BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan untuk
menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, baik yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan. Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual kepada konsumen. Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan. Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nila-nilai normatifnya dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tingi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan. Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun di sisi lain, perlindungan tersebut harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, diperlukan perundang-undangan yang dapat melindungi kedua belah pihak. Permasalahan perlindungan konsumen ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pasar dan Perlindungan Konsumen
2.1.1
Pasar Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi
jual beli barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar harganya. Stanton, mengemukakan pengertian pasar yang lebih luas. Pasar memiliki sekurang-kurangnya tiga fungsi utama, yaitu fungsi distribusi, fungsi pembentukan harga, dan fungsi promosi. Sebagai fungsi distribusi, pasar berperan sebagai penyalur barang dan jasa dari produsen ke konsumen melalui transaksi jual beli. Sebagai fungsi pembentukan harga, di pasar penjual yang melakukan permintaan atas barang yang dibutuhkan. Sebagai fungsi promosi, pasar juga dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru dari produsen kepada calon konsumennya. 1)
Jenis-jenis pasar menurut fisiknya
Pasar konkret (pasar nyata) adalah tempat pertemuan antara pembeli dan penjual melakukan transaksi secara langsung. Barang yang diperjualbelikan juga tersedia di pasar. Contohnya, pasar sayuran, buah-buahan, dan pasar tradisional.
Pasar abstrak (pasar tidak nyata) adalah terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli hanya melalui telepon, internet, dan lain-lain berdasarkan contoh barang. Contohnya telemarket dan pasar modal.
2) Jenis-jenis pasar menurut waktunya
Pasar harian adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setiap hari dan sebagian barang yang diperjualbelikan adalah barang kebutuhan sehari-hari.
Pasar mingguan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung seminggu sekali. Biasanya terdapat di daerah yang belum padat penduduk dan lokasi pemukimannya masih berjauhan.
Pasar bulanan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung sebulan sekali. Biasanya barang yang diperjualbelikan barang yang akan dijual kembali (agen/grosir).
1
Pasar tahunan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setahun sekali, misalnya PRJ (Pasar Raya Jakarta).
3) Jenis-jenis pasar menurut barang yang diperjualbelikan
Pasar barang konsumsi adalah pasar yang memperjualbelikan barang-barang konsumsi untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Pasar sumber daya produksi adalah pasar yang memperjualbelikan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, tenaga ahli, mesin-mesin, dan tanah.
4) Jenis-jenis pasar menurut luas kegiatannya
Pasar setempat adalah pasar yang penjual dan pembelinya hanya penduduk setempat.
Pasar daerah atau pasar lokal adalah pasar di setiap daerah yang memperjualbelikan barang-barang yang diperlukan penduduk derah tersebut. Contohnya Pasar Gede di Solo.
Pasar Nasional adalah pasar yang melakukan transaksi jual beli barang mencakup satu negara contohnya pasar senen.
Pasar Internasional adalah pasar yang melakukan transaksi jual beli barang-barang keperluan masyarakat internasional. Contohnya pasar kopi di Santos (Brasil).
2.1.2
Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 :“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a: “ ….pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen…”
1) Pengertian Konsumen
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen : Pasal 1 butir 2 : “ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. 2
Menurut Hornby : “Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
2) Hukum Perlindungan Konsumen “Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam Hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen”. Jadi, kesimpulan dari pengertian diatas adalah : Bahwa Hukum perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang mengadakan Hubungan hukum atau yang bermasalah dalam keadaan yang tidak seimbang.
Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen : “Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.
Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan Konsumen : Perlindungan Konsumen bertujuan : -
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
-
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakai barang dan/ atau jasa;
-
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
-
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
-
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
-
meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan , kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
3
3)
Perangkat Hukum Di Indonesia, hukum yang mengatur adalah UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya. Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
Surat
Edaran
Direktur
Jenderal
Perdagangan
Dalam
Negeri
No.
