MANAJEMEN STRATEGI PORTOFOLIO PT UNILEVER INDONESIA Tbk
Disusun Oleh : 1. AHMAD SAOMIN ALI
K15161046
2. DWI INTAN WIDYASTUTI
K15161051
3. SITI KOMARIAH
K15161070 KELAS : E – 61
Dosen: Dr. Mukhammad Najib, S.TP, MM.
SEKOLAH PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 3 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4 1.3 Tujuan ............................................................................................................ 4 BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 5 2.1 Profil Perusahaan ........................................................................................... 5 2.2 Portofolio Bisnis ............................................................................................ 9 2.3 Faktor-Faktor yang Digunakan untuk Analisis BCG Matrix ...................... 14 BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 15 3.1 Analisis SWOT PT Unilever Indonesia Tbk ............................................... 15 3.2 Analisis BCG Matrix ................................................................................... 19 BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 21 4.1
Simpulan ................................................................................................. 21
4.2
Saran ....................................................................................................... 21
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, lingkungan dimana perusahaan beroperasi berubah dengan sangat cepat, mulai dari faktor politik, sosial, ekonomi maupun tekhnologi. Perubahan lingkungan tersebut membuat pelaku industri untuk selalu mengevaluasi rencana bisnis dan menuntut perusahaan agar mampu merencanakan bisnisnya dengan baik sehingga dapat bertahan, tumbuh dan berkembang. Memasuki millenium ketiga, tantangan dan hambatan yang dihadapi dunia industri semakin besar. Persaingan dunia industri di Indonesia semakin ketat, sehingga setiap perusahaan diharuskan meningkatkan kemampuannya untuk bersaing dalam perekonomian global. Kondisi ini menuntut setiap perusahaan untuk mengetahui posisinya dalam persaingan, sehingga perusahaan dapat merencanakan berbagai strategi agar dapat eksis dan terus berkembang di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat dan laju pertumbuhan industry yang juga semakin meningkat. Salah satu bagian dari strategi perusahaan adalah dengan melakukan analisa portofolio. Analisis portofolio adalah suatu alat yg digunakan oleh manajemen untuk mengenali dan mengevaluasi posisi perusahaan di tengah-tengah persaingan sehingga dapat diketahui langkah-langka dan kebijakan apa yang seharusnya diambil. Guna mendalami materi Portofolio usaha sebagaimana diuraikan pada latar belakang di atas, kelompok kami mengambil contoh kasus PT Unilever Indonesia Tbk, sebuah perusahaan industri perhotelan yang terletak di Kota Bogor. Ada tiga pendekatan yang biasa digunakan dalam analisa portofolio, Pertama Matriks Boston Consulting Group (BCG), kedua matriks McKinsey dan ketiga Ciba-Geigy. Namun dalam makalah ini kami lebih menekankan pada analisa Matriks BCG yang diawali dengan analisa SWOT.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut: -
Bagaimana deskripsi singkat PT Unilever Indonesia Tbk
-
Bagaimana cara menganalisis portfoilio bisnis PT Unilever Indonesia Tbk berdasarkan BCG Matrix?
1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka terdapat beberapa tujuan sebagai berikut: - Untuk memaparkan deskripsi singkat PT Unilever Indonesia Tbk - Untuk memaparkan analisis portfoilio bisnis PT Unilever Indonesia Tbk berdasarkan BCG Matrix.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Profil Perusahaan Pada tahun 1885 terdapat dua perusahaan yang masing-masing memproduksi sabun dan margarin. Perusahaan yang memproduksi sabun bernama Lever Brother yang berlokasi d Inggris dan dikelola oleh dua bersaudara, William dan James Lever, sedangkan perusahaan yang memproduksi margarine bernama Margarine Unie yang berlokasi di Belanda dan dimiliki oleh Anton Jurgens dan keluarga Van den Berg. Kemudian, pada tahun
1929
kedua
perusahaan
tersebut
melakukan
merger
dan
mengukuhkannya dengan nama Unilever. PT Unilever Indonesia Tbk didirikan pada 5 desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V Lever dengan akta No. 33 yang dibuat oleh Tn. A.H van Ophuijsen, notaries di Batavia. Akta ini disetuji oleh Gubernur Jenderal van Negerlandsch-Indie dengan surat No. 14 pada tanggal 16 desember 1933, terdaftar di Raad van Justitie di Batavia dengan No. 302 pada tanggal 22 desember 1933 dan diumumkan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934. Dengan akta no. 171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22 juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT. Unilever Indonesia. Dengan akta no. 92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, SH tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT. Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan keputusan No. C2-1.049HT.01.04 Th.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di Berita Negara no. 2620 tanggal 15 Mei 1998. Perusahaan mendaftarkan 15 % dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah memperoleh persetujuan dari Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) No. SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1981.
