limbah kimia : limbah yang mengandung bahan kimia contoh reagen di laboratorium, film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluwarsa atau sudah tidak diperlukan, solven. Limbah ini dikategorikan limbah berbahaya jika memiliki beberapa sifat (toksik, korosif (pH12), mudah terbakar, reaktif (mudah meledak, bereaksi dengan air, rawan goncangan), genotoksik
7.
Limbah alat yang mengandung logam berat : Baterai, pecahan termometer, tensimeter
8.
Limbah radioaktif : bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.
9.
Wadah bertekanan tinggi : Tabung gas anestesi, gas cartridge, kaleng aerosol, peralatan terapi pernafasan, oksigen dalam bentuk gas atau ca
10. Limbah reaktif yang berasal dari rumah sakit adalah : a.
Shock sensitive: senyawa-senyawa diazo, metal azide, nitro cellulose, perchloric acid, garam-garam perchlorat, bahan kimia peroksida, asam picric, garam-garam picrat, polynitroaromatic.
b.
Water reactive: logam-logam alkali dan alkali tanah, reagen alkyl lithium, larutan- larutan boron trifluorida, reagen Grignard, hidrida dari Al, B, Ca, K, Li, dan Na, logam halida dari Al, As, Fe, P, S, Sb, Si, Su dan Ti, phosphorus oxychloride, phosphorus pentoxide, sulfuryl chloride, thionyl chloride.
11. Bahan reaktif lain: asam nitrit diatas 70%, phosphor (merah dan putih).
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 3
12. Limbah
berpotensi
menularkan
penyakit
(infectious):
mengandung
mikroorganisme patogen yang dilihat dari konsentrasi dan kuantitasnya bila terpapar dengan manusia akan dapat menimbulkan penyakit. 13. jaringan dan stok dari agen-agen infeksi dari kegiatan laboratorium, dari ruang bedah atau dari autopsi pasien yang mempunyai penyakit menular atau dari pasien yang diisolasi, atau materi yang berkontak dengan pasien yang menjalani haemodialisis (tabung, filter, serbet, gaun, sarung tangan dan sebagainya)
atau materi yang berkontak dengan binatang yang sedang
diinokulasi dengan penyakit menular atau sedang menderita penyakit menular.
Kategori Limbah Medis di rumah sakit, meliputi: 1. Kategori A : jaringan tubuh / limbah jaringan tubuh meliputi : a. Jaringan tubuh dan bangkai hewan b. Organ tubuh, limbs, bagian-bagian tubuh Plasenta c. Janin manusia d. Jaringan dari laboratorium/bangkai hewan e. Darah (segar maupun terinfeksi) f. Cairan tubuh g. Cairan eksreksi tubuh h. Kapas perawatan luka i. Sarung tangan j. Plester/pembalut luka Limbah sitotoksik yang dapat menimbulkan penyakit melalui inhalasi maupun kontak langsung. Jaringan tubuh yang tampak nyata seperti anggota badan dan placenta yang tidak memerlukan pengesahan penguburan hendaknya dikemas secara khusus, diberi label, dan dibuang ke incinerator dibawah pengawasan petugas yang berwenang atau perusahan pembuangan limbah medis yang berijin. Limbah medis berupa cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah harus diperlakukan dengan hati-hati. Dalam Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 4
jumlah kecil dapat diencerkan sehingga dapat dibuang kedalam system saluran pengolahan air limbah. 2. Kategori B : benda tajam Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong dan menusuk kulit meliputi : a.
Benda tajam
b.
Alat suntik habis pakai
c.
Jarum
d.
Trokar
e.
Benda tajam yang dapat menimbulkan luka/tusukan
f.
Pecahan gelas
g.
Botol obat suntik (vials)
h.
Botol obat suntik (ampoules)
i.
Pisau operasi
Limbah benda tajam mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, dan beracun, bahan citotoksik atau radioaktif. Limbah benda tajam hendaknya ditempatkan dalam konteiner benda tajam yang dirancang cukup kuat, tahan tusukan dan diberi label dengan benar. Disain dan konstruksi konteiner sedemikian aman untuk menghindari cidera untuk orang yang menangani pada saat pengumpulan dan pengangkutan limbah benda tajam. 3. Kategori C : Phatological specimens /limbah infeksius Limbah infeksius adalah limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif), dan limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi biakan, bahan terinfeksi dari laboratorium dari polikliik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Pemusnahan /pembuangan limbah infeksius ini dengan incinerator atau dengan menggunakan autoclave sehingga tidak infeksius sehingga bisa dibuang ke sanitary landfill.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 5
4. Kategori D : obat-obatan/Farmasi Limbah Farmasi berasal dari : a.
Limbah farmasi/obat-obatan yang kadaluarsa
b.
Obat–obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi.
c.
Obat yang dimuntahkan, yang dikembalikan oleh pasien atau yang dibuang masyarakat.
d.
Obat yang terkontaminasi
e.
Obat-obatan yang tidak diperlukan lagi oleh institusi yang bersangkutan.
Prinsip-prinsip pembuangan limbah farmasi sebagai berikut : a.
Limbah farmasi diwadahi dalam konteiner non reaktif
b.
Bila dimungkinkan limbah farmasi dibakar dengan incinerator, tidak dibuang bersama dengan limbah domestic ke sanitary landfill yang akan mencemari lingkungan.
c.
Limbah berupa larutan antibiotic/cairan diserap dengan sawdust dikemas dalam kantong plastik dan dibakar dengan incinerator atau bekerjasama dengan pihak ketiga yang berijin pembuangan limbah medis dan B3.
d.
Proses penguapan untuk limbah farmasi dilakukan di ruang terbuka, jauh dari api, motor elektrik, atau intake air conditioner. Metode penguapan hanya digunakan untuk limbah dengan sifat racun rendah.
5. Kategori E : disposable divice Limbah bahan/barang yang tidak terpakai oleh rumah sakit seperti barangbarang medis disposibel seperti syringe, slang, plastik kemasan /kantong obat, makanan, peralatan, pelapis tempat tidur (perlak). Limbah ini perlu dilakukan tindakan tertentu sesuai dengan golongan limbah diatas jika terkontaminasi dengan bahan berbahaya.
B. TUJUAN . 1. Tujuan umum . Meningkatnya mutu pengelolaan lingkungan kesehatan rumah sakit melalui program peningkatan mutu pengelolaan limbah medis dan B3.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 6
2. Tujuan Khusus Tercapainya peningkatan mutu pelayanan kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi: a.
Pelaksanaan prosedur dalam pengemasan, pemberian label, penampungan, pengangkutan dan pembuangan limbah medis dan berbahaya di RSU Sinar Kasih GKST Tentena
b.
Evaluasi limbah medis padat dan cair serta berbahaya di RSU Sinar Kasih GKST Tentena
c.
Menentukan
strategi
pengelolaan
limbah
yang
tepat
dengan
memperhatikan faktor-faktor khusus dan unit yang ada pada setiap situasi, kondisi, persyaratan peraturan yang berlaku d.
Pelaksanaan implementasi dokumen lingkungan UKL-UPL
e.
Evaluasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan RSU Sinar Kasih GKST Tentena
C. RUANG LINGKUP 1.
Limbah cair
2.
Limbah padat medis
3.
Limbah benda tajam
4.
Limbah Bahan Berbahaya (B3)
D. BATASAN OPERASIONAL. Pengelolaan limbah rumah sakit meliputi kegiatan sebagai berikut : 1.
Pengukuran limbah medis internal
2.
Pengukuran limbah medis eksternal (laboratorium)
3.
