Diskusi kasus
GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP
Disusun Oleh : Martinus Nuherwan Desyardi
G99122115
KEPANITERAAN KLINIK FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013
1
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Istilah glaukoma sudut tertutup didasarkan atas gonioskopi. Istilah klinik ini lebih cocok dengan keadaan yang sebenarnya terlihat oleh dokter; yaitu terkadang dapat terjadi serangan nyeri yang mendadak (akut), mata merah sekali dan palpebra membengkak (kongestif), tekanan bola mata meningkat (glaukoma). Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata depannya memang sudah sempit dari pembawaannya. Jadi ada faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya penutupan sudut bilik mata depan. B. Faktor Predisposisi Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada iris maka akan terjadi hambatan aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan, yang dinamakan hambatan pupil (pupillary block). Hambatan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan di bilik mata belakang. Pada sudut bilik mata depan yang tadinya memang sudah sempit, dorongan ini akan menyebabkan iris menutupi jaringan trabekulum. Akibatnya akuos humor tidak dapat atau sukar mencapai jaringan ini dan tidak dapat disalurkan keluar. Terjadilah glaukoma akut sudut tertutup. Istilah pupillary block penting untuk diingat dan dipahami karena mendasari alasan pengobatan dan pembedahan pada glaukoma sudut tertutup. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya hambatan pupil ini ditemukan pada mata yang bersumbu pendek dan lensa yang secara fisiologik terus membesar karena usia, iris yang tebal pun dianggap merupakan faktor untuk mempersempit sudut bilik depan. C. Faktor Pencetus Peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata belakang akan mendorong iris ke depan, hingga sudut bilik mata depan yang memang
2
sudah sempit akan mendadak tertutup. Tidak diketahui dengan jelas apa yang menyebabkan hal tersebut. D. Dilatasi Pupil Apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan menebal; sudut bilik mata depan yang asalnya sudah sempit akan mudah tertutup. Glaukoma akut akibat midriatik sudah lama dikenal, bahkan ada yang mengusulkan istilah mydriatic glaucoma. Penggunaan tetes mata homatropin, atropin, dan skopolamin dapat mengakibatkan glaukoma akut. Bahkan suntika atropin untuk kasus muntah berak atau untuk persiapan pembiusan dapat mengakibatkan glaukoma akut karena dilatasi pupil. E. Gejala Klinik Sebelum penderita mendapat serangan akut, ia mengalami tanda dini (prodorma) walau ini tidak selalu terjadi. F. Prodroma Ada yang menamakan fase ini bukan kongestif. Jarang seorang penderita datang pada dokter spesialis mata dengan keluhan prodromal, karena gejala hanya sebentar dan hilang sendiri. Mereka mengeluh mata kabur sebentar pada satu mata; mungkin mereka melihat warna pelangi di sekitar lampu atau lilin. Kepalanya sakit sedikit di sebelah mata yang bersangkutan. Bola mata juga terasa agak nyeri. Keluhan ni berlangsung setengah sampai dua-tiga jam kemudian hilang. Jarang mereka datang ke dokter dengan keluhan demikian karena cepat berlalu. Apabila dalam fase ni kita dapat memeriksanya, akan didapatkan hiperemi perikorneal yang ringan; kornea agak suram karena edema; bilik mata depan agak dangkal; pupil sedikit melebar dan tekanan bola mata meningkat. Ini semua berlangsung tidak lama, tetapi kalau ditemukan, harus mendapat pengobatan. Kalau tidak diobati dengan tepat, keadaan ini dapat menjadi normal sendiri atau menjadi serangan glaukoma akut. 3
