TUGAS KELOMPOK SISTEM INTEGUMEN TENTANG “ASUHAN KEPERAWATAN PRURITUS DAN DERMATITIS SEBOREA ”
Disusun oleh Kelompok 5 : NAMA – NAMA KELOMPOK 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
LINDA MANDASARI
11.
JUNA SAULURI
JUSTER. P HEUMASSE
12.
JULITA ULATH
IRYANI SINTIA SAUN
13.
JULIATI HEHANUSSA
JULIAN. N MAIHATAKESSU
14.
JELIA TALIB
IRNA TUHAREA
15.
JANIPA TUANAYA
KURNIA TOMIA
16.
JAINAB RUMATIGA
JUNUS TAURAN
17.
NOIRMA YANI GANI
INSANI WALY
18.
HAUL AJMI RUMAIN
INDAH SAMPULAWA
19.
HARTINA HULIHULIS
HUSAIN SIOMPO
20.
HARMILA WALLY
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MALUKU HUSADA KAIRATU 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah pencipta langit dan bumi yang telah melimpahkan rahmat-Nya, terutama rahmat iman dan kekuatan sehingga Makalah Asuhan Keperawatan Dermatitis seborea ini dapat diselesaikan. Makalah Asuhan Keperawatan ini disusun untuk memenuhi persyaratan melaksanakan tugas mata kuliah Keperawatan program studi S1 Keperawatan STIKes maluku husada. Setelah menyusun beberapa waktu dan mengumpulkan data akhirnya Makalah Asuhan Keperawatan Dermatitis seborea ini dapat diselesaikan. ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu perkenankan penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu sehingga Makalah Asuahan Keperawatan Dermatitis ini dapat diselesaikan. Sangat disadari Makalah Asuhan Keperawatan Pruritus dan Dermatitis seborea ini dapat diselesaikan. baik isi maupun tehnik penulisannya masih banyak kekurangan, oleh sebab itu sangat diharapkan saran dan perbaikan dari pembaca demi penyempurnaan Makalah Asuhan Keperawatan Pruritus dan Dermatitis seborea ini .
Kairatu, 27 april 2016
DAFTAR ISI
Kata pengantar Daftar isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan masalah 1.3 Tujuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dasar penyakit 2.2 Konsep Asuhan keperawatan BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran Daftar pustaka
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kayaakan folikel sebaceous. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak. Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan “keluar saraf’ (cradle cap) pada bayi. Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang mengenai daerah kepala dan badan di mana terdapat glandula sebasea. 1. Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5% populasi. 2. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. 3. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering terjadi pada masa kanak-kanak. Berdasarkan hasil suatu survey terhadap 1116 anak-anak yang mencakup semua umur didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah 10% pada anak laki-laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur anaknya prevalensinya semakin berkurang. Sebagian besar anak-anak ini menderita dermatitis seboroik ringan. Secara internasional frekuensinya sebanyak 3-5%. Ketombe yang merupakan bentuk ringan dari dermatitis ini lebih umum dan mengenai 15 - 20% populasi. Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya aktifitas kelenjar sebasea yang diatur oleh hormon androgen. Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki– laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya
dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan. Berbagai macam pengobatan dapat menginduksi dermatitis seborok. Obat-obat tersebut
adalah
auranofin,
aurothioglucose,
buspirone,
chlorpromazine,
cimetidin,
ethionamide, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa, phenothiazines, psoralens, stanozolol, thiothixene, and trioxsalen. 1.2 Rumusan masalah Makalah asuhan keperawatan ini membahas tentang definisi, etiologi, klasifikasi, tanda, gejala, pemeriksaan penunjang dan patofisiologi dengan gangguan dermatitis seborik. 1.3 Tujuan 1.
Memahami definisi, anatomi, fisiologi, epidemiologi, patogenesis, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, terapi dan komplikasi dermatitis seborik. 2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang keperawatan. 3. Memenuhi salah satu tugas SISTEM INTEGUMEN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 konsep teori A. Definisi Dermatitis Seboroik
Seborrhea adalah radang berupa sisik berlemak dan eritema pada daerah yang memiliki banyak kelenjar sebaseanya, biasanya di daerah kepala. Tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi ditempat lain. Seborrhea merupakan
kelainan
kulit
berupa
peradangan
superfisial
dengan
papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axila, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritema, edema, serta sekuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta. Seborrhea (Dermatitis seboroik) merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah terbukti adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan kambuhan. Macam –macam seborrhea: 1. Seborrhea adipose : Peradangan yang terjadi pada perlemakan dalam suatu organ atau jaringan. 2. Seborrhea Neonatorum Bercak yang biasanya terjadi di kulit dan selaput mata pada bayi 3. Seborrhea Squamosa Bercak disertai semacam sisik, bersifat kronis, yang sering terjadi di area kulit berambut dan area kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea ( kelenjar minyak, lemak ), seperti kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas dan area pelipatan tubuh (ketiak, selangkangan, pantat). (http://cakmoki86.wordpress.com) B. Etiologi Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam faktor seperti faktor hormonal, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga berhubungan dengan kondisi ini. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik. Dermatitis seboroik banyak terjadi pada pasien yang menderita penyakit parkinson karena produksi sebumnya (Fitzpatrick, 2010). Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi, menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas. Pada bayi dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal. Ragi genus ini dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea (misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen. Dermatitis seboroik juga dicurigai berhubungan dengan kekurangan nutrisi tetapi belum ada yang menyatakan alasan kenapa hal ini bias terjadi. Pada penderita gangguan sistem syaraf pusat (Parkinson, cranial nerve palsies, major truncal paralyses) juga cenderung berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar disembuhkan. Menurut Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita tersebut sebagai akibat peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan. Peningkatan sebum dapat menjadi tempat berkembangnya P. ovale sehingga menginduksi dermatitis seboroik. Faktor genetik dan lingkungan dapat merupakan predisposisi pada populasi tertentu, seperti penyakit komorbid, untuk berkembangnya dermatitis seboroik. Meskipun dermatitis seboroik hanya terdapat pada 3% populasi, tetapi insidensi pada penderita AIDS dapat mencapai 85%. Mekanisme pasti infeksi virus AIDS memacu onset dermatitis seboroik (ataupun penyakit inflamasi kronik pada kulit lainnya) belum diketahui. Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidennya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun. Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas.Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi
beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan keringat. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim. Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik yaitu:
Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan. Infeksi Pityrosporum ovale Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus. Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson) Proliferasi epidermal yang menyimpang Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban) Imunodefisiens.
C. Patofisiologi Seboroik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum yang berlebihan pada daerahdaerah dimana kelenjar tersebut berada dalam jumlah besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah malar (pipi), telinga, aksila, dibawah payudara, lipat paha dan lipatan gluteus didaerah pantat). Dengan adanya kondisii anatomis dimana secara predileksididaerah tersebut banyak dipasok kelenjar sebasea atau yang terletak diantara lipatan kulit tempat bakteri dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan adanya respon inflamasiYanglebihtinggi.
D. Klasifikasi dan manifestasi klinis a) Dermatitis kontak Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu :
Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik) Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)
Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan kontak alergik : No.
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak alergik
1.
Penyebab
Iritan primer
Alergen kontak S.sensitizer
2.
Permulaan
Pada kontak pertama
Pada kontak ulang
3.
Penderita
Semua orang
Hanya orang yang alergik
4.
Lesi
Batas lebih jelas
Batas tidak begitu jelas
Eritema sangat jelas
Eritema kurang jelas
5.
Uji Tempel
Sesudah ditempel 24 jam, Bila sesudah 24 jam bahan allergen di bila iritan di angkat reaksi angkat, reaksi menetap atau meluas akan segera
berhenti.
b) Dermatitis atopik Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, tempatnya dilipatan atau fleksural.. c) Dermatitis numularis Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas. d) Dermatitis seboroik Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi, hormon, kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar leher, alis mata dan di belakang telinga. Dermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit yang mengandung kelenjar sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya simetris dan biasanya melibatkan daerah berambut pada kepala meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi lainnya bisa terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris external dan daerah belakang telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik dapat mengenai daerah presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan anogenital1. Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pada remaja dan dewasa Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan nasolabial atau pada belakang telinga. Skuama muncul pada kulit yang berminyak di daerah dengan peningkatan kelenjar sebasea (misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh (lipatan dan daerah infra mamae),
kadang-kadang bagian sentral wajah dapat terlibat. Dua tipe dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe petaloid (lebih umum ) dan tipe pityriasiform (jarang). Bentuknya awalnya kecil, papul-papul follikular dan perifollikular coklat kemerahmerahan dengan skuama berminyak. Papul tersebut menjadi patch yang menyerupai bentuk daun bunga atau seperti medali (medallion seborrheic dermatitis). Tipe pityriasiform umumnya berbentuk makula dan patch yang menyerupai pityriasis rosea. Patch-patch tersebut
jarang
menjadi
erupsi3.
Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada saat stres atau kekurangan tidur. 2. Pada bayi Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi sebagaimana pada anakanak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran. Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-lipatan dapat sering terlibat disertai dengan eksudat seperti keju yang bermanifestasi sebagai diaper dermatitis yang dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis seboroik general sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiner’s disese). Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya. Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga: 1. Seboroik kepala 2. Seboroik muka 3. Seboroik badan dan sela-sela E. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah
sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran psoriasis. (Siregar,2002). (http://ekaakbidbup.blogspot.com/2009/10/seborrhea-pada-neonatus-dan-bayi.html) a) Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000). b) Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi Gambaran Histopatologi Epidermis dapt ditemukan parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada dermis terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris disertai sebukan sel – sel neutrofil dan monosit. (Prof.Dr. R.S. Siregar,Sp. KK(K). 2005. Atlas Berwarna Saripati penyakit Kulit Edisi 2.Jakarta: EGC) 2. Pemeriksaan Pembantu/ Laboratorium Pemeriksaan Mikroflora dari kulit kepala untuk melihat pityrosporum ovale Menentukan indeks mitosis pada kulit kepala yang berketombe. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin Urin : pemerikasaan histopatologi.
F. Penatalaksanaan medis Terapi dermatitis seboroik dapat meliputi: 1. Umum Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topikal. 2. a)
Khusus Sistemik Antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal. Vitamin B kompleks. Kortikosteroid oral Antibiotik seperti penisilin. Preparat azol
Isotretinoin selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk mengontrol
penyakitnya. Narrow band UVB (TL-01) b) Topikal Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik pada stadium awal. Terapi yang dapat digunakan, contohnya fluocinolone, topikal steroid
solution. Cuci rambut dengan selenium sulfide atau dengan larutan salisil 1% atau larutan
belerang 2-4% atau dalam bentuk krim. Kortikosteroid topical atau krim dapat memberi kesembuhan sementara.
(Prof.Dr. R.S. Siregar,Sp. KK(K). 2005. Atlas Berwarna Saripati penyakit Kulit Edisi 2.Jakarta: EGC) Bila ada infeksi sekunder dan eksudatif harus di kompres dulu dengan larutan kalium permanganate 1/5000. Kemudian diberikan krim yang mengandung asam salisinat (2%), sulfur presipitatus (4%), vioform (3%) dan hidrokortison (1/2 – 1%). Neomisin dan basitrasin ditambahkan bila ada infeksi sekunder. Pada kasus menahun dapat di coba pengobatan dengan sinar ultra violet. Pada daerah kepala di anjurkan penggunaan shampoo yang tidak berbusa 2-3 kali seminggu dan memakai krim yang mengandung selenium sulfide atau Hgpresipitatus albus 2%. c) Obat Alternatif Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif bila digunakan setip hari dalam bentuk sampo 5 %.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas Pasien. Nama
: An. D
Jenis Kelamin : Perempuan Usia
: 7 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: Sekolah Dasar (Kelas 2)
Suku
: Palembang
Alamat
: Jalan May Sabara Lrg. Hanan No. 39 Sekip Jaya No rekam
Medik
: 852821 Kunjungan pertama ke Poli IKKK RSUPMH, tanggal 24
Oktober 2014. b. Keluhan Utama. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Alloanamnesis dari ibu penderita tanggal 24 Oktober 2014, pukul 11.00 WIB) Keluhan Utama : a. Subjektif : Timbul bercak putih bersisik disertai rasa gatal di kulit kepala sejak kisaran 2 pekan yang lalu. b. Objektif : Skuama kering, basah atau kasar. Krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi ( yang sering ditemui pada kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum ). Keluhan Tambahan : Rambut rontok Riwayat Perjalanan Penyakit : (Anamnesis 24 Oktober 2014 pukul 11.00 wib) Kisaran 4 bulan yang lalu, timbul bercak merah di kulit kepala seukuran kepala jarum pentul. Bercak merah terasa gatal. Gatal hilang timbul dan sering muncul saat berkeringat atau saat lembab. Bercak merah tidak nyeri. Bercak merah tidak menyebar ke daerah leher ataupun dahi. Pasien sering menggaruk kepala saat gatal dan keluhan berkurang. Pasien mengaku beberapa kali pernah timbul bercak merah di belakang telinga namun sembuh sendiri. Pasien menyangkal adanya demam. Pasien tidak berobat. Kisaran 2 bulan yang lalu, bercak merah di kulit kepala semakin banyak. Bercak merah berukuran kepala jarum pentul hingga biji jagung. Bercak merah terlihat berminyak. Tampak timbul sisik putih tipis di atas bercak merah. Pasien menggaruk kepala dan mengakibatkan bercak merah menjadi lecet dan keropeng. Pasien dibawa berobat oleh ibunya ke Puskesmas, diberi obat makan CTM dan bedak tabur salisil. Keluhan tidak berkurang. Kisaran 2 pekan yang lalu, pasien mengeluh bercak merah yang pernah ada menjadi putih ditutupi sisik yang lebih tebal. Rambut pasien yang
berwarna merah, semakin rapuh dan mudah rontok saat disisir atau saat menggaruk bercak putih bersisik sehingga mengakibatkan kebotakan. Pasien kemudian dibawa ibunya berobat ke poli IKKK RSMH Palembang. c. riwayat penyakit Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat timbul bercak merah gatal di kepala sebelumnya disangkal. Riwayat timbul bercak putih bersisik di kepala sebelumnya disangkal. Riwayat berkeringat banyak hingga kulit tampak sangat berminyak diakui. Riwayat pernah timbul bercak merah di wajah, telinga, atas punggung diakui pernah (di belakang telinga) Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat timbul bercak merah gatal di kepala pada keluarga disangkal. Riwayat timbul rontok rambut hingga botak pada keluarga disangkal. Riwayat Higiene dan Kebiasaan Pasien sering menggunakan penutup kepala seperti kerudung dan bando yang kedap dan membuat kepala menjadi lembab. Adik laki-lakinya memiliki keluhan yang sama dengan pasien, mulai timbul bercak merah gatal yang sama dengan kakak perempuannya di daerah kepala namun tidak berobat. Adik laki-laki pasien sering mengalami infeksi kelopak mata dan beberapa kali berobat ke Puskesmas. Sehari-hari pasien sering makan mie instan dan jarang makan daging maupun sayuran. Rambut pasien berwarna merah dan kasar sejak dulu.Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok. d. 1. 2. 3. 4.
Pemeriksaan persistem Breathing (B1) Blood (B2) Brain (B3) Bladder (B4)
: Tidak ada masalah : Tidak ada tanda – tanda abnormal pada system Kardiovaskular : kesadaran composmentis, tidak pusing. : Urin dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada system
perkemihan
5. Bowel (B5 ) : tidak ada masalah dengan system pencernaan 6. Bone and Integument (B6): Skuama kering, basah atau kasar. Krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi ( yang sering ditemui pada kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum ). e. Pemeriksaan fisik PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 24 Oktober 2014 pukul 11.00 WIB) Status Generalikus 4. Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan 5. Kesadaran : Kompos Mentis 6. Nadi : 87 x/menit TD : 100/70 mmHg Suhu : 36,7 oC 7. Pernapasan : 20 x/menit
8. Tinggi Badan : 96 cm 9. Berat Badan : 15 kg 10. IMT : di bawah (-2) – (+2) SD (normal) dengan WHO-NCHS 11. Gizi : Underweight Keadaan Spesifik Kepala Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, blefaritis (-) Hidung : deviasi septum (-), konka hipertrofi (-) Telinga : infiltrat (-), sekret (-) Mulut : Stomatitis tidak ada, Cheilitis tidak ada Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil tidak membesar Leher : Tidak ada pembesaran KGB di region colli dan supraklavikula pada inspeksi dan palpasi, 4 JVP (5-2) cmH2O Dada : Simetris, statis dan dinamis kanan = kiri Jantung : HR=87 x/menit, bunyi jantung I dan II normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada Paru-Paru : Vesikuler (normal),ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak ada pembesaran, Bising usus (+) N, nyeri tekan (-). Ekstremitas : edema tidak ada, deformitas tidak ada. Nail pitting (-), sandpaper nails (-) KGB : Tidak ada pembesaran dan tidak ada nyeri tekan KGB di regio aurikula submandibula, colli, aksila, dan inguinal pada inspeksi dan palpasi. Genitalia : Tidak ada kelainan Status Dermatologikus: Regio frontalis: Patch alopesia, soliter, plakat, sebagian ditutupi skuama putih bersisik, halus, selapis. Regio parietalis: Patch hipopigmentasi, multipel, numular, diskret hingga konfluen, sebagian ditutupi skuama putih bersisik, halus, selapis. A B 1. Pola Eliminasi Sering berkeringat. tanyakan pola berkemih dan bowel. 2. Pola Aktivitas dan Latihan Pemenuhan sehari-hari terganggu. Kelemahan umum, malaise. Toleransi terhadap aktivitas rendah. Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas. 3. Pola Tidur dan Istirahat Kesulitan tidur pada malam hari karena stres. Mimpi buruk.
4. Pola Persepsi Kognitif Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat. Pengetahuan akