adilah pembaca dan pengcopy yang baik dengan mencantumkan sumber yang anda ambil . budayakan tidak untuk menjadi plagiat/plagiator. terima kasih sudah berkunjung dan beretika dalam berblog. (Elfian Permana) LAPORAN PEMBUATAN PAKAN IKAN I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya ikan terutama dalam energi ikan dalam melakukan aktifitas,berkembang,reproduksi dll. Dialam ikan dapat memenuhi kebutuhan makanannya dengan pakan yang tersedia di alam.pakan yang berasal dari alam selalu sesuai dengan selera ikan (hany, 2010) . Tetapi di lingkungan budidaya ikan tidak bisa memilih ikan tergantung kepada pakan buatan. pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari berbagai macam bahan baku hewani dan nabati dengan memperhatikan kandungan gizi, sifat dan ukuran ikan yang akan mengkonsumsi pakan tersebut dengan cara dibuat oleh manusia dengan bantuan peralatan pakan (gusrina, 2003). Presentasi biaya operasional dalam budidaya yaitu 50-70 %, pakan di butuhkan dalam usaha budidaya ikan dapat berasal dari pakan alami,terutama Pembesaran ikan intensif yaitu pembesaran ikan yang dalam proses pemeliharaannya mengandalkan pakan buatan dalam pemberian pakannya serta dilakukan pada wadah yang terbatas dengan kepadatan maksimal. buatan Seperti diketahui bahwa pakan buatan harus mengandung energi lebih dari 3000 kilokalori agar dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi ikan budidaya (gusrina 2003). Oleh karena itu harus dibuat suatu manajemen pakan yang baik agar pakan yang digunakan benar efesien dan efektif terutama dalam penyusunan nutrisi pada ikan. Dalam pengeturan nutrisi ikan membutuhkan protein 20-60 % , karbohidrat (30 %) , lemak (4-8 %) vitamin dan mineral Dalam zat – zat sesuai dengan kebutuhan ikan. dalam hal itu penyusunan formulasi bahan baku pembuatan ada 5 metode yaitu metode square, metode aljabar , metode linier , metode try and error (coba-coba). Terutama dalam metode square merupakan metode yang diciptakan oleh seseorang yang bernama pearsons dalam pembuatan pakan ahlo ternak dan dengan menggunakan kotak dengan pembagian protein , protein basal dan suplemen. Protein Basal, yaitu bahan baku pakan ikan, baik yang berasal dari nabati, hewani dan limbah yang mempunyai kandungan protein kurang dari 20%. Protein Suplement, yaitu bahan baku pakan ikan, baik yang berasal dari nabati, hewani dan limbah yantg mempunyai kandungan protein lebih dari 20%.
1.2 Tujuan
Mengetahui pembuatan pakan Mengetahui formulasi pakan Mengetahui dengan menggunakan metode persons square
II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Pakan Pakan adalah makanan / asupan yang diberikan kepada hewan (peliharaan). Istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhluk hidup . Zat yang terpenting dalam pakan adalah protein . Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang . Hal Penting Mengenai Pakan Hal yang harus diperhatikan dalam mengenai pakan yaitu pakan tidak boleh disimpan dalam 2 minggu, tempat penyimpanan pakan sebaiknya kering (tidak lembap). Apabila pakan dibeli di pabrik sebaiknya dipastikan pabrik tersebut memproduksi pakan dengan kualitas yang baik . Kualitas pakan dapat menentukan kualitas ternak . Jika pakan disimpan dalam wadah, sebaiknya wadah tersebut ditutup rapat dan tidak ada udara yang masuk . Pakan yang terkontaminasi udara lembap akan berjamur . Fungsi pakan Bagi semua maklukh hidup, pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan . Selain itu, pakan juga dapat digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan warna dan rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya yaitu sebagai pengobatan, reproduksi, perbaikan metabolisme lemak dll . Namun pemberian pakan berlebih dapat membuat hewan peliharaan menjadi rentan terhadap penyakit, produktifitasnya pun akan menurun . Macam-Macam Pakan Pada industri peternakan masa kini, pakan yang diberikan biasanya berupa campuran dari bahan alami dan bahan buatan (komposisi) yang telah ditingkatkan kandungan gizinya. salah satunya yaitu yang berasal dari limbah perkebunan. Kadang- kadang pada pakan ditambahkan pula hormon dan vitamin tertentu untuk memacu pertumbuhan ternak dan membebaskannya dari stress .
2.1.1 Pakan buatan Pakan Buatan Pakan buatan adalah pakan yang disiapkan oleh manusia dengan bahan dan komposisi tertentu yang sengaja disiapkan oleh manusia . Pakan buatan bersifat basa, seperti bentuk pasta atau emulsi (cairan pekat), tidak perlu disimpan. Jenis pakan basah sebaiknya dihabiskan dalam satu kali pemberian /aplikasi karena pakan jenis ini mudah rusak jenis kandungannya. Namun bila memang harus disimpan, sebaiknya disimpan dalam ruangan pendingin (lemari es), itu pun tidak bisa terlalu lama, hanya 2 s.d 3 hari. Jika terlalu lama disimpan, kualitas pakan turun dan tidak bagus untuk dikonsumsi . Bahan baku yang digunakan untuk menentukan kualitas pakan buatan harus memenuhi beberapa syarat diantaranya , bernilai gizi, mudah dicerna, tidak mengandung racun, mudah diperoleh, dan bukan merupakan kebutuhan pokok manusia . Golongan Pakan Buatan Pakan buatan dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu pakan lengkap (complete feed) dan pakan suplemen (suplemental feed) . Pakan lengkap adalah pakan yang diformulasi sedemikian rupa sehingga memiliki semua vitamin esensial dalam jumlah yang diperlukan oleh ternak. Pakan ini lebih ditujukan untuk memberikan pertumbuhan normal pada hewan yang tidak mendapatkan suplai vitamin dari pakan alami. Pakan suplemen adalah pakan yang diformulasi sedemikian rupa hingga mengandung protein dan energi yang memadai, tetapi mungkin kekurangan mikronutrien tertentu. Keuntungan Pakan Buatan Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan pakan buatan, diantaranya yaitu, bahan baku pakan dapat berupa limbah industri pertanian, perikanan, peternakan, dan makanan yang bernilai ekonomi rendah, tetapi masih mengandung nilai gizi yang cukup tinggi. Pakan buatan juga
dapat disimpan dalam waktu relatif lama, tanpa terjadi perubahan kualitas yang drastis. Dengan demikian kebutuhan pakan dapat terpenuhi setiap saat. Selain itu pakan buatan juga dapat mengubah warna dan rasa, contohnya pada ikan . Penambahan lemak pada jumlah tertentu menjadikan daging ikan bertambah gurih . Selain itu pemberian kepompong ulat sutera dapat memperbaiki aroma daging ikan . Penambahan ekstrak bunga marigold ke dalam pakan, seperti banyak yang dilakukan oleh petani di Jepang, dapat menghasilkan aroma daging ikan yang lebih baik dan warna yang lebih menarik Tingkat kebutuhan protein optimal (% berat kering pakan) pada beberapa jenis ikan budidaya (Millamena, 2002)
2.2. Tepung Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan (Sofiya 2006). Tepung (bila dilihat di bawah mikroskop) akan terlihat zat tepung yang terdiri atas granula yang berbeda. Tepung dibuat dari jenis padi-padian dan umbi-umbian yang melalui proses beberapa tahap sampai menjadi tepung yang kering. Tepung tidak larut dalam air sehingga tepung akan mengendap di dalam air, dan bila dipanaskan sambil diaduk-aduk akan mengembang dan mengental. Prose ini disebut “gelatinasi” (Soejoetu 1998). Tepung mulai mengetal pada suhu 64-720 C Celcius. Setelah melampaui suhu 1090 Celcius, tepung akan betul-betul matang. Makin tinggi konsentrasi larutan tepung, makin cepat mengental meskipun belum semua granula pecah. Jadi, masih ada rasa mentah, berarti belum semua bagian matanf. Bila membuat bubur tepung kurang cukup cairan, dan pengaduknya kurang sempurna, butir-butir granula menjadi keras dan liat, tidak rata atau menggumpal. Jika dimasak dengan air, tepung tapioka (tepung kanji, tepung aci), tepung kentang dan tepung maizena serta tepung hungkue akan menjadi bubur kental dan bening, lebih jernih daripada bubur dari tepung beras atau tepung terigu.(Soejoeti 1998).
2.2.1 Tepung Ikan Tepung Ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling. Kegunaan utama tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pada makanan ternak. Tepung ikan yang bermutu baik harus bebas dari kontaminasi serangga. Jamur, mikroorganisme pathogen. Dalam susunan makanan ternak, tepung ikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan terutama ternak ayam dan babi selain itu juga sebagai komponen makanan ikan. Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifatsifat sebagai berikut : butiran – butirannya harus seragam bebas dari sisa – sisa tulang, mata ikan dan benda asing, warna halus bersih, seragam, serta bau khas ikan amis (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
2.2.2 Tepung kedelai
Tepung Kacang Kedelai adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tepung Kacang Kedelai mengandung energi sebesar 347 kilokalori, protein 35,9 gram, karbohidrat 29,9 gram, lemak 20,6 gram, kalsium 195 miligram, fosfor 554 miligram, dan zat besi 8 miligram. Selain itu di dalam Tepung Kacang Kedelai juga terkandung vitamin A sebanyak 140 IU, vitamin B1 0,77 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Tepung Kacang Kedelai, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %. Informasi Rinci Komposisi Kandungan Nutrisi/ Gizi Pada Tepung Kacang Kedelai : Nama Bahan Makanan : Tepung Kacang Kedelai Nama Lain / Alternatif : Tepung Kacang Kedele Banyaknya Tepung Kacang Kedelai yang diteliti (Food Weight) = 100 gr Bagian Tepung Kacang Kedelai yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 100 % Jumlah Kandungan Energi Tepung Kacang Kedelai = 347 kkal Jumlah Kandungan Protein Tepung Kacang Kedelai = 35,9 gr Jumlah Kandungan Lemak Tepung Kacang Kedelai = 20,6 gr Jumlah Kandungan Karbohidrat Tepung Kacang Kedelai = 29,9 gr Jumlah Kandungan Kalsium Tepung Kacang Kedelai = 195 mg Jumlah Kandungan Fosfor Tepung Kacang Kedelai = 554 mg Jumlah Kandungan Zat Besi Tepung Kacang Kedelai = 8 mg Jumlah Kandungan Vitamin A Tepung Kacang Kedelai = 140 IU Jumlah Kandungan Vitamin B1 Tepung Kacang Kedelai = 0,77 mg Jumlah Kandungan Vitamin C Tepung Kacang Kedelai = 0 mg.
2.2.3 Tepung Jagung Tepung jagung Tepung jagung, pati jagung, atau tepung maizena adalah pati yang didapatkan dari endosperma biji jagung. Tepung jagung merupakan bahan makanan populer yang biasa digunakan sebagai bahan pengental sup atau saus, dan digunakan untuk membuat sirup jagung dan pemanis lainnya.Sejarah Hingga tahun 1850, tepung jagung paling banyak digunakan untuk mencuci pakaian dan proses industri. Pemanfaatan Tepung jagung digunakan sebagai bahan pengental pada makanan berbasis cairan (seperti sup). Tepung jagung dapat membentuk adonan ketika dicampur dengan air dingin. Nugget ayam menggunakan tepung jagung untuk meningkatkan penyerapan minyak dan kerenyahan ketika penggorengan. Tepung jagung dapat diolah menjadi bioplastik. Tepung jagung juga digunakan sebagai bahan anti lengket pada proses transportasi gula dan produk yang terbuat dari lateks, termasuk kondom dan sarung tangan medis.Proses pembuatan Jagung direndam air hangat selama 30 hingga 48 jam yang memfermentasikannya sedikit. Lembaga atau inti biji jagung dipisahkan dan endosperma dihancurkan lalu dilarutkan dalam air untuk mendapatkan patinya. Setelah itu, pati dipisahkan dengan cara sentrifugasi, lalu dikeringkan. Produk samping dari proses ini dapat dijadikan pakan hewan ternak, bahan baku minyak jagung, dan sebagainya. Pati jagung dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.
2.2.4 Dedak Halus Dedak Halus Dedak adalah limbah dari proses penggilingan padi yang tidak menjadi butiranbutiran beras, ada yang menjadi kasar dan ada yang halus, keduanya kalau dicampur air yang kasar terasa banyak sekali serat, sebaliknya yang halus seperti bubur kenyal, keduanya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak bebek , pakan tambahan ikan dll.
2.2.5 Vitamin Vitamin berasal dari kata vitamin yang berarti zat hidup (vital) yang mengandung N (amine) atau disebut juga biokatalis. Vitamin merupakan senyawa organik dengan berat molekul rendah (berat molekulnya biasanya kurang dari 1000) dengan komposisi dan fungsi yang
beragam yang sangat penting bagi kehidupan tetapi tidak dapat disintesis oleh tubuh. Vitamin termasuk kedalam komponen pelengkap yang mana kehadirannya dalam makanan sangat diperlukan untuk menormalkan pertumbuhan dan perawatan kesehatan dan ketidakcukupan dalam bahan makanan dapat mengakibatkan pengembangan kondisi specific pathologic.
2.2.6 Mineral Mineral merupakan unsur anorganik yang dibutuhkan oleh organisme perairan (ikan) untuk proses hidupnya secara normal. Ikan sebagai organisme air mempunyai kemampuan untuk menyerap beberapa unsur anorganik ini, tidak hanya dari makanannya saja tetapi juga dari lingkungan. Jumlah mineral yang dibutuhkan oleh ikan adalah sangat sedikit tetapi mempunyai fungsi yang sangat penting. Dalam penyusunan pakan buatan mineral mix biasanya ditambahkan berkisar antara 2 – 5% dari total jumlah baha baku dan bervariasa bergantung pada jenis ikan yang akan mengkonsumsinya.
2.3. Analisis Proksimat Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan nutrien secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Metode ini dikembangkan oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment Station di Jerman pada tahun 1865 (Tillman et al., 1991). Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total, lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan mikronutrien difokuskan pada provitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al., 1996). Analisis vitamin A dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan produk hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar tampak (Winarno, 1997). Tabel 6.7. Hasil analisa proksimat bahan baku (Mllamena et al, 2000).
2.3.1 Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Haryanto 1992). Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno 2004). Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 – 110 °C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kdangkadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan ke dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan (Winarno 2004).
2.3.2. Abu Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600o C sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).
2.3.3. Serat Kasar Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung pada species dan fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Pakan hijauan merupakan sumber serta kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alat-alat pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh. Tingginya kadar serat kasar dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida, 1998). Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminasia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).