Acapkali keadaan ini dianggap seperti flu. Setelah menelan pil influensa misalnya mereka merasa sembuh. Tidak jarang mereka mengatakan baha setelah tidur sejenak, mereka merasa enak. Keadaan ini dapat dijelaskan karena waktu tidur terjadi miosis hingga sudut bilik mata depan terbuka kembali. Prodroma akan kembali lagi dan tiap kali akan berlangsung lebih lama dan datangnya makin sering hiongga pada suatu saat keadaan tidak pulih lagi tetapi menjadi serangan akut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa anamnesis penting sekali untuk mendeteksi seorang calon glaukoma akut. G. Glaukoma Kongestif Akut Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma memberi kesan seperti orang yang sakit berat dan kelihatan payah; mereka diantar oleh orang lain atau dipapah. Penderita sendiri memegang kepalanya karena sakit, kadang-kadang pangkai selimut. Hal inilah yang mengelabui dokter umum; sering dianggap penderita dengan suatu penyakit sistemik. Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian hari penderita tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri dirasakan di dalam dan di sekitar mata. Penglihatannya kabur sekali dan melihat pelangi di sekitar lampu. Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva bulbi yang sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar dan kornea yang suram. Bilik mata depan dangkal dapat dibuktikan dengan memperhatikan bilik mata depan dari samping. Pupil tampak melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yang hampir total. Refleks pupoil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun sampai hitung jari. Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang teliti sudah cukup untuk membuat suatu diagnosis persangkaan yang baik. Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bola mata diukur, lalu didapatkan tinggi sekali. Apabila tidak ada tonometer Schiotz, terpaksa harus dipakai cara digital. Mereka yang tidak biasa menafsir tekanan bola mata dengan 4
jari dan merasa ragu-ragu, dianjurkan untuk membandingkannya dengan mata orang lain atau mata sendiri. H. Pengobatan Pertama-tama harus diingat bahwa glaukoma akut merupakan masalah pembedahan. Terapi medikamentosa harus dilaksanakan sebagai pertolongan darurat. Terapi medikamentosa antara lain: Miotik: yang paling mudah didapatkan adalah pilokarpin 2-4% tetes mata yang diteteskan tiap 1 menit selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam. Carbonic anhidrase inhibitor: yang biasa dipakai adalah tablet asetazolamid 250 mg 2 tablet sekaligus, kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam. Obat hiperosmotik: yang paling mudah adalah larutan gliserin 50% yang diberikan oral. Dosis 1-1,5 gram/kg BB (0,7-1,5 cc/ kg BB). Untuk praktisnya dapat dipakai 1 cc/kg BB. Gliserin ini harus diminum sekaligus. Tidak banyak gunanya apabila diminum sedikit demi sedikit. Karena gliserin ini terlalu manis hingga dapat menyebabkan rasa mual pada penderita, boleh diteteskan jeruk nipis agar terasa seperti air jeruk. Obat lain yang hiperosmotik tetapi tidak mudah didapatkan di daerah pedesaan adalah mannitol 20% yang diberikan per infus + 60 tetes per menit. Morfin: suntikan 10-15 mg mengurangi rasa sakit dan mengecilkan pupil. Hasil pilokarpin adalah miosis dan karenanya melepaskan iris dari jaringan trabekulum. Sudut bilik mata depan akan terbuka. Daya kerja asetazolamid adalah mengurangi pembentukan akuos humor. Gliserin dan mannitol mempertinggi daya osmosis plasma. Obat-obatan di atas dapat diberikan bersama-sama, tetapi hanya merupakan pengobatan darurat dan jangka pendek. Pembedahan harus tetap direncanakan. Dalam hal ini seringkali penderita menolak suatu operasi berhubung matanya sudah dirasakan lebih nyaman setelah mendapat obat-obatan. Karenanya sejak semula penderita dan keluarganya harus diberitahu akan perlunya pembedahan. 5
Pengobatan dengan sinar laser pada glaukoma dapat dilakukan untuk tindakan non-bedah iridektomi.
6
BAB II STATUS PASIEN
I. IDENTITAS Nama
: Ny. C
Umur
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Malangjiwan RT 04/RW 02 Colomadu Karanganyar
II. ANAMNESIS A. Keluhan utama
: mata kanan terasa nyeri
B. Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 1 hari yang lalu, penderita mengeluhkan mata kanan terasa sangat nyeri yang timbul mendadak, dan dirasakan terus-menerus, serta terasa berdenyut. Penderita juga mengeluh mata kanan merah, ncrocos terus-menerus, dan terasa perih. Penglihatan mata kanan menjadi kabur. Penderita melihat lingkaranlingkaran berwarna seperti pelangi di sekitar bola lampu dan merasa silau jika berada di ruangan yang terang. Blobokan (-), gatal (-), panas badan (-). Penderita juga merasa pusing, mual, dan muntah-muntah bersamaan dengan munculnya nyeri pada mata kanan. Penderita minum obat sakit kepala dan beristirahat, tetapi keluhan tidak berkurang. Nyeri yang dirasakan penderita muncul pada bagian dalam bola mata kanan dan menjalar ke sekitar mata kanan sampai belakang kepala. Mata merah terlihat pada seluruh bagian putih mata kanan. Kelopak mata kanan bengkak dan sulit dibuka. Penderita tidak mengetahui penyebab munculnya keluhan-keluhan tersebut. Sebagai ibu rumah tangga, penderita jarang beraktivitas di luar rumah
7
sehingga mata jarang terkena benda asing seperti debu atau pasir. Penderita juga belum pernah memakai obat tetes mata maupun salep mata. Keluhan-keluhan tersebut dirasakan sejak 1 hari yang lalu dan timbul secara tiba-tiba. Sebelumnya, penderita belum pernah merasakan keluhan serupa. Mata kanan dirasakan sangat nyeri sampai penderita tidak bisa tidur. Penglihatan mata kanan juga mendadak menjadi kabur. Mata kanan penderita hanya bisa melihat dalam jarak yang sangat dekat. Penderita tidak mengeluh mata kiri nyeri, merah, nrocos, dan penglihatan mata kiri dirasakan tidak berkurang C. Riwayat Penyakit Dahulu -
Riwayat hipertensi
: disangkal
-
Riwayat kencing manis
: disangkal
-
Riwayat trauma mata
: disangkal
-
Riwayat operasi mata
: disangkal
-
Riwayat alergi obat dan makanan
: disangkal
-
Riwayat memakai obat tetes mata jangka lama : disangkal
-
Riwayat sakit serupa
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga -
Riwayat hipertensi
: disangkal
-
Riwayat DM
: disangkal
-
Riwayat sakit serupa
: disangkal
E. Kesimpulan Anamnesis OD
OS
Proses
suspek peradangan
normal
Lokalisasi
bola mata dan sekitarnya
-
Sebab
belum diketahui
-
8
Perjalanan
akut
-
Komplikasi
belum ada
-
III. PEMERIKSAAN FISIK A. Kesan umum Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup T = 100/60 mmHg
S = 36,30C
N = 88x/1menit Rr = 20x/1menit
B. Pemeriksaan subyektif
OD
OS
Visus sentralis jauh
1/10
6/6
Pinhole
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Koreksi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Refraksi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Visus Perifer Konfrontasi test
lapang pandang menyempit normal
Proyeksi sinar
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Persepsi warna
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Pemeriksaan Obyektif 1. Sekitar mata Tanda radang
+
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
hiperemi
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
Kulit
sawo matang
sawo matang
2. Supercilium
Geraknya
dalam batas normal 9
dalam batas normal
3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita Heteroforia
tidak ada
tidak ada
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Anopthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Ptosis bulbi
tidak ada
tidak ada
Atrofi bulbi
tidak ada
tidak ada
Bufthalmus
tidak ada
tidak ada
Megalokornea
tidak ada
tidak ada
Temporal superior
normal
normal
Temporal inferior
normal
normal
Temporal
normal
normal
Nasal
normal
normal
Nasal superior
normal
normal
Nasal inferior
normal
normal
dalam batas normal
dalam batas normal
4. Ukuran bola mata
5. Gerakan Bola Mata
6. Kelopak Mata Gerakannya Oedem
+
tidak ada
Hiperemi
+
tidak ada
Lebar rima
8 mm
8 mm
Tepi kelopak mata Oedem
+
tidak ada
Hiperemi
+
tidak ada
Entropion
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
tidak ada
tidak ada
10