Tanggal 24 juni 2003 dilakukan Rapat Umum Tahunan Perusahaan dan pada rapat trersebut para pemegang saham telah menyepakati pemecahan saham, dengan mengurangi nilai nominal saham dari Rp 100 per saham menjadi Rp 10 per saham. Perusahaan ini dibuat dihadapan notaris dengan akta No. 46 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, SH tertanggal 10 Juli 2003 dan disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan keputusan No. C-17533 HT.01.04-Th.2003. Perusahaan bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh dan produk-produk komestik. Sebagaimana disetujui dalam Rapat Umum Tahunan Perusahaan pada tanggal 13 juni 2000, yang dituangkan dalam akta notaris No. 82 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, SH tertanggal 14 juni 2000, perusahaan juga bertindak sebagai distributor utama dan memberi jasa-jasa penelitian pemasaran. Akta ini disetujui oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia dengan keputusan No. C-18482HT.01.04-Th.2000. Perusahaan memulai operasi komersilnya pada tahun 1933.
2.1.1 Sejarah perkembangan perusahaan Pada tanggal 22 November 2000, perusahaan mengadakan perjanjian dengan PT Anugrah Indah Pelangi. Perjanjian untuk mendirikan perusahaan baru yaitu PT Anugrah Lever (PT AL) yang bergerak di bidang pembuatan, pengembangan, pemasaran dan penjualan kecap, saus cabe dan saus-saus lain dengan merk dagang Bango, Parkiet, dan Sakura dan merk-merk lain atas dasar lisensi perusahaan kepada PT AL. Pada tanggal 3 Juli 2002, perusahaan mengadakan perjanjian dengan Texchem Resources Berhad, untuk mendirikan perusahaan baru yakni PT. Technopia Lever yang bergerak di bidang distribusi, ekspor, dan impor barang-barang dengan menggunakan merk dagang Domestos Nomos. Dalam rapat umum luar biasa perusahaan pada tanggal 8 Desember 2003, perusahaan menerima persetujuan dari pemegang saham minoritasnya untuk
mengakuisisi saham PT. Knorr Indonesia dari Unilever Overseas Holdings Limited (pihak terkait). Akuisisi ini berlaku pada tanggal 30 Juli 2004, perusahaan digabung dengan PT. Knorr Indonesia. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menggunakan metoda yang sama dengan metoda pengelompokan saham (pooling of interest). Perusahaan merupakan perusahaan yang menerima penggabungan dan setelah penggabungan tersebut PT. Knorr Indonesia tidak lagi menjadi badan hukum yang terpisah. Penggabungan ini sesuai dengan persetujuan Badan Koordinasi penanaman modal (bkpm) dalam suratnya No. 740/III/PMA/2004 tertanggal 9 juli 2004. Pada tahun 2007. PT unilever Indonesia Tbk (Unilever) telah menandatangani perjanjian bersyarat dengan PT. Ultra Jaya Milk Industry & Trading Company Tbk. sehubungan dengan pengambil alihan industri minuman sari buah melalui pengalihan merk Buavita dan Gogo dari Ultra ke Unilever. Perjanjian telah terpenuhi dan Unilever dan Ultra telah menyelesaikan transaksi pada bulan Januari 2008. 2.1.2 Lokasi dan tata letak perusahaan PT. Unilever Indonesia Tbk. Berpusat di gedung Graha Unilever, Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav.15, Jakarta 12930, dengan lokasi pabrik yang bealamat di Jl. Jababeka IX blok D 1-29, Jababeka Cikarang, Bekasi. Lokasi tersebut cukup mudah dijangkau karena sangat dekat dengan jalan utama kawasan Jababeka, dan lokasi tersebut jauh dari pemukiman. Pabrik PT. Unilever Indonesia Tbk. yang memproduksi makanan (foods) berada di wilayah kawasaan industri Jababeka terdiri dari tiga bagian pabrik (divisi), yaitu pabrik untuk produksi bagian produk kategori Spread Cooking Category and Culinary (SCC&C), produk Tea Beverage Based (TBB), dan produk Walls. Luas area pabrik PT Unilever Indonesia Tbk. Dvisi SCC&C yaitu sekitar 210.000 m2. Bangunan pabrik PT Unilever Indonesia Tbk. Bagian SCC&C mencakup ruang office, ruang produksi Blue Band, ruang produksi Royco, ruang produksi Knorr, ruang produksi Ice Tea, kantor, meeting room, tank yard, kantin, loker, musholla, toilet, quality control room, fat trap, packing hall, supervisor room, warehouse, dan emergency assembling area.