2.3.4. Protein Kasar Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990). Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat
meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai hayati protein dari makanan sangat tinggi maka ada kemungkinan protein tersebut didegradasi di dalam rumen menjadi protein berkualitas rendah.
2.3.5. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Soejono, 1990). BETN merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi, 1994). 2.3.5.1 Karbohidrat Karbohidrat (‘hidrat dari karbon’, hidrat arang) atau sakarida (dari bahasa Yunani σάκχαρον, sákcharon, berarti “gula”) adalah segolongan besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur). Pada proses fotosintesis, tetumbuhan hijau mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat. Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil- aldehida atau polihidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbonil (sebagai aldehida atau keton) dan banyak gugus hidroksil. Pada awalnya, istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang mempunyai rumus (CH2O)n, yaitu senyawa-senyawa yang n atom karbonnya tampak terhidrasi oleh n molekul air. Namun demikian, terdapat pula karbohidrat yang tidak memiliki rumus demikian dan ada pula yang mengandung nitrogen, fosforus, atau sulfur. Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari satu molekul gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Banyak karbohidrat merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta dapat pula bercabang-cabang, disebut polisakarida, misalnya pati, kitin, dan selulosa. Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rangkaian dua monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida). 2.3.5.2. Lemak Kasar Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
III METODOLOGI
3.1 Alat Dan Bahan
Peralatan untuk membuat pakan Pellet secara sederhana, praktis dan mudah diantaranya adalah dengan menggunakan gilingan daging yang dimodifikasi, nampan plastik, ayakan , gayung plastik, ember plastik, timbangan.
3.2 Bahan Untuk membuata pakan Pelet terdiri daridua kelompok yaitu baku pokok dan bahan tambahan (Suplemental feeds).
Tepung Ikan Tepung kedelai Tepung jagung Dedak halus Tepung terigu Vitamin dan mineral Tepung kanji
3.3 CARA PEMBUATAN PELLET
Memprsiapkan bahan baku, menyusun jumlah setiap komponen dan menimbang. Mencampur bahan-bahan seperti tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, dedak halus ,tepung terigu satu wadah hingga merata, pada wadah yang terpisah dicampur pula dengan vitamin mix dan mineral mix. Kemudian kedua wadah tersebut dicampurkan hingga merata. Buat perekat dari tepung kanji dengan air untuk 1 Kg pakan setelah merata dan kental kemudian dicampurkan dengan campuran bahan baku. Membentuk adonan pakan diatas menjadi gumpalan-gumpalan untuk memudahkan dalam proses pencetakan pellet. Pencetakan pelet dengan mesin/alat pellet disesuaikan dengan piringannya dengan diameter pellet yang dikehendaki. Jemur pellet hingga kering.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL 1. 2. 3. 4. 5.
Ikan Kedelai Jagung Terigu Halus
29,36 % X 29,36 % 7,09 % X 7,09 % X 7,09 % X
1000 g = 293,6 g X 1000 g = 293,6 g 1000 g = 70,9 g 1000 g = 70,9 g 1000 g = 70,9 g
Vitamin
3%
X
1000 g =
30 g
Mineral
3%
X
1000 g = 30 g
Tepung kanji
14 %
X
10000 g = 140 g +
1000 g Berat basah = 1990 – 200 = 1790
4.2 PEMBAHASAN Dalam pembuatan pakan metode persons square menentukan proteinnya dengan memisahkan protein basal dan suplemen dengan kandungan protein 33 % , metode persens square lebih efektif digunakan pada pakan ternak metode yang pertama kali dibuat oleh ahli pakan ternak dalam menyusun pakan ternak yang bernama Pearsons (gusrina 2003). Metode ini ternyata dapat diadaptasi oleh para ahli pakan ikan dan digunakan untuk menyusun formulasi pakan ikan. Pada pemeliharaan ini sumber energi bagi ikan untuk tumbuh dan berkembang adalah pakan buatan dalam bentuk pellet yang diberikan sebanyak 3-5% sehari dan frekuensi pemberian pakan 3-5 kali sehari. Pakan buatan tersebut harus mengandung protein 20-30%. Tergantung pada jenis ikan dan ukuran ikan tersebut. pada ikan herbivora lebih menggunakan protein sedikit sedangkan pada ikan karnivora membutuhkan protein banyak dan pada stadia larva ikan membutuhkan protein yang banyak dikarenakan larva membutuhkan untuk pembentukan jaringan terutama organ yang masih premitif. Tingkat kebutuhan protein optimal (% berat kering pakan) pada beberapa jenis ikan budidaya (Millamena, 2002) Dalam pebuatan pakan ikan dalam percampuran harus di lakukan penggadukan yang rata dan pemakaian air yang cukup agar pakan ikan tercampur dengan sempurna dan mengghasilkan pakan yang bagus pakan tidak boleh terlalu basah akibatnya pakan tersebut akan susah di bentuk lalu akan menghasilkan kadar air yang tinggi sehingga pakan cepat rusak dan tidak boleh terlalu kering dapat mengakibatkan pakan tersebut susah di cetak oleh karena itu pakan harus benar – benar sempurna dalam pebuatannya.
V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pembuatan pakan harus di perhatikan dalam
Pembuatan formulasi protein yang sesuai dengan spesies ikan tertentu dan ukuran ikan tersebut dalam pencampuran bahan bakunya pun harus diperhatikan dalam mencampur bahan baku yang digunakan jika terlalu banyak tepung jagung maka akan mengasilkan kabohidtar yang tinggi dan jika terlalu banyak mencampur tepung ikan makan akan menghasilkan protein yang tinggi makan akan tidak sesuai dengan nutrisi yang sudah di tentukan dan
pengukuran pemberian air juga penting dikarenakan akan menghasilkan kadar air yang harus sesuai dengan yang diinginkan agar menghasilkan pakan yang sempurna.
5.2 Saran Dalam pembuatan pakan harus di perhatikan dalam pencampuran pakanya tersebut agar menghasilkan pakan dan bentuk yang sempurna karena salah menanambahkan air akan berakibat fatal terhadap pakan tersebut makan akan menyebabakan terlalu kering atau terlalu lembab.
DAFTAR PUSTAKA Afrianto Eddy, Liviawaty E. 2002. Pakan Ikan Dan Perkembangannya. Jakarta: Kanisius. Afrianto Eddy, Liviawaty E. 2002.Pemeliharaan Kepiting. Jakarta: Kanisius. Anggorodi. R. 2005. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Azhari. 2003.Jakarta city tour: tragedi, ironi, dan teror. Jakarta: AgroMedia. Functionality of batters containing different starch types for deep-fat frying of chicken nuggets”. European Food Research and Technology 218 (4): 318–322. ^ Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 1 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Hafes. E. S. E.2000. Metode Analisis Proksimat. Jakarta : Erlangga. Hany Handajani, wahyu widodo . 2010 . Nutrisi Ikan. Hal 1. Malang : UMM press. http//:Wikipedia.com/nutrisi. http://news.google.com/newspapers?nid=1298&dat=19960111&id=JOkyAAAAIBAJ&sjid= xQcGAAAAIBAJ&pg=7209,1622583 ^ http://www.fda.gov/medicaldevices/deviceregulationandguidance/guidancedocuments/ ucm113316.htm ^ “International Starch: Production of corn starch”. Starch.dk. Diakses 201106-12. id.wikipedia.org/wiki/karbohidrat Karra , 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University.Yogyakarta.
Kartadisastra. 2003. PENGELOLAAN PAKAN AYAM, Kiat Meningkatkan Keuntungan dalam Agribisnis Unggas. Jakarta: Kanisius. Khairuman, Amri K. 2003. Pembenihan & Pembesaran Gurami secara Intensif (ed. Revisi). Jakarta: AgroMedia. Mahmudi, M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Fosfat Menggunakan Cara Ekstraksi Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksan. Semarang: Universitas Diponegoro. Maizena marca registrada. Diakses 2013-17-04. ^ http://www.merriamwebster.com/dictionary/ cornstarch ^ “Corn starch”. Everything2. Diakses 2011-06-12. ^ Bilge Altunaker; Sepil Sahin; Gulum Sumnu (March 2004). Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tiana AH dkk. 2002. Memilih & Membuat Pakan Tepat untuk Koi. Hlmn 22. Jakarta: AgroMedia. Tiana OA, Murhananto. 2004. Membedah Rahasia Sukses Memelihara Koi. Hal 48. Jakarta: AgroMedia. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosukojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Z Akhmad, Rahmadi A. 2002. Memilih & Membuat Pakan Tepat untuk Lou Han. Hal 47. Jakarta: AgroMedia.
LAMPIRAN Tepung ikan
62,65
Tepung kedela
39,60
Tepung jagung
7,63
Tepung terigu
8,90
Dedek halus
11,35
Tepung kanji
14 %
Vitamin 3%
Mineral 1. 2. 3. 4.
3%
Suplemen Ikan 62,65 + T. Kedelai 39,60 : 2 = 51,12% Basal Jagung 7,63 + T. Terigu 8,90 + D. Halus 11,35 : 3 = 27,88 %
9.29 % 1. Suplemen 51,125 %
30,71 %
1. Basal 9,30%
18,18%
41,835 % 1. Suplemen 2. Ikan 3. Kedelai
30,71 % : 41,835 % x 80 % = 58,72 % 58,72 % : 2 = 29,36 % 58,72 % : 2 = 29,36 %
1. 2. 3. 4.
Basal 11,125 % ; 41,835 % x 80 % = 21,27 % Jagung 21,27 : 3 = 7,09 % Terigu 21,27 : 3 = 7,09 % Halus = 21,27 : 3 = 7,09 %
1. 2. 3. 4. 5.
Ikan Kedelai Jagung Terigu Halus
29,36 % X 62,65% = 18,38 % 29,36 % X 39,60% = 11,62 % 7,09 % X 7,63% = 0,54 % 7,09 % X 8,90% = 8,90 % 7,09 % X 11,35% = 11,36 % +
31,97 % (32 %) 1. 2. 3. 4. 5.
Ikan Kedelai Jagung Terigu Halus
Vitamin
29,36 % X 29,36 % 7,09 % X 7,09 % X 7,09 % X 3%
1000 g = 293,6 X 1000 g = 293,6 1000 g = 70,9 1000 g = 70,9 1000 g = 70,9
X
1000 g =
30
Mineral
3%
X
1000 g = 30
Tepung kanji
14 %
X
10000 g = 140 +
1000 g
Bahan Baku T. Ikan T. Kedela T. Jagung T. Terigu D. Halus
P (%) 24,03 24,03 12,32 12,32 12,32
Berat basah = 1990 – 200 = 1790
KH | Kadar KH 5,81 1,70 29,50 8,66 74,23 5,26 77,30 5,48 28,62 2,02 Jumlah 23,12 %
Lemak 15,38 14,30 4,43 1,30 12,15 Jumlah
| Kadar Lemak 4,52 4,20 0,31 0,09 0,86 9,98 %
TAUFIQ ABDULLAH 0517 1511 027
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE 2016 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Manajemen Pemberian Pakan. Laporan ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Laporan ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan ini. Saya menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan laporan ini. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR ................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................ ii DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2 1.3 Manfaat ........................................................................................................ 2 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3 2.1 Pakan Buatan ............................................................................................... 3 2.2 Bahan Baku .................................................................................................. 3 2.3 Bahan Tambahan ......................................................................................... 7 2.4 Kandungan Nutrisi Pakan ............................................................................ 8 2.5 Menyusun Rumsum Pakan .......................................................................... 11 2.6 Pembuatan Pakan ......................................................................................... 14 2.7 Proses Pembuatan Pakan ............................................................................. 14 2.8 Evaluasi Kelayakan Pakan ........................................................................... 17 2.9 Konversi Pakan / FCR ................................................................................. 18 2.10
Pertumbuhan................................................................................... 18
2.11
Ikan Nila......................................................................................... 18
BAB III : METODE PRAKTIKUM ............................................................ 21 3.1 Waktu dan Tempat ....................................................................................... 21 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 21 3.3 Prosedur kerja .............................................................................................. 22 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 23 4.1 Pemilihan Bahan Baku Dan Bahan Tambahan ............................................ 23 4.2 Formulasi Pakan .......................................................................................... 23 4.3 Pembuatan Pakan ......................................................................................... 25 4.4 Persiapan Wadah Dan Pemasukan Air ........................................................ 27 4.5 Seleksi Benih Ikan Nila ............................................................................... 27 4.6 Evaluasi Kelayakan Pakan Dengan Uji Biologis ......................................... 27 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 29
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 29 5.2 Saran ............................................................................................................ 29 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL No
.Teks
hal
2.1. Komposisi Zat Gizi Ikan Layang per 100 g BDD
5
2.2. Komposisi kimia kulit pisang kepok berdasarkan tingkat kematangan
6
2.3. Komposisi nilai gizi kacang tanah (per 100 gram bahan kering)
7
2.4. Kebutuhan nutrisi ikan Nila
20
3.1. Alat yang digunakan dalam praktikum 21 3.2. Bahan yang digunakan dalam praktikum 22 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha budi daya perairan di Indonesia sudah berkembang sangat pesat, baik budi daya air tawar, air payau maupun laut. Produksi perikanan budi daya tahun 2014 diperkirakan sebesar 14,5 juta ton atau 107,97% dari target yang telah ditetapkan sebesar 13,4 juta ton, sedangkan target produksi perikanan budi daya tahun 2015 mencapai 16,9 juta ton. Kebutuhan pakan ikan dan udang secara nasional pada tahun 2015 ditargetkan 9,27 juta ton dimana 49% nya merupakan kebutuhan pakan ikan air tawar seperti ikan mas, nila, gurame, patin dan lele (Anonim, 2015). Pakan adalah nama umum yang digunakan untuk menyebut makanan yang dimanfaatkan atau dimakan hewan, termasuk ikan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan tubuhnya. Pakan yang dimakan berasal dari pakan alam (pakan alami) dan dari buatan manusia (Khairuman dan Amri, 2002). Pakan ikan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu budidaya perikanan, disamping faktor-faktor lain seperti : benih,
pengelolaan,
dan
pencegahan
penyakit
(Bambang,
2001).