7. Sekitar saccus lakrimalis Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Odem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Palpasi
meningkat
normal
Tonometer Schiotz
tidak dilakukan
8. Sekitar Glandula lakrimalis
9. Tekanan Intra Okuler tidak dilakukan
10. Konjunctiva Konjunctiva palpebra Oedem
+
tidak ada
Hiperemis
+
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Benjolan
tidak ada
tidak ada
Sikatrik Konjunctiva Fornix
Konjunctiva Bulbi Pterigium
tidak ada
tidak ada
Oedem
+
tidak ada
Hiperemis
+
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Nodul
Caruncula dan Plika Semilunaris Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
putih
putih
11. Sklera Warna 11
Penonjolan
tidak ada
tidak
ada Hiperemi
tidak ada
tidak ada
Ukuran
10 mm
10 mm
Limbus
keruh
keruh
12. Cornea
Permukaan
rata
rata
Sensibilitas
normal
normal
Keratoskop (Placido)
reguler
ireguler
Fluoresin Test
tidak dilakukan
(+)
Arcus senilis
(+)
(+)
Isi
jernih
jernih
Kedalaman
dangkal
dalam
Warna
coklat
coklat
Bentuk
bulat
bulat
Sinekia Anterior
tidak ada
tidak ada
Sinekia Posterior
tidak ada
tidak ada
Ukuran
3 mm
3 mm
Bentuk
bulat
bulat
Letak
sentral
sentral
13. Kamera Okuli Anterior
14. Iris
15. Pupil
Reaksi terhadap - cahaya langsung
(+)
(+)
- cahaya tidak langsung
(+)
(+)
Reflek konvergensi
(+)
(+)
Tepi
rata
rata
Ada/tidak
ada
ada
Kejernihan
jernih
jernih
16. Lensa
12
Letak Shadow test
sentral
sentral
tidak dilakukan
tidak dilakukan
17. Corpus vitreum Kejernihan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
IV. DIAGNOSIS BANDING -
OD Glaukoma
-
OD Keratitis Pungtata
-
OD Keratitis Filamentosa
V. DIAGNOSIS - OD Glaukoma VI. TERAPI Medikamentosa Menurunkan produksi akuos humor : • Topikal beta bloker : Timolol maleate 0,25 – 0,5%, 1-2 kali tetes sehari. • Asetazolamid tab 250 mg, 2 tablet sekaligus, dilanjutkan 1 tablet tiap 4 jam sampai 24 jam Meningkatkan pengeluaran (outflow) akuos humor : •
Pilokarpin 2 % tetes mata, 1 tetes tiap menit selama 5 menit, dilanjutkan 1 tetes tiap jam sampai 6 jam.
•
Gliserin 50 % (1cc/kg BB) diminum sekaligus atau infus Manitol 20% 60 tetes per menit
Mengurangi rasa nyeri (analgesik) •
Asam mefenamat 500 mg 3x1
Non Medikamentosa
13
•
Edukasi penderita untuk mematuhi program terapi dan berobat teratur.
•
Laser Iridotomi
•
Iridektomi Perifer
VII. PROGNOSIS OD Ad vitam
OS dubia
baik
Ad sanam
dubia
baik
Ad fungsionam
dubia
baik
Ad kosmetikum
baik
baik
VIII. RESEP R/ Timolol maleate guttae oculi 0,25% No.I ∫ 1-2 dd guttae 1-2 R/ Asetazolamid tab 250 mg No. VIII ∫uc R/ asam mefenamat tab mg 500 No.IX ∫ 3 dd tab I Pro: Ny. C (50th)
14
BAB III PEMBAHASAN OBAT A. Acetazolamide Acetazolamide pertama kali digunakan sebagai diuretic pada tahun 1953 danb baru dipublikasikan secara farmakologi pada tahunh 1954. Pada tahun y7ang sama, penggunaan acetazolamnide
secara oral diperkenalkan
untuk
menurunkan tekanan intra-okuli bagi penderita glaucoma. Acetazolamide termasuk ke dalam obat-obatan yang disebut karbonik anhidrase inhibitor. Karbonik anhidrase inhibitor adalah suatu kimia dalam tubuh yang berperan menghasilkan dan mengurai asam karbonat yang salah satu hasilonya adalah bikarbonat. Bikarbonat memegang peranan penting dalamn produksi cairan yang mengisi bagian belakang bola mata (akuos humor). Acetazolamide mempunyai aksi menghambat kerja enzim karbonik anhidrase (Carbonic anhidrase inhibitor) yang pada akhirnya menurunkan produiksi
bikarbonat.
Dengan
menurunkan
produksi
bikarbonat,
acetazolamide menurunkan jumlah akuos humor ytang diproduksi oleh mata. Hal ini berakibat turunnya tekanan intra-okuli seperti pada keadaan glaucoma. Acetazolamide juga dipakai sebagai pengobatan kejang dan epilepsy, hipertensi intracranial benigna, mountain sickness, cystinuria dan dural ectasia. Acetazolamide adalah 1-acetomido-1,3,4-thiadiazole-5sulfonamide, N-(5sulfanyl1,3,4-thiadiazole-2-yl) acetamide, dengan rumus molekul CHNOS, berat molekul 222.24, dengan waktu paruh 3-9 jam. Ini merupakan asam lemah dengan nilai peruraian konstan (pKa) 7,2, sangat sedikit larut dalam air (0,72 mg/ml), sangat sedikit larut dalam alkohol (3,93 mg/ml) dan aseton hampir tidak dapat larut dalam karbon tetraklorida, kloroform dan ether.