Evaluasi dari implementasi UKL-UPL (upaya kelola lingkungan dan upaya pantau lingkungan)
E. LANDASAN HUKUM 1.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 7
3.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Kesehatan
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
6.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30/2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan PLB3 serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah B3 oleh Pemerintah Daerah
7.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/IV/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
8.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/IV/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
9.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 69 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Limbah Cair
BAB II Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 8
STANDAR KETENAGAAN
A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA Tenaga kesehatan dalam pengelolaan kesehatan lingkungan terdiri dari : 1.
1 (satu) orang koordinator dari bagian umum dan rumah tangga
2.
3 (tiga) orang pelaksana bagian Cleaning service yang telah mengikuti pelatihan internal PPI.
3.
Perawat pelaksana di unit/ruangan perawatan (khusus limbah cair)
Kualifikasi pegawai yang dapat diangkat dalam pengelola Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1.
Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja RSU Sinar Kasih GKST Tentena
2.
Pengalaman pekerjaan di bidang Kesehatan Lingkungan minimal 2 tahun
3.
Memiliki kompetensi di bidang Kesehatan Lingkungan
4.
Loyal terhadap manajemen RSU Sinar Kasih GKST Tentena
5.
Memiliki integritas yang tinggi dan prilaku yang baik
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN Petugas pengelola Lingkungan
sejumlah 1 (satu) orang dengan tanggung
jawab sebagai berikut : 1.
Penanggung jawab mutu pengelolaan limbah medis
2.
Penanggung jawab operasional pengelolaan limbah medis
C. URAIAN TUGAS Menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi dibidang kesehatan lingkungan sebagai berikut : 1.
Mengkoordinasikan penyusunan perencanaan kegiatan pengelolaan dan penyehatan lingkungan RSU Sinar Kasih GKST Tentena
2.
Mengajukan usulan program upaya kelola dan pemantauan lingkungan RSU Sinar Kasih GKST Tentena
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 9
3.
Melaksanakan program upaya kelola dan pemantauan lingkungan RSU Sinar Kasih GKST Tentena
4.
Mensosialisasikan program penyehatan dan sanitasi lingkungan RSU Sinar Kasih GKST Tentenakepada tenaga medis dan non medis
5.
Memonitor dan melaporkan pelaksanaan program upaya kelola dan pemantauan lingkungan RSU Sinar Kasih GKST Tentena
6.
Mengevaluasi program penyehatan dan sanitasi lingkungan RSU Sinar Kasih GKST Tentena RSU Sinar Kasih GKST Tentena
7.
Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Direktur dan instansi terkait.
BAB III Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 10
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG Belum tersedia ruangan Khusus B. STANDAR FASILITAS. Table 3.1 Fasilitas dan Peralatan Kesling N
Fasilitas
Jumlah
A
Fisik /bangunan
o
Gedung perkantoran
-
IPAL
1(Tahap pembangunan)
TPS Limbah Medis/B3 dan Non Medis B
C
1
Peralatan Meja
-
Kursi
-
Komputer
-
Line internet
-
Lemari dokumen
-
Sanitarian kit
-
Botol sampling air kotor
-
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 11
Pengelolaan limbah medis adalah serangkaian kegiatan dalam penanganan limbah medis mulai dari sumbernya sampai dengan pemusnahan akhir. Limbah medis adalah semua sisa hasil kegiatan Rumah Sakit yang berasal dari kegiatan / tindakan medis, berupa benda tajam, sisa jaringan tubuh, sisa obat kadaluarsa, bahan kimia dan lain-lain baik yang bersifat padat maupun cair. Langkah-langkah pengelolaan limbah medis di rumah sakit meliputi :
A. Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun (B3) dan Limbah B3 terdiri : 1.
Identifikasi dan pemberian label B3 dan limbah B3
2.
Inventarisasi B3 dan Limbah B3
3.
Pengelolaan B3 :
a
Penanganan B3
b
Penyimpanan B3
4.
Pengumpulan Limbah B3
5.
Penyimpanan Limbah B3
6.
Pembuangan Limbah B3
7.
Penanganan tumpahan Limbah B3
8.
Alat Pelindung Diri (APD) penanganan B3 dan Limbah B3
B. Identifikasi dan pemberian label B3 dan limbah B3 Untuk menentukan bahan berbahaya yang digunakan di RS Hermina Daan Mogot mengacu pada PP RI No. 74 tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya Beracun
serta
Permenkes
RI
No.
472/MENKES/PER/V/1999
tentang
Pengamanan Bahan Berbahaya dengan klasifikasi Bahan Berbahaya Beracun (B3) terdiri dari : 1.
Mudah meledak;
2.
Pengoksidasi;
3.
Mudah Menyala;
4.
Beracun;
5.
Berbahaya;
6.
Korosif;
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 12
7.
Bersifat iritan ;
8.
Infeksius;
Identifikasi limbah medis dan B3 dapat dilakukan dengan mengecek ada tidaknya label/simbol pada kemasan.
Gambar 4.1 Lambang B3 dan Limbah B3
C. Inventarisasi B3 dan Limbah B3 Setelah identifikasi bahan berbahaya, dilakukan inventarisasi instalasi/unit kerja yang menggunakan bahan berbahaya. Adapun instalasi/unit kerja yang menggunakan bahan berbahaya di Rumah Sakit meliputi : 1.
Instalasi Laboratorium Menggunakan lebih dari satu bahan berbahaya beracun (B3) yang digunakan bersifat irritant (Iritasi), toxic (beracun), flammable (mudah menyala).
2. Farmasi Menggunakan bahan iritan, beracun dan mudah terbakar. 3. Instalasi ruang operasi (OK) Menggunakan bahan berbahaya yang bersifat toxic (racun).
4. Unit Kesehatan Lingkungan Menggunakan bahan berbahaya bersifat toxic (racun) dan irritant (iritasi) Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 13
5. Unit Laundry Menggunakan bahan berbahaya bersifat irritant (iritasi) 6. Dapur Menggunakan bahan berbahaya bersifat flammable (mudah menyala) 7. Gudang Menggunakan bahan berbahaya bersifat toxic (beracun) dan irritant (Iritasi)
D. Pengelolaan Bahan dan Limbah B3 Tahapan manajemen pengelolaan limbah medis : 1. Penanganan dan penampungan limbah padat a.
Pemisahan dan pengurangan limbah B3
Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus diidentifikasi dan dipilah-pilah. Pemilahan dan reduksi volume limbah klinis yang sejenis merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk petugas cleaning service, petugas keslingdan masyarakat. Pemilahan dan reduksi volume limbah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : -
Kelancaran penanganan dan penampungan limbah
-
Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non B3
-
Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non B3
-
Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.
Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah padat pada tempat penghasil limbah adalah kunci pembuanagan yang baik. Penempatan limbah dalam kantong atau konteiner yang sama untuk menyimpan, pengangkutan dan pembuangan akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganan limbah. Proses pemilahan limbah dilakukan oleh perawat, petugas paramedis non perawatan dan petugas cleaning servicedengan membedakan limbah medis dan non medis sesuai dengan label pada tempat sampah dan warna kantong plastik medis dan non medis. Pemilahan Limbah medis dibedakan menjadi limbah medis benda tajam yang dibuang kedalam safety box yang telah disediakan, dan untuk
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 14
limbah medis bukan benda tajam (infeksius) kedalam tempat sampah dengan kantong plastik berwarna kuning. b.