Rasidi
(2002)
mengemukakan pakan sebagai salah satu komponen produksi, pembelian pakan menyita 6070% dari total biaya produksi. Pakan yang diberikan kepada ikan budidaya dapat berupa pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan yang diberikan kepada ikan budidaya yang diperoleh langsung dari alam atau diproduksi melalui kultur (pemeliharaan). Pakan alami dapat langsung diberikan kepada ikan budidaya tanpa harus diolah. Pakan buatan pelet diberikan
kepada ikan budidaya harus dipilih sesuai dengan kebutuhan gizi unutk ikan. Pelet juga tidak berasal dari bahan baku yang beracun atau kadaluarsa (Kordi, 2004). Untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan, cara yang paling praktis adalah dengan menggunakan pakan buatan. Alasan digunakannya pakan buatan adalah lebih mudah diperoleh dalam jumlah cukup, tepat waktu dan berkesinambungan, pakan lebih tahan lama, minimum selama satu musim pemeliharaan sehingga pencariannya tidak perlu setiap hari, kandungan gizi pakan dapat diatur oleh pabrik yang bersangkutan dan disesuaikan dengan kebutuhan ikan yang akan diberi makan, bentuk dan ukuran pakan buatan dapat diatur sesuai dengan ukuran ikan, daya tahan pakan dalam air dapat diatur dan disesuaikan sesuai dengan kebiasaan makan ikan, selain itu bau, rasa, dan warna dapat diatur sehingga lebih menarik ikan-ikan yang akan diberi makan (Mudjiman, 2004). Pakan buatan dapat diproleh di tokotoko pakan atau dibuat sendiri (Kordi, 2004). Pakan yang dibuat sendiri lebih menghemat biaya produksi ketimbang pakan yang dibeli di toko – toko pakan. Menurut Rasidi (1998), salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menekan biaya produksi tersebut adalah dengan membuat pakan buatan sendiri. Pembuatan pakan buatan ini menggunakan teknik sederhana dengan memanfaatkan sumbersumber bahan baku lokal, termasuk pemanfaatan limbah hasil industri pertanian yang relatif murah. Rasidi (2002) mengemukakan pakan ikan diberikan dengan tujuan agar meningkatkan dan mempertahankan pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan. Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur. Berkaitan dengan hal di atas, perlu diadakannya praktikum Manajemen Pemberian Pakan khususnya proses pembuatan pakan dan evaluasi kelayakan biologis untuk pertumbuhan ikan Nila hitam (Oreochromis niloticus). Hal ini karena ikan Nila mempunyai keunggulan dengan pertumbuhannya yang cepat (Wardoyo, 2007). B. Tujuan Adapun tujuan praktikum ini yaitu sebagai berikut. 1. Mengetahui formulasi pakan. 2. Mengetahui fibrikasi pakan atau proses pembuatan pakan. 3. Mengetahui strategi pemberiaannya. C. Manfaat Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat mengetahui cara memproduksi pakan dengan formulasi dan fibrikasi pakan. Serta mengetahui strategi atau cara pemberiannya kepada ikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pakan Buatan Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan (Khairuman, 2003). Pakan yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.
Pakan harus dapat dimakan oleh ikan, maksudnya kondisi pakan harus baik dan ukuran pakan harus sesuai dengan ukuran mulut ikan.
2. Pakan harus mudah dicerna. 3. Pakan harus dapat diserap oleh tubuh ikan. Apabila ketiga persyaratan diatas dapat dipenuhi, pemberian pakan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Khairuman, 2002). Pakan buatan adalah campuran dari berbagai bahan pakan (biasa disebut bahan mentah), baik nabati maupun hewani yang diolah sedemikian rupa sehingga mudah dimakan dan sekaligus merupakan sumber nutrisi bagi ikan (Djarijah,1995). Menurut Dharmawan (2010), Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis. Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pakan buatan yang disukai ikan, tidak mudah hancur dalam air, aman bagi ikan. 2.2.
Bahan Baku
2.2.1. Ampas tahu Ampas tahu merupakan hasil sisa perasan bubur kedelai. Pemanfaatan ampas tahu menjadi pakan merupakan pengolahan yang paling mudah karena hanya dengan cara mengeringkannya.. Dalam kondisi kering, ampas tahu dapat disimpan lama (Sarwono, 2003). Ampas tahu merupakan sumber protein (Khairuman, 2002). Kandungan gizi tepung ampas tahu adalah protein 23,55%, lemak 5,54%, karbohidrat 26,92%, serat kasar 16,53%, abu 17,03% dan air 10,43% (Mujiman, 1991).
2.2.2. Ikan Layang Ikan layang (Decapterus sp.) termasuk ikan pelagis, dan berdasarkan ukurannya dikelompokkan sebagai ikan pelagis kecil. Ikan ini yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 cm meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 cm. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil ( finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute)
pada bagian garis sisi (lateral line) (Nontji, 2002). Menurut Saanin (1984), klasifikasikan ikan Layang adalah sebagai berikut: Phyllum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Divisi
: Perciformes
Sub divisi
: Carangi
Familia
: Carangidae
Genus
: Decapterus
Spesies
: Decaptersus sp. Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim
penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Umumnya komposisi kimia daging ikan terdiri dari air 66-84%, protein 15- 24%, lemak 0,1-22%, karbohidrat 1-3% dan bahan anorganik 0,8-2% (Abdillah, 2006).
Menurut Irianto dan
Soesilo (2007), ikan layang memiliki kandungan gizi yang tinggi, protein sebesar 22,0 % dan kadar lemak rendah 1,7%. Dalam daftar komposisi bahan makanan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009: 36), ikan layang memiliki komposisi zat gizi makanan per 100 g BDD yang dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Ikan Layang per 100 g BDD Zat Gizi Jumlah Kalori/Energi (kkal) 109 Protein (g) 22 Lemak (g) 1,7 Karbohidrat (g) 0 Kalsium (mg) 50 Fosfor (mg) 150 Besi (mg) 2 Vitamin A (S.I) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) 0 Air (g) 74 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2005). 2.2.3. Kulit Pisang Kepok Kulit pisang merupakan hasil buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya, yaitu 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas (Munadjim, 1983 dalam Herviana, 2011). Kulit pisang kepok biasanya oleh mansyarakat hanya dibuang dan tidak dimanfaatkan (Satria dan Ahda, 2008). Menurut Tjitrosoepomo (1991), klasifikasi pisang kepok adalah sebagai berikut : Regnum
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Classis
: Monocotyledoneae
Ordo
: Musales
Familia
: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa paradisiaca L. Menurut Sumarsih (2009), kulit pisang merupakan limbah pertanian yang mengandung
komponen lignoselulosa (heloselulosa dan lignin) dan kandungan kabohidrat yang cukup tinggi. Kulit pisang juga memiliki beberapa mineral penting antara lain Ca 7 mg/ 100 g, Na 34 mg/ 100 g, P 40 mg/ 100 g, K 44 mg/ 100 g, Fe 0,93 mg/ 100 g, Mg 26 mg/ 100 g, S 12 mg/ 100 g (Essien, 2002). Komposisi kimia kulit pisang kepok berdasarkan tingkat kematangan dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Komposisi kimia kulit pisang kepok berdasarkan tingkat kematangan. Komposisi Kimia
Tingkat Kematangan Kulit Pisang Kepok Hijau Hampir Matang Matang
Energi Total (Kcal/kg) 4383 Bahang Kering (%) 91,62 Protein Kasar (%) 5,19 Lemak Kasar (%) 10,66 Serat Kasar (%) 11,58 Abu (%) 16,30 Kalsium (%) 0,37 Fosfor (%) 0,28 Tannin (%) 6,84 Sumber : Tetrakoon et al., (1999).
4692 92,38 6,61 14,70 11,10 14,27 0,38 0,29 4,97
4592 95,66 4,77 14,56 11,95 14,58 0,36 0,23 4,69
2.2.4. Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman polong – polongan. Tanaman ini berasal dari Amerika selatan, namun saat ini telah menyebar keseluruh dunia yang beriklim tropis maupun subtropis termasuk Indonesia (Adisarwanto, 2008). Dalam taksonomi, kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Devisi
: Spermatophyta
Subdevisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Arachis
Spesies
: Arachis hypogaea L Ditinjau dari aspek gizi, kacang-kacangan merupakan sumber protein, lemak, dan
karbohidrat (Winda Haliza, 2010). Komposisi nilai gizi kacang (per 100 gram bahan kering) tanah dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Komposisi nilai gizi kacang tanah (per 100 gram bahan kering). Komposisi Jumlah Kadar air (g) 4,0 Protein (g) 25,3 Lemak (g) 42,8 Karbohidrat (g) 21,1 Fosfor (mg) 335,0 Kalori (kal) 425,0 BDD (%) 100,0 Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996) 2.3.
Bahan Tambahan
2.3.1. Tepung Tapioka Rose Brand Tepung tapioka atau tepung kanji berfungsi sebagai perekat agar bahan baku yang ada dalam pakan dapat bersatu menjadi campuran yang homogen dan sebagai pengikat antar komponen. Dengan demikian pakan tidak mudah hancur terurai kembali ketika dimasukkan kedalam air. Bahan jadi perekat tersebut juga dapat berfungsi sebagai sumber berbagai zat makanan. Tepung tapioka tersebut apabila kita larutkan dalam air panas akan menghasilkan larutan kental yang lekat seperti lem encer. Jumlah penggunaan bahan perekat ini dapat mencapai 10% dari seluruh bobot ramuan (Mujiman, 1991). Dari hasil analisa bahan baku (AOAC,1998), diperoleh komposisi tepung tapioka adalah kadar air : 11,1 %; kadar abu : 0,58 %; kadar lemak : 0,10%; kadar protein : 0,27 %; kadar karbohidrat : 87,95 % (wb), 98,93 % (db). 2.3.2. Air Air merupakan senyawa yang terdiri dari dua unsur hidrogen dan satu unsur oksigen yang dilambangkan dengan H2O. Air juga merupakan pelarut universal. Dalam proses pembuatan pakan air diperlukan untuk menyatukan bahan – bahan menjadi homogen. Syarat utama air yang harus digunakan adalah air yang bersih.
2.4.
Kandungan Nutrisi Pakan Yang dimaksud dengan nutrisi untuk ikan adalah kandungan gizi yang dikandung pakan, yang diberikan kepada ikan peliharaan. Apabila pakan yang diberikan ikan peliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, maka hal ini tidak saja akan menjamin hidup dan aktivitas ikan, tetapi juga akan mempercepat pertumbuhannya. Beberapa komponen nutrisi yang penting dan tersedia dalam pakan ikan antara lain protein, karbohidrat, lemak, dan serat kasar (Kordi, 2004). Selain itu itu juga terdapat vitamin dan mineral, antibiotik dan antioksidan, serta bahan perekat, tetapi kandungan nutrisi yang utama adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
2.4.1. Protein Protein merupakan senyawa organik kompleks, tersusun atas banyak asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung fospor dan sulfur. Kualitas protein suatu bahan pakan ditentukan oleh kandungan asam amino, khususnya asam amino esensial (Sumeru, 1992). Protein merupakan unsur yang paling penting dalam penyusunan formulasi pakan karena usaha budidaya diharapkan pertumbuhan ikan yang cepat. Menurut Sahwan (2002), protein mempunyai tiga fungsi bagi tubuh yaitu: a.
Sebagai zat pembangun yang membentuk berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan, mengganti jaringan yang rusak, maupun yang bereproduksi.
b.
Sebagai zat pengatur yang berperan dalam pembentukan enzim dan hormon penjaga serta pengatur berbagai proses metabolisme didalam tubuh ikan.
c.
Sebagai zat pembakar karena unsur karbon yang terkandung didalamnya dapat difungsikan sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Kebutuhan protein masing-masing jenis ikan berbeda-beda. Jumlah protein yang dibutuhkan ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ukuran ikan, suhu air, jumlah pakan yang dimakan ikan, ketersediaan dan kualitas pakan alami, dan kualitas protein (Kordi, 2004). Pada umumnya ikan membutuhkan makanan yang kadar proteinnya berkisar antara 20-60 persen. Sedang kadar optimum berkisar antara 30-36 persen. Apabila protein dalam pakan kurang dari 6 persen, maka ikan tidak dapat tumbuh (Mujiman, 1991). Pakan buatan terdiri dari beberapa macam campuran bahan pakan yang berasal dari protein hewani maupun nabati. Sumber protein hewani antara lain tepung ikan, telur ayam,
tepung tulang dan tepung darah. Sumber protein nabati bisa diperoleh dari limbah industri pertanian seperti bungkil kacang tanah, ampas tahu, kedelai dan sorghum (Tiana, 2004). 2.4.2. Lemak Lemak adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik melalui ekstraksi eter. Lemak juga sering diistilahkan dengan fat, lipid, minyak atau lemak kasar. Beberapa jenis vitamin juga terlarut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K (Lukito, 2007). Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang paling besar diantara protein dan karbohidrat, satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal per gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal per gram. Lemak juga menjadi sumber asam lemak, pospolipid, kolestrol dan sebagai pelarut pada proses penyerapan vitamin A, D, E, dan K. Selain itu, lemak berfungsi membantu proses metabolisme, osmoregulasi, dan menjaga keseimbangan daya apung ikan dalam air serta untuk memelihara bentuk dan fungsi jaringan (Kordi, 2004). Kandungan lemak pakan ikan rata-rata berkisar antara 4-18%. Kandungan lemak pakan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya ukuran ikan, kondisi lingkungan (suhu), dan adanya sumber tenaga lain (Mujiman, 2004). Kisaran kadar lemak yang tidak terlalu rendah ataupun tidak terlalu tinggi, disamping dapat memperbaiki daya awet pakan juga dapat memperbaiki (mempertinggi) kualitas pakan (Puspowardoyo, 2000). 2.4.3. Karbohidrat Karbohidrat merupakan senyawa organik yang terdiri dari serat kasar dan bahan bebas tanpa nitrogen (nitrogen free extract) atau dalam bahasa Indonesia disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Jadi, unsur-unsur karbohidrat terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen dalam perbandingan yang berbeda-beda. Karbohidrat dalam bentuk yang sederhana pada umumnya lebih mudah larut dalam air daripada lemak atau protein (Kordi, 2014). Karbohidrat merupakan salah satu komponen sumber energi. Selain itu berperan dalam menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi. Apabila pakan yang diberikan kekurangan karbohidrat, ikan akan kurang efesien dalam penggunaan pakan berprotein untuk menghasilkan energi dan kebutuhan metabolik lainnya (Afrianto, 2005). Kebutuhan karbohidrat pada pakan ikan bergantung dari jenis ikannya. Menurut Wilson, hanya ikan herbivor dan omnivor yang dapat memanfaatkan karbohidrat tanaman. Watanabe , mengatakan bahwa kadar karbohidrat optimum untuk ikan omnivor adalah 20-40%, sedangkan untuk ikan karnivor antara 10-20% (Kordi, 2014).
Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada kemampuannya untuk menghasilkan enzim amilase. Dan kemampuan ini tergantung pula pada jenis ikannya. Apabila makan karbohidrat lebih dari 12 persen, maka pada hatinya akan terjadi timbunan glikogen yang berlebihan, dan dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi. Tapi ikan pemakan segala, dapat hidup baik dengan makanan yang kadar karbohidratnya sampai 50% atau bahkan lebih (Mujiman, 1991). Bahan-bahan pakan yang banyak mengandung karbohidrat adalah jagung, beras, tepung terigu, dedak halus, tepung tapioka, tepung sagu dan beberapa bahan lainnya. Sebagian bahan diatas, selain sebagai sumber karbohidrat, juga berfungsi sebagai bahan perekat (binder) dalam pembuatan pakan ikan (Kordi, 2004).