15
Acetazolamide berwarna putih sampai putih sedikit kekuning-kuningan, berbutir, berbentuk tepung yang tidak berbau. Setiap tablet terdiri dari 125 mg atau 250 mg dan komposisi inaktifnya berupa croscarmellose sodium, magnesium stearate, microcrystalin cellulose, pregelantinize starch, sodium lauryl sulfate. Acetozolamide juga tersedia dalam bentuk 500 mg sustained realese (SR) tablet. Sustained realease tablet memiliki aksi yang lebih lama untuk menghambat pengeluaran akuos humor selama 18-24 jam setelah pemberian dimana pada tablet biasa hanya selama 8-12 jam. Konsentrasi aqcetazolamide dalam darah terjadi antara 3-6 jam setelah pemberian sustained release, sedangkan tablet biasa 12-4 jam setelah pemberian. Tablet 250 mg diberikan 4x sehari dapat menurunkan tekanan intra okuli hamper sama dengan pemberian 500 mg SR 2x sehari (pagi dan sore). Total dosis yang dianjurkan per hari adalah 8-30 ml/kg dalam dosis terbagi. Meskipun ada penderita yang respon pada dosis rendah, kisaran optimumnya 375-1000mg/hari. Pemeberian dosis 1000mg/hari tidak memberikan efek yang bermanfaat. Acetazolamide membentuk ikatan yang kuat dengan karbonik anhidrase dan konsentrasi tertinggi dijumpai pada jaringan-jaringan yang mengandung enzim tersebut, khususnya sel darah merah dan korteks ginjal. Obat ini dapat dimakan bersama makanan atau susu untuk menurunkan rasa tidak enak di perut. Efek samping dari obat ini berupa pusing, lightheadness (khususnya pada hari pertama konsumsi), pandangan kabur dan transien myopia pernah dilaporkan, kehilangan nafsu makan, gatal, mual, muntah, telinga berdenging, sakit kepala dan lemas juga dapat dirasakan. Efek lain yang ditimbulkan tetapi jarang adalah kejang otot, sakit pada kerongkongan, kulit memerah, perdarahan yang tidak biasa, tangan atau kaki bergetar, reaksi alergi. Pemberian obat ini tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat penyakit kadar sodium atau potassium yang rendah, penderita yang alergi terhadap obat sulfa, penyakit ginjal, gangguan kelenjar adrenal, penyakit paru, diabetes, alergi serta dapat meningkatkan pembentukan batu ginjal 16
kalsiumj oksalat dan kalsium phospat, juga kontraindikasi dengan penderita dengan sirosis karena resiko terjadinya hepatic enselopati. Penderita akan mengalami sering buanbg air kecil sehingga dianjurkan untuk minum banyak cairan untuk menghindari dehidrasi dan sakit kepala. Peningkatan dosis akan menurunkan diuresis akan tetapi meningkatkan insiden mengantuk dan parestesia. Pada ibu hamil, obat ini dianjurkan untuk tidak dikonsumsi jika tidak begitu diperlukan dikarenakan obat ini dapat masuk ke air susu. Acetrazolamid harus sangat hati-hati apabila dikonsumsi bersamaan dengan aspirin dosis tinggi karena akan menimbulkan berbagai macam efek samping. Sampai saat ini belum ada laporan mengenai kasus overdosis maupun keracunan akibat pemakaian acetazolamide. B. Timolol maleat. Timolol merupakan antagonis beta-adrenergik non-selektif.blok baik beta1-reseptor
beta2-adrenergik.
Timolol
tidak
memiliki
aktivitas
simpatomimetik intrinsik yang signifikan,sebagai anestesi (membranstabilisasi) atau langsung depresi miokard.Timolol, jika dioleskan di mata, mengurangi tekanan intraokular normal dan meningkat (TIO). Peningkatan tekanan intraokular merupakan faktor risiko utama dalam patogenesis glaukoma. Semakin tinggi tingkat TIO, semakin besar kemungkinan hilangnya lapangan visual glaukoma dan kerusakan saraf optik. Mekanisme dominan aksi hipotensi mata dari agen topikal memblokir beta-adrenergik kemungkinan disebabkan oleh penurunan produksi aqueous humor.Secara umum, agen memblokir beta-adrenergik mengurangi cardiac output baik pada orang sehat dan pasien dengan penyakit jantung. Pada pasien dengan gangguan berat fungsi miokard, reseptor beta-adrenergik blocking agennya dapat menghambat efek stimulasi simpatik yang diperlukan untuk mempertahankan fungsi jantung yang memadai. Di dalam bronkus dan bronkiolus, blokade reseptor beta-adrenergik juga dapat meningkatkan resistensi saluran napas karena aktivitas parasimpatis terlindung.