Untuk sistem kemanan, PT. Unilever Indonesia Tbk. Menyediakan sebuah area lapangan yang dapat digunakan oleh para pekerja apabila terjadi kondisi darurat seperti kebakaran, gempa dan bencana lainnya. 2.1.3 Struktur organisasi dan kepemimpinan Struktur organisasi tertinggi di PT unilever Indonesia Tbk dipimpin oleh seorang President Director yang dibantu oleh seorang sekretaris dan seorang internal audit. President Director memimpin organisasi factory plant dan Head Office. President Director membawahi Chief Financial Officer, Director Home dan Personal Care, Director Foods, Director Ice Cream and Marketing Services, Director Supply Chain, Director Customer Development, dan Director Human Resources and Corporate Relations. Pabrik SCC&C dipimpin oleh seorang Production Manager. Production Manager SCC&C akan dibantu oleh Assistant Production Manager di dalam menjalankan
tugasnya.
Production
Manager
membawahi
Supervisor
Production, Supervisor Warehouse, dan Total Production Maintenance (TPM) Facilitator. Supervisor Production bertugas untuk memastikan seluruh kegiatan produksi berjalan dengan tepat. Supervisor Warehouse bertanggung jawab di dalam penerimaan bahan baku, pendistribusian barang, membuat surat jalan, dan melakukan edit istrasi. TPM Facilitator bertugas untuk mengawasi mesin untuk proses produksi dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan pihak lain. Setiap Supervisor Production memiliki seorang assistant, yang bertugas unuk membantu Supervisor Production di dalam mengontrol proses produksi. Setiap Assistant memiliki Line Leader dan operator yang bertugas di dalam mengawasi dan memastikan agar setiap pekerja akan melakukan aktivitasnya pada setiap bagian produksi. Supervisor Production juga membawahi istration Production dan Substorehandle. istration Production bertugas untuk melakukan input dan output produk selama produksi. Substorehandle bertugas untuk melayani kebutuhan bahan baku dan bahan kemasan untuk proses produksi serta melakukan transaksi bahan baku dari gudang ke bagian produksi.
Supervisor Warehouse membawahi Supervisor Raw Material dan Supervisor Fine Products. Supervisor Raw Material bertugas untuk mengawasi bahan-bahan baku yang baru datang dan Supervisor fine products bertugas untuk mengawasi barang-barang jadi (finish goods). Supervisor Raw Material masing-masing memiliki beberapa driver yang bertugas untuk menjalankan forklift atau pallete mover. Perusahaan menerapkan Total Productive Maintenance (TPM), yaitu suatu sistem yang bertujuan untuk meningkatkan poduktivitas, didasarkan atas perbaikan peralatan dan sikap kerja karyawan yang melibatkan top manager hingga packer, untuk mencapai target zero failure, zero defect, dan zero accident.
Selain
itu,
TPM
juga
merupakan
suatu
proses
untuk
memaksimumkan produktivitas peralatan dan mesin sepanjang masa pakai perlatan dan mesin tersebut. Sarana TPM adalah memaksimalkan Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk menurunkan down time yang tidak terencana, sehingga kapasitas perlatan itu meningkat dan biaya menurun. 2.2 Portofolio Bisnis Portofolio Bisnis (Business Portofolio) adalah kumpulan bisnis dan produk yang membentuk Perusahaan. Portifolio bisnis yang baik adalah yang paling cocok dengan kekuatan dan kelemahan perusahaan terhadap peluang dalam lingkungan (Oktayudianto, 2011). Dengan demikian, perusahaan harus: a. Menganalisis portofolio bisnis saat ini dan memutuskan bisnis mana yang harus menerima investasi lebih banyak, lebih sedikit atau tidak menerima. Analisis portofolio: suatu alat yang dipergunakan oleh manajemen untuk mengenali dan mengevaluasi berbagai bisnis yang membentuk perusahaan. Unit Bisnis Strategik (UBS): suatu unit perusahaan dengan misi dan sasaran terpisah serta dapat direncanakan secara independen dari bisnis milikperusahaan yang lain. UBS dapat berupa sebuah divisi perusahaan, lini produk dalam suatu divisi, produk dan merek. Alat Analisis Portofolio Pendekatan Boston Consulting Group (BCG) = Matriks Pertumbuhan Pangsa Pasar. Adalah metode perencanaan portofolio yang mengevaluasi unit bisnis strategic
milik perusahaan dari segi percepatan pertumbuhan pasar dan pangsa pasar relatif. Boston Consulting Group (BCG) Matrix merupakan metode yang digunakan untuk penyususnan strategic business unit (SBU) dengan melakukan klasifikasi pengklasifikasian terhadap potensi keuntungan perusahaan.
Boston Consulting Group (BCG) Matrix pertama
dikemukakan oleh Bruce Henderson dari Boston Consulting Group pada tahun 1970an. BCG Matrix dikenal juga dengan istilah BCG GrowthShareMatrix. Analisis BCG bertujuan untuk: 1. Mengembangkan strategi pertumbuhan produk datau SBU dengan dasar pangsa pasar untuk memfortofoliokan produk atas dasar karakteristik cash-flow-nya. 2. Mengembangkan portofolio produk perusahaan atau SBU, sehingga jelas kekuatan dan kelemahannya. 3. Memutuskan apakah perlu meneruskan investasi untuk produk atau SBU yang tidak menguntungkan. 4. Mengalokasikan
anggaran pemasaran produk atau SBU
guna
memaksimalkan cash-flow jangka panjang. 5. Mengukur kinerja manajemen berdasarkan kinerja produk di pasaran. Metode Analisis BCG 1.
Mengidentifikasi unit analisis Produk atau SBU dapat bersifat tunggal (individul product/ SBU), untuk segmen pasar tertentu.
2.
Mengumpulkan data statistik yang diperlukan untuk analisis: - Data penjualan produk/ SBU untuk setiap tahun (minimal lima tahun terakhir). - Data penjualan tahun dari kompetitor untuk setiap produk atau SBU - Tingkat pertumbuhan tahunan setiap produk atau SBU
Menghitung pangsa pasar relatif Pangsa pasar relatif dihitung dengan cara membagi penjualan tahunan produk atau SBU terhadap total penjualan kompetitor. 1. Apabila pangsa pasar = 1, berarti bahwa produk atau SBU ini memiliki pangsa pasar sama dengan kompetitor utama; 2. Apabila pangsa pasar < 1, berarti bahwa produk atau SBU ini memiliki pangsa pasar lebih kecil dari kompetitor utama; 3. Apabila pangsa pasar > 1, berarti bahwa produk atau SBU ini memiliki pangsa pasar lebih besar dari kompetitor utama. Membuat plot pangsa pasar pada diagram matrik BCG 1. Masing-masing produk atau SBU dibuatkan plot sesuai dengan prosentase pertumbuhan penjualan (market growt rate) dan posisi relatif dengan pesaing (market share). Prosentase pertumbuhan penjualan adalah proyeksi tingkat penjualan untuk pasar yang akan dilayani. 2. Prosentase
pertumbuhan
penjualan
merupakan
indikator relative
attractiveness dari pangsa pasar dibagi dengan pangsa pasar dari kompetitor yang paling dominan. 3. Posisi relative competition merupakan perbandingan dasar dari relative strength dari berbagai bisnis yang berbeda dalam portofolio bisnis, dalam kaitannya dengan kekuatan masing-masing posisi di business respective market. Rumusan strategi di setiap kuadran Tingkat pertumbuhan pasar pada umumnya dibedakan berdasarkan klasifikasi tinggi dan rendah. Posisi relatif kompetisi dibedakan atas dasar pangsa pasar (market share) antara 1,0 dan 1,5. Posisi tertinggi (hight position) disebut dengan pemimpin pasar (leader market). Posisi dibawahnya
adalah
pengikut
pasar
(follower), penantang
(challanger market), dan pemain ceruk pasar (nicher market).
pasar
Langkah selanjutnya adalah membuat plot dari masing-masing produk atau SBU ke dalam matrik BCG. Dari ploting produk atau BCG ini, maka dapat diketahui posisi dari masing-masing produk atau BCG, dan akhirnya dapat dirumuskan strategi bisnis selanjutnya. BCG Matrix dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Star, pada posisi ini perusahaan benar-benar berada dalam posisi puncak dimana berada dalam kondisi pertumbuhan pasar cukup pesat di lain pihak konsumen atau pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan tersebut juga tinggi. Dalam posisi perusahaan akan gencar melakukan investasi yang cukup besar dalam meningkatkan kemampuan produksi serta kemampuan persediaan serta distribusinya sehingga dapat memanfaatkan dengan maksimal potensi pasar yang masih bertumbuh ini. 2. Cash Cows, pada posisi ini perusahaan telah melewati posisi star, dimana potensi pasar yang ada telah dimanfaatkan secara maksimal dengan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Kondisi ini disebut Cash Cows karena menghasilkan kas lebih dari yang dibutuhkanya, dan pendapatan kasnya sering digunakan untuk membiayai sektor usaha yang lain.
3. Dogs, pada posisi ini perusahaan benar mengalami situasi yang sulit, dimana pangsa pasar yang kecil, artinya perusahaan tidak memiliki jumlah konsumen yang cukup banyak dan perusahaan juga berada pada posisi dimana pertumbuhan pasarnya rendah. Perusahaan pada posisi ini perlu melakukan perbaikan yang seperti inovasi produk hingga strategi dalam promosi agar dapat merebut pangsa pasar. Jika tidak berhasil melakukan hal tersebut, maka dapat dipastikan produk tersebut di likuidasi atau ditarik dari pasar. 4. Questions Marks, kondisi ini buruk bagi perusahaan karena kebutuhan kasnya tinggi sementara pendapatannya rendah. Pada posisi ini perusahaan atau produk berada pada posisi dimana memiliki pangsa pasar yang kecil tetapi masih berada dalam kondisi dimana pasar mengalami pertumbuhan yang cukup besar sehingga masih terdapat potensi untuk menjadi star.
Menurut Putra, 2013 setelah memetakan UBS ke dalam BCG, maka perusahaan harus memilih alternatif yang harus dilakukan: -
Kembangkan : Meningkatkan pangsa pasar
-
Pertahankan
: Mempertahankan pangsa pasar
-
Panen
: Meningkatkan pemasukkan uang jangka pendek
-
Jual
: Menjual/melikuidasi unit bisnis
b. Mengembangkan strategi pertumbuhan untuk menambah produk atau bisnis baru pada portofolio. Keterangan: -
Penetrasi Pasar Strategi pertumbuhan perusahaan dengan meningkatkan penjualan produk yang sudah ada kepada segmen pasar yang sudah ada tanpa mengubah produk dengan cara apapun. Caranya melalui promosi, iklan dan distribusi.
-
Pengembangan Pasar Strategi untuk pertumbuhan perusahaan dengan mengidentifikasi dan mengembangkan segmen pasar baru untuk produk yang sudah ada.
-
Pengembangan Produk
Strategi untuk pertumbuhan perusahaan dengan menawarkan produk yang dimodifikasi atau produk baru ke segmen pasar yang sudah ada. -
Diversifikasi Strategi untuk pertumbuhan perusahaan dengan memulai atau mengambil alih bisnis di luar produk atau pasar yang sudah ada.
