LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL DAN SOLIDA STERILISASI DAN PEMBUATAN SEDIAAN INJEKSI THIAMIN
OLEH: KELOMPOK 2
1. I GEDE BAYU SOMANTARA
(161094)
2. I GUSTI AYU ARYA DITHA SUARI
(161096)
3. NI PUTU SASMITA CLAUDIA
(161097)
4. I GEDE AGUS SUYOGA ADI PUTRA
(161098)
5. PUTU IKA DIVTA CANDRA DEVI
(161099)
AKADEMI FARMASI SARASWATI DENPASAR TAHUN AKADEMIK 2017/2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Sterilisasi juga dapat dikatakan sebagai usaha untuk membebaskan alat dari segala bentuk kehidupan. Keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Dalam bidang kesehatan maupun dalam pengerjaan penelitian atau praktikum, keadaan steril merupakan syarat utama berhasil atau tidaknya pekerjaan kita dilaboratorium. Adapun beberapa metode yang digunakan dalam sterilisasi yaitu pemanasan basah, pemanasan kering, pemanasan bertahap, perebusan, penyaringan, radiasi ionisasi,dan radiasi sinar ultraviolet. Pada sterilisasi alat metode yang sering digunakan yaitu sterilisasi panas kering dan panas basah. Pada sterilisasi panas basah alat yang digunakan yaitu autoklaf dengan suhu 110°C selama 20 menit sedangkan sterilitas panas kering menggunakan oven dengan suhu 100°C selama 15 menit. Sedangkan sterilisasi bahan dilakukan dengan metode yang sama yaitu menggunakan autoklaf, oven, serta radiasi sinar ultra violet. Pada saat pembuatan sediaan steril seperti injeksi dilakukan dengan sterilisasi filtrasi (penyaringan) yaitu saat penyaringan larutan dan dilakukan penutupan ampul di dalam LAF (Laminar Air Flow). Dalam melakukan sterilisasi tentunya dibutuhkan ruangan khusus, dimana ruangan steril dikategorikan ruang kelas I dan II atau sering disebut white area, grey area dan black area. Pada sediaan farmasi baik berupa sediaan padat, semi padat, maupun cair harus terbebas dari mikroorganisme, terutama pada sediaan steril seperti sediaan injeksi. Sediaan injeksi harus steril, karena dalam pemberiannya sediaan injeksi ini disuntikkan ke dalam jaringan tubuh, dimana obat akan langsung masuk ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir sehingga sterilitasnya harus terjamin baik dari segi alat yang digunakan maupun bahan yang terkandung. Sediaan ini dibuat atau diracik dengan melarutkan, mengemulsi, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam pelarut atau dengan menggunakan bahan atau zat yang isotonis, atau mempunyai tekanan yang sama dengan darah dan cairan tubuh yang lain dengan menggunakan Aqua Pro Injeksi sebagai zat pembawanya. Menurut
Farmakope Indonesia edisi IV sediaan parenteral digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu sediaan berupa larutan, sediaan padat kering, sediaan berupa suspensi dan emulsi.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu metode sterilisasi dengan pemanasan basah dan pemanasan kering? 2. Apa saja tahapan sterilisasi dengan pemanasan basah dan pemanasan kering? 3. Bagaimana cara melakukan sterilisasi alat dan bahan dengan pemanasan basah (autoklaf) dan pemanasan kering (oven)? 4. Bagaimana cara pembuatan sediaan steril volume kecil yang dikemas dalam ampul?