17
Farmakokinetik Ketika diberikan secara oral, timolol ini diserap dengan baik dan mengalami metabolisme lulus cukup pertama. Timolol dan metabolitnya diekskresikan dalam urin. Half life timolol dalam plasma adalah sekitar 4 jam. Studi klinis Dalam dua studi multicenter dikendalikan di AS, Timolol (Betimol ®) 0,25% dan 0,5% dibandingkan dengan masing-masing obat tetes mata timolol maleat.Dalam studi ini, profil efikasi dan keamanan Betimol ® adalah mirip dengan maleat timolol. Indikasi dan penggunaan Betimol ® diindikasikan dalam pengobatan tekanan intraokular meningkat pada pasien dengan hipertensi okular atau glaukoma sudut terbuka. Kontraindikasi Betimol ® merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gagal terbuka jantung, syok kardiogenik, bradikardia sinus, kedua atau ketiga derajat atrioventrikular blok, asma bronkial atau sejarah asma bronkial, atau penyakit paru obstruktif kronik berat, atau hipersensitivitas . Dosis Betimol ® tersedia dalam konsentrasi 0,25 dan 0,5 persen. Dosis awal biasanya adalah satu tetes 0,25 persen Betimol ® di mata yang terkena (s) dua kali sehari. Jika respon klinis tidak mencukupi, dosis dapat diubah menjadi satu tetes 0,5 persen solusi di dalam mata yang terkena (s) dua kali sehari.Jika tekanan intraokular dipertahankan pada tingkat yang memuaskan, jadwal dosis dapat diubah untuk satu tetes sekali sehari pada mata (s). Karena variasi diurnal tekanan intraokular, respon yang memuaskan dengan dosis sekali sehari ditentukan dengan mengukur tekanan intraokular pada waktu yang berbeda sepanjang hari.Karena dalam beberapa pasien respon penurun tekanan untuk Betimol ® mungkin memerlukan beberapa minggu untuk menstabilkan, evaluasi harus mencakup penentuan tekanan intraokular setelah sekitar 4 minggu pengobatan dengan Betimol ®. 18
Dosis di atas satu tetes 0,5 persen Betimol ® dua kali sehari umumnya belum terbukti menghasilkan pengurangan lebih lanjut tekanan intraokular. Jika tekanan intraokular pasien masih pada tingkat yang belum memuaskan pada rejimen ini, terapi bersamaan dengan pilocarpine dan miotics lainnya, dan / atau epinefrin, dan / atau sistemik diberikan inhibitor anhydrase karbonat, seperti acetazolamide, dapat dilembagakan. C. Asam mefenamat Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgetik dan anti inflamasi. Asam mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukkan kerja pusat dan juga kerja perifer. Mekanisme kerja asam mefenamat adalah dengan menghambat kerja enzim sikloogsigenase (Goodman, 2007). Tablet asam mefenamat diberikan secara oral (dengan sediaan tablet 250 mg dan 500 mg). Diberikan melalui mulut dan diabsorbsi pertama kali dari lambung dan usus selanjutnya obat akan melalui hepar diserap darah dan dibawa oleh darah sampai ke tempat kerjanya. konsentrasi puncak asam mefenamat dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 4 jam. Pada manusia, sekitar 50% dosis asam mefenamat diekskresikan dalam urin sebagai metabolit 3-hidroksimetil terkonjugasi. dan 20% obat ini ditemukan dalam feses sebagai metabolit 3-karboksil yang tidak terkonjugasi (Goodman, 2007). Efek samping dari asam mefenamat terhadap saluran cerna yang sering timbul adalah diare, diare sampai berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung, selain itu dapat juga menyebabkan eritema kulit, memperhebat gejala asma dan kemungkinan gangguan ginjal (Setiabudy, 2009)
19
DAFTAR PUSTAKA Kanski, Jack. 2003. Clinical Ophtalmology. King Edward VII Hospital Windsor, UK Nurfifi, A. 2007. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glaukoma. .http://www.rsmyap.com Diakses 25 Oktober 2013 Mohammad, 2008. Glaukoma masih awam di mata masyarakat. http://www.surabaya-ehealth.org.htm Diakses tanggal 23 Oktober 2013
20