2.4.4. Serat kasar Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin, dan zat lain yang belum dapat diidentifikasikan dengan pasti. Yang disebut serat kasar disini adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun binatang. Didalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dalam kondisi tertentu (Sudarmadji, 1996). Menurut Mujiman (1991) dalam jumlah tertentu serat kasar diperlukan juga antara lain untuk membentuk gumpalan kotoran, sehingga mudah dikeluarkan dari dalam usus. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan ikan akan mempengaruhi daya cerna dan penyerapan didalam alat pencernaan ikan. Selain itu, kandungan serat kasar yang tinggi akan menyebabkan meningkatkannya sisa metabolisme dan akan mempercepat penurunan kualitas air. Kandungan serat kasar yang tinggi (lebih dari 8%) akan mengurangi kualitas pakan ikan, sedangkan kandungan serat kasar yang rendah (dibawah 8%) akan menambah baik struktur pakan ikan dalam bentuk pelet (Kordi, 2014). 2.4.5. Vitamin dan Mineral Suwirya dkk. (1999) menyarankan untuk memberikan tambahan berupa dua persen vitamin mix dan tiga persen mineral mix dari jumlah pakan ke dalam pakan ikan untuk meningkatkan kualitas pakan. 2.5.
Menyusun Ransum Pakan Beberapa hal yang perlu untuk diketahui dalam menyusun ransum, antara lain adalah ransum tersebut nantinya digunakan untuk hewan apa, nutrisi yang dibutuhkan, bahan pakan yang digunakan serta kandungan nutrien bahan pakan tersebut (Agustono dkk., 2010). Gizi utama yang terkandung dalam ramuan pakan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Dalam menyusun ramuan pakan juga diperhatikan nilai ubahnya (konversi), apabila makanan
tersebut hanya dimaksudkan sebagai bahan makanan tambahan maka kandungan gizinya dapat lebih rendah dibandingkan jika akan digunakan sebagai makanan pokok (Mudjiman, 2004). Kandungan gizi dari ransum yang akan digunakan dalam pembuatan pakan meliputi bahan anorganik (abu), protein, lemak, serat kasar (SK), dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) dengan kandungan yang berbeda-beda (Agustono dkk., 2010).
Komposisi bahan baku yang akan digunakan dapat diperhitungkan berdasarkan kadar proteinnya pada saat menyusun ramuan pakan. Kadar gizi dari masing-masing bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan pakan perlu diketahui. Ramuan pakan ikan yang akan diberikan harus disesuaikan dengan fase atau umur pemeliharaan ikan. Kandungan energi yang terkandung dalam pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan ikan pada umumnya (Mudjiman, 2004). Formulasi pakan ikan biasanya disesuaikan dengan jenis ikan yang akan dipelihara atau diteliti, apakah termasuk karnivora, omnivora, atau herbivora. Karnivora harus menggunakan bahan pakan yang lebih banyak berasal dari hewan, sedangkan omnivora harus terdapat keseimbangan antara bahan nabati dan bahan hewani, kemudian untuk herbivora lebih banyak menggunakan bahan nabati dalam formulasinya (Djajasewaka, 1985). 2.5.1. Pemilihan Bahan Baku Menurut Rasidi (2002), bahan baku yang digunakan sangat menentukan kualitas pakan buatan yang dihasilkan. Bahan baku pakan dapat dibagi berdasarkan kandungan nutrisi dominannya, yaitu sebagai sumber protein, energi, mineral, dan vitamin. Bahan baku dapat dikatakan sebagai sumber protein jika mengandung protein kasar lebih dari 19%, namun bahan baku yang mengandung protein kasar kurang dari 16% dan serat kasarnya lebih kecil dari 18% digolongkan sebagai bahan baku sumber energi. Afrianto dan Liviawati (2005) mengemukakan bahwa terdapat lima persyaratan yang sebaiknya dipenuhi dalam pemilihan bahan baku pakan, yaitu nilai gizi, kemudahan dalam pencernaan, tidak mengandung racun, ketersediaan dan kaitannya dengan bahan pangan kebutuhan pokok manusia. Nilai gizi bahan baku pakan dapat diketahui melalui analisis di laboratorium. Namun, agar lebih praktis dapat menggunakan data komposisi bahan pakan. Meskipun angka dalam daftar tersebut tidak selalu tepat dengan bahan yang akan digunakan, namun cukup memadai untuk digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan komposisi bahan baku pakan ikan. Bahan baku buatan diharapkan mudah dicerna oleh ikan agar nilai efisiensi pakannya cukup tinggi, sehingga dapat meningkatkan keuntungan pembudidaya (Afrianto dan Liviawati, 2005).
Racun adalah zat yang dapat menyebabkan sakit atau kematian apabila masuk ke dalam tubuh. Kemungkinan adanya racun dalam bahan baku pakan harus dideteksi sedini mungkin agar tidak membahayakan ikan peliharaan. Akibat yang ditimbulkan oleh racun sangat bervariasi, tergantung pada jenis dan konsentrasi racun. Racun dapat menyebabkan kematian ikan, mengganggu pertumbuhan, terakumulasi dalam tubuh, atau merusak kandungan gizi pakan buatan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan tidak boleh mengandung racun yang dapat membahayakan kehidupan ikan (Afrianto dan Liviawati, 2005). Pengeluaran terbesar dalam budidaya ikan secara intensif adalah biaya pengadaan pakan. Biaya pengadaan pakan akan meningkat apabila bahan baku susah diperoleh. Bahan baku pakan yang mudah diperoleh dengan harga murah antara lain limbah pasar, limbah rumah makan, limbah industri makanan (seperti pabrik pengalengan ikan, pabrik kecap, industri tahu, dan penggilingan peda), dan limbah pertanian (Afrianto dan Liviawati, 2005). Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan ikan sebaiknya bukan merupakan kebutuhan pokok manusia sehingga tidak terjadi persaingan. Bahan baku yang masih dapat dimanfaatkan oleh manusia harganya relatif mahal sehingga kurang efisien apabila digunakan sebagai bahan baku pakan ikan (Afrianto dan Liviawati, 2005). 2.5.2. Metode Penyusunan Dalam penyusunan ransum makanan terdapat beberapa metode yang dapat dipergunakan, diantaranya adalah metode trial error, metode persegi empat pearson’s dan gabungan kedua metode tersebut. Metode trial error digunakan melalui pendekatan matematika untuk memperoleh kombinasi bahan ransum yang tepat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan ikan (Khairuman, 2002). Metode ini merupakan cara coba-coba hingga kadar pakan yang diinginkan mencapai tujuan. Metode ini merupakan metode yang banyak digunakan oleh pembuat pakan skala kecil dimana metode ini relatif sangat mudah dalam membuat formulasi pakan ikan. Dalam metode uji coba ini, pembuat formula harus sudah mengerti dan memahami kebutuhan bahan baku yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan ikan dan kebiasaan makan setiap jenis ikan serta kandungan optimal setiap bahan baku yang akan digunakan (Gusrina, 2008). Jika bahan baku yang dipilih untuk penyusunan pakan sudah ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah mengalikan antara jumlah bahan baku dengan kandungan protein bahan baku. Langkah ini dilakukan sampai diperoleh kandungan protein yang diinginkan. Menurut Khairuman (2002) metode persegi empat Pearson’s dipakai jika dalam penyusunan formulasi ransum yang menggunakan dua jenis bahan baku pakan atau menggunakan
kombinasi beberapa bahan baku. Gusrina (2008) menyatakan penyusunan formulasi pakan dengan metode ini didasari pada pembagian kadar protein bahan-bahan pakan ikan. Metode ini mengelompokkan bahan pakan menjadi dua yaitu bahan baku yang termasuk ke dalam kelompok sumber protein utama dan kelompok yang bukan sumber protein utama (protein penunjang).
Metode Gabungan merupakan gabungan antara metode trial error dan metode persegi empat pearson’s. Pada tahap awal dari metode ini dilakukan dengan cara mencoba - coba setelah itu pada tahap akhir dilakukan dengan cara persegi empat pearson’s hingga didapatkan hasil yang diinginkan. Tujuan dilakukannya metode ini adalah untuk mengefisiensi harga pakan. 2.6.
Pembuatan Pakan Pembuatan pakan memerlukan beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan, yaitu peralatan dan proses pengolahan bahan, serta teknik pembuatan pakan. Proses pembuatan pakan merupakan kelanjutan dari proses pemilihan dan pengolahan bahan baku. Bentuk pakan ikan yang beragam menyebabkan perbedaan dalam cara pembuatan. Menurut Kemal dalam Mujiman (1999), pakan buatan terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain bentuk larutan emulsi, bentuk larutan suspensi, bentuk roti kukus, bentuk lembaran, bentuk remah dan tepung serta bentuk pellet. Bentuk pakan yang paling umum dijumpai adalah pellet. Menurut Mujiman (1991), Pelet adalah bentuk pakan buatan yang terdiri dari beberapa macam bahan yang diramu dan dijadikan adonan, kemudian dicetak sehingga bentuknya merupakan batangan kecil-kecil. Panjangnya biasanya berkisar antara 1-2 cm. Jadi pellet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran dan juga tidak berupa larutan. Pakan dalam bentuk pellet, dapat dibuat dari bahan yang berupa tepung kering maupun berupa gumpalan atau pasta, misalnya pasta daging anak ayam dan ampas hati ikan. Bahan yang berupa tepung kering dibagi dalam dua golongan, yaitu golongan yang berjumlah banyak (dedak, tepung ikan, dan tepung kedelai) dan golongan yang berjumlah sedikit yaitu vitamin dan mineral (Kemal dalam Mujiman, 1999).
2.7.
Proses Pembuatan Pakan Dalam proses pembuatan pakan ikan diperlukan beberapa peralatan baik untuk skala pabrikasi, sedang, dan skala rumah tangga. Hal ini dapat membantu proses pembuatan pakan ikan akan lebih praktis dan menghemat biaya. Menurut Gusrina (2008) urutan pembuatan dan peralatannya dikelompokkan menjadi Penepungan; Pencampuran; Pengukusan; Pencetakan; Pengeringan; Penyimpanan.
2.7.1. Penepungan (Grinding) Penepungan/penggilingan adalah untuk memperkecil dan menghaluskan bahan baku yang semula masih berbentuk gumpalan atau bongkahan sehingga permukaannya menjadi lebih luas. Dengan demikian, nilai kandungan nutrisi persatuan berat pakan yang dimakan oleh ikan menjadi lebih tinggi. Penggilingan/penepungan juga akan mempermudah proses berikutnya, yaitu pencampuran dan pencetakan/pemeletan. Penepungan menggunakan alat penepung digunakan untuk membuat semua bahan baku yang digunakan agar berubah menjadi bentuk tepung. Bahan baku yang akan dibuat menjadi pakan buatan semuanya harus dalam bentuk tepung agar bentuk campuran bahan baku menjadi homogen dan dapat menggumpal dengan baik. Penghalusan bahan baku sampai menjadi tepung dapat menggunakan alat bantu penepungan (Ahmad dkk. 1998). Bahan baku yang telah digiling kemudian diayak untuk mendapatkan partikel yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Semakin kecil stadia ikan maka partikel pakan harus semakin halus. Proses ini disebut pengayakan. Beberapa jenis bahan pengayak yang dapat digunakan antara lain: ayakan kawat, ayakan nilon, ayakan kopi, dan lain-lain. 2.7.2. Pencampuran Bahan baku yang telah berbentuk tepung ditimbang sesuai dengan jumlah bahan baku yang akan digunakan. Apabila bahan baku yang akan digunakan cukup banyak sebaiknya digunakan timbangan duduk atau timbangan beras. Namun bila sedikit sebaiknya menggunakan timbangan kue atau timbangan lainnya yang mempunyai tingkat ketelitian lebih tinggi. Setelah ditimbang, bahan dicampur secara merata dan homogen agar seluruh bagian pakan yang dihasilkan mempunyai komposisi zat gizi yang merata dan sesuai dengan formulasi. Pencampuran bahan-bahan dilakukan secara bertahap mulai dari bahan yang volumenya paling besar hingga bahan yang volumenya paling kecil. Pencampuran bahan baku dalam jumlah kecil dapat dilakukan pada wadah dan pengadukannya dapat dilakukan dengan tangan atau alat seperti centong nasi. Pencampuran bahan baku dalam jumlah besar biasanya menggunakan alat bantu, misalnya serok sebagai pengganti mesin pencampur (mixer). Untuk memperoleh hasil yang sempurna dan homogen dan apabila biaya tersedia maka dianjurkan menggunakan mesin pencampur (mixer).. 2.7.3. Pengukusan Pengukusan dengan alat pemanas biasanya dilakukan jika dalam pembuatan pakan ikan menggunakan beberapa bahan baku yang mengandung zat anti nutrisi. Perlakuan
pemanasan dapat membuat zat anti nutrisi menjadi tidak aktif dan dapat meningkatkan pemakaian nutrien tersebut (Gusrina, 2008). 2.7.4. Pencetakan Setelah tercampur merata, campuran bahan baku tersebut kemudian diseduh dengan air panas dan diaduk lagi sehingga menjadi adonan berbentuk pasta. Pasta ini kemudian digiling dengan alat pencetak. Alat pencetak yang paling sederhana menggunakan alat penggiling daging dan yang lebih canggih menggunakan mesin pencetak pelet (M pellet mill).
2.7.5. Pengeringan Bahan baku yang telah tercetak menjadi pelet kemudian dikeringkan. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalam pakan atau pelet sehingga menjadi minimal dan stabil (sekitar 10%). Dengan demikian, pakan yang telah dibuat tidak mudah ditumbuhi jamur atau mikroba. Pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan bantuan sinar matahari dan secara mekanik dengan bantuan alat (oven) pengering.
2.7.6. Penyimpanan Penyimpanan pakan dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu pakan basah dan pakan kering. Pakan basah dapat berupa larutan dan roti kukus dimana memerlukan ruangan dingin seperti lemari es baik freezer maupun refrigerator sehingga dapat bertahan hingga 2-3 hari. Pakan kering dapat disimpan dalam beberapa ukuran, untuk jumlah yang sedikit dapat menggunakan stoples, sedangkan jika jumlahnya agak banyak menggunakan drum plastik yang bertutup atau disimpan di dalam karung plastik (bagor). Pakan kering lebih baik disimpan dalam tempat yang kering dan tidak lembab (Mudjiman, 2004). 2.8.