1.3 Tujuan Praktikum 1. Memahami metode sterilisasi dengan pemanasan basah dan pemanasan kering 2. Melakukan sterilisasi alat dan bahan dengan pemanasan basah (autoklaf) dan pemanasan kering (oven) 3. Mempelajari pembuatan sediaan steril volume kecil yang dikemas dalam ampul
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruangan Produksi Steril Ruangan produksi steril adalah tempat yang disiapkan secara khusus dari bahan-bahan dan tata bentuk yang harus sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (OB). Ruangan ini dipersiapkan untuk produksi obat steril, sehingga harus mempunyai syarat khusus. Obat atau bahan obat yang akan diproduksi harus mempunyai kepastian bahwa obat tidak terkontaminasi (pure). Menurut OB, ruangan steril dikategorikan ruang kelas I dan II atau sering disebut white area, yang harus memenuhi syarat jumlah partikel dan mikroba. Kelas I sebenarnya berada dalam ruangan kelas II, tetapi ruang kelas I memiliki alat LAF (Laminar Air Flow), yaitu alat yang menjamin ruangan dalam kondisi steril dan dipakai untuk pembuatan secara aseptik.( sucianti) Sebaliknya, ruangan produksi steril harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Bebas mikroorganisme aktif :Untuk mendapatkannya, udara yang ada di dalam ruangan disaring dengan HEPA filter agar mendapatkan udara yang bebas mikroorganisme dan partikel. b. Ada batasan kontaminasi dengan partikel c. Tekanan positif, yakni tekanan udara di dalam ruangan lebih besar daripada udara di luar, sehingga udara di dalam mengalir ke luar (udara di luar yang lebih kotor tidak dapat masuk ke dalam ruangan yang lebih bersih) d. Minimal terbagi atas tiga area, yaitu area kotor (black area), intermediate area (grey area) adapun penjelasan dari ketiga area ini adalah sebagai berikut : 1. Black area : Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi, area staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian black area (dengan penutup kepala). Pada daerah ini tidak perlu penanganan khusus baik udara maupun konstruksi bangunan. Contoh area ini adalah kantor, loker, gudang bahan baku, gudang obat jadi, gudang bahan pengemas primer dan sekunder, ruang
istrasi
gudang,
laboratorium kimia fisika.
ruang
pengemasan
sekunder,
dan
ruang
Daerah pengolahan produk steril harus dipisahkan dari daerah produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus. Ruangan harus bebas dari debu, dialiri udara yang melewati saringan bakteri. Saringan tersebut harus diperiksa pada saat pemasangan serta dilakukan pemeriksaan secara berkala. Syarat ruangan black area ini: a. Ruangannya tidak perlu steril. b. Ruangan dan alat tidak membutuhkan penangan yang khusus baik udara maupun kontruksi bangunan. c. Fungsi dari pembangunan area ini adalah sebagai tempat penyimpanan bahan baku obat, serta tempat dimana para karyawan bisa dengan leluasa melakukan tugas mereka tanpa adanya penangan khusus. d. Ruangan ini mempunyai kelembaban 45-75% dan temperatur 20-28°C. area ini tidak begitu memperhatikan penataan udara dikarenakan black area ini termasuk non steril. 2. Grey area : Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan gowning (pakaian dan sepatu grey). Grey area merupakan area produksi, dimana proses produksi berlangsung. Pada area ini kebebasan telah dikurangi, yaitu barang atau karyawan tidak bebas memasuki area ini. Dilakukan penganganan khusus terhadap udara, rancang bangun dan konstruksi ruangan, seperti lantai dan langit-langit tidak boleh bercelah dan tahan terhadap bahan kimia, dinding harus terbuat dari beton dan dicat dengan cat yang tahan dicuci, serta pintu dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu. (grey area) yang meliputi antara lain ruang penimbangan, ruang sterilisasi akhir, dan ruang evaluasi. Untuk ruangan grey area ini : a. Personal harus mencuci tangan dan kaki serta pakaian nya pun harus bersih. Untuk pakaian personel yaitu tidak berkantong, warna berbeda tiap bagian, tutup kepala, masker dan sarung tangan. b. Desain ruangan di butuhkan perlakuan khusus. Seperti penanganan khusus terhadap udara, rancang bangun dan kontruksi ruangan, seperti lantai dan langit-langit tidak boleh bercelah dan tahan terhadap bahan kimia.