Penanganan bahan B3
Dalam penanganan Bahan Berbahaya Beracun (B3), hal penting yang harus diperhatikan adalah sifat fisik, kimia, bahaya dan akibat dari bahaya tersebut. Untuk menghindari paparan bahan beracun, cara penanganan yang dilakukan sebagai berikut : 1) Mudah meledak a) Potensi terbentuknya uap atau debu flammable di udara b) Potensi sumber panas c) Gelombang tekanan ledakan 2) Pengoksidasi a) Pisahkan dengan bahan berbahaya lain yang mudah terbakar b) Penyimpanan khusus di almari c) Mudah Menyala Untuk mencegah bahaya kebakaran dalam panaganan bahan mudah terbakar, cara yang dilakukan : a) Pisahkan 3 unsur terjadinya kebakaran meliputi bahan mudah terbakar O2 dan sumber panas. b) Simpan bahan tersebut pada tempat dengan temperature ruang dan berventilasi cukup 3) Beracun Untuk menghindari paparan bahan beracun, cara penanganan yang dilakukan sebagai berikut : a) Penanganan dalam ruang khusus atau lemari asam b) Bekerja dengan arah angin dari pekerja ke sumber emisi c) Ruang kerja berventilasi d) Memakai alat pelindung masker atau respirator yang tepat
4) Berbahaya Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 15
a) Identifikasi Lembar data keselamatan bahan berbahaya. b) Petugas yang terpapar bahan berbahaya menggunakan APD (Alat Pelindung diri) 5) Korosif Untuk mencegah paparan bahan kimia korosif, penanganan jenis bahan ini dilakukan dengan : a) Menggunakan sarung tangan (gloves) b) Pelindung muka (goegle) c) Pelindung badan (jas lab) 6)
Bersifat iritan
Untuk menghindari paparan iritasi, cara penanganan yang dilakukan sebagai berikut: a) Kemasan menggunakan bahan pvc/plastic b) Ruangan harus berventilasi cukup c) Penanganan harus menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan) 7) Infeksius Kantung limbah dikumpulkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Untuk jenis sampah padat di masukan ke dalam tempat sampah medis, untuk sampah medis jenis tajam di masukan ke safetybox, dan untuk sampah jenis cair Lansung dibuang ke dalam spoelhock atau lubang wc di unit/ruang perawatan.
2. Penyimpanan Dalam penyimpanan Bahan Berbahaya Beracun (B3), hal penting yang diperhatikan adalah sifat-sifat dari bahan tersebut dan reaksi akibat interaksi bahan dalam penyimpanan. Interaksi yang terjadi selama dalam proses penyimpanan, interaksi bahan dengan lingkungan, interkasi bahan dengan wadah, interaksi bahan dengan bahan. a.
Mudah meledak 1) Tempat penyimpanan bersuhu dingin 2) Jauhkan dari sumber api/panas 3) Hindarkan tumbukan / benturan mekanis
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 16
b.
Pengoksidasi 1) Tempat penyimpanan bersuhu dingin dan ventilasi cukup 2) Jauhkan dari sumber api/panas 3) Jauhkan dari bahan mudah terbakar/reduktor
c.
Mudah Menyala 1) Tempat penyimpanan bersuhu dingin 2) Jauh dari sumber api 3) Sediakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
d.
Beracun 1) Tempat penyimpanan bersuhu dingin dan ventilasi cukup 2) Disimpan terpisah dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi 3) Sediakan alat pelindung diri, masker,sarung tangan dan pakaian kerja
e.
Berbahaya 1) Tempat penyimpanan bersuhu dingin dan ventilasi cukup 2) Di tempatkan di TPS sesuai dengan jenis limbah bahan berbahaya antara lain jenis padat, tajam.
f.
Korosif 1) Tempat penyimpanan bersuhu dingin dan ventilasi cukup 2) Disimpan terpisah dari bahan beracun 3) Wadah tertutup dan beretiket 4) Sediakan alat pelindung diri, masker, sarung tangan dan pakaian kerja
g.
Bersifat iritan 1) Tempat penyimpanan bersuhu dingin dan ventilasi cukup 2) Disimpan terpisah dari bahan berbahaya 3) Wadah tertutup (jerigen) dan beretiket 4) Sediakan alat pelindung diri, masker, sarung tangan dan pakaian kerja
h.
Infeksius 1) Disimpan terpisah antara sampah infeksius padat dan sampah infekius tajam 2) Sediakan alat pelindung diri, masker, sarung tangan dan pakaian kerja.
3. Pengumpulan Limbah B3 Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 17
1) Limbah B3 sejak dari sumbernya telah dipisahkan dengan kemasan yaitu plastic kuning, safety box dan wadah jerigen/drum. 2) Dari sumber limbah B3 dikumpulkan dan diangkut dengan trolley tertutup (BIN) ke Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) limbah B3. 3) Pengangkutan ke Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) limbah B3 menggunakan jalur terpisah dangan jalur umum agar tidak terjadi kontak dengan pasien dan pengunjung sehingga dapat dihindari risiko infeksi nosokomial. . 4. Pengangkutan limbah Strategi pembuangan limbah rumah sakit meliputi pengangkutan limbah dari titik penampungan awal ketempat penampungan sementara (TPS) untuk limbah medis dan non medis dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan tersebut harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara reguler dan hanya digunakan untuk mengangkut sampah. Setiap petugas hendaknya dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan limbah medis ketempat pembuangan akhir menggunakan kendaraan khusus pengangkut limbah medis yang berijin sebagai pihak ketiga pemusnah limbah medis. Pengangkutan menggunakan konteiner khusus, konteiner harus kuat dan tidak bocor. Pihak ketiga selaku pemusnah limbah medis harus memiliki ijin dari KLH dan ijin pengangkutan dari Kementerian Perhubungan untuk kendaraan yang digunakan sebagai pengangkut limbah medis.
Pengangkutan limbah internal dari ruangan ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) sebagai berikut : a. Petugas cleaning servicemelakukan pengangkutan setiap hari, maksimal 24 jam sekali atau setiap 2/3 bagian tempat telah terisi penuh oleh limbah medis dan non medis. b. Plastik sampah diikat rapat oleh petugas cleaning service yang akan mengangkut, kemudian dimasukkan ke dalam trolly/container dan dipastikan tidak ada limbah yang tercecer saat pengangkutan ke TPS.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 18
c. Setelah limbah medis dan non medis dibuang ke TPS sesuai dengan jenis limbah, petugas cleaning service ihkan tempat sampah. 5. Penyimpanan /penampungan Limbah B3 Sarana penampungan untuk limbah harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman dan hygenis. Faktor-faktor tersebut perlu mendapat perhatian dalam pengembangan seluruh strategi pembuangan limbah untuk rumah sakit. Pemadatan limbah adalah cara yang efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang dengan landfill untuk limbah domestik. Pemadatan tidak boleh dilakukan pada limbah infeksius dan limbah benda tajam. Penampungan limbah : a. Prosedur penyimpanan atau penampungan sementara limbah B3 pada tempat pembuangan sementara (TPS) sebagai berikut : 1) Limbah yang diangkut dari ruangan dimasukkan ke TPS pada bak yang terpisah antara limbah medis dan non medis dan dicek oleh petugas sanitasi 2) Petugas sanitasi memastikan bahwa bak TPS harus selalu dalam keadaan tertutup. 3) Sebelum limbah B3 dimasukan ke dalam TPS limbah B3 dilakukan penimbangan dan dicatat di dalam log book/catatan limbah B3 untuk mengetahui jumlah limbah B3 setiap harinya. 4) Penyimpanan limbah B3 disimpan berdasarkan karakteristiknya : a)
Limbah B3 padat Infeksius
b)
Limbah B3 cair Infeksius
c)
Limbah B3 non medis
5) Tempat
penyimpanan
limbah
B3
padat
Infeksius
menggunakan
penyimpanan bak stainless tertutup dan Limbah B3 cair infeksius dan non medis menggunakan pallet agar lantai dapat dibersihkan setiap saat. 6) Ruang penyimpanan limbah B3 harus memiliki ventilasi yang baik, dilengkapi dengan penerangan dan APAR. b. Wadah limbah di rumah sakit disediakan oleh bagian Rumah Tangga berdasarkan usulan dari Kesehatan Lingkungan, sebagai berikut :
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 19
1) Bagian Rumah Tangga menyediakan tempat sampah, safety box dan plastik sampah warna kuning dan hitam sesuai dengan kebutuhan setiap tahun. 2) Perawat Ruangan, Poliklinik, IGD, dan pelayanan penunjang (Radiologi, Laboratorium) memasukkan limbah medis kedalam tempat sampah dengan label sampah medis dan kantong plastik berwarna kuning, limbah benda tajam dimasukkan kedalam safety box dan limbah non medis dimasukkan kedalam tempat sampah non medis kantong plastik warna hitam. 3) Kepala ruangan berserta petugas kesehatan lingkungan mengawasi proses pemilahan dan pewadahan limbah medis. c. Tempat penampungan limbah padat yang digunakan untuk menampung sampah di ruangan perawatan dan ruangan lain di rumah sakit terdiri dari : 1) Tempat sampah dengan kantong plastik berwarna kuning untuk limbah medis dengan tulisan ”sampah medis infeksius” pada tempat sampah. 2) Tempat sampah dengan kantong plastik berwarna hitam untuk limbah non medis dengan tulisan ”sampah non infeksius” pada tempat sampah. 3) Safety box dengan tempelan gambar biohazard berwarna kuning dengan tulisan ”limbah benda tajam” untuk limbah medis tajam. d. Standarisasi kantong dan konteiner pembuangan limbah Berbagai kantong yang digunakan untuk membuang limbah di rumah sakit dengan menggunakan bermacam-macam warna. Standarisasi kode warna dan identifikasi kantong dan konteiner limbah. Keberhasilan pemisahan limbah bergantung kepada kesadaran, prosedur yang jelas serta keterampilan petugas sampah pada semua tingkat. Keseragaman standar kantong dan konteiner limbah mempunyai keuntungan sebagai berikut : 1) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instansi/unit. 2) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan rumah sakit maupun pada penanganan limbah di luar rumah sakit. 3) Pengurangan biaya produksi kantong dan konteiner.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 20
Jenis wadah limbah medis padat sesuai kategorinya : 6. Pembuangan/ Pemusnahan Limbah B3: a. Prosedur pemusnahan / pembuangan limbah B3 di rumah sakit sebagai berikut: 1) Limbah non medis padat diangkut Dinas Kebersihan untuk dilakukan pemusnahan di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah. 2) Limbah medis padat diangkut oleh rekanan pihak ketiga yang memiliki ijin pengolahan limbah B3 untuk dilakukan pembakaran / incenerasi. 3) Limbah cair biologis saat ini masih di salurkan ke dalam spoelhock atau lubang/penampungan di ruang/unit perawatan. 4) Limbah gas disalurkan melalui screen ke udara bebas. 5) Frekuensi pengangkutan seminggu 3 kali pengangkutan. 6) Sebelum limbah B3 diangkut oleh pihak ketiga, dilakukan penimbangan disaksikan oleh petugas Rumah Sakit yang bertanggungjawab terhadap penanganan limbah B3. 7) Pihak ketiga harus memberikan manifest tentang jumlah dan jenis limbah yang akan dimusnahkan kepada pihak rumah sakit yang telah ditandatangani pihak ketiga. b. Metode pembuangan limbah Sebagian besar limbah medis klinis dan yang sejenis menggunakan pihak ketiga untuk melakukan pembuangan dan pemusnahan limbah. Metode pembuangan limbah tergantung faktor-faktor khusus sesuai dengan situasi dan kondisi rumah sakit. 7. Penanganan Tumpahan Limbah B3 Penanganan tumpahan limbah B3 adalah tindakan gawat darurat terhadap tumpahan limbah B3 yang tercecer di area instalasi yang menghasilkan limbah B3, area rumah sakit dan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3.
E. Pengelolaan Limbah Cair
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 21
Limbah cair rumah sakit adalah seluruh limbah cair yang berasal dari seluruh aktivitas pelayanan rumah sakit yang dihasilkan baik dari ruang perawatan, IGD, poliklinik, laboratorium, radiologi dan ruang toilet di rumah sakit. Limbah cair rumah sakit kemungkinan mengandung mikro organisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif. 1. Sumber dan sifat-sifat air limbah : a.
Sifat limbah yang dibuang ke saluran. Ukuran, fungsi dan kegiatan rumah
sakit mempengaruhi kondisi air limbah yang dihasilkan. Secara umum air limbah mengandung buangan pasien, sisa makanan dari dapur, limbah laundry, limbah laboratorium berbagai macam bahan kimia baik toksik maupun non toksik dan lain-lain. b. Karakteristik kimia, fisik, dan biologi limbah. Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikro-organisme tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada. Limbah rumah sakit seperti limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor/limbah pada umumnya seperti BOD, COD, TSS dan lain-lain. Bila di rumah sakit memilki unit atau instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sendiri, maka kandungan ini harus dimonitor untuk menilai hasil kerja IPAL dan berbagai bakteri indikator perlu diperiksa setelah air limbah didesinfeksi. 2. Komponen Primer Air Limbah Elemen biologis dalam sistem perairan berkaitan erat dengan komponenkomponen kimia. Pengetahuan mengenai komponen primer sangat penting untuk menganalisis elemen biologis dan menganalisis efek dari perubahan kualitas air. Komponen-komponen dalam perairan dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang disebut zat-zat organik yang terdiri dari senyawa organik alam dan senyawa organik sintetis, bahan-bahan anorganik dan gas. Komponen dasar dari senyawa organik adalah karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor dan sulfur. Tiga dari kelompok senyawa organik adalah protein, karbohidrat dan lipida. Protein merupakan bahan dasar dari sel-sel binatang, yakni sekitar 40-60%. Karakteristik yang diketahui dari protein adalah kandungan nitrogren didalamnya. Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 22
Karbohidrat merupakan bahan penyusun utama dalam sel tumbuhan dan meliputi selulosa, serat kayu, gula dan tepung. Lipida tidak terlarut dalam air dan meliputi lemak, minyak, dan lilin. Zat-zat organik di dalam air dalam kadar yang rendah dan hanya sebagian kecil dari seluruh jumlah padatan yang ada. Keberadaan senyawa organik di dalam air akan menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah rasa dan bau. Keberadaaan senyawa organik juga menyebabkan air memerlukan proses pengolahan air bersih yang lebih kompleks, menurunkan kandungan oksigen, serta menyebabkan terbentuknya substansi beracun. 3. Karakter Air Limbah Karakteristik limbah cair dapat diketahui menurut sifat dan karakteristik kimia, biologis dan fisika. Studi karakteristik limbah perlu dilakukan agar dapat dipahami sifat-sifat tersebut serta konsentrasinya dan sejauh mana tingkat pencemaran dapat ditimbulkan limbah terhadap lingkungan. Dalam menentukan karakteristik limbah maka ada tiga jenis sifat yang harus diketahui yaitu: a. Sifat Fisik 1) Padatan Dalam limbah ditemukan zat padat yang secara umum diklasifikasikan kedalam dua kelompok besar yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel koloid dan partikel biasa. Jenis partikel dapat dibedakan berdasarkan diameternya. Jenis padatan terlarut maupun tersuspensi dapat bersifat organis dan anorganis tergantung dari mana sumber limbah. Disamping kedua jenis padatan ini adalagi padatan terendap karena mempunyai diameter yang lebih besar dan dalam keadaan tenang dalam beberapa waktu akan mengendap sendiri karena beratnya. Zat padat tersuspensi yang mengandung zat-zat organik pada umumnya terdiri dari protein, ganggang dan bakteri. 2) Kekeruhan Sifat keruh air dapat dilihat dengan mata secara langsung karena ada partikel koloidal yang terdiri dari tanah liat, sisa bahan-bahan, protein dan ganggang yang terdapat dalam limbah. Kekeruhan merupakan sifat optis larutan. Sifat keruh membuat hilang nilai estetikanya. Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 23
3) Bau Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah berurai dalam limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang menimbulkan penciuman tidak enak yang disebabkan adanya campuran dari nitrogen, sulfur dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah. Timbulnya bau yang diakibatkan limbah merupakan suatu indicator bahwa terjadi proses alamiah. 4) Temperatur Limbah yang mempunyai temperatur panas akan mengganggu pertumbuhan biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktivitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar daripada suhu tiggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah. 5) Warna Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan (secara alami), humus, plankton, tanaman air dan buangan. Warna berkaitan dengan kekeruhan dan dengan menghilangkan kekeruhan kelihatan warna nyata. Demikian pula warna dapat disebabkan oleh zat-zat terlarut dan zat tersuspensi. Warna menimbulkan pemandangan yang jelek dalam air limbah meskipun warna tidak menimbulkan racun.
b. Sifat Kimia Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan logam-logam berat yang terkandung dalam air limbah. Tes BOD dalam air limbah merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan sampai saat ini. Metode pengukuran limbah dengan cara ini sebenarnya merupakan pengukuran tidak langsung dari bahan organik. Pengujian dilakukan pada temperatur 200 C selama 5 hari. Kalau disesuaikan dengan temperatur alami Indonesia maka seharusya pengukuran dapat dilakukan pada lebih kurang 300 C. Pengukuran dengan COD
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 24
lebih singkat tetapi tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi secara biologis. Nilai-nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD. 1) Biological Oxygen Demand (BOD) Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organis dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah bakteri. Diperhitungkan selama dua hari reaksi lebih dari sebagian reaksi telah tercapai. BOD adalah kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan semua zat-zat organik yang terlarut maupun sebagian tersuspensi dalam air menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi secara alami. Dengan habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang memerlukan oksigen ini tidak dapat hidup. Semakin tinggi angka BOD semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup. 2) Chemical Oxygen Demand (COD) Pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan oksigen dalam air limbah. Metode ini lebih singkat waktuya dibandingkan dengan analisis BOD. Pengukuran ini menekankan kebutuhan oksigen akan kimia dimana senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan yang tidak dipecah secara biokimia. Adanya racun atau logam tertentu dalam limbah pertumbuhan bakteri akan terhalang dan pengukuran BOD menjadi tidak realistis. Untuk mengatasinya lebih tepat meggunakan analisis COD. COD adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat anorganis dan organis sebagaimana pada BOD. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat anorganik. Semakin dekat nilai BOD terhadap COD menunjukkan bahwa semakin sedikit bahan anorganik yang dapat dioksidasi dengan bahan kima. Pada limbah yang mengandung logam-logam pemeriksaan terhadap BOD tidak memberi manfaat karena tidak ada bahan organik dioksida. Hal ini bisa jadi karena logam merupakan racun bagi bakteri. Pemeriksaan COD lebih cepat dan sesatannya lebih mudah mengantisipasinya. Perbandingan BOD dengan COD pada umumnya bervariasi untuk berbagai jenis limbah. Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 25
3) Metan Gas metan terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan oleh lumpur yang membusuk pada dasar kolam, tidak berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar. Metan juga dapat ditemukan pada rawa-rawa dan sawah. Suatu kolam limbah yang menghasilkan gas metan akan sedikit sekali menghasilkan lumpur, sebab lumpur telah habis terolah menjadi gas metan dan air serta CO2. 4) Keasaman Air Keasaman air diukur dengan pH meter. Keasaman ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Air buangan yang mempunyai pH tinggi atau rendah menjadikan air steril dan sebagai akibatnya membunuh mikroorganisme air yang diperlukan untuk keperluan biota tertentu. Demikian juga makhluk-makhluk lain tidak dapat hidup seperti ikan. Air yang mempunyai pH rendah membuat air korosif terhadap bahan-bahan konstruksi besi dengan kontak air. 5) Alkalinitas Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan air senyawa karbonat, garamgaram hidroksida, kalsium, magnesium, dan natrium dalam air. Tingginya kandungan zat-zat tersebut mengakibatkan kesadahan dalam air. Semakin tinggi kesadahan suatu air semakin sulit air berbuih. Untuk menurunkan kesadahan air dilakukan pelunakan air. Pengukuran alkalinitas air adalah pegukuran kandungan ion CaCO3, ion Mg bikarbonat dan lain-lain. 6) Lemak dan minyak Kandungan lemak dan minyak yang terkandung dalam limbah bersumber dari instalasi yang mengolah bahan baku mengandung minyak. Lemak dan minyak merupakan bahan organis bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri. Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput.
7) Oksigen terlarut
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 26
Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin tiggi BOD semakin rendah oksigen terlarut. Keadaan oksigen terlarut dalam air dapat menunjukkan tanda-tanda kehidupan ikan dan biota dalam perairan. Kemampuan air untuk mengadakan pemulihan secara alami banyak tergantung pada tersedianya oksigen terlarut. Angka oksigen yang tinggi menunjukkan keadaan air semakin baik. Pada temperatur dan tekanan udara alami kandungan oksigen dalam air alami bisa mencapai 8 mg/liter. Aerator salah satu alat yang berfungsi meningkatkan kandungan oksigen dalam air. Lumut dan sejenis ganggang menjadi sumber oksigen karena proses fotosintesis melalui bantuan sinar matahari. Semakin banyak ganggang semakin basar kandungan oksigennya. 8) Klorida Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Sebagai klor bebas berfungsi desinfektan tetapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion 9) Natrium menyebabkan air menjadi asin dan dapat merusak pipa-pipa instalasi. 10) Phospat Kandungan phospat yang tinggi menyebabkan suburnya algae dan organisme lainnya yang dikenal dengan eutrophikasi. Ini terdapat pada ketel uap yang berfungsi untuk mencegah kesadahan. Pengukuran kandungan phospat dalam air limbah berfungsi untuk mencegah tingginya kadar phospat sehingga tumbuhtumbuhan dalam air berkurang jenisnya dan pada gilirannya tidak merangsang pertumbuhan tanaman air. Kesuburan tanaman ini akan menghalangi kelancaran arus air. Pada danau suburnya tumbuh-tumbuhan air akan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut. c. Sifat Biologi Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108 organisme/ml. Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan proses-proses kehidupan (tumbuh, metabolisme, dan reproduksi). Secara tradisional mikroorganisme dibedakan menjadi binatang dan tumbuhan. Namun, keduanya sulit dibedakan. Oleh karena itu, mikroorganisme kemudian Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 27
dimasukkan kedalam kategori protista, status yang sama dengan binatang ataupun tumbuhan. Virus diklasifikasikan secara terpisah. Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan kunci efisiensi proses biologis. Bakteri juga berperan penting dalam mengevaluasi kualitas air.
4. Penampungan dan sistem pengolahan limbah rumah sakit: a. Waste Stabilization Pond System (kolam stabilisasi air limbah) Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni : 1) Pump Swap (pompa air kotor). 2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah. 3) Bak Klorinasi. 4) Control room (ruang kontrol). 5) Inlet. 6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi. 7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi. b. Waste Oxidatin Ditch Treatmen System (kolam oxidasi air limbah) Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari : 1) Pump Swap (pompa air kotor). 2) Oxidation Ditch (pompa air kotor). 3) Sedimentation Tank (bak pengendapan) . 4) Chlorination Tank (bak klorinasi). Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 28
5) Sludge Drying Bed (tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak). 6) Control Room (ruang kontrol). c. Anaerobic Filter Treatment System Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerob melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti. Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut: 1) Pump Swap (pompa air kotor). 2) Septic Tank (inhaff tank). 3) Anaerobic filter. 4) Stabilization tank (bak stabilisasi). 5) Chlorination tank (bak klorinasi). 6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur). 7) Control room (ruang kontrol). Kontruksi Anaerobic Filter Treatment System dapat disesuaikan dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur kebutuhan tersebut, misalnya : 1) Volume septic tank. 2) Jumlah anaerobic filter. 3) Volume stabilization tank. 4) Jumlah chlorination tank. 5) Jumlah sludge drying bed. 6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan.
d. Septic-Tank
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 29
Septik tank dipergunakan untuk mengolah air kotor pada rumah tangga termasuk limbah cair rumah sakit. Penyaluran semua limbah cair ke dalam septik tank akan menjadi lebih baik oleh karena cara ini akan menjadi hasil pembersihan yang lebih baik. Konstruksi septik tank bermacam-macam dari yang sederhana sampai yang lengkap, tetapi prinsip dari septik tank adalah sama. Septik tank dipersiapkan bahwa pemakaian air setiap orang per hari sebesar 100 liter. Waktu berdiamnya limbah cair didalam septik tank selama 24 jam, bila kemungkinan bertambahnya pemakaian air sampai 200 liter per orang per hari masih dapat diberi waktu tinggal selama 12 jam. Dasar septik tank dibuat miring sehingga lumpur dapat agak berkumpul menyebelah dan kemudian mengalir dengan sendirinya kedalam ruang lumpur kedua yang letaknya berdampingan dengan septik tank. Dengan adanya ruang lumpur kedua ini dapat terjamin bahwa yang dikeluakan hanyalah lumpur yang betul-betul sudah menjadi busuk dan stabil serta tidak terdapat lagi bakteri pathogen dan dapat diharapkan tidak mengandung telur cacing. Untuk menjamin terpakainya seluruh bidang resapan dibuat suatu alat pembubuh, yang terdiri dari bak untuk mengumpulkan air kotor yang keluar dari septik tank dengan syphon otomoatis yang dapat mengalirkan seluruh isi bak pembubuh dengan sekaligus ke bidang peresapan. 5. Pengolahan Air Limbah Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologi atau gabungan dari ketiga system pengolahan tersebut. Pengolahan limbah secara biologis dapat digolongkan menjadi pengolahan cara aerob dan pegolahan limbah dengan cara anaerob. Berdasarkan sistem unit operasinya teknologi pengolahan limbah dibagi menjadi unit operasi phisik, unit operasi kimia dan unit operasi biologi. Sedangkan bila dilihat dari tigkatan perlakuan pengolahan maka sistem perlakuan limbah diklasifikasikan menjadi: pretreatment, primary treatment system, secondary treatment system dan tertiary treatment system. a. Proses Pengolahan Fisika 1) Screening Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 30
Screening merupakan tahap awal pada proses pengolahan air limbah. Proses ini bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu, plastik, dan sebagainya. Screen terdiri atas batangan-batangan besi yang berbentuk lurus atau melengkung dan dipasang dengan tingkat kemirigan 750-900 terhadap horisontal. 2) Grit Chamber Bertujuan untuk menghilangkan kerikil, pasir, dan partikel-partikel lain yang dapat mengendap di dalam saluran dan pipa-pipa serta untuk melindungi pompapompa dan peralatan lain dari penyumbatan. 3) Equalisasi Equalisasi laju alir digunakan untuk menangani variasi laju alir dan memperbaiki proses berikutnya. Di samping itu, equalisasi juga bermanfaat untuk mengurangi ukuran dan biaya proses berikutnya. Adapun keuntungan yang diperoleh dari peggunaan equalisasi sebagai berikut: a) Pada pegolahan biologi, perubahan beban secara mendadak dapat dihindari dan pH dapat diatur supaya konstan. b) Pengaturan bahan-bahan kimia lebih dapat terkontrol. c) Pencucian filter lebih dapat teratur. d) Performance filter dapat diperbaiki. e) Lokasi equalisasi harus dipertimbangkan pada saat pembuatan diagram alir pengolahan limbah. Lokasi equalisasi yang optimal dan sangat bervariasi menurut
tipe
pengolahan
limbah
yang
dilakukan,
karakteristik
sistem
pegumpulan, dan jenis air limbah. Pada beberapa kasus, equalisasi dapat ditempatkan setelah pengolahan primer dan sebelum pengolahan biologis. Equalisasi yang diletakkkan setelah pengolahan primer biasanya disebabkan oleh masalah-masalah ynag ditimbulkan oleh lumpur dan buih. Dalam pelaksanaan equalisasi dibutuhkan pengadukan untuk mencegah pegendapan dan aerasi untuk menghilangkan bau. Equalisasi biasanya dilaksanakan bersamaan dengan netralisasi. 4) Sedimentasi Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Proses ini bertujuan untuk memperoleh air buangan yang jernih dan mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses sedimentasi hanya Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 31
partikel-partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah misalnhya, kerikil dan pasir. Bagian terpenting dalam perencanaan unit sedimentasi adalah mengetahui kecepatan pengendapan dari partikel-partikel yang akan dipindahkan. Kecepatan pegendapan ditentukan oleh ukuran, densitas larutan, viskositas cairan, dan temperatur. 5) Floatasi Floatasi atau pengapungan digunakan untuk memisahkan padatan dari air. Unit floatasi digunakan jika densitas partikel lebih kecil dibandingkan dengan densitas air sehingga cenderung megapung. Floatasi antara lain digunakan dalam proses pemisahan lemak dan minyak serta pengentalan lumpur. b. Proses Pengolahan Kimia 1) Netralisasi Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa yang menghasilkan air dan garam. Dalam pengolahan air limbah pH diatur antara 6,0-9,5. Di luar kisaran pH tersebut, air limbah akan bersifat racun bagi kehidupan air termasuk bakteri. Jenis bahan kimia yang dapat ditambahkan tergantung pada jenis dan jumlah air limbah serta kondisi lingkungan setempat. Netralisasi air limbah yang bersifat asam dapat dilakukan dengan penambahan NaOH (natrium hidroksida); sedangkan netralisasi air limbah yang bersifat basa dapat dilakukan dengan penambahan H2SO4 (asam sulfat). 2) Koagulasi dan flokulasi Proses koagulasi dan flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yang tersuspensi koloid yang sangat halus di dalam air limbah, menjadi gumpalangumpalan yang dapat diendapkan, disaring atau diapungkan. c. Proses Pengolahan Biologi Secara umum proses pegolahan biologi menjadikan pengolahan air limbah secara modern lebih terstruktur, tergantung pada syarat-syarat air yang harus dijaga atau jenis air limbah yang harus dikelola. Pengolahan air limbah secara biologi bertujuan untuk ihka zat-zat organik atau mengubah bentuk zatzat organik menjadi bentuk-bentuk yang kurang berbahaya. Proses pengolahan secara biologi juga bertujuan untuk mengunakan kembali zat-zat organik yang terdapat dalam air limbah. Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 32
6. Pemeriksaan Limbah Olahan a. Chemical Oxygen Demand (COD) Pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan oksigen dalam air limbah. Metode ini lebih singkat waktunya dibandingkan dengan analisis BOD. Pengukuran ini menekankan kebutuhan oksigen akan kimia dimana senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan yang tidak dipecah secara biokimia. Pemeriksaan COD, dilakukan sebagai suatu ukuran pencemaran dari air limbah. Hal ini,untuk mengukur oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat orgaik. Metode pemeriksaan dilakukan dengan titrasi di laboratorium (tanpa refluks) dengan prinsip analisis sebagai berikut; pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator potassium dikromat yang berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperature tertentu. Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organic menjadi air dan CO2, setelah pemanasan. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan jalan titrasi, oksigen yang ekifalen dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm. b. Biological Oxygen Demand (BOD) Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organis dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah bakteri. Diperhitungkan selama dua hari reaksi lebih dari sebagian reaksi telah tercapai. Pemeriksaan BOD merupakan salah satu dari pemeriksaan ujicoba-ujicoba yang paling penting untuk menentukan daya cemar air limbah. Pemeriksaan biokimia yang mengukur zat-zat organik yang kemungkinan akan dioksidasi oleh kegiatan-kegiatan bakteri aerobik dalam masa 5 hari pada 200C. Metode pemeriksaanya dengan Winkler (Titrasi di Laboratorium), dan menggunakan prinsip analisis sebagai berikut; Pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 33
Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mulamula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20 °C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari
dipergunakan dengan anggapan segala proses
biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya belum selesai. c. Total Suspended Solid (TSS) TSS yaitu jumlah berat zat yang tersuspensi dalam volume tertentu di dalam air ukurannya mg/l. Pengukuran TSS dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Menyiapkan kertas saring dan cawan penguapan dipananskan dengan suhu 1050C selama 1 jam. Kemudian diambil dan didinginkan ke dalam desikator selama ± 15 menit lalu ditimbang untuk mengetahui beratnya. 2) Mengukur air limbah batik sebanyak 1000 ml.Liter, 6 ml/L EM-4 dan 6 gram/L starbio. 3) Mengambil air limbah sebanyak 100 ml/L, 6 ml/L EM-4 dan 100 ml/L air limbah, 6 gram/L starbio. 4) Kemudian masing-masing sampel dicampur merata lalu amati keduanya antara air limbah yang dicampur 6 ml/L EM-4 dan 6 gram/L starbio, terdapat endapan airnya keruh atau tidak. 5) Menyaring masing- masing sampel dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya lalu masukkan ke dalam oven dengan suhu 1050C selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama ±15 menit lalu ditimbang untuk mengethaui beratnya. 6) TSS dihitung dengan menggunakan rumus : (B - A) Mg/1 zat padat terlarut = C x 1000 A = berat cawan dan residu sesudah pemanasan 1050 C (mg) B = berat cawan kosong (mg) C = M1 sampel d. pH
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 34
pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. pH dapat ditentukan dengan mudah dengan mempermudah petunjuk-petunjuk colorimetric, petunjuk-petunjuk ini memberikan suatu ketepatan pada kira-kira 0,2 unit. Pengukuran pH adalah sesuatu yang penting dan praktis, karena banyak reaksi-reaksi kimia dan biokimia yang penting terjadi pada tingkat pH yang khusus atau pada lingkungan pH yang sangat sempit. Untuk pengukuran yang lebih tepat dapat digunakan sebuah potentioner yang mengukur kekuatan listrik yang dikeluarkan oleh ion-ion –H. Apabila hasil pengukuran menunjukkan kadar pH melebihi baku mutu, maka dapat dilakukan upaya untuk menurunkan kadar dengan cara penggunaan Reverse Osmosis selain dapat menghasilkan air murni / tanpa mineral juga dapat menurunkan pH air dari 7 menjadi 6,5 hingga 5,0. e. Phosphat Keberadaan phosphat yang berlebihan di badan air menyebabkan suatu fenomena yang disebut eutrofikasi (pengkayaan nutrien). Untuk mencegah kejadian tersebut, air limbah yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan phosphat sampai pada nilai tertentu (baku mutu efluen 2 mg/l). Dalam pengolahan air limbah, phosphat dapat disisihkan dengan proses fisika-kimia maupun biologis. Penyisihan phosphat secara presipitasi kimiawi dapat dilakukan dalam filter teraerasi secara biologis dengan menambahkan FeSO4. Media yang digunakan adalah plastik dengan luas permukaan spesifik 275 m2/m3 dan porositas 0,95. Penambahan presipitan pada filter biologis ini tidak mempengaruhi secara signifikan penyisihan BOD, COD, NH4, TKN dan SS, tetapi mampu meningkatkan efisiensi penyisihan fosfat dari 35,5 % menjadi 85,3 %. Ratio P : Fe optimum yang didasarkan pada pertimbangan paling efisien dan ekonomis adalah 1 : 1,25. Penyisihan fosfat dalam fluidized bed reactor (FBR) menggunakan pasir kuarsa dapat menghasilkan kristal struvite (MgNH4PO4). Penyisihan dengan kristalisasi ini dilakukan dengan aerasi kontinyu dan dapat mencapai efisiensi 80% dalam waktu 120 - 150 menit.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 35
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan penurunan konsentrasi Phosphat antara lain:
1.) Enhanced Biological Phosphorus Removal (EBPR) Enhanced biological phosphorus removal (EBPR) adalah pengembangan dari biological phosphorus removal dengan metode dan proses untuk mereduksi konsentrasi Phosphat dari outlet pengolahan biologis konvensional. EBPR memiliki kinerja yang sangat baik dengan menghasilkan effluent <0,1 mg/l. Untuk menurunkan konsentrasi Phosphat ada alternatife lain yaitu EBPR yang menggunakan proses anaerobic. Telah diketahui bahwa poly Phosphat accumulating organisms (PAOs) dan volatile fatty acids (VFAs) digunakan oleh Bio-P bacteria pada kondisi anaerobic sebagai sumber energy.
EBPR
menggunakan Acinetobacter dan Microthrix parvicella karena bisa menyimpan Phosphate dalam bentuk poly Phosphate untuk perkembangannya. Kedua bakteri tersebut dapat bertahan dalam kondisi anaerobic karena memiliki poly-P, PAO juga memberikan keuntungan pada kondisi anaerobic dengan menggunakan VFA dan energi dari poly-P. 2) Sequencing Anoxic/Anaerobic Membrane Bioreactor (SAM) Untuk membandingkan proses fisik (filtrasi) antara biosand filter dengan teknologi alternative SAM (Sequencing anoxic/anaerobic membrane bioreactor) yang merupakan pengembangan dari Enhanced biological phosphorus removal (EBPR) dengan menggunakan filter papper 0,4 μm dan telah diuji kemampuanya. SAM sangat stabil dan efektif untuk menurunkan konsentrasi Phosphate hingga 93%. Sedangkan pada biosand filter Dengan ukuran media 0,25 mm, maka partikel berukuran > 20 μm akan tertahan pada media. Koloid (0,001-1 μm) dan bakteri (1 μm) tidak dapat disisihkan dengan mekanisme ini. Mechanical straining terjadi pada permukaan filter sampai kedalaman 5 cm. Klasifikasi Phosphate berdasarkan sifat fisis adalah fosfat terlarut, fosfat tersuspensi (tidak terlarut), dan fosfat total (terlarut dan tersuspensi).
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 36
f.