795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
4)
Perlindungan Konsumen Di Indonesia Konsumen dilindungi dari setiap tindakan atau perbuatan dari produsen barang dan
atau jasa, importer, distributor penjual dan setiap pihak yang berada dalam jalur perdagangan barang dan jasa ini, yang pada umumnya disebut dengan nama pelaku usaha. Ada dua jenis perlindungan yang diberikan kepada konsumen, yaitu perlindungan priventif dan perlindungan kuratif. 4
Perlindungan preventif adalah perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli, atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut. Perlindungan kuratif adalah perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat
dari
penggunaan
atau
pemanfaatan
barang
atau
jasa
tertentu
oleh konsumen.Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu serta tidak boleh dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa. Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian. Kata-kata “Perlindungan Konsumen” bukan lagi merupakan istilah atau kata baru dalam kehidupan kita sehari-hari. Undang-Undang Perlindungan Konsumen pun telah diundangkan sejak tahun 1999 di bawah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang tersebut pun telah diberlakukan sejak tanggal diundangkannya. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia telah berdiri jauh sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsumen dibidani dan dilahirkan. Namun demikian perlindungan konsumen di Indonesia masih jauh dari pengharapan. Tulisan ini dibuat untuk memberikan pemahaman lagi bagi konsumen dan pelaku usaha di Indonesia mengenai pentingnya perlindungan konsumen bagi semua, tidak hanya konsumen tetapi juga pelaku usaha, karena eksistensi atau keberadaan perlindungan konsumen yang baik akan menciptakan sustainability bagi pelaku usaha untuk jangka waktu yang panjang. 2.2
Hubungan Konsumen dan Produsen Berdasarkan definisi yang telah diuraikan diatas, konsumen menurut Undang-undang
Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah sebagai berikut: “Konsumen adalah setiap orang yang memakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Sedangkan, produsen ialah orang yang menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan konsumen. Barang atau jasa yang dihasilkan produsen disebut produksi, sedangkan yang memakai barang dan jasa disebut konsumen.
5
Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP). Rumah Tangga Konsumsi ialah kelompok masyarakat yang memakai barang dan jasa, baik secara perorangan, atau keluarga atau organisasi masyarakat. Akibatnya, antara konsumen dan produsen tidak bisa dipisahkan, artinya saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Jika perusahaan menghasilkan suatu barang dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kalau tidak, maka produksinya tidak akan laku dijual. Namun, jika produsennya cukup pintar, mereka bahkan bisa menciptakan kebutuhan konsumen tersebut dengan cara promosi dan iklan yang gencar. Sehingga kebutuhan konsumen yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Cara tersebut disebut dengan inovasi, yaitu menciptakan sesuatu yang belum ada atau menyempurnakan yang sudah ada sehingga mempunyai fungsi yang lebih hebat lagi 1) Hubungan Secara Langsung Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan dalam rangka jual beli. Jual beli sesuai Pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian ini, maka terdapat unsur-unsur : a. Perjanjian b. Penjual dan pembeli c. Penentuan harga d. Barang atau jasa Pada umumnya konsumen dianggap mempunyai hak tertentu yang wajib dipenuhi oleh produsen, yang disebut sebagai hak kontraktual. Hak kontraktual adalah hak yang timbul dan dimiliki seseorang ketika ia memasuki suatu persetujuan atau kontrak dengan pihak lain. Maka, hak ini hanya terwujud dan mengikat orang-orang tertentu, yaitu orangorang yang mengadakan persetujuan atau kontrak satu dengan yang lainnya. Hak ini tergantung dan diatur oleh aturan yang ada dalam masing-masing masyarakat. Karena itu, aturan atau ketentuan di atas harus juga beraku untuk produsen dan konsumen tersebut. Karena itu, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang sama-sama harus dipenuhi. Adanya hak pada konsumen atas dasar bahwa interaksi bisnis adalah interaksi manusia lebih berlaku lagi dalam transaksi bisnis antara penyalur dan konsumen atau pelanggan.