Dinding harus terbuat dari beton dan di cat dengan cat yang tahan dicuci, seperti pintu dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu c. Kebebasan personal untuk masuk area ini sudah di kurangi d. Fungsi dari pembangunan area ini adalah sebagai tempat produksi obatobatan,di mna tempat ini sangat penting dari semua area yang ada, karena proses intinya ada di ruangan ini e. Kelembaban yang ada pada Grey Area adalah 45-75% (khusus unuk ruangan kapsul = 30-40%), mempunyai kelembaban 20-28°C. 3. White Area : Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku produksi steril, ruang mixing untuk produksi steril , background ruang filling , laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas partikel). White area merupakan area produksi untuk sediaan steril. Untuk memasuki white area, karyawan harus mencuci tangan dan kaki serta mengganti pakaian dari grey area dengan pakaian khusus yang steril. Peralatan yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu, demikian juga ruangan harus dibersihkan dengan desinfektan. Syarat ruangan white area: a. Ruangan harus steril. b. Peralatan dan pakaian yang digunakan harus steril. pada ruangan ini pakaian kerjanya model celana/baju terusan, sepatu, tutup kepala, masker dan sarung tangan. c. Karyawan yang akan memasuki area harus bersih dan steril. d. Ruangan mempunyai rancangan khusus, seperti tembok dengan cat yang tahan dicuci, pintu dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu. e. Udara dari luar tidak boleh memasuki ruangan. Menggunakan sanitasi udara f. White Area ini harus mempunyai kelembaban 44-45°C, temperaturnya 1625%. 2.2 Sterilisasi Menurut Farmakope Indonesia Edisi III sterilisasi adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen /
non patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat). Secara umum metode pembuatan sediaan steril dibagi menjadi 2 : metode sterilisasi akhir dan metode aseptis. Pemilihan metode disesuaikan dengan stabilitas zat aktif, formula dan metode sterilisasi yang digunakan. Cara-cara sterilisasi yaitu : 1. Sterilisasi dengan pemanasan secara kering Menurut FI. Edisi III ,Pemanasan secara kering ; Oven pada suhu 150º selama satu jam dengan udara panas. Ciri-ciri pemanasan kering : a. Yang dipanaskan adalah udara kering b. Proses pembunuhan mikroba berdasarkan oksidasi O2 udara c. Suhu yang digunakan lebih tinggi, kira-kira 180o. d. Waktu yang diperlukan lebih lama, antara 1 jam sampai 2 jam, kecuali pemijaran. e. Digunakan untuk sterilisasi bahan obat / alat yang tahan pemanasan tinggi.
Alat yang digunakan yiatu : Oven adalah lemari pengering dengan dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan lubang tempat keluar masuknya udara, dipanaskan dari bawah dengan gas atau listrik.
Bahan / alat yang dapat disterilkan dengan cara kering : Alat-alat dari gelas (gelas kimia, gelas ukur, pipet ukur, erlemeyer, botol-botol, corong), bahan obat yang tahan pemanasan tinggi (minyak lemak, vaselin).
2. Sterilisasi dengan pemanasan secara basah Menurut Fl.ed.. IV adalah proses sterilisasi thermal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121o. Kecuali dinyatakan lain, berlangsung di suatu bejana yang disebut otoklaf, dan mungkin merupakan uap air beserta krannya, termometer, pengatur tekanan udara, klep pengaman. Ciri-ciri pemanasan basah 1. yang dipanaskan adalah air menjadi uap air. 2. proses pembunuhan mikroba berdasarkan koagulasi / penggumpalan zat putih telur dari mikroba tersebut. 3. waktu yang diperlukan lebih singkat, kira-kira 30 menit.