Amonia Bebas Metode standar untuk menentukan amonia bebas dalam air dapat dilakukan
dengan prosedur Kjeldahl, namun prosedur pemeriksaan ini sangat rumit dan membutuhkan banyak waktu, yakni sekitar enam jam. Prosedur Kjeldahl terdiri dari beberapa langkah. Pada prosedur ini, seluruh senyawa ammonia bebas diuraikan secara kimia dengan menggunakan campuran asam sulfur, merkuri sulfat, dan potasium sulfat. Selanjutnya, amonia dan bentukan yang baru di destilasi dengan penambahan NaOH ke dalam larutan asam borat. Kadar amonia dapat diketahui dengan cara titrasi menggunakan asam sulfur 0,02 N. g. Suhu Suhu air limbah biasanya ±300C dari suhu udara. Pengukuran dilakukan membelakangi sinar matahari, sehingga panas yang diukur tidak terpengaruh oleh sinar matahari. Temperatur air limbah akan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata kehidupan dalam air, sehingga perlu dilakukan pengukuran suhu di unit pengolahan limbah. Pengukuran suhu dilakukan insitu di bak equalisasi, bak aerasi, dan outlet. Pengukuran suhu menggunakan thermometer berdasarkan prinsip pemuaian.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 37
ALUR PROSEDUR PENGELOLAAN LIMBAH B3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( B3 )
Padat
Cair Gas
Tajam
Non
Kimia
Biologi
Tajam
Safety box/ jerigen
Kantong
plastik
Saluran pembuangan
jerigen
Cerobong asap
kuning
Screen/
Pengangkutan
penyaring
TPS
Pemusnahan (pihak ketiga)
Septic-Tank khusus
Udara Bebas
IPAL masih dalam tahap perancangan
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 38
7. Pendokumentasian bahan berbahaya beracun serta limbah B3 meliputi perijinan baik pengadaan B3, ijin penyimpanan sementara serta pemusnahan B3. a. Pencatatan Sebagai bahan pelaporan, dilakukan pencatatan yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan B3. Pencatatan yang dilakukan adalah pencatatan jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan yang diangkut oleh pihak ketiga b. Pelaporan 1) Pelaporan dilaksanakan oleh petugas kesehatan lingkungan kepada Manager Rumah untuk kemudian dilaporkan ke Direktur rumah sakit dan kepada Departemen Penunjang umum setiap 6 bulan sekali dalam bentuk laporan UKL/UPL. 2) Pelaporan juga diberkan kepada Instansi diluar RS yaitu kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi dan BPLHD (Badan Pengelola Lingkungan Hidup) Kabupaten Bekasi. 3) Pelaporan disertai evaluasi dilakukan setahun sekali untuk mengevaluasi kinerja pihak kedua sebagai pengangkut dan pemusnah limbah B3. c. Tindaklanjut Pelaporan setiap 6 bulan sekali dalam bentuk laporan UKL/UPL, dimana hasil evaluasi dan tindaklanjuti dilakukan pada semester berikutnya.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 39
BAB V LOGISTIK
A. PERENCANAAN BARANG Tata cara logistik pengelolaan limbah rumah sakit : 1. Barang rutin : Plastik sampah, safety box, jerigen/container, manifest pengangkutan limbah B3, log book, Kertas HVS, tinta printer, ballpoint, buku tulis, format pengukuran indikator/standar limbah medis, format laporan pengelolaan limbah, format SPO, format laporan kinerja, buku pemantauan dan pengelolaan limbah padat, cair dan B3. 2. Barang tidak rutin : a. Surat dokumen
pelaksanaan pemusnahan limbah medis dengan pihak
ketiga. b. Pengadaan leaflet dan stiker untuk kegiatan pengelolaan limbah medis. c. Botol dan jerigen untuk pengambilan limbah cair B. PERMINTAAN BARANG. 1. Permintaan barang rutin disampaikan ke bagian gudang 2. Untuk pengadaan format, mengusulkan ke Direktur untuk dibuat dalam bentuk dokumen yang dicetak/diperbanyak melalui anggaran APBD 3. Pengadaan barang tidak rutin berupa leaflet maupun stiker harus diusulkan melalui Bidang Penunjang kepada Direktur. 4. Setelah disetujui Direktur melalui disposisi maka pengadaan barang diproses sesuai ketentuan yang berlaku melalui PPBJ C. PENDISTRIBUSIAN 1. Barang kantong plastik limbah medis dan non medis, safety box, jerigen/container dari gudang didistribusikan ke cleaning servicedan kesling untuk diletakkan di unit-unit penghasil limbah medis dan B3. 2. Untuk barang ATK /Kesling mengisi format permintaan barang dan mengajukan kepada bagian gudang
BAB VI Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 40
KESELAMATAN KERJA A. Kewaspadaan dan upaya pencegahan kejadian kecelakaan kerja dilakukan dengan upaya : Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) penanganan B3 dan limbah B3 Bahan dan limbah B3 berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sesuai UU Depnaker RI No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, maka setiap rumah sakit harus menyediakan peralatan pelindung diri yang digunakan secara benar disertai prosedur tertulis cara penggunaannya serta dipelihara dalam kondisi layak pakai. Pimpinan RS menetapkan secara tertulis jenis dan jumlah alat pelindung diri yang harus ada di rumah sakit, dimana dan pada saat apa dipergunakan serta siapa yang mempergunakan alat pelindung diri tersebut. Jenis alat pelindung diri, diantaranya : 1.
Masker
2.
Sepatu Boot
3.
Sarung tangan
4.
Kaca mata / Google
5.
Helmet/Helm
6.
Ear Muff/Penutup telinga
7.
Celemek, apron
8.
Baju Operasional
B. Keselamatan dan kesehatan kerja pegawai melakukan pemeriksaan kesehatan meliputi : 1.
Pemeriksaan kesehatan prakerja
2.
Pemeriksaan kesehatan berkala setahun sekali khususnya di unit yang
bersiko tinggi seperti : laboratorium, ruang rawat inap psikiatri dengan komplikasi fisik, Laundry dan Kesehatan Lingkungan.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 41
C. Perijinan
sarana, prasarana dan peralatan pengelolaan limbah medis dan
berbahaya meliputi : 1.
Ijin pembuangan limbah cair (IPLC) yang dkeluarkan oleh BPLHD
2.
Ijin penyimpanan limbah sementara B3 (TPS B3) yang dikeluarkan oleh BPLHD
3.
Ijin operasional Incenerator (pihak ketiga) yang dikeluarkan oleh KLH
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 42
BAB VII STANDAR DAN INDIKATOR MUTU
A. Standar pengelolaan (pengolah) bahan dan limbah B3 meliputi: 1.
Pengolah limbah B3 dilakukan oleh penghasil atau badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan limbah B3.
2.
Pengolah limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang akan diolah paling lama 90(sembilan puluh) hari.
3.
Pengolah limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkannya pa1ing lama 90 (sembilan puluh) hari.
4.
Penyimpanan limbah B3 dilakukan di tempat penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan.
B. Standar Tempat penyimpanan limbah B3 wajib memenuhi syarat : 1. Lokasi tempat penyimpanan yang bebas banjir , tidak rawan bencana dan di luar kawasan lindung serta sesuai dengan rencana tata ruang; 2. Rancangan bangunan disesuaikan dengan jumlah. karakteristik limbah B3 dan upaya pengendalian pencemaran lingkungan. 3. Penyimpanan limbah B3 yang dihasilkannya pa1ing lama 90 (sembilan puluh) hari.
C. Indikator pengelolaan limbah cair rumah sakit ini akan mencerminkan mutu pengelolaan lingkungan dirumah sakit tersebut. Kriteria indikator limbah cair adalah sebagai berikut : 1. BOD/COD limbah yaitu untuk mengukur keberhasilan hasil pengolahan limbah. 2. TSS yaitu mampu menunjukkan hasil pegolahan limbah berupa endapan yang dihasilkan. 3. PH yaitu untuk mengukur keasaman dan kebasaan hasil olahan air limbah , sehingga tidak mencemari lingkungan.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 43
BAB VIII PENUTUP
Upaya pengelolaan kesehatan lingkungan rumah sakit khususnya Pengelolaan bahan dan limbah berbahaya (B3) merupakan hal yang mutlak perlu diperhatikan oleh rumah sakit, hal ini dimaksudkan agar sisa buangan hasil upaya pelayanan kesehatan tidak mencemari lingkungan dan menimbulkan penyakit bagi masyarakat sekitarnya.
Lingkungan kesehatan rumah sakit yang baik akan
menunjang proses peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di RSU Sinar Kasih GKST Tentena. Pelaksanaan Upaya Kelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) di rumah sakit, serta pelaksanaan program kesehatan lingkungan memerlukan komitmen pimpinan dan seluruh unit dalam keberhasilan pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien kesehatan lingkungan rumah sakit. Pemantauan dan pelaporan hasil pengukuran indikator Baku Mutu Air Limbah serta pembuangan limbah infeksius dan bahan Berbahaya (B3) sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan sehingga aman dan tidak mencemari rumah sakit dan lingkungannya. Demikianlah pedoman Pengelolaan Limbah RSU Sinar Kasih GKST Tentena dibuat agar dapat menjadi pedoman pelaksanaan pengelolaan limbah di rumah sakit.
Panduan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Page 44