Evaluasi Kelayakan Pakan
2.8.1. Evaluasi Fisik Evaluasi fisik merupakan cara evaluasi awal pakan, dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatitif. Sebenarnya analisis secara fisik saja tidak cukup, karena adanya variasi antara bahan sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara kimia atau secara biologis atau kombinasinya (Suparjo, 2008). 2.8.2. Evaluasi Kimia Evauasi kimia digunakan untuk mengetahui komposisi susunan kimia dan kegunaannya, suatu bahan pakan dilakukan analisis kimia yang disebut analisis proksimat. Cara ini dikembangkan dan Weende Experiment Station di Jerman oleh Henneberg dan
Stokman pada tahun 1865, dengan menggolongkan komponen yang ada pada makanan, yaitu bahan kering, abu, estrak ether, serat kasar, protein kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Agustono dkk., 2010). 2.8.3. Evaluasi Biologis Suatu nilai dalam aspek biologi yang paling penting adalah Nilai Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio). Nilai ini sebenamya tidak merupakan suatu angka mutlak, karena tidak hanya ditentukan oleh kualitas pakan, akan tetapi dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lain seperti jenis dan ukuran ikan, jumlah padat tebar, kualitas air dan lain-lain. Semakin kecil nilai konversi pakan, semakin baik kualitas pakan, karena akan semakin ekonomis. Nilai konversi pakan ikan perlu diketahui dengan melakukan pengujian di lapangan pada berbagai tipe percobaan (Umiyati dan Anna, 2008).
2.9.
Konversi Pakan / FCR Konversi pakan dihitung berdasarkan rumus dari Djajasewaka (1985) dalam Wirabakti (2006) sebagai berikut :
Keterangan : KP
= Nilai konversi pakan
Wt
= Bobot total ikan di akhir pemeliharaan (g)
Wo
= Bobot total ikan di awal pemeliharaan (g)
D
= Bobot total ikan yang mati selama pemeliharaan (g)
F
= Jumlah total pakan yang diberikan (g)
2.10. Pertumbuhan Menurut Effendie (1997), pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan ukuran panjang dan berat pada waktu tertentu. Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Pertumbuhan yang cepat pada ikan Nila diperoleh dari ikan yang berkelamin jantan, ikan Nila jantan tumbuh lebih cepat dengan pertumbuhan rata – rata 2,1 gr/hari dibanding dengan ikan Nila betina yang rata – rata hanya tumbuh 1,8 gr/hari (Suryanto, 2010). 2.11. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2.11.1. Klasifikasi Ikan Nila Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi cukup tinggi. Bentuk tubuh memanjang dan pipih ke samping dan warna putih kehitaman atau kemerahan. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik (Sugiarto, 1988). Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah (Sumantadinata, 1981). Terdapat tiga jenis ikan nila yang dikenal, yaitu nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino (Sugiarto, 1988).
Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus)
mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Osteichtyes
Subkelas
: Acanthopterygii
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidea
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
2.11.2. Morfologi Ikan Nila Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1968), mempunyai ciriciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caundal fin) ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip punggung ditemukan garis lurus memanjang. Ikan Nila (oreochormis niloticus) dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung badannya. Nila memiliki lima buah Sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin), siri anal (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup ingsang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat.
2.11.3. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila Adapun kebutuhan nutrisi ikan Nila yang dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4. Kebutuhan nutrisi ikan Nila. Nutrien Protein
-
Jumlah yang dibutuhkan Larva 35% Benih – Konsumsi 25-30 %
Asam amino Arginin 4,2 % Histidin 1,7 % Isoleusin 3,1 % Leusin 3,4 % Lysine 5,1 % Metionin + Cystin 3,2 % (Cys 0,5) Phenilalanin + Tyrosin 5,5 % (Tyr 1,8) Threonin 3,8 % Tritopan 1,0 % Valin 2,8 % Lemak 6 – 10 % Asam lemak essensial 0,5 % - 18:2n-6 Fosfor < 0,9 % Karbohidrat 25 % Digestible energy (DE) 2500 – 4300 Kkal/kg Sumber : BBAT Sukabumi (2005) dalam Indariyanti (2011). BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat Praktikum Manajemen Pemberian Pakan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 s/d 25 Desember 2016. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Basa Kastela, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Khairun, Ternate.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1. Alat Adapun alat dalam praktikum Manajemen Pemberian Pakan yang dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Alat yang digunakan dalam praktikum. No.
Nama
Kegunaan
1
Blender
Menghaluskan bahan untuk di buat tepung
2
Timbangan elektrik
Menimbang bahan tepung untuk dicampurkan
3
Piring
Wadah bahan baku dan tepung
4
Baskom / bokor kecil
Wadah untuk mencampur tepung
5
Mesin pellet
Mencetak pellet
6
Aquarium
Wadah untuk uji biologis
7
Loyang
Wadah untuk pellet
8
Ayakan
Untuk mengayah bahan yang telah di haluskan
9
Jala dan Seser
Menangkap benih ikan nila
10
Toples kecil
Tempat menyimpan pakan
11
Toples Besar
Wadah penampungan kotoran dan sisa pakan
12
Aerasi
Memperkaya DO dalam akuarium
13
Sipon
ihkan kotoran dan sisa pakan
14
Tissue
ihkan alat
15
Sendok
Memotong pellet menjadi bagian – bagian kecil
3.2.2. Bahan Adapun bahan dalam praktikum Manajemen Pemberian Pakan yang dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2. Bahan yang digunakan dalam praktikum. No.
Bahan
Kegunaan
1
Ikan Layang
Bahan tepung ikan Layang
2
Ampas tahu
Bahan tepung ampas tahu
3
Kacang tanah
Bahan tepung kacang tanah
4
Kulit Pisang Kepok
Bahan tepung kulit pisang kepok
5
Benih Ikan Nila
Bahan uji biologis
6
Tepung Tapioka Rose Brand
Bahan tambahan untuk perekat
7
Air
Bahan tambahan untuk pencampuran
3.3. Prosedur Kerja Adapun prosedur kerja yng dilakukan dalam praktikum Manajemen Pemberian Pakan ini adalah sebagai berikut : a.
Pemilihan bahan baku dan bahan tambahan
b. Formulasi pakan c.
Pembuatan Pakan
1. Penepungan 2. Penimbangan 3. Pemcampuran 4. Pencetakan 5. Pengeringan 6. Penyimpanan d. Persiapan wadah dan pemasukan air e.
Seleksi benih ikan
f.
Evaluasi kelayakan pakan dengan uji biologis
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Pemilihan Bahan Baku Dan Bahan Tambahan
4.1.1. Bahan Baku Bahan baku adalah ampas tahu, ikan layang, kacang tanah, dan kulit pisang kepok. Ampas tahu dipilih karena kandungan karbohidratnya dan mudah diperoleh karena merupakan limbah industri tahu. Ikan layang dipilih karena kandungan proteinnya dan mudah didapatkan di pasar – pasar ikan, ikan layang juga sebagai bahan hewani untuk melengkapi komposisi pakan omnivora. Kacang tanahdipilih karena kandungan lemaknya. Kulit pisang kepok dipilih karena mudah didaptkan tanpa mengeluarkan biaya. Pemilihan bahan baku ini sesuai dengan persyaratan pemilihan bahan baku. Menurut Afrianto dan Liviawati (2005), terdapat lima persyaratan yang sebaiknya dipenuhi dalam pemilihan bahan baku pakan, yaitu nilai gizi, kemudahan dalam pencernaan, tidak mengandung racun, ketersediaan dan kaitannya dengan bahan pangan kebutuhan pokok manusia. 4.1.2. Bahan tambahan Bahan tambahan adalah tepung tapioka rose brand dan air. Tepung tapioka berfungsi sebagai perekat. Air berfungsi untuk menyatukan bahan bahan menjadi homogen. 4.2.
Formulasi Pakan Formulasi pakan ini dibuat untuk ikan Nila dengan bahan baku ampas tahu, ikan layang, kacang tanah, dan kulit pisang kepok. Pakan ini diharapkan mengandung protein 30% atau terdapat 30 gram protein pada setiap 100 gram pakan. Untuk menyelesaikan formulasi ini, digunakan metode empat persegi pearson’s. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengelompokan bahan baku menjadi dua kelompok, yaitu kelompok protein utama dan protein penunjang. Bahan baku protein utama adalah ampas tahu dan kacang tanah. Bahan baku protein penunjang adalah ikan layang dan kulit pisang kepok.
Langkah kedua, menghitung rata-rata kandungan protein tiap - tiap kelompok, yaitu sebagai berikut:
Setelah dihitung rata-rata kandungan protein tiap kelompok, gambar sebuah bujur sangkar kemudian masukan hasil penghitungan rata-rata kandungan protein dan kurangi dengan jumlah yang diinginkan dan jumlahkan. Proses selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut :
Nilai yang diperoleh adalah :
Maka, kontribusi setiap bahan baku adalah sebagai berikut:
Untuk pembuktian, dapat dilakukan cara berikut :
Hasil penjumlahannya sama dengan jumlah protein yang diinginkan, jadi hasil formulasi ini telah sesuai. Dalam formulasi ini, tepung tapioka dan air tidak dimasukan karena keduanya merupakan bahan tambahan dan juga tidak mengandung protein, adapun tepung tapioka yang mengandung kandungan protein sebesar 0,27%. Hal ini tidak berpengaruh dalam formulasi pakan. 4.3.
Pembuatan Pakan
4.3.1. Penepungan Dalam proses penepungan terdapat dua kegiatan yang dilakukan, yaitu penggilingan dan pengayakan. Penggilingan bertujuan untuk menghaluskan bahan baku dengan menggunakan mesin blender. Bahan baku yang telah halus kemudian diaya menggunakan ayakan yang terbuat dari bahan nilon dengan diameter output sebesar 90 mesh. Setelah proses pengayakan selesai diperolehlah tepung yang akan digunakan untuk pencampuran. Bahan baku yang diaya adalah ampas tahu, ikan layang dan kulit pisang kepok.
Sementara kacang tanah tidak diaya karena kacang tanah mengandung lemak sehingga sulit untuk diaya. Khusus untuk ikan layang, sebelum digiling dan diaya, ikan layang harus dikukus dan dijemur untuk mengurangi kadar air sehingga mudah untuk dibuat tepung. 4.3.2. Penimbangan
Setelah bahan baku dibuat tepung, proses selanjutnya adalah penimbangan tiap - tiap tepung menggunakan timbangan elektronik. Berat tiap - tiap tepung harus berdasarkan formulasi. Tepung ampas tahu ditimbang dengan berat 7,315 gram, kacang tanah dengan berat 7,315 gram, tepung ikan layang dengan berat 42,685 gram, dan tepung kulit pisang kepok dengan berat 42,685 gram. Proses penimbangan harus secara bertahap dari bahan yang volumenya besar ke volume yang kecil. 4.3.3. Pencampuran Bahan yang telah ditimbang dicambur dalam baskom dan campur menjadi homogen. Setelah dicampur, masukan bahan tambahan tepung tapioka dan air. Campur kembari hingga homogen. 4.3.4. Pencetakan Bahan baku yang telah dicampur kemudian dicetak dengan mesin pellet berukuran kecil. Bahan yang telah di pellet, diletakan diatas bagi. 4.3.5. Pengeringan Bahan baku yang telah tercetak menjadi pelet kemudian dikeringkan. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalam pakan atau pelet sehingga menjadi minimal dan stabil (sekitar 10%). Proses pengeringan dilakukan secara alami dengan bantuan sinar matahari yang memakan waktu 4 s/d 5 hari. 4.3.6. Penyimpanan Pellet yang telah dikeringkan kemudian dimasukan di dalam toples yang kemudian disimpan di tempat kering dan tidak lembab. 4.4.
Persiapan Wadah Dan Pemasukan Air Wadah yang digunakan adalah aquarium. Aquarium dibersihkan dan diisi air setengah dari volume aquarium. Aerasi dialirkan untuk menyuplai DO dalam aquarium.
4.5.
Seleksi Benih Ikan Nila Benih ikan nila yang menjadi bahan uji ditangkap pada kolam pemeliharaan ikan nila. Benih ditangkap menggunakan jala dan seser. Benih yang telah ditangkap kemudian di aklimatisasi dalam aquarium.
4.6.
Evaluasi Kelayakan Pakan Dengan Uji Biologis Pakan yang telah dibuat kemudian dievaluasi kelayakan pakan dengan uji biologis. Dalam uji biologis yang dilihat adalah pengaruh pakan terhadap pertumbuhan benih ikan nila. Pakan diberikan 4 kali sehari (pukul 7:00, pukul 11:00, pukul 15:00, dan pukul 19:00) selama seminggu dengan persentase pemberian 6% dari bobot atau berat tubuh awal. Hasil pengukuran berat tubuh awal adalah 61,5 gram. Maka dosis pemberian adalah;
Setiap kali pemberian, pakan ditimbang dengan berat 0,9225 gram menggunakan timbangan elektronik dan kemudian diberikan kepada benih ikan nila. Setelah seminggu pemberian pakan, bobot benih ikan nila ditimbang dan hasilnya adalah 66,8 gram. Artinya benih ikan nila mengalami pertambahan bobot tubuh sebesar 5,3 gram dari berat tubuh awal. Setelah berat awal tersebut didapatkan, langkah selanjutnya adalah mengitung nilai konversi pakan atau FCR dihitung berdasarkan rumus dari Djajasewaka (1985) dalam Wirabakti (2006) sebagai berikut :
Peanghitungan FCR dapat dilihat sebagai berikut :
Penyelesaian :
Jadi, FCR-nya adalah 4,50.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penyusunan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Dalam penyusunan formulasi pakan, terdapat beberapa metode yang dapat dipergunakan, diantaranya adalah metode trial error, metode persegi empat pearson’s, dan gabungan kedua metode tersebut. Metode yang paling umum digunakan dan mudah diaplikasikan adalah , metode persegi empat pearson’s. Dalam penyusunan formulasi pakan pula, kita dapat menentukan kandungan protein dan dosis bahan baku yang akan dibuat.
2.
Dalam membuat pakan dibutuhkan proses seperti Penepungan, Pencampuran, Pengukusan, Pencetakan, Pengeringan, dan Penyimpanan. Dalam proses penepungan terdapat proses penggilingan dan pengayakan. Dalam proses pencampuran terdapat proses penimbangan.
3.
Dalam pemberian pakan harus memenuhi beberapa strategi salah satunya adalah dosis pemberian dan persentase pemberian.
B.
Saran Adapun saran dari saya yaitu sebagai berikut :
1. Tempat praktikum tidak baik untuk dilakukan kegiatan evaluasi kelayakan pakan dengan uji biologis karena sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Di tambah lagi tidak ada pengawasan dari Dosen yang memberikan praktikum sehingga mahasiswa dapat melakukan apa maunya. Alangkah baiknya untuk uji biologis diadakan di lab. yang dapat dikontrol oleh dosen penanggung jawab. 2.