4. suhu yang diperlukan lebih rendah, maksimal 121º (dalam otoklaf). 5. digunakan pada sediaan injeksi dengan pembawa berair. Cara bekerja : 1. Tuangkan air suling secukupnya ke dalam tubuh sterilisator. 2. Taruhlah bahan-bahan yang akan disterilkan di dalam sterilisator 3. Tutup sterilisator, kencangkan setiap dua mur yang letaknya berlawanan secara serentak. 4. Bukalah pengatur klep pengaman. Pasanglah pamanasnya. 5. Bila uap air mulai keluar dengan deras, tutuplah klep pengaman dengan cara mendorong pengaturnya ke bawah sehingga posisinya mendatar, tekanan di dalam sterilisator akan naik dan dapat dibaca pada alat pengukur tekanan. 6. Sterilkan bahan-bahan dengna cara mempertahankan tekanan 1 atm selama waktu yang ditentukan. 7. Pada akhir proses, matikan pemanasan dan tunggulah sampai tekanan kembali nol. 8. Bila alat pengukur tekanan telah menunjukkan angka nol dan suhu telah turun sampai jauh di bawah 100o C, bukalah pengatur klep pengaman dengan cara meluruskannya untuk mengeluarkan sisa uap yang tertinggal di dalam. Kendurkan mur, lepaskan baut-bautnya, putar tutupnya dan angkat. 9. Setelah selesai menggunakan sterilisator, buanglah air yang tersisa di dalamnya dan keringkan baik-baik semua bagiannya
Alat yang digunakan semacam dandang. Alat yang akan disterilkan harus dimasukkan setelah mendidih dan kelihatan uapnya keluar.
Keuntungan : uap air yang mempunyai daya bakterisida lebih besar jika dibanding dengan pemanasan kering karena mudah menembus dinding sel mikroba dan akan menggumpalkan zat putih telurnya.
3. Sterilisasi untuk ruangan Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara :Disemprot dengan larutan bakterisida kemudian didiamkan beberapa waktu. Udara diisap dan diganti dengan udara yang sudah steril (dilewatkan melalui penyaring udara). Zat yang digunakan :
uap formaldehida
Campuran 1 bagian etilen oksida dan 9 bagian gas karbondioksida (CO2) , dapat dipanaskan hingga suhu 60o. Jika hanya etilen oksida saja dengan udara akan mudah terbakar atau meledak.
4. Sterilisasi dengan cara penyinaran Menurut Fl.ed.IV Sterilisasi dengan radiasi ion, Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. Pada kedua jenis ini, dosis yang menghasilkan derajat jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang disterilkan dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad (Mrad) radiasi yang diserap, tetapi dalam beberapa hal, diinginkan dan dapat diterima penggunaan dosis yang lebih rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir. Untuk mengukur serapan radiasi dapat menggunakan alat Dosimeter kimia. Cara ini dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan khawatir tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan sterilisasi ini adalah raktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur serta variabel yang dikendalikan lebih sedikit. a. Dengan sinar ultra violet (u.v)Pada gelombang 200-2600 Ao dapat membunuh mikroba patogen, spora, virus, jamur, ragi, bekerja efektif jika langsung menyinari bahan yang disterilkan. Digunakan untuk mensterilkan ruangan; udara, obat suntik. Pekerja perlu dilindungi dari sinar u.v karena dapat mempengaruhi kulit dan mata. Perlu kaca mata pelindung. b. Dengan sinar gamma, Digunakan isotop radio aktif, misalnya cobalt c. Dengan sinar X dan sinar Katoda, Sinar X dan elektron-elektron dengan intensitas tinggi mempunyai sifat dapat mematikan mikroba. Yang disterilkan : Penisilin-Na, Stereptomycin sulfat, Hidrolisat protein, Hormon pituitarium 5. Sterilisasi Akhir Metode sterilisasi akhir merupakan proses sterilisasi yang dilakukan setelah sediaan selesai dikemas, untuk selanjutnya dilakukan sterilisasi, jenis metode sterilisasi yang sering digunakan adalah metode sterilisasi panas lembab menggunakan autoklaf, namun sterilisasi akhir dapat dilakukan dengan berbagai metode (panas kering, filterisasi, EM, pengion, gas, dsb), pertimbangan untuk memilih metode sterilisasi yang sesuai adalah dengan mempertimbangkan kestabilan bahan dan zat yang
terhadap panas atau kelembaban (Stabilitas, Kompatibilitas dan Efektifitas serta Efisiensi dengan zat-zat dalam sediaan). ( Saptaning, 2013)
2.3 Injeksi Injeksi merupakan sediaan steril yang diberikan secara parenteral menggunakan alat suntik, dapat berupa larutan, suspensi, emulsi, atau serbuk yang harus dilarutkan dahulu sebelum diberikan . sediaan injeksi dalam dikemas dalam bentuk ampul atau vial. a. Ampul adalah wadah untuk injeksi takaran tunggal (satu kali injeksi) yang terbuat dari bahan gelas , berbentuk silindris dengan ujung runcing dan dasar datar. Ampul digunakan dengan cara dipatahkan bagian lehernya b. Vial adalah wadah untuk injeksi takaran tunggal atau ganda yang terbuat dari bahan gelas, berbentuk botol dengan penutup karet yang disegel dengan sejenis logam. Vial dibuka dengan cara merobek bagian segel logamnya, kemudian penutup karetnya ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap caira injeksi. ( lestari, 2017); Adapun keuntungan dari sediaan injeksi ini adalah sebagai berikut : 1. Bekerja cepat setelah disuntikkan 2. Dapat digunakan apabila obat rusak oleh adanya cairan lambung atau obat merangsang lambung maupun tidak diabsorbsi secara baik oleh cairan lambung 3. Kemurnian dan takaran atau dosis zat khasiat lebih terjamin 4. Dapat digunakan depo terapi Adapun kerugian dari sediaan injeksi ini adalah sebagai berikut : 1. Karena bekerja cepat , jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan 2. Cata pemberian lebih sukar , karena harus memakai tenaga medis khusus 3. Kemungkinan terjadi infeksi pada bekas suntikan 4. Secara ekonomi lebih mahal di banding dengan sediaan yang digunakan peroral
BAB III HASIL PRAKTIKUM
3.1 Formulasi R/ Thiamin HCl
1%
NaCl
0.65%
Aqua pro injeksi ad
100 ml
3.2 Perhitungan Bobot dan Dosis 1. Aqua pro injeksi yang digunakan v
= (n+2) v’ = (5+2) x 1 = 7 ml ~ 10 ml Jadi, aqua pro injeksi yang digunakan adalah sebanyak 10ml
2. Perhitungan dan penimbangan bahan Thiamin HCl 1%
10𝑚𝑙
= 1 gram x 100𝑚𝑙 = 0.1 gram = 100mg
NaCl 0.65%
10𝑚𝑙
= 0.65 gram x 100𝑚𝑙 = 0.65 gram = 65 mg
3. Penentuan larutan Isotonis a. NaCl Isotonis ~ NaCl 0.9% 0,9 𝑔
= 100𝑚𝑙 x 10 ml = 0.09 gram b. Thiamin HCl 1% ~ Thiamin 0.25 = 0.1 g x 0.25 = 0.025 g c. Pembuktian NaCl Isotonis
= 0.09 – 0.025 = 65 mg
3.3 Hasil Pengamatan 1. Sterilisasi alat-alat dengan autoklaf a. Waktu pemanasan
: Pukul 08.37-09.57
(72 menit)
b. Waktu pengeluaran udara
: Pukul 10.27-10.32
(5 menit)
c. Waktu menaik
: Pukul 09.45-09.57
(12 menit)
d. Waktu kesetimbangan
: Pukul 09.57-09.59
(2 menit)
e. Waktu pembinasaan
: Pukul 09.57-10.17
(20 menit)
f. Waktu tambahan jaminan sterilitas : Pukul 10.17-10.27
(10 menit)
g. Waktu menurun
: Pukul 10.27-10.32
(5 menit)
h. Waktu pendinginan
: Pukul 10.27-10.36
(9 menit)
Proses sterilisasi berlangsung dari pukul 08.00-10.40
(135 menit)
2. Sterilisasi Akhir sediaan Injeksi Thiamin HCl 1% dengan autoklaf a. Waktu pemanasan
: Pukul 08.00-09.30
(90 menit)
b. Waktu pengeluaran udara
: Pukul 09.30-09.37
(7 menit)
c. Waktu kesetimbangan
: Pukul 09.37-09.47
(10 menit)
d. Waktu pembinasaan
: Pukul 09.47-10.12
(25 menit)
e. Waktu tambahan jaminan sterilitas : Pukul 10.12-10.25
(12,5 menit)
f. Waktu menurun
: Pukul 10.25-10.30
(5 menit)
g. Waktu pendinginan
: Pukul 10.30-10.40
(10 menit)
Proses sterilisasi berlangsung dari pukul 08.37-10.36
(159,5 menit)
3. Hasil sterilisasi akhir dan uji kebocoran dari sediaan injeksi Thiamin pada kelompok kami dengan menggunakan sterilisasi panas basah (autoklaf) menunjukkan 1 ampul mengalami kebocoran dan 4 ampul sudah tertutup dengan baik.
BAB IV PEMBAHASAN Sterilisasi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan dan membinasakan semua alat dan media dari gangguan organisme mikroba, termasuk virus, bakteria dan spora dan fungi beserta sporanya. Sterilisasi sangat penting dilakukan dalam pembuatan sediaan-sediaan steril seperti sediaan injeksi. Dalam praktikum ini dilakuakn pembuatan sediaan steril berupa injeksi thiamin 1%. Semua alat dan bahan dari pembuatan sediaan ini harus disterilkan. Sterilisasi yang dilakukan dalam praktikum ini memanfaatkan dua metode sterilisasi berupa sterilisasi secara panas basah dan panas kering. Sterilisasi secara panas basah menggunakan autoclave, sterilisasi dengan autoclave digunakan untuk mentserilkan alat serta bahan yang tahan terhadap panas. Sementara itu penggunaan metode sterilisasi dengan panas kering yang memanfaatkan oven pada suhu tertentu digunakan untuk bahan yang bersifat lebih tahan panas (Ayuhastuti, 2016). Dari sterilisasi yang dilakukan dicatat waktu-waktu tertentu pada proses sterilisasi yang meliputi waktu pemanasan, pengeluaran udara, menaik, kesetimbangan, pembinasaan, tambahan jaminan sterilitas, menurun dan pendinginan. Waktu tersebut penting untuk diperhatikan karena dari hasil waktu yang diperoleh dapat diketahui potensi sterilitas dari alat atau bahan yang disterilkan, selain itu dengan adanya catatan waktu tersebut bisa diketahui pula kondisi dari alat yang digunakan untuk steriliasasi. Pada praktikum ini terlihat waktu pemanasan dari autoclave membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 72 menit. Hal ini dapat disebabkan karena adanya pengaruh dari autoclave itu sendiri, bisa saja disebabkan kondisi yang kurang baik dari autoclave tersebut seperti adanya kebocoran atau mungkin hantaran panas serta uap yang tidak merata dari autoclave sehingga naiknya suhu menjadi terhambat dan cenderung lama. Pada saat yang bersamaan juga dilakukan sterilisasi dengan panas kering menggunakan oven. Dipilih alat-alat yang karakteristiknya memang tahan terhadap suhu dari oven kemudian dilakukan pemanasan (sterilisasi), sama dengan autoclave, oven juga membutuhkan waktu yang lama untuk pencapaian waktu pemanasan. Adapun penyebabnya kemungkinan disebabkan oleh kondisi oven yang kurang baik sehingga capaian suhu target lebih lama membutuhkan waktu. Idealnya capaian suhu pemansan yang ditempuh autoclave berkisar antara 15-30 menit, sedangkan oven memang cukup bervariasi tergantung dari jenis oven yang digunakan, namun rata-rata oven dapat mencapai suhu target berkisar pada waktu 45 menit (Ayuhastuti, 2016).
Setelah alat dan bahan disterilisasi kemudian dilakukan pembuatan sediaan injeksi thiamin dengan konsentrasi 1%. Tujuan suatu sediaan ini dibuat steril, karena sediaan akan berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran cerna. Diharapkan dengan kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. sediaan injeksi thiamin HCl (vitamin B1) dibuat dengan pembawa air. Pembawa yang digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi ini adalah larutan air dikarenakan kelarutan thiamin HCl, yaitu mudah larut dalam air sehingga dapat dibuat sediaan larutan yang larut dalam air (Farmakope Edisi III, 1979). Pemberian Thiamin HCL atau Tiamin Hidroklorida yaitu hablur atau serbuk hablur, berbau khas lemah, jika bentuk anhidrat terpapar udara dengan cepat menyerap air lebih kurang 4%, melebur pada suhu lebih kurang 248º disertai peruraian. Dan memiliki kelarutan mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam eter dan dalam benzene. NaCl (Natrium Klorida) mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan. Pemerian NaCl yaitu hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, rasa asin dengan kelarutan mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol. Aqua pro injeksi, atau air steril untuk injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya. Pemerian Aqua pro injeksi yaitu cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau (Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995). Sediaan injeksi
dibuat dengan wadah
ampul (volume 1 ml), jika diberikan
berdasarkan formula tersebut, dosis yang diberikan ialah 10 mg/ampul . Sebelumnya telah dihitung NaCl sudah isotonis atau tidak, dengan melakukkan pengurangan kadar NaCl 9% dengan penyetaraan jumlah thiamin pada formulasi, setelah dilakukan perhitungan ternyata NaCl yang kita gunakan sudah isotonis yaitu didapatkan hasil 0,065 gram sesuai dengan jumlah thiamin yang dicantumkan pada formulasi awal. Thiamin HCl merupakan bahan yang tidak tahan pemanasan dan akan terurai, sehingga dengan pertimbangan tersebut akan dilakukan dengan metode aseptis. Metode aseptis dibuat dengan menjaga kemungkinan terkontaminasinya sediaan dengan mikroorganisme pada saat pembuatan. Sediaan injeksi tidak boleh mengandung partikulat sehingga sebelum dimasukkan ke dalam wadah ampul, sediaan harus terlebih dahulu disaring. Sedapat mungkin injeksi ini dibuat isotonis dengan cairan tubuh ataupun hipertonis dalam keadaan tertentu. Perlunya sediaan injeksi ini isotonis ataupun hipertonis agar pada saat penyuntikan tidak menimbulkan rasa nyeri (Ansel,1989).
Setelah didapatkan sediaan yang isotonis dan sesuai dosis, selanjutnya dilakukan penimbangan bahan, pembuatan injeksi vitamin B1 dengan menimbang vitamin b1 sebanyak 0,1 gram (100 mg) ditambah dengan NaCl 0,065 gram (65 mg) . Setelah bahan-bahan ditimbang, Thiamin HCl dan NaCl dilarutkan dalam aqua pro injeksi ad 100 ml di dalam LAF. Aqua pro injeksi merupakan air yang dapat digunakan untuk pembuatan sediaan parenteral steril, memiliki kualitas atau kemurnian yang tinggi dan telah melalui proses penyulingan, telah didestilasi 6x proses destilasi yang dapat menghilangkan kontaminan organik/non organik, termasuk pirogen. Setelah dilarutkan, di masukkan ke dalam erlenmeyer melalui corong kaca yang diisi kertas saring. Setelah disaring dimasukkan ke dalam ampul, disini membuat sediaan injeksi sebanyak 5 ampul. Proses selanjutnya adalah melakukan sterilisasi akhir pada sediaan yang sudah jadi. Ampul dipersiapkan untuk dimasukkan kedalam autoclave pada suhu 121 oC selama 30 menit, kelima ampul diletakkan kedalam beaker glass dengan posisi terbalik dengan beralaskan kapas dibagian bawahnya. Hal ini bertujuan untuk melihat apabila ada ampul yang mengalami kebocoran saat sterilisasi. Kebocoran dari ampul akibat dari tidak optimalnya saat penutupan ampul dengan api akan terlihat dari sterilisasi akhir ini. Bahkan apabila ada ampul yang kurang baik kualitasnya, ampul tersebut dapat pecah setelah melalui proses sterilisasi ini. Beberapa kejadian tersebut dapat disebabkan oleh proses pemanasan ujung ampul untuk menutup ujung ampul tersebut yang kurang maksimal, sehingga pada saat proses penutupan ujung ampul ini dibutuhkan tenaga yang teliti dan sigap dalam bekerja. Setelah disterilisasi akhir kemudian dilakukan tahapan evaluasi dengan cara diuji sifat fisiknya yang meliputi uji keseragaman volume, kebocoran dan kejernihan. Uji keseragaman volume dilakukan secara visual (mata pengamat) dimana pada saat pengisian semua ampul secara kasat mata telah terisis secara seragam yaitu sebanyak 1 ml, namun ada satu ampul yang agaknya terlihat berbeda karena menggunakan wadah ampul yang lebih besar dari yang lainnya, namun pada pengisian dengan mikropipet sudah tepat 1 ml. Selanjutnya adalah uji kejernihan dilakukan dengan pengamatan secara visual kasat mata, hasil pengamatan menunjukkan sediaan tidak terdapat partikel asing sehingga larutannya cenderung jernih. Kemudian pengujian selanjutnya adalah uji kebocoran, dilakukan dengan posisi terbalik, kepala ampul diposisi bawah, diletakan pada beaker glass yang diisi kapas pada dasar beaker, dilihat apakah terjadi kebocoran atau tidak dan pada kapas dilihat apakah ada rembesan air atau tidak. Hasil pengamatan yang diperoleh bahwa terjadi kebocoran pada 1 sediaan injeksi vitamin B1, hal ini bisa saja dikarenakan pada saat penutupan ujung ampul dengan cara pembakaran tidak sempurna sehingga ada bagian yang tidak tertutup rapat.
BAB V KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya: 1. Metode sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, salah satunya yaitu menggunakan sterilisasi panas basah dengan autoklaf pada suhu 110ºC selama 20 menit atau 121ºC selama 15 menit. 2. Dalam praktikum ini alat-alat yang digunakan disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 110ºC selama 25 menit dengan total waktu yang dibutuhkan dari awal pemanasan sampai pendinginan yaitu 2 jam 18 menit (138 menit). 3. Pada praktikum ini dibuat sediaan injeksi dengan formulasi yaitu Thiamin 1%, NaCl 0,65% dan aqua pro injeksi 10 ml yang kemudian dimasukkan ke dalam ampul 1 ml menggunakan mikropipet. Setelah selesai dikemas kemudian disterilkan kembali menggunakan autoklaf untuk memastikan sediaan tersebut terjaga sterilitasnya serta untuk mengetahui ada atau tidaknya sediaan yang bocor. 4. Sediaan yang dibuat pada saat praktikum yaitu sebanyak 5 dan 1 diantaranya mengalami kebocoran, secara visual semua volume sediaan dalam ampul telah seragam, dan tampilan dari sediaan jernih tanpa ada pengotor atau partikel tidak larut.
LAMPIRAN
Serbuk Vitamin B1
Serbuk NaCl
Aqua Pro Injeksi
Penimbangan Vit. B1
Penimbangan NaCl
Pengukuran Aqua Pro Injeksi
Pencampuran Vit. B1 dengan Aqua Pro Injeksi
Pencampuran NaCl dengan
Pencampuran Larutan Vit.
Aqua Pro Injeksi
B1 dan Larutan NaCl
Penyaringan Campuran
Pemipetan Campuran
Larutan Vit. B1 dan NaCl
Larutan Vit. B1 dan NaCl
Sterilisasi Sediaan Injeksi
Sediaan Injeksi yang Diperoleh
Penutupan Ampul
DAFTAR PUSTAKA Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat Ayuhastuti, 2016. Praktikum Sediaan Steril Komprehensif. Jakarta Selatan : Pusdik SDM Keshatan. Departemen Kesehatan, Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan, Farmakope Indonesia Edisi keempat. 1959. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Lestari, Bayu, dkk.2017. Buku Ajar Farmakologi Dasar. Jakarta : UB Press Saptaning, Agustina. 2013. Ilmu Resep untuk SMK Farmasi. Jakarta : EGC. Suciati Tri. Layout dan Alur Kerja Laboratorium Steril. Bandung: ITB (Online)