Dalam transaksi ini jelas terlihat bahwa transaksi tersebut adalahh
suatubentuk interaksi manusia. Karena itu, kendati penyalur hanya menjadi perantara 6
antara produsen dan konsumen, mereka juga mempunyai tanggung jawabdan kewajiban moral untuk mmemperhatikan hak dan kepentingan konsumen yng dilayaninya. 2) Hubungan Tidak Langsung Pada awal sejarah manusia, transaksi bisnis terjadi secara langsung antara produsen dan konsumen. Seiring dengan revolusi industri, transaksi usaha berkembang ke arah hubungan yang tidak langsung melalui suatu mata rantai distribusi, dari pelaku usaha, disalurkan atau di distribusikan kepada agen, lalu ke pengecer baru sampai konsumen. Dalam hubungan ini tidak terdapat hubungan kontraktual (perjanjian) antara produsen dan konsumen. 2.3
Gerakan Konsumen Gerakan konsumen merupakan hal sangat penting dalam upaya riil mewujudkan
perlindungan konsumen dan keadilan dalam pasar. Pada prinsipnya sebuah gerakan konsumen diawali dari kesadaran akan hak dan kewajiban konsumen. Pelanggaran dan tidak terpenuhinya hak konsumen menjadi sumber utama bagi terjadinya permasalahan/sengketa konsumen. Ketidakadilan bagi konsumen muncul dalam sengketa konsumen. Kesadaran akan kondisi ketidakadilan tersebut menjadi salah satu penggerak bagi sebuah gerakan konsumen guna mewujudkan keadilan pasar. Gerakan konsumen sendiri akan terwujud jika terbangun solidaritas diantara konsumen. Untuk menuju sebuah kesadaran kritis dan tumbuhnya rasa solidaritas tersebut memerlukan proses pendidikan yang terus menerus. Berikut dijelaskan secara rinci latar belakang lahirnya gerakan konsumen sebagaimana dikemukakan A. Sonny Keraf sebagai berikut :
Banyaknya produsen berhati emas dan punya kesadaran moral yang tinggi, namun hati dan kesadaran moralnya itu sering dibungkam oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan atau uang dalam waktu singkat dari pada mempedulikan hak konsumen.
Di banyak Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, para produsen lebih dilindungi oleh pemerintah karena mereka di anggap punya jasa besar dalam menopang perekonomian Negara tersebut. Akibatnya, kepentingan mereka lebih diamankan pemerintah dari pada kepentingan konsumen.
Dalam system social politik dimana kepastian hokum tidak jalan, pihak produsen akan dengan mudah membeli kekuasaan untuk melindungi kepentingannya terhadap tuntutan konsumen.
7
Konsumen, (individual khususnya) merasa rugi kalau harus menuntut produsen dan karena itu ia selalu berada dalam posisi yang lemah. Masih beruntung bahwa kini media massa benar-benar digunakan sebagai kekuatan konsumen dimana keluhan mereka melalui rubric surat pembaca punya dampak efektif mempengaruhi produsen.
Kenyataan menunjukan bahwa keamanan produk jarang sekali diperhatikan secara serius oleh produsen.
Menurut Keraf, salah satu syarat bagi terpenuhi dan terjaminnya hak-hak konsumen adalah perlunya pasar dibuka dan dibebaskan bagi semua pelaku ekonomi, termasuk produsen dan konsumen.
Fungsi Iklan
2.4
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas lewatnya pesan-pesan
visual
atau
oral
disampaikan
kepada
khalayak
dengan
maksud
menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap ideaidea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Keuntungan dari adanya iklan yaitu :
Adanya informasi kepada konsumen
akan keberadaan suatu produk dan
“kemampuan” produk tersebut. Dengan demikian konsumer mempunyai hak untuk memilih produk yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya.
Adanya kompetisi sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen. Tanpa adanya iklan, berarti produk akan dijual dengan cara eksklusif (kompetisisi sangat minimal) dan produsen bisa sangat berkuasa dalam menentukan harga jualnya.
Memberikan subsidi kepada media-massa sehingga masyarakat bisa menikmati media-massa dengan biaya rendah. Hampir seluruh media-massa “hidup” dari iklan (bukan dari penghasilannya atas distribusi media tersebut). Munculnya media-media gratis memperkuat fakta bahwa mereka bisa mencetak dan mendistribusikan media tersebut karena adanya penghasilan dari iklan. 8
Adapun fungsi iklan dalam bisnis adalah sebagai berikut : 1) Iklan sebagai pemberi informasi Berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataan yang rinci tentang suatu produk secara netral (tanpa manipulasi dan bujuk rayu). Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengerahui dengan baik keberadaan produk itu, kegunaannya, kelemahannya, dan kemudahan-kemudahannya sehingga konsumen dapat
memutuskan
untuk
membeli
atau
tidak.
Pihak
yang
terlibat
dan
bertanggungjawab moral atas informasi yang disampaikan dalam sebuah iklan adalah: Produsen yang memiliki produk tersebut Biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya : etis, estetik, informatif, dan sebagainya Bintang iklan Media massa yang menayangkan iklan Masyarakat 2) Iklan sebagai pembentuk pendapat umum Dalam hal ini iklan berfungsi untuk menarik masa konsumen untuk membeli produk dengan cara menampilkan model iklan yang manipulative, persuasive, dan tendesius dengan maksud menggiring konsumen untuk membeli produk. Iklan persuasif dapat digolongkan menjadi dua, yaitu persuasive rasional dan non-rasional. Persuasif rasional menghargai tetap tgai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk. Suatu persuasi dianggap normal sejauh sisi persuasi terletak pada argumennya bukan pada penyajian dan penyampaian argumen itu. Iklan rasional lebih menekankan pada isi dari iklan yang akan disampaikan sehingga lebih ditonjolkan kebenaran mengenai produk tersebut. Persuasive non-rasional Umumnya hanya memanfaatkan kelemahan psikologis konsumen agar bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diiklankan. Daya persuasi lebih diutamakan pada kesan yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu, gerakan tubuh, dan semacamnya. Logis tidaknya iklan juga tidak diperhatikan dengan baik.
9
2.5 Persoalan Etis dalam Iklan 1) Iklan merong-rong otonomi dan kebebasan manusia. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk memperoleh produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk kepada kemauan iklan, khususnya iklan manipultive dan persuasive non rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan inferati moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain diluar dirinya. Manusia harus dihargai sebagai makhluk yang mampu menentukan pilihannya sendiri, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan manipulative, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar diberi informasi untuk membantunya memilih produk tertentu. Yang menarik disini adalah bahwa manusia modern mengklaim dirinya sebagai manusia bebas dan menuntut untuk dihargai kebebasannya. Adanya berbagai pilihan yang terbuka dalam konsumsinya juga menandai kehidupan manusia modern sebagai manusia bebas. Tetapi pihak lain, manusia adalah budak iklan, ia tidak bisa hidup tanpa iklan bahkan dikte oleh iklan. Sejak kecil ia terpukau oleh iklan yang mmpengaruhinya untuk membeli apa yang diiklankan, entah dengan memaksa orang tuanya, memaksa suami atau istri, bahkan dengan tindakan jahat sekalipun : mencuri, membunuh ibu kandung untuk membeli honda, dan seterusnya. 2) Dalam kaitan dengan itu iklan manipulative dan persuative non rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal itu baik karena akan menciptakan permintaan dan ikut menaikkan daya beli masyarakat.bahkan dapat memacu produktivitas kerja manusia hanya demi memenuhi kebutuhn hidupnya yang terus bertambah dan meluas.namun dipihak lain muncul masyarakat konsumtif, dimana banyak dari apa yang dianggp manusia sebagai kebutuhannya yang sebenarnya bukan kebutuhan yang hakiki 3) Iklan manipulative dan persuative non rasional membentuk dan menentukan identitas atau citra dari manusia modern. Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum memiliki barang sebagimana di tawarkan iklan, ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai
10
minyak rambut seperti diiklankan bintang film terkenal dan seterusnya. Identitas manusia modern hanyalah identitas misal : serba sama, serba tiruan, serba polesan dan serba instan. Manusia mengkonsumsi produk yang sama, maka identitas manusia modern hanyalah rancangan pihak tertentu di fabricated. 4) Bagi masyarakat modern tingkat perbedaan ekonomi dan social yang tinggi akan merong-rong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial, dimana banyak anggota masyarakat masih berjuang sekedar hiup. Iklan yang mewah trampil seakan-akan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesama yang miskin. Kendati dalam kenyatan sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan tersebut, ada baiknya kami paparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan, yaitu : Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud untuk memperdaya konsumen. Masyarakat dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli produk tertentu. Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya karena telah diperdaya oleh iklan tertentu. Iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu, khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia. Iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-terangan. Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas, seperti tindak kekerasan, penipuan, pelecehan seksual, diskriminasi, perendahan martabat manusia, dan sebagainya. 2.6
Makna Etis Penipuan Dalam Iklan Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum iklan pada
akhirnya membentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah perusahaan dimata masyarakat. Citra ini terbentuk bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri melainkan terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat ataupun tersira. Karena itu iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat dan misi sebuah perusahan atau produk. Ciri-ciri iklan yang baik :
Etis: berkaitan dengan kepantasan. 11
Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan).
Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.
Etika secara umum :
Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk
Tidak memicu konflik SARA
Tidak mengandung pornografi
Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Tidak melanggar etika bisnis, contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
Tidak plagiat.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan disini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang melainkan pada akhinya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik. Namun persoalannya adalah apa makna etis menipu disini. Sejauh man sebuah iklan dikategorikn menipu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu lebih dahulu merumuskan arti menipu secara moral. Pertama-tama kita harsu melihat perbedaan antara menipu dan berbohong. Dalam pemakaian sehari-hari keduanya sering disamakan atau bahkan dicampur adukkan pengertiannya. Namun, sesungguhnya ada perbedaan besar antara keduanya dengan implikasi moral yang mendalam. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata tipu mengandung pengertian perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Dengan kata lain menipu adalah mengenakan tipu muslihat, mengecoh, mengakali memperdaya, atau perbuatan curang yang dijalankan dengan niat yang telah direncanakan. Dalam tindakan menipu ada niat sadar dari pelaku untuk memperdaya dan mengecoh orang lain. Dari sudur pandang moral, menipu lalu dilihat sebagai tindakan yang tidak jujur dengan maksud untuk memperdaya orang lain. Karena itu menipu bertentangan dengan prinsip kejujuran yang karena itu secara moral dinilai sebagai tidak baik dan terkutuk Sebaliknya, berbohong diartikan sebagai perkataan atau pernyataan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bohong adalah mengatakan hal yang tidak benar, yaitu apa yang dikatakan tidak sesuai dengan kenyataan. Bohong hanya terbatas pada tidak sesuai apa yang dikatakan dengan kenyataan, bukan menyangkut tindakan atau perbuatan. Yang lebih 12
penting lagi, bohong sejauh tetap terbatas sebagai berbohong dalam arti sebenarnya tersebut, tidak melibatkan niat atau maksud apapun untuk memperdaya dan mengecoh orang tersebut. Tidak ada maksud apapun untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yng salah dengan mengikuti kebohongan itu, kendati bisa saja orang lain pada akhirnya salah bertindak (dan karena itu mengecoh) karena mempercayai perkataan yang tidak benar itu. Namun yang paling pokok disini adalah bohong tidak melibatkan maksud atau niat subjek untuk mengecoh orang lain, sedangkan menipu adalah sebaliknya melibatkan maksud atau niat subjek. Karena itu, secara moral bohong bersifat netral. Bohong tidak punya kualitas moral apapun. Karena bohong adalah hanya soal salah atau tidak benarnya suatu ucapan. Ia hanya menyangkut benar tidaknya suatu pernyataan dari segi fisik. Dari pengertian menipu dan berbohong di atas dapat disimpulkan bahwa bohong dapat menjadi menipu, tetapi tidak semua berbohong itu menipu. Bohong dapat menjadi menipu kalau ucapan atau pernyatan yang tidak benar itu disertau dengan niat untuk memperdaya orang lain. Karena itu tidak semua pernyataan dengan niat untuk memperdaya orang lain. Karena itu tidak semua pernyataan atau ucapan yang tidak benar berarti menipu.misalnya seorang ibu menyatakan kepada anakanya yang masih balit bahwa bayi bisa ada dalam perut seorang ibu karena ibu itu makan terlalu banyak, untuk sekedar menjelaskan bagaimana seorang ibu sampai mengandung kepada anaknya yang masih kecil, bukanlah menipu, melainkan bohon. Ini tidak punya kualitas moral apapun. Demikian pula iklan yang menyatakan bahwa kendati ada banyak bebek di Indonesia, tetapi hanya satu Honda Bebek yang terbaik, belum tentu dianggap menipu kalau dalam kenyataannya tidak benar, hanya satu Honda Bebek terbaik. Pernyataan itu baru dianggap menipu, dan dengn demikian secara moral dikutuk, kalau dimaksudkan untuk menipu konsumen. Sehubungan dengan itu perlu dibedakan antara menipu “positif” dan menipu “negatif”. Menipu positif berarti secara sengaja mengatakan hal yang tidak ada dalam kenyataan dengan maksud untuk memperdaya orang lan. Menipu negatif adaah secara sadar tidak mengatakan (atau menyembunyikan) kenyataan yang sebenarnya (biasanya kenyataan yang tidak baik atau berbahaya) sehingga orang lain terpedaya. Dengan demikian, iklan yang membuat pernyataan yang salah atau tidak benar, tidak sesuai dengan kenyataan dan memang dketahui tidak benar oleh pembuat iklan dan produsen barang tersebut dengan maksud untuk memperdaya atau mengecoh konsumen adalah sebuah tipuan dan karena itu harus dinilai sebgai iklan yang tidak etis. Singkatnya, semua iklan yang di buat dengan melebih-lebihkan kenyataan sebenarnya dari produk tertentu dengan maksud untuk memperdaya, menghasut, dan membujuk konsumen untuk membeli produk itu dianggap sebagai iklan yang tidak etis. 13
Demikian pula iklan yang secara sengaja menyembunyikan kenyataan negatif tertentu. Jelas telah melakukan penipuan. Sebaliknya iklan yang memberi informasi yang salah, tanpa sadar atau tanpa mengetahuinya. Suatu kondisi yang perlu di buktian buknlah iklan yang menipu melainkan hanyalah iklan yang bohong. Karena itu secara moral tidak dikutuk. Namun apabila telah diketahui bahwa apa yang dikatakan dalam iklan itu tidak sesuai dengan kenyataan antara lain melalui pengaduan konsumen iklan semacam itu harus dicabut. Kalau dibiarkan terus oleh biro iklan atau produsennya, itu berarti pihak biro iklan dan produsen secara implicit memang bermaksud memperaya konsumen dan karena itu selanjutnya dianggap iklan yang menipu, tidak etis, dan harus dikutuk secara moral Yang jauh lebih sulit adalah bahwa dalam kenyataaan praktis tidak gampang menilai sejauh mana sebuah iklan masih terbatas sebagai iklan yang bohong atau sudah mengarah pada menipu sebabnya pihak biro iklan dan produsen bisa saja bekelit bahwa mereka tidak punya maksud memperdaya konsumen. Jadi iklan mereka hanya sekedar bohong bukan menipu. Juga ada iklan yang tidak memberi pernyatan yang salah, jadi apa yang dikatakan dalam iklan memang benar tetapi ternyata punya akibt menyesarkan dan memperdaya konsumen. Dalam hal ini kant membantu kita dengan sebuah definisi menipu dari segi moral yang jauh lebih komprehensif. Menurut Kant, menipu adalah memberi pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud untuk memperdaya orang lan dan/atau kalau orang memberi pernyataan telah berjanji untuk menyatakan apa yang sebenarnya atau kalau pernyatan itu disampaikan kepada orang yang berhak mengetahui kebenarannya. Ada tiga kondisi yang bisa di kategorikan sebagai menipu : 1) Pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud untuk memperdaya orang lain 2) Pernyatan yang salah itu berkaitan dengan janji kepada pihak yang dituju untuk menyatkan apa adanya 3) Pernyataan salah itu diberikan kepada orang yang berhak mengetahui kebenarannya. Contoh kategori kedua dan ketiga adalah pejabat pemerintah yang berjanji kepada wartawan dan masyarakat untuk mengungkapkan secara tuntas dan benar suatu kasus yang menghebohkan, ternyata pernyataan yang diberikan, tidak sesuai dengan kenyataan. Jadi kendati pejabat itu tidak punya maksud untuk memperdaya wartawan dan masyarakat Indonesia, tetapi karena dia sudah berjanji untuk mengungkapkan kasus itu apa adanya. Maka ketika kenyataan tidak sesuai dengan apa yang menurut wartawan dan masyarakat terjadi sebagaimana adanya. Ia telah menipu. Lebih parah lagi, dikaitkan dengan hak warga Negara untuk mengetahui kebenaran kasus tersebut. Misalnya menyangkut penyelewangan uang Negara. Maka kalau pernyatan itu 14
tidak sesuai dengan kenyataan dan rakyat berhak mengetahuinya, secara moral itu sudah merupakan penipuan walaupun tidak ada maksud untuk memperdaya rakyat Dengan menggunakan kriteria terakhir, yaitu bahwa pernyataan yang salah itu disampaikan kepdaa orang yang berhak mengetahui kebenarannya, maka kita dapat menjawab persoalan iklan di atas dengn mengatakan bahwa karena konsumen adalah pihak yang benar tentang produk apa saja, iklan yang mengatakan hal yang tidak benar tentang suatu produk tetap dianggap menipu dan secara moral dikutuk. Walaupun tidak ada maksud dari pihak pengiklan dan produsen untuk memperdaya konsumen. De George bahkan mengatakan :”tnpa membuat pernyatan apapun yang tidak benar, sebuah iklan bisa menyesatkan, bukanlah iklan yang memberi atu membuat pernyataan yang tidak benar, melainkan iklan yang membuat pernyataan demikian rupa sehingga orang yang normalpun atau palingkurang sebagian besar orang kebanyakan, yang membaca secara cepat dan tanpa memperhatikannya dengan seksama dan banyak fikir, akan menarik kesimpulan yang salah. Jadi, karena konsumennya berhak mengetahui kebenaran sebuah produk, iklan yang membuat pernyataan yang menyebabkan mereka salah menarik kesimpulan tentang produk itu tetap di anggp menipu dan dikutuk secara moral kendati tidak ada maksud apapun untuk memperdaya dengan kata lain bahkan iklan yang hanya bohong, dan tidak ada maksud untuk memperdaya sekalipun, sudah dikategorikan sebagai penipuan dan karena itu dianggap sebagai tidak etis hanya karena alasan bahwa konsumen berhak mengetahui semua informasi yang sebenarnya tentang produk yang ditawarkannya. Pihak pengiklan dan produsen mungkin akan keberatan dengan mengatakan bahwa konsumen yang salah dalam menafsirkan iklan tersebut. Jadi mereka sama sekali tidak menipu. Namun iklan yang tmpil dengan pernyataan yang dapat menimbulan penafsiran atau kesimpulan yang salah sesungguhnya sudah tidak netral. Soalnya iklan itu sendiri ditampilkan dengan cara sedemikian rupa sehingga pada dirinya sendiri sudah mengndung penafsiran yang keliru. Jadi, kekeliruan itu sesungguhnya telah terkandung dalam iklan itu sendiri. Maka secr tidak langsung sebenrany sudah ada niat terselubung dan samar-samar dari pihak pengiklan dan produsen untuk memperdaya konsumen,paling tidak dengan membuat iklan yang dapat ditafsirkn secara keliru itu Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang menipu dan karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu atau menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan pernafsiran yang keliru pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya tentnag produk yang ditawarkn dalam pasar. 15
Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran iklan yang baik yang diterima secara moral adalah iklan yang memberi pernyataan dan informasi yang benar sebagaimana adanya.
2.7 Kebebasan Konsumen Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dengan konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar. Kode etik periklanan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Akan tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak, yang antara lain: ahli etika, konsumen (lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benarbenar mempunyai komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, jika ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah melalui departemen terkait untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat. 2.8
Etika Periklanan Di Indonesia Diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). EPI menyusun pedoman tata
krama periklanannya melalui dua tatanan : 1) Tata Krama (Code of Conducts) Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur efektivitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas meliputi:
Tata krama isi iklan
Tata krama raga iklan
Tata krama pemeran iklan
Tata krama wahana iklan
2) Tata Cara (Code of Practices) Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan. Tata Cara Beriklan Di Atur Dalam Hukum : 1. UUPK 16
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
17
BAB III PENUTUP 3.1
Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas maka kami menyimpulkan bahwa hingga saat ini
perlindungan konsumen masih menjadi hal yang harus diperhatikan. Konsumen sering kali dirugikan dengan pelanggaran-pelanggaran oleh produsen atau penjual. Pelanggaranpelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam skala kecil, namun sudah tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini seharusnya pemerintah lebih siap dalam mengambil tindakan. Pemerintah harus segera menangani masalah ini sebelum akhirnya semua konsumen harus menanggung kerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak adanya perlindungan konsumen atau jaminan terhadap konsumen. Dalam periklanan kita juga tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan . Iklan mempunyai unsure promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Masalah manipulasi yang utama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Maka di dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut
18
DAFTAR PUSTAKA Dewi, Sutrisna (2011), ETIKA BISNIS : Konsep Dasar, Implementasi, dan Kasus, Denpasar, Udayana University Presshttps://indonesiana.tempo.co/read/118857/2017/11/06/faisolabda96/hubunganprodusen-dan-konsumen
19
LAMPIRAN KASUS
Salah satu kasus yang akan dibahas adalah tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Grab. orang-orang sangat membutuhkan GRAB untuk transportasi dengan cepat dam murah. dan grab adalah asah satu trasportasi online yang cukup populer.Iklan video Grab Indonesia yang ditayangkan di YouTube sedang menjadi kontroversi karena mendapat sambutan negatif dari penonton dan dinilai berpotensi melanggar kode etik periklanan. Terlihat jelas bahwa iklan GRAB melanggar kode etik dalam iklan. Ketua tim perumus etika pariwara Indonesia, Hery Margono, menilai iklan terbaru Grab Indonesia ini berpotensi melanggar kode etik pariwara periklanan yang ada. Setidaknya ada dua potensi pelanggaran kode etik yang ditampilkan iklan tersebut. “Dua potensi pelanggaran itu berupa menimbulkan rasa takut dari hasil kekerasan dan merendahkan produk pihak lain,” ujar Hery kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon. Ada dua poin aturan di kode etik yang menyangkut visual iklan grab yang menimbulkan rasa ngeri yaitu poin 1.8 dan 1.9. Dua poin tersebut secara berurutan berbunyi: “Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, ataupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul.” “Iklan tidak boleh menampilkan adegan kekerasan yang merangsang, atau mendorong, ataupun memberi kesan membenarkan tindakan kekerasan.” Hery mengatakan iklan tersebut juga menimbulkan kesan merendahkan pihak lain dengan secara implisit. Munculnya ojek pangkalan di iklan Grab yang mengesankan penyebab luka di sekujur tubuh pada tokoh utama iklan dapat dianggap bentuk pelanggaran poin 1.20. Persepsi tersebut tak akan terjadi menurut Hery apabila hiperbolisasi yang dialami tokoh utama iklan Grab bukan sesuatu yang benar-benar bisa terjadi. “Hiperbolisasi mereka nanggung padahal kalau iklannya fiktif justru tak masalah,” tambah Hery.
20
Hery menyarankan Grab segera meninjau ulang cara kerja agensi iklan sebagai pembuat kampanye. Sebab jika terlalu lama didiamkan, efek negatif akan terjadi bagi penonton dan Grab sendiri. Nasib iklan ini akan ditentukan dengan keputusan kolektif oleh badan pengawas Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I). “Saya akan teliti lebih jauh potensi pelanggaran yang ada dalam rapat nanti,” kata Hery. CNNIndonesia.com telah menghubungi pihak Grab Indonesia namun sejauh ini belum mendapat keterangan terkait kontroversi yang muncul karena iklan ini. Saran : Seharusnya iklan ini tidak boleh disiarkan karena menimbulkan kesan ketakutan bagi konsumen apalagi jika ditonton oleh sebagian anak-anak. dan iklan tersebut merendahkan produk lain secara implisit. dan jika di tonton akan membuat sebagian orang merasa jijik dan membuat rasa takut. maka yang dilakukan GRAB seharusnya meninjau ulang cara kerja agensi iklan sebagai pembuat kampanye. Sebab jika terlalu lama didiamkan, efek negatif akan terjadi bagi penonton dan Grab sendiri.
21