Dalam kegiatan uji biologis, mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok sehingga pembagian tugas pemberian pakan lebih dibebankan kepada seorang, padahal ini merupakan tanggung jawab bersama. Saran saya untuk praktikum selanjutnya mahasiswa jangan lagi dibagi menjadi kelompok tetapi ke perorangan saja biar ada tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA Abbas S, Djarijah. 1998. Membuat Pellet Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 48 hal. Afrianto, E dan E. Liviawati. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 37-141. Agustono, H. Setyono, T. Nurhajati, M. Lamid, dan W. D. Lokapirnasari. 2010. Praktikum Teknologi Pakan Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. 48 hal. Ahmad, T. Ratnawati, E. dan R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta. 85 hal.
Akbar, S. 2000. Meramu Pakan Ikan Kerapu. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 29-44. Anna, S. 2008. Analisis Fisika pada Analisa Pakan Udang. Direktorat Jenderal Perikanan bekerja sama dengan Internasional Development Research Centre, 1987. Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 146 hal. Bambang. 2001. Budidaya Ikan Di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta. Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta. Hal 115. Darmono. 1993.Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta. Djajasewaka, H. 1985. Pakan Ikan (Makanan Ikan). CV Yasaguna. Jakarta. Djarijah, A. S. Ir. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta. 87 hal. Faisal, S. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. 434 hal. Ghufron dan Kardi. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng. Dahara Prize. Semarang Gunawan, D. 2010. Pedoman Pembangunan Pabrik Pakan Skala Kecil Dan Proses Pengolahan Pakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. 30 hal. ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 491 hal. Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 276 hal. Irma, H. 2008. Teknik Pembuatan Pakan Ikan Apung Di CV. Mentari Nusantara Feedmill. Praktek Kerja Lapang. Tulungagung. Jawa Timur. 67 hal. Khairuman, K.A. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta. 83 hal. Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 146-148 : 157-165. Murtidjo, B.A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 13 : 56 : 77. Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya Dan Pembenihan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta. Hal 87-98. Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo Han Pub. Korea Republic. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 622 hal. Pfeil. F., Schultze H.P. 1996. Devonian Fishes and Plants of Miguasha, Quebec, Canada. Verlag. München. 374 hal. Rasidi. 2002. Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Cetakan 5. Penebar Swadaya. Jakarta. 106 hal. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci identifikasi ikan. Jilid I dan II. Bina cipta. Bandung. Sahwan, F. 2002. Pakan Ikan dan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta. 87 hal. Sim, YS. 2005. Pedoman Praktis Pemberian dan Pengelolaan Pakan untuk Ikan Kerapu yang di Budidaya. Australian Centre for International Agricultural Research. Canberra. 18 hal. Sugama, K., Slamet, B., Ismi, S., Setiadi, E. and Kawahara, S. 2001. Manual for the seed production for humpback grouper, Cromileptes altivelis. Gondol Research Institute for Mariculture and Japan International Cooperation Agency, Bali, Indonesia. 37 hal.
laporan pembuatan pakan dan teknik pemberian pakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor pembatas dalam melakukan kegiatan budidaya karena mempunyai peranan yang sangat penting baik ditinjau dari faktor penentu pertumbuhan maupun dilihat dari segi biaya produksi. pakan merupakan kebutuhan termahal dari kegiatan budidaya. Untuk itu diperlukan adanya manajemen aplikasi pakan yang baik yang harus sesuai kondisi dengan media hidup serta jenis ikan dan tingkat kebutuhan ikan yang dibudidayakan agar pakan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan serta kelangsungan hidup ikan tersebut. Ikan merupakan organisme air yang menggunakan protein sebagai sumber energi utama Sehingga sebelum membuat suatu formulasi pakan, hal penting untuk diketahui adalah kebutuhan nutrisi bagi organisme yang akan memanfaatkan bahan pakan tersebut. Selain itu juga harus diketahui jenis bahan pakan apa saja yang digunakan serta bagaimana kandungan gizi dalam bahan pakan tersebut, sehingga dapat ditentukan berapa banyak bahan pakan yang diperlukan untuk membuat suatu formulasi pakan. Dalam membuat formulasi pakan, kandungan nutrisi yang dibutuhkan ikan perlu diketahui terlebih dahulu. Banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan ikan tergantung dari spesies, ukuran serta kondisi lingkungan ikan itu hidup. Nilai nutrisi (gizi) pakan pada umumnya dilakukan melalui analisa proksimat. Beberapa kandungan gizi yang perlu untuk diketahui dalam rangka menyusun ransum pakan yaitu protein, lemak, karbohidrat yang terdiri dari BETN dan serat, serta abu. Selain itu juga perlu diketahui kandungan airnya, sehingga dapat ditentukan perlu tidaknya ditambahkan suatu bahan antioksidan dalam suatu formulasi pakan. Dengan mengetahui semua itu diharapkan pakan yang dibuat memiliki kualitas yang tinggi yakni dapat meningkatkan pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan. Menurut Murtidjo (2001) bahwa Pakan yang berkualitas mengandung 70 % protein, 15 % karbohidrat, 10 % lemak, dan 5 % vitamin, air, dan mineral. Suryaingsih (2010) menyatakan bahwa kualitas pakan tidak hanya sebatas pada nilai gizi yang dikandungnya melainkan pada sifat fisik pakan seperti kelarutannya, ketercernaanya, warna, bau, rasa dan anti nutrisi yang dikandung. Kualitas pakan juga dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Pemilihan baku yang baik dapat dilihat berdasarkan indikator nilai gizi yang
dikandungnya; digestibility (kecernaanya); dan biovaibility (daya serap). Pakan yang berkualitas akan mendukung tercapainya tujuan produksi yang optimal. Oleh karena itu pengetahuan tentang nutrisi, gizi, komposisi serta kualitas secara fisik perlu diketahui. Komposisi suatu pakan perlu kita ketahui baik sebelum atau sesudah pembuatan pakan sebagai database dalam pembuatan pakan. Sebelum pembuatan pakan bobot masingmasing bahan harus diketahui untuk menghasilkan jumlah pakan dengan nilai nutrisi tertentu. Demikian juga setelah dalam bentuk pakan. Berdasrkan uraian sebelumnya maka pengetahuan mengenai cara pembuatan pakan (penyediaan bahan baku) dan teknik pengujian pakan (uji proksimat, uji daya tahan, uji daya apung, dan uji biologis).
1.2 Tujuan Adapun tujuan dari dilaksanakan praktikum pembuatan pakan buatan adalah sebagai berikut
Mengetahui cara persiapan bahan baku dan cara pembuatan pakan.
Mengetahui teknik pembuatan pakan buatan yang baik
Mengetahui tekhnik uji fisik, uji biologis, serta uji kimia kualitas pakan. 1.3. Manfaat Praktikum Adapun manfaat di laksanakannya praktikum pakan buatan ini adalaha sebagai berikut :
Mahasiswa dapat mengetahui berbagai macam bahan baku yang dapat digunakan untuk pembuatan pakan buatan, serta bagaimana cara membuatnya.
Mahasiswa dapat memahami tekhnik-tekhnik yang dilakukan untuk pengujian mutu pakan.
BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi ikan lele Menurut Seanin (1984), klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Sub-kingdom
: Metazoa
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub Ordo
: Siluroidea
Famili
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias batracus
Ikan lele (Clarias sp.) adalah ikan yang termasuk dalam golongan catfish. Ikan lele mudah beradaptasi meskipun dalam lingkungan yang kritis, misalnya perairan yang kecil kadar oksigennya dan sedikit air. Ikan lele juga termasuk ikan omnivor, yaitu pemakan segala jenis makanan tetapi cenderung pemakan daging atau karnivora. Secara alami ikan lele bersifat nokturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap, tetapi dalam usaha budidaya ikan lele dibuat beradaptasi menjadi diurnal (Suryanto, 1986). Ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan ikan lainnya, sehingga dapat dengan mudah dibedakan dengan jenis-jenis ikan lain. Menurut Astuti (2003) ikan lele memiliki bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernapasan tambahan (arborescent organ). Bagian depan badannya terdapat penampang melintang yang membulat, sedang bagian tengah dan belakang berbentuk pipih. Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan dalam kondisi lingkungan perairan yang sedikit akan kandungan oksigen terlarut disebut dengan arboresence (Suryanto, 1986). Alat pernapasan tambahan ini terletak di bagian kepala di dalam rongga yang dibentuk oleh dua pelat tulang kepala. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Mulutnya terdapat dibagian ujung moncong
dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar (berfungsi sebagai tentakel), dan dua pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang (Pillay, 1990).
2.2 Pakan Buatan Menurut Gusrina (2008), Pakan buatan adalah pakan yang dibuat oleh manusia untuk ikan peliharaan yang berasal dari berbagai macam bahan baku yang mempunyai kandungan gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan ikan dan dalam pembuatannya sangat memperhatikan sifat dan ukuran ikan. Pakan buatan dibuat oleh manusiauntuk mengantisipasi kekuranganpakan yang berasal dari alam yang kontinuitas produksinya tidak dapat dipastikan. Dengan membuat pakan buatan diharapkan jumlah pakan yang dibutuhkan oleh ikan akan terpenuhi setiap saat. Pakan buatan yang berkualitas baik harus memenuhi kriteriakriteria seperti:
Kandungan gizi pakan terutama
protein harus sesuai dengan kebutuhan ikan
Diameter pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut ikan
Pakan mudah dicerna
Kandungan nutrisi pakan mudah
diserap tubuh
Memiliki rasa yang disukai ikan
Kandungan abunya rendah
Tingkat efektivitasnya tinggi
Menurut Gusrina (2008) Pengelompokkan jenis-jenis pakan ikan dapat dibuat berdasarkan bentuk, berdasarkan kandungan airnya, berdasarkan sumber dan berdasarkan konstribusinya pada pertumbuhan ikan. Jenis-jenis pakan buatan berdasarkan bentuk antara lain adalah:
Bentuk larutan, Digunakan sebagai pakan burayak ikan (berumur 2 – 20 hari). Larutan ada 2 macam
Bentuk tepung/meals, Digunakan sebagai pakan larva sampai benih (berumur 2-40 hari).
Bentuk butiran/granules Digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80 hari).
Bentuk remahan/crumble, Digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung (berumur 80-120 hari).
Bentuk lembaran/flake, Biasa diberikan pada ikan hias atau ikan laut
Bentuk pellet tenggelam/sinking Biasa digunakan untuk kegiatan pembesaran ikan air tawar maupun ikan air laut yang mempunyai kebiasaan tingkah laku ikan tersebut berenang di dalam perairan.
Bentuk pellet terapung/floating Biasa digunakan untuk kegiatan pembesaran ikan air tawar maupun ikan air laut yang mempunyai kebiasaan tingkah laku ikan tersebut berenang di permukaan perairan. 2.3 Formulasi Pakan Menurut Gusrina (2008) Metoda segiempat kuadrat adalah suatu metode yang pertama kali dibuat oleh ahli pakan ternak dalam menyusun pakan ternak yang bernama Pearsons.. Metode ini ternyata dapat diadaptasi oleh para ahli pakan ikan dan digunakan untuk menyusun formulasi pakan ikan. Dalam menyusun formulasi pakan ikan dengan metode ini didasari pada pembagian kadar protein bahan-bahan pakan ikan. Berdasarkan tingkat kandunganprotein, bahan-bahan pakan ikan ini terbagi atas dua bagian yaitu :
Protein Basal, yaitu bahan baku pakan ikan, baik yang berasal dari nabati, hewani dan limbah yang mempunyai kandungan protein kurang dari 20%.
Protein Suplement, yaitu bahan baku pakan ikan, baik yang berasal dari nabati, hewani dan limbah yang mempunyai kandungan protein lebih dari 20%. Secara garis besar, proses pembuatan pakan ikan meliputi tahapan kegiatan pengecilan ukuran, premixing, pencampuran, pencetakan, penjemuran, pengemasan, dan penyimpanan. Proses – proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisional, memperbaiki nilai organoleptik, menekan biaya produksi, memudahkan konsumen, dan memperpanjang umur simpan (Djunaidah, 1984). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menentukan komposisi pakan buatan, namun cara yang paling mudah adalah dengan metode kuadrat. Metode ini didasarkan pada pembagian bahan –bahan pakan ikan menurut kandungan proteinnya. Berdasarkan kandungan proteinnya, bahan baku pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu protein basal dan protein suplemen. Protein basal yaitu bahan baku paklan yang mempunyai kandungan protein kurang dari 20%. Bahan baku ini juga sering disebut suplemen energi. Protein suplemen yaitu bahan baku pakan yang mempunyai kandungan protein lebih besar dari 20% (Suhardjo, 1992). 2.4 Uji Pakan 2.4.1 Uji proksimat pakan
Protein merupakan elemen penting pada organ dan otot dari tubuh hewan, berperan dalam membentuk jaringan baru untuk pertumbuhan, pengganti jaringan yang rusak, pembentukkan enzim dan hormon serta pengatur berbagai metabolisme dalam tubuh (Furuichi, 1988 dalam Merantica, 2007). Kebutuhan protein pada pakan untuk spesies ikan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda tergantung jenis spesies. Kandungan protein pakan optimal untuk ikan dipengaruhi oleh keseimbangan protein dan energi, komposisi asam amino, kecernaan protein dan sumber energi pakan. Pemanfaatan protein secara terusmenerus sangat diperlukan, apabila terjadi kelebihan maka akan digunakan ikan untuk menyusun jaringan baru dan sisanya diubah menjadi energi. Karbohidrat dalam pakan ikan terdapat dalam bentuk serat kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN), namun serat kasar mempunyai nilai nutrisi yang sanagat rendah (Zonneveld et.al, 1991 dalam Hasibuan, 2007). Ikan memanfaatkan karbohidrat pakan hingga 45% untuk pertumbuhannya (Shimeno et.al 1997 dalam Merantica 2007) dan serat kasar yang diperlukan ikan antara 10%-13% (Anonim 2001). Penambahan 3%-6% karbohidrat umumnya akan menambah serat kasar dimana serat kasar merupakan bahan yang tidak dapat dicerna oleh ikan (Merantica 2007). Lemak adalah pakan mempunyai peranan penting sebagai sumber energi. Bahkan dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, lemak dapat menghasilkan energi yang lebih besar. Kandungan lemak yang baik untuk makanan ikan rata-rata berkisar antara 4-8% (Hasting, 1976 dalam Nuraeni, 2004). Nilai gizi lemak dipengaruhi oleh kandungan asam lemaknya, khususnya asam lemak essensial. Asam lemak essensial terdiri dari asam lemak tak jenuh yang dikenal dengan istilah PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) yaitu asam oleat, linoleat, dan linolenat. Lemak juga diperlukan untuk memelihara bentuk dan fungsi fosfolipid, membantu absorpsi vitamin yang larut dalam lemak, dan mempertahankan daya apung (NRC, 1993 dalam Merantica, 2007) Kebutuhan nutrient yang terakhir adalah kadar abu, di dalam abu terdapat berbagai maacam bahan anorganik (mineral) yang bergabung menjadi satu. Mineral tidak dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh ikan. Keberadaan mineral dalam pakan diperlukan untuk mempertahankan kondisi tubuh tetap normal dan juga diperlukan untuk pembentukan kerangka tulang (Sutajaya, 2006). Kadar abu merupakan kumpulan bahan organik atau mineral yaitu terdiri dari phosphor, Zn, magenesium, kalsium, kalium, dan bahan-bahan organik lainnya, dalam pakan dikarenakan selain kandungan lemak, protein dan karbohidrat dalam pakan mineral dan vitamin juga berperan dalam pembentukkan kerangka tulang dan
mempertahankan kondisi tubuh. Semakin besar kadar abu dalam pakan maka kadar mineral dalam pakan tersebut juga semakin tinggi. 2.4.2 Uji Biologi Pakan Uji coba pakan secara biologis dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter biologis yang sangat diperlukan untuk menilai apakah pakan ikan yang dibuat dapat memberikan dampak terhadap ikan yang mengkonsumsinya (Gusrina, 2008). Komunitas ikan dapat dikelompokkan menjadi kelompok ikan herbivora atau detritivora, karnivora dan omnivora berdasarkan bahan makanan yang dimakannya. Kelompok ikan herbivora atau detritivora memakan detritus dan plankton sebagai makanan utamanya. Kelompok ikan omnivora memakan pakan alami berupa serangga air, udang, anak ikan dan tumbuhan air. Sedangkan ikan karnivora makanan utamanya ialah udang dan anak ikan (Pigot, 1986). Dilihat dari kebiasaan makannya, nila termasuk jenis omnivora, yaitu pemakan tumbuhan dan hewan. Jenis makanan yang dibutuhkan tergantung umurnya. Pada stadia larva pakan utamanya adalah alga bersel tunggal crustacea kecil dan benthos. Ukuran benih sampai fingerling lebih menyukai zooplankton. Sedangkan ukuran pembesaran menyukai pakan buatan (Sudjana, 1988). Pelet dengan kandungan protein 25% sudah cukup untuk pertumbuhan optimal untuk ikan. Sedangkan untuk memacu pertumbuhan untuk ikan budidaya dibutuhkan pakan dengan kandungan protein 25 – 27% sudah cukup baik untuk memacu pertumbuhan ikan (Kordi, 2010). 2.4.3 Uji Fisik Pakan Uji coba pakan secara fisik bertujuan untuk mengetahui stabilitas pellet di dalam air (Water Stability Feed) yaitu daya tahan pakan buatan di dalam air. Selain itu uji fisik dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan baku pakan yang akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan di dalam air. Hal ini dapat dideteksi dengan daya tahan pakan buatan di dalam air. Dengan mengetahui daya tahan pakan buatan di dalam air akan sangat membantu para praktisi perikanan dalam memberikan pakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk mengejar pakan dikaitkan dengan lama waktu pakan itu bertahan di dalam air sebelum dimakan oleh ikan (Handajani, 2010). Pelet yang baik adalah pelet yang memiliki ukuran panjang dan diameter disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan di beri makan (sesuai dengan bukaan mulut ikan), ukuran pelet berkisar antara 3 – 3,5 mm. selain ukuran pelet, tesktur pakan juga merupakan factor fisik lain yang penting. Tesktur adalah tingkat kehalusan bahan baku sebelum diramu.
Pakan yang baik terbuat dari bahan baku yang berbentuk tepung halus atau setidak-tidaknya berupa tepung yang lolos saring dari ayakan (Anonim, 2011).
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu Dan Tempat Praktikum Pembuatan Pakan Dan Uji pakan dilaksanakan Pada bulan mei sampai Juni. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kelautan Dan perikanan Universitas Syiah Kuala.
3.2 Alat Dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum pembuatan pakan dan uji pakan adalah sebagai berikut: Tabel 3.2.1 Alat Dan Bahan No Jenis Alat dan Bahan
Jumlah
1
Baskom
1 Unit
2
Terpal
I unit(2 meter)
3
Mesin Pembuatan Pakan
1 Set
4
Timbangan
1 Unit
5
Kertas Koran
Secukupnya
6
Tepung Udang rebon
2,06 kg
7
Tepung ikan
1.03 Kg
8
Dedak halus
0,95 Kg
9
Tepung terigu
0,57 Kg
10
Tepung terigu
0.19 Kg
11
Vitamin
0,01 Kg
12
Minarel
0,01 Kg
13
Minyak
0.02 Kg
14
Tapewer
6 unit
15
Pakan control
1 Kg
16
Benih ikan lele ukuran 3-5cm
60 ekor
17
Timbangan digital
1 unit
18
Pengaris
1 unit
19
Alat Tulis
1 Set
20
Tampi Beras
1 unit
21
Air
secukupnya
22
Ayakan
1 unit
3.3 Cara Kerja 3.3.1 Pembuatan Ransum Pakan
Dikelompokkan bahan baku yang telah dipilih berdasarkan kadar protein dari setiap bahan baku tersebut yaitu
Bahan baku kelompok protein Basal : Dedak halus 13,63%, tepung terigu 12,27%, Tepung sagu 7,71%
Bahan baku kelompok protein : Suplemen: Tepung ikan 45%, tepung udang rebon 51,65%
Dilalukan perhitungan rata-rata kandungan bahan baku dari protein basal dan protein suplemen dengan cara melakukan penjumlahan semua bahan baku yang berasal dari protein basal dan membagi dengan berapa macam jumlah bahan baku protein basal. Begitu juga dengan bahan baku suplemen dilakukan penjumlahan kadar protein suplemen kemudian dibagi dengan berapa macam jumlah bahan baku protein suplemen
Bahan basal
Bahan Suplemen
Dibuat kotak segi empat. Pada bagian tengah kotak segi empat diletakkan nilai kandungan protein pakan yang akan dibuat. Pada bagian atas kiri segiempat diletakkan nilai rata-rata kandungan protein basal dan pada bagian kiri bawah diletakkan nilai rata-rata kandungan protein suplemen
Bahan basal (11,02%)
Bahan Suplemen (48,32%)
Di bagian tengah segiempat tersebut diletakkan kadar protein pakan ikan yang akan dibuat yaitu 35%. Untuk mengisi nilai disebelah kanan segiempat bagian atas adalah nilai protein bahan baku yang berasal dari protein suplemen maka nilai tersebut adalah melakukan pengurangan nilai protein suplemen dengan kadar protein pakan yaitu 48,32% - 35% = 13,32%. Sedangkan untuk mengisi nilai pada segiempat sisi kanan pada bagian bawah adalah nilai protein bahan baku yang berasal dari protein basal bahan baku dilakukan pengurangan antara kadar protein pakan dengan kadar protein bahan baku basal yaitu 35% - 11,02% = 23,98%, maka dapat dilihat pada gambar segiempat dibawah ini adalah sebagai berikut ;
Protein Basal (11,02)
13,32%
35%
Protein suplemen (48,32%)
23,98%
Dilakukan penjumlahan nilai pada bagian sisi sebelah kanan, maka dapat dilihat pada gambar segiempat di bawah ini :
Protein Basal (11,02)
13,32%
35%
Protein suplemen (48,32%)
Dilakukan perhitungan komposisi setiap bahan baku yang telah disusun dengan cara sebagai berikut :
Protein Basal
%
Protein suplemen
Dari hasil perhitungan pada langkah sebelumnya maka dapat dihitung komposisi atau perbandingan setiap bahan baku jika pembuatan bahan pakan 5 kg yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan adalah sebagai berikut :
Perbandingan bahan baku suplemen 1:2 Tepung ikan
Tepung Udang rebon
Perbandingan bahan baku basal 5:3:1 Dedak halus
Tepung terigu
Tepung sagu
Jadi total semua bahan baku, bahan basal+bahas suplemen+bahan tambahan = 0,95Kg+0,57Kg+0,19Kg+1,03Kg+2,06Kg+0,05Kg+0,05Kg+0,1 = 5 kg
3.3.2 Pembuatan Pakan
Setelah penyusunan bahan baku selesai dibuat langkah selanjutnya adalah melakukan penepungan setiap jenis bahan baku. Bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan semua harus dalam bentuk tepung dan semuanya harus berukuran sama.
Bahan baku yang telah dijadikan tepung selanjutnya dilakukan penimbangan sesuai dengan formulasi pakan yang telah dibuat sebelumnya dan diletakkan dalam wadah yang terpisah. dilakukan pencampuran bahan baku dari mulai bahan baku yang paling sedikit sampai yang terbanyak. Hal ini dilakukan agar semua bahan baku tersebut tercampur secara homogeny
Setelah dilakukan pencampuran bahan baku secara homogen langkah selanjutnya adalah membuat pakan buatan sesuai dengan bentuk pakan buatan yang ditentukan. Pakan buatan yang akan diberikan kepada ikan air ada berbagai macam bentuk antara lain adalah tepung,
remahan dan pellet. Bentuk pellet ada berbagai macam ukuran mulai dari 1 mm sampai 5 mm sesuai dengan peruntukkannya.
Proses selanjutnya setelah pakan buatan dicetak adalah melakukan pengeringan terhadap pakan yang elah dicetak Pakan tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dengan menggunakan sumber panas alami yaitu sinar matahari. menggunakan sinar matahari bisa memakan waktu 2-3 hari jika sinar matahari bersinar sepanjang hari.
3.3.3. Uji Kimia Pakan(Protein)
Sampel diambil sebanyak yang diperlukan secara acak.
Sampel dimasukkan dalam gelas percobaan, kemudian ditambah zat katalis (K2SO4) 30 cc. Lalu dipanasi selama 2 jam sampai berwarna hijau muda.
Kemudian sampel didinginkan dan dipindah ke gelas volume 250 cc dan diberi aquadest 50 ml.
Diambil 25 cc dalam gelas penyulingan, ditambah dengan (NaOH) kadar 50% sebanyak 20 cc dan dicuci dengan aquadest. Dibawah gelas pembekuan dipasang gelas segitiga yang didalamnya telah diisi dengan 0,1 N H2SO4 sebanyak 20 cc ditambah dengan indikator metil merah 2 tetes, lalu disuling selama 10 menit sampai zat cair dalam gelas bertambah 2 kali lipat.
Selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan dihitung zat proteinnya.
3.3.4 Uji Fisika Pakan
Diambil pakan secukupnya pakan secara acak dari wadah pakan kemudian disebarkan diatas kertas putih.
Diamati pakan tersebut dengan seksama kemudian dicatat hasilnya.
Diambil sejumlah pakan dan didekatkan pakan tersebut ke hidung
Diambil sedikit pakan dan diletakkan di lidah untuk dikecap dan di rasa
Dimasukkan 1 butir pakan dalam botol mineral yang berisi air dan diaerasi. Diaktifkan stopwatch sejak pertama kali pakan menyentuh air.Setiap 30 menit, diguncangkan botol mineral dengan lembut beberapa kali
Ditaruh beberapa pakan diatas permukaan air dan dilepaskan.
Dibiarkan pakan hingga akhirnya jatuh ke dasar.
Dicatat lama waktu pakan mengapung.
Dihitung rata-rata lama waktu mengapung setiap butir pakan.
3.3.5 Uji Biologi Pakan
Ikan yang digunakan adalah ikan lele ukuran 3-5 cm sebanyak 60 ekor. 10 ekor setia perlakuan 1, perlakuan 2, perlakuan 3 dan pada control berjumlah masing-masing 10 ekor per tapewer
Ditimbang berat ikan dan dihitung rata-ratanya.
Dimasukkan ikan tersebut kedalam tapewer
Ditimbang jumlah pakan berdasarkan berat total tubuh ikan lele sebanyak 5% dari berat tubuhnya.
Diberikan pakan tersebut tiga kali sehari pada pago, siang dan sore atau malam
Setiap 2 hari sekali tapewer disifon dan setiap 7 hari sekali dilakukan pergantian air secara total.
Dilakukan penimbangan pada hari ke tujuh, ditimbang berat ikannya, dan dihitung kembali jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan berat tubuh ikan.
Pemeliharaan ikan dilakukan selama 21 hari. 3.4 Analisa Data 3.4.1 Pembuatan ransum Pakan
Dikelompokkan bahan baku yang telah dipilih berdasarkan kadar protein dari setiap bahan baku tersebut yaitu
Bahan baku kelompok protein Basal : Dedak halus 13,63%, tepung terigu 12,27%, Tepung sagu 7,71%
Bahan baku kelompok protein : Suplemen: Tepung ikan 45%, tepung udang rebon 51,65%
Dilalukan perhitungan rata-rata kandungan bahan baku dari protein basal dan protein suplemen dengan cara melakukan penjumlahan semua bahan baku yang berasal dari protein basal dan membagi dengan berapa macam jumlah bahan baku protein basal. Begitu juga dengan bahan baku suplemen dilakukan penjumlahan kadar protein suplemen kemudian dibagi dengan berapa macam jumlah bahan baku protein suplemen
Bahan basal
Bahan Suplemen
Dibuat kotak segi empat. Pada bagian tengah kotak segi empat diletakkan nilai kandungan protein pakan yang akan dibuat. Pada bagian atas kiri segiempat diletakkan nilai rata-rata kandungan protein basal dan pada bagian kiri bawah diletakkan nilai rata-rata kandungan protein suplemen
Bahan basal (11,02%)
Bahan Suplemen (48,32%)
Di bagian tengah segiempat tersebut diletakkan kadar protein pakan ikan yang akan dibuat yaitu 35%. Untuk mengisi nilai disebelah kanan segiempat bagian atas adalah nilai protein bahan baku yang berasal dari protein suplemen maka nilai tersebut adalah melakukan pengurangan nilai protein suplemen dengan kadar protein pakan yaitu 48,32% - 35% = 13,32%. Sedangkan untuk mengisi nilai pada segiempat sisi kanan pada bagian bawah adalah nilai protein bahan baku yang berasal dari protein basal bahan baku dilakukan pengurangan antara kadar protein pakan dengan kadar protein bahan baku basal yaitu 35% - 11,02% = 23,98%, maka dapat dilihat pada gambar segiempat dibawah ini adalah sebagai berikut ;
Protein Basal (11,02)
13,32%
35%
Protein suplemen (48,32%)
23,98%
Dilakukan penjumlahan nilai pada bagian sisi sebelah kanan, maka dapat dilihat pada gambar segiempat di bawah ini :
Protein Basal (11,02)
13,32%
35%
Protein suplemen (48,32%)
Dilakukan perhitungan komposisi setiap bahan baku yang telah disusun dengan cara sebagai berikut :
Protein Basal
%
Protein suplemen
Dari hasil perhitungan pada langkah sebelumnya maka dapat dihitung komposisi atau perbandingan setiap bahan baku jika pembuatan bahan pakan 5 kg yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan adalah sebagai berikut :
Perbandingan bahan baku suplemen 1:2 Tepung ikan
Tepung Udang rebon
Perbandingan bahan baku basal 5:3:1 Dedak halus
Tepung terigu
Tepung sagu
Jadi total semua bahan baku, bahan basal+bahas suplemen+bahan tambahan
= 0,95Kg+0,57Kg+0,19Kg+1,03Kg+2,06Kg+0,05Kg+0,05Kg+0,1 = 5 kg 3.4.2 Laju Pertumbuhan Mutlak
Keterangan Wt
: bobot ikan pada saat t
Wo
: bobot ikan awal
G
: Laju pertumbuhan harian spesifik
Perlakuan 1
Control 1
Perlakuan 2
Control 2
Perlakuan 3
Control 3
3.4.3 Pertumbuhan Harian
Keterangan Wt : bobot ikan pada saat t Wo : bobot ikan awal g
: Laju pertumbuhan harian spesifik
t
: waktu
Perlakuan 1
Kontrol 1
Perlakuan 2
Control 2 G=
Perlakuan 3
Control 3
3.4.4 Laju Pertumbuhan ( SR) Keterangan : Nt = Populasi ikan ke-1 No = Populasi ikan ke-0
Perlakuan 1 Control 1
Perlakuan 2
Control 2
Perlakuan 3
Control 3
3.4.5 Laju Mortalitas Keterangan : Mt = Jumlah ikan yang mati Mo = Populasi ikan ke-0
Perlakuan 1
Control 1
Perlakuan 2
Control 2
Perlakuan 3
Control 3
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Adapun hasil yang didapatkan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut: Tabel 4.1.1 Laju Pertumbuhan Mutlak setiap perlakuan Perlakuan
Laju pertumbuhan Mutlak
Perlakuan 1
2,55 gram
Perlakuan 2
2,1 gram
Perlakuan 3
1,9 gram
Tabel 4.1.2 Laju pertumbuhan mutlak setiap control Kontrol
Laju pertumbuhan Mutlak
Kontrol 1
1,72 gram
Kontrol 2
1.9 gram
Kontrol 3
1,52 gram
Tabel 4.1.3 SR(kelangsungan hidup) Perlakuan Perlakuan
SR(kelangsungan hidup)
Perlakuan 1
90 %
Perlakuan 2
70 %
Perlakuan 3
80 %
Tabel 4.1.4 SR(kelangsungan hidup) Kontrol Kontrol
SR(kelangsungan hidup)
Kontrol 1
70 %
Kontrol 2
70 %
Kontrol 3
70 %
Tabel 4.1.5 Laju pertumbuhan harian Perlakuan Perlakuan
SGR (laju pertumbuhan harian)
Perlakuan 1
0,12 gram
Perlakuan 2
2,1 gram
Perlakuan 3
1,9 gram
Tabel 4.1.6 Laju pertumbuhan harian Kontrol Kontrol SR(kelangsungan hidup) Kontrol 1
0,082 gram
Kontrol 2
1,9 gram
Kontrol 3
1,52 gram
Tabel 4.1.7 Mortalitas pada perlakuan Perlakuan Mortalitas Perlakuan 1
10 %
Perlakuan 2
30 %
Perlakuan 3
20 %
Tabel 4.1.8 Mortalitas pada Kontrol Kontrol Mortalitas Kontrol 1
30 %
Kontrol 2
30 %
Kontrol 3
30 %
4.2 Pembahasan Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis. Dalam praktikum ini bahan baku yang digunakan berupa tepung ikan, tepung udang rebon, tepung terigu, tepung sagu serta dedak halus. Bahan makanan yang berasal dari hewan merupakan sumber protein bagi ikan, sedangkan sumber protein yang berasal dari tumbuhan. Pembuatan pakan terdiri dari persiapan bahan baku berupa tepung ikan yang berasal dari perlakuan yang berbeda. Tahapan selanjutnya adalah penghalusan. Tujuan utama
pengahalusan bahan baku pakan adalah untuk memperoleh ukuran yang relatif halus dan seragam. Menurut Mudjiman (2004), bahan baku yang halus, selain mudah dicerna juga menghasilkan pakan yang relatif lebih kompak. Sebaliknya, bahan baku yang kasar relatif sulit dicerna dan dapat menyebabkan kematian ikan karena sering menyumbat kerongkongan atau saluran pencernaan. Selain itu juga, dengan pengecilan ukuran maka luas permukaan pakan jadi bertambah besar sehingga kontak dengan enzim pencernaan dan daerah penyerapan (dinding usus ) akan bertambah besar pula,. Dengan demikian, energi pakan yang dapat diserap oleh tubuh ikan juga semakin meningkat. Akan tetapi, perlu diperhatikan agar bahan baku pakan tidak terlalu halus. Jika terlalu halus, pakan akan membentuk koloid di dalam air sehingga hanya sedikit nutrien yang di manfaatkan oleh ikan. Pencampuran tersebut dimaksudkan agar seluruh bagian bahan yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama seperti komposisi yang telah direncanakan. Semakin kecil dan seragam ukuran bahan baku pakan, semakin tinggi kemungkinan terbentuknya campuran yang homogen (Handajani, 2010). Komponen yang berwarna sebaiknya di campur tarlebih dahulu karena dapat digunakan sebagai indikator homogenitas. Bahan baku yang berbentuk cairan dan banyak mengandung lemak sebaiknya dicampurkan setelah bahan baku yang berbentuk kering sudah tercampur rata. Pencetakan bahan dilakukan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Bentuk dan ukuran pakan buatan bermacam –macam, Adonan dimasukkan kedalam alat pencetak pelet dengan diameter lubang yang telah disesuaikan denga ukuran pelet yang hendak dihasilkan. Pelet dapat dicetak dengan menggunakan alat penggiling daging (meat grinder). Pelet yang dihasilkan dari pencetakan segera dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran. Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pakan mencapai 10 – 12%. Pakan dengan kadar air yang terlalu tinggi (Aw) kurang menguntungkan karena mudah ditumbuhi mikroba (jamur) dan disukai serangga. Sebaliknya, pakan dengan Aw rendah juga kurang menguntungkan karena akan terjadi peningkatan laju proses oksidasi dan pencokelatan. Pelet yang telah kering selanjutya diremas – remas hingga berukuran panjang hanya 0,5 cm. Pelet kering ini sudah dapat diberikan kepada ikan atau disimpan di gudang sebagai pakan cadangan. Untuk mengetahui mutu atau kualitas pakan buatan dapat dilakukan dengan pengujian secara kimia, fisika dan biologi. Pada praktikum kali ini ada beberapa hal yang diuji yakni Uji proksimat, , uji dari fisik pakan, serta uji biologis terhadap pakan tersebut. Uji organoleptic atau uji fisik pakan sangat diperlukan juga untuk mengetahui kualitas dari pakan tersebut. Uji organoleptic atau uji fisik pakan ini dapat dilakukan dengan
cara yang sederhana tanpa melalui proses pengeringan atau pemanasan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat indera. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya benda lain dari pakan selain dari bahan baku, adanya bau yang khas, rasa pakan, daya tahan pakan dalam air dan juga laju kecepatan tenggelam pakan dalam air. warna berbintik-bintik coklat kecokelatan , morfologi pakannya terdapat lubang dibagian permukaannya. Pakan yang baik memiliki permukaan yang licin, halus dan tidak kasar. Pakan yang kasar menunjukan pakan mengandung serta yang sulit dicerna juga dapat pula mengandung pasir dan tanah. Selain itu pakan yang baik aromanya tidak terlalu tengik karena jika pakan aromnya terlalu tengik menunjukan pakan tersebut rusak dan mengandung jamur. Pakan ikan yang sudah dibuat harus mempunyai bau yng khas sesuai dengan keinginan ikan sehingga ikan yang mencium bau pakan ikan tersebut tertarik untuk mengkonsumsi pakan atau biasa disebut dengan daya terima ikan terhadap pakan ikan yang dibuat (pallatabilitas). Pakan ikan yang mempunyai bau yang enak akan menarik minat ikan untuk segera memakan pakan ikan tersebut. Pakan yang terasa aneh dilidah harus dihindari karena mengandung pathogen ataupun ditumbuhi jamur (Suhardjo, 1992). Menurut Handajani (2010), Daya larut pakan dalam air (water stability feed) yakni berkisar 2-3 jam. Jika daya larutnya lebih besar dari itu pakan akan sulit dicerna oleh ikan sedangkan jika daya larutnya kurang dari 2-3 jam maka pakan akan mudah pecah dan tidak dapat dimakan oleh ikan. Pada pengukuran kecepatan tenggelam pakan ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah pakan tersebut dapat dimakan atau tidak oleh ikan. Pakan yang terlalu lama mengapung atau terlalu cepat tenggelam mempersulit ikan untuk dapat memakan pakan tersebut. Pakan yang cepat tenggelam lebih cocok diberikan untuk biota dari kelas crustecea seperti udang, lobster, dan lain-lain. Karena kebiasaan mereka yang hidup didasar perairan sehingga membutuhkan pakan yang lebih cepat tenggelam. Pengujian biologis untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pakan tersebut terhadap pertumbuhan ikan yang diberi umpan. Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok didapatkan pertambahan berat ikan Lele yang dipelihara selama 3 minggu secara berturut-turut yaitu untuk masing-masing perlakuan,laju pertumbuhan mutlak 2,55 gram, 2,1 gram dan 1,9 gram sedangkan untuk control 1,72 gram, 1,9 gram dan 1,55 gram. untuk Pertumbuhan harian masing masing perlakuan 0,12 gram, 2,1 gram dan 1,9 gram sedangkan Pertumbuhan harian untuk masing-masing control 0,082, 1,9 gram dan 1,52 dan untuk SR masing-masing perlakuan adalah 90%, 70% dan 80% sedangkan untuk control masing masing adalah 70%, 70% dan 70% serat tingkat kematian atau mortalitas pada masing-
masing perlakuan 10 %, 30% dan 20 % sedang untuk kontrolnya 30%, 30% dan 30% . Menurut literatur, pakan yang kandungan gizinya cukup tinggi belum tentu berpengaruh baik terhadap pertumbuhan. Apabila bahan bakunya merupakan bahan yang sukar dicerna maka zat gizi yang terkandung didalam pakan yang bersangkutan tidak akan banyak yang terserap oleh usus ikan. Menurut Wiadnya, dkk (2000), lambatnya pertumbuhan diduga disebabkan dua faktor utama, yaitu kondisi internal ikan sehubungan dengan kemampuan ikan dalam mencerna dan memanfaatkan pakan untuk pertambahan bobot tubuh dan kondisi eksternal pakan, yang formulasinya belum mengandung sumber nutrien yang tepat dan lengkap bagi ikan sehingga tidak dapat memacu pertumbuhan pada tingkat optimal. Uji Proksimet adalah untuk mengetahui kadar protein. Protein berperan penting untuk pertumbuhan, karena mengandung asam amino esensial dan non-esensial. Kandungan Protein mencapai 60-75%
dari bobot ikan, sehingga ikan membutuhkan protein untuk
pertumbuhannya, yaitu melalui pasokan pakan yang mengandung protein (Watanabe, 1986) dalam Rostika, 1997). Umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 25%-50% dalam pakannya (Anonim1, 2008). Protein merupakan sumber energi utama pada ikan, jika kebutuhan protein tidak dicukupi dalam makanannya, maka akan terjadi penurunan drastis atau penghentian pertumbuhan atau kehilangan bobot tubuh karena ikan akan menarik kembali protein dari beberapa jaringan untuk mempertahankan fungsi dari jaringan yang lebih vital (NRC, 1983 dalam Anonim1, 2008). Proporsi protein dalam pakan tidak boleh berlebih. Jika berlebih, ikan akan mengggunakan energi yang lebih besar untuk melakukan proses deaminasi asam amino, sehingga energi untuk pertumbuhan akan berkurang. Untuk pengujian protein yang dilakukan, kami tidak mendapatkan hasil dari uji protein tersebut dikarenakan telatnya dilakukan pengujian dilab. Sehingga untuk uji proksimat kami tidak mengetahui kadar protein, lemak, kadar abu dan karohidarat pada pakan yang dibuat
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum dan pembahasan tersebut adalah sebagai berikut : Proses pembuatan pakan meliputi persiapan bahan baku dengan komposisiyang telah ditentukan. Selanjutnya dilakukan penghalusan yang tujuannya adalah untuk memperoleh ukuran yang relatif halus dan seragam, kemudian pencampuran agar bahan baku menjadi homogen dengan penambahan air secukupnya , dicetak, pencetakan bahan dilakukan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan, dilakukan pengeringan pakan dengan cara penjemuran hingga kadar airnya mencapai 10 - 12%. Pakan yang baik memiliki permukaan yang licin, halus dan tidak kasar, aromanya tidak terlalu tengik, bau yang khas, dan pakan tidak terasa aneh dilidah. Daya larut pakan dalam air (water stability feed) yakni berkisar 2 - 3 jam. hasil pakan kami memiliki daya tenggelam kurang dari 2 jam, artinya pakan tersebut tidak diberikan pada ikan
laju pertumbuhan mutlak 2,55 gram, 2,1 gram dan 1,9 gram sedangkan untuk control 1,72 gram, 1,9 gram dan 1,55 gram. untuk Pertumbuhan harian masing masing perlakuan 0,12 gram, 2,1 gram dan 1,9 gram sedangkan Pertumbuhan harian untuk masing-masing control 0,082, 1,9 gram dan 1,52 dan untuk SR masing-masing perlakuan adalah 90%, 70% dan 80% sedangkan untuk control masing masing adalah 70%, 70% dan 70% serat tingkat kematian atau mortalitas pada masing-masing perlakuan 10 %, 30% dan 20 % sedang untuk kontrolnya 30%, 30% dan 30% .
uji prosimat tidak bisa diketahui karena waktu yang dilakukan pada pengujian di lab tidak cukup untuk pembuatan laporan ini. 5.2 Saran
Peralatan praktikum masih sangat terbatas sehingga pengujian protein tidak dapat dilaksanakan.
Menambah jumlah alat-alat agar praktikum berjalan lancar.
Untuk asisten praktikum saya mengucapkan terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada saya melalui praktikum ini. Dan juga berkat kerjasama yang baik sehingga praktikum ini berjalan lancar.