2.3 Faktor-Faktor yang Digunakan untuk Analisis BCG Matrix Dalam analisis BCG Matrix (Susilo, 2011), terdapat dua faktor yang paling mempengaruhi dalam pengklasifikasian produk yaitu: - Faktor pangsa pasar (Market share) Market Share menunjukkan besarnya pangsa pasar dari volume penjualan suatu produk dibandingkan dengan para pesaingnya. Dalam hal ini, dapat dilihat jumlah pasar yang dikuasai oleh perusahaan dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan. - Faktor pertumbuhan pasar (Market growth) Market growth adalah proyeksi tingkat penjualan untuk pasar yang akan dilayani. Biasanya diukur dengan peningkatan persentase dalam nilai atau volume penjualan.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Analisis SWOT PT Unilever Indonesia Tbk Strengths (Kekuatan): 1. Strategi promosi produk PT Unilever yang efektif dengan menampilkan model-model yang tipikal muda, berkulit putih, berambut panjang, sehingga memacu konsumen (lebih spesifik perempuan) untuk membeli produk tersebut agar dapat mengalami sendiri hasil yang diterima si model dalam iklan tersebut. 2. PT Unilever gencar di misi sosial, sehingga kedekatan dengan konsumen dapat terus terjaga. Hal ini terlihat dari pembelanjaan iklan dan promosi yang telah mendorong pertumbuhan penjualan di tengah pasar yang kompetitif. PT Unilever Indonesia sebagai salah satu perusahaan dengan belanja iklan terbesar menurut majalah marketing (top Brand Survey, edisi khusus 2007). 3. Pemimpin pasar consumer goods di Indonesia. 4. Memiliki tim yang terdiri dari orang-orang berdedikasi, terampil, dan termotivasi di segenap jajaran. 5. Adanya kenaikan pangsa pasar untuk kategori-kategori penting seperti face care, savoury, dan ice cream. 6. Perencanaan baik dan kerja sama erat dengan para pemasok, konsumen dan distributor untuk menghantar produk-produk dari pabrik ke tempat-rempat penjualan. 7. PT Unilever sudah memiliki jaringan distribusi sendiri sehingga distribusi produknya hingga ke daerah-daerah dapat terlayani. 8. PT unilever mempunyai moto “operational excellent with no compromise on quality”. Unilever dalam menjalankan operasinya dijalankan dengan baik tanpa mengabaikan kualitas produk.
Kelemahan (Weaknesses) 1. PT Unilever memiliki struktur matriks, yang terdapat beberapa tantangan yang mesti dihadapi perusahaan yaitu pertama, sulitnya koordinasi kegiatan antar departemen yang mempunyai agenda dan jadwal sendirisendiri. Kedua,ko munikasi pada karyawan yang bisa menerima pesan yang berbeda-beda.Dan ketiga, resolusi konflik antara inisiatif dari dukungan departemen (SDM, keuangan, dan lain-lain) dengan departemen lini produk yang biasanya sangat berorientasi komersial. 2. Rendahnya respon pasar terhadap produk-produk tertentu. 3. Jumlah karyawan yang tambun. 4. Birokrasi yang panjang karena kebijakan sentralisasi yang menyebabkan unilever indonesia tidak bisa begitu saja memutuskan sesuatu. 5. Lambatnya konsolidasi intern dalam pengambilan keputusan. 6. Ketidakjelasan sertifikat halal untuk produk tertentu. 7. Mayoritas produk unilever memiliki entry barrier rendah. 8. Growth omzet penjualan dibawah rata-rata industri.
Kesempatan (Opportunities) 1. Stabilitas ekonomi yang relatif baik dengan pertumbuhan yang menggembirakan. 2. Pertumbuhan ekonomi yang kuat di wilayah pulau-pulau seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan papua. 3. Tingginya kepuasan konsumen terlihat dari predikat prima indeks kepuasan konsumen. 4. Banyaknya pemain pasar nasional yang belum memiliki cara produksi kosmetik yang baik. 5. Luasnya potensial market sekitar 250 juta tepatnya 122.527.186 laki-laki (49,9%) dan 122.922.553 (50,1%) perempuan. 6. Tingginya tingkat ketergantungan masyarakat akan jenis produk consumer goods. 7. Rekomendasi investasi pada saham dengan level beta dibawah 1.
8. Tinggi dan stabilnya tingkat kesetiaan masyarakat atas produk consumer goods 83%.
Ancaman (Threats) 1. Adanya kenaikan biaya bahan baku dan bahan kemasan seperti minyak kelapa sawit, gula kelapa, dan bahan berbahan dasar petroleum yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak, bahan kimia dan komoditas lainnya. 2.
Tidak stabilnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
3. Melemahnya daya beli konsumen. 4. Maraknya pemalsuan dan penyelundupan produk dari cina. 5. Rendahnya infrastruktur yang memadai berupa jalan yang menyebabkan t ingginya biaya pemasaran produk. 6. Adanya penghapusan subsidi BBM bagi industri. 7. Tidak konsistennya pasokan gas dari pertamina. 8. Adanya tren perubahan gaya hidup masyarakat dari produk tradisionalnasional menjadi produk-produk luar negeri. 9. Adanya campaign against unilever oleh greenpeace akibat penggundulan hutan yang membahayakan komunitas orang utan. 10. Adanya pemboikotan produk zionisme termasuk unilever. 11. Produk pesaing dengan harga lebih rendah. Strategi SO: 1. Penetrasi dan pengembangan pasar atas produk-produk yang sudah ada. 2. Peningkatan kualitas, kapasitas sarana dan prasarana untuk mengantisipasi permintaan dimasa depan. 3. Peningkatan kecepatan proses pelayanan klaim. 4. Pemantapan pola kerjasama yang sinergis dengan mitra kerja dalam hal pemasaran IW dan SW. 5. Peningkatan kehandalan sistim pengawasan.
Strategi WO: 1. Peningkatan peran Humas dalam mempromosikan dan memposisikan produk secara efektif. 2. Peningkatan struktur pegawai yang memiliki gelar profesi. 3. Penguatan sistem manajemen investasi dan keuangan. 4. Penguatan struktur permodalan. 5. Pemantapan sistim pembebanan dan pengaturan kerja. Strategi ST: 1. Penguatan sistim akuntansi keuangan serta mekanismenya, yang komunikatif dan interaktif dalam hubungan antara pusat dan daerah. 2. Peningkatan koordinasi dengan instansi terkait untuk menyelesaikan klaim sesuai dengan standar yang berlaku. Perencanan Strategis Sistem Informasi Studi Kasus PT Jasa Raharja (PERSERO) 3. Konsolidasi kekuatan moral SDM melalui upaya yang mengarah pada filosofi “respect to people” 4. Peningkatan sistim kearsipan sebagai salah satu fasilitas penyedia informasi. 5. Peningkatan kualitas produk hukum untuk mendukung operasi perusahaan. Strategi WT: 1. Penguatan struktur organisasi untuk mengantisipasi perubahan dimasa depan. 2. Penguatan sistim manajemen SDM. 3. Peningkatan profesionalisme dan jiwa kewirausahaan untuk mendukung daya saing perusahaan. 4. Pengembangan sistem komputerisasi yang terintegrasi dan mampu mendukung proses pengambilan keputusan strategis maupun operasional. 5. Pengembangan sistim budaya kerja yang kreatif dan inovasi. 6. Perancangan program kegiatan LITBANG yang lebih berorientasi kepada kebutuhan pasar.
3.2 Analisis BCG Matrix PT. Unilever Indonesia, Tbk. Merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi barang konsumen yang bermarkas di Rotterdam, Belanda. Perusahaan ini sudah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1933, dan telah tumbuh menjadi perusahaan penyedia consumer product yang mempunyai peran penting di Indonesia. Unilever adalah produsen merek-merek terkenal di seluruh dunia yang juga terkenal di tingkat regional dan local. Memproduksi barang untuk memenuhi kebutuhankonsumen akan nutrisi, kesehatan dan perawatan pribadi sehari-hari. Posisi Unilever yang kuat sebagai pemimpin pasar telah diakui melalui berbagai penghargaan nasional dan regional yang diterima oleh perusahaan. PT. Unilever
Indonesia melalui
brand-brand nya
kembali
membuktikan keunggulannya dengan meraih peringkat dalam ”Packaging Consumer Branding Award 2005” yang diselenggarakan oleh Indonesia Brand Identity Summit (IBS) bekerjasama dengan majalah SWA dan MIX. Divisi menjadi anjing, retrenchment dapat menjadi strategi yang terbaik yang dapat dijalankan karena banyak anjing yang mencuat kembali, setelah pemangkasan biaya dan aset besar-besaran, menjadi bisnis yang mampu bertahan dan menguntungkan. PT. Unilever Indonesia, Tbk akan melakukan 4 hal demi tetap memiliki citra baik pada konsumennya, antara lain: -
Branding
-
Design
-
Technical printing
-
Merchandising.
Sehingga dengan cepat hal tersebut dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi produk-produk yang dikeluarkan oleh PT. Unilever. Secara umum Unilever menjadi pemimpin pasar barang konsumer (consumer goods) di Indonesia. Namun, kondisinya tidak sama untuk setiap kategori produk dan wilayah pemasaran. Dalam enam tahun terakhir, penjualan Unilever di Indonesia bertumbuh dua digit atau diatas 10 persen. Omset penjualan
untuk tahun 2010 mencapai US$ 1 miliar. Total tenaga kerja yang terserap berjumlah 25.000 orang. Jika kita menilik pada model two-by-two-growth-share matrix yang dikembangkan Boston Consulting Group (BCG), maka : 1. Produk yang menjadi tulang punggung dan cash cow nya adalah produk Home and personal care (Rinso, Pepsodent, Molto). Industri ini perputaran uangnya sangat cepat dan kalis krisis, sehingga pasarnya selalu terjamin. Bisnis produk ini disebut dalam kategori Cash cow karena memiliki market share yang cukup tinggi (penguasa pasar), akan tetapi market growth-nya rendah. 2. Bisnis yang sedang naik daun atau menjadi Star adalah bisnis makanan, seperti kecap Bango dan ice cream Magnum yang mampu menjadi penguasa pasar untuk Kecap dan Ice Cream di Indonesia. Berada pada kategori Star karena market share-nya tinggi, tidak hanya di pasar lokal, tetapi juga pasar internasional. Selain itu, market growth produk ini juga tinggi. 3. Bisnis yang tergolong dalam question mark adalah surf dan buavita. Karena produk ini memiliki market share yang rendah akan tetapi memiliki market growth yang cukup tinggi. 5. Pada posisi dog yaitu produk Pureit dan Blue Band. Karena memiliki market share yang rendah dan saat ini mengalami stagnasi dalam pasar. Tingkat pertumbuhan pasarnya juga rendah.
BAB IV KESIMPULAN
1.1 Simpulan Berdasarkan data analisa diatas, dapat diketahui produk yang berada di kategori: 1. Star
: Bango dan Ice Cream
2. Dog
: Pure It dan Blue Band
3. Question Mark
: Surf dan Buavita
4. Cash Cow
: Rinso, Molto dan Pepsodent
1.2 Saran Perilaku konsumen terhadap produk pewangi dan pelembut molto, Detergent Rinso dan Pasta gigi Pepsodent sangat diminati, terutama para ibu-ibu rumah tangga. Pewangi dan pelembut molto sebagai produk pemegang leader market, mampu bersaing dengan kompetitornya dan mempertahankan posisinya karena sebagai pelopor. langkah-langkah yang ditempuh untuk meningkatkan hubungan antara Perusahaan dan Pelanggan yaitu dengan membuat varian yang beragam dari pewangi dan pelembut molto, Detergent Rinso dan Pasta gigi Pepsodent, yang disertai program-program khusus untuk ibu-ibu rumah tangga dan keluarga. Dengan adanya langkah-langkah tersebut maka dapat dijadiakan sebuah alternatif untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Untuk mempertahankan eksistensi semua produk yang diproduksi oleh PT. Unilever
Indonesia
harus
memunculkan
ide
dan
alternativenya
selalu
diperbaharui, sehingga konsumen tidak akan bosan dan selalu loyal terhapap produk yang dihasilkan.
MARKET GROWTH PRODUK PT. UNILEVER
MARKET SHARE PRODUK PT. UNILEVER
DAFTAR PUSTAKA Putra, Yanuar Surya. 2013. Analisis matriks Boston Consulting Grup (BCG) Pada Sepeda Motor Merk Honda. Among Makarti, Vol.7 No.13. Salatiga Jawa Tengah. Noviar, Miswar Adi. 2012. Analisis Strategi Pemasaran Dengan Menggunakan Metode BCG (Boston ConsultingGroup) Pada CV. Agung Rejeki Firniture. Fakultas Teknik Industri : Universitas Muhammadiyah Surakarta. Oktayudianto, Pratama Ditya. 2011. Strategi Pemasaran Potensi Wisata Komplek Candi Dieng di Kabupaten Wonosobo Dengan Metode Analisis SWOT dan Benchmarking. Fakultas Teknik Industri : UniversitasMuhammadiyah Surakarta. Susilo, Andri. 2011. Analisis Kelayakan Warlaba Dan Pemasaran Dengan Menggunakan Metode BCG (Boston Consulting Group) (Studi Kasus : Warung Bakso Dan Mie Ayam Pak Dani Sine, Ngawi, Jawa Timur). Fakultas Teknik Industri : Universitas Muhammadiyah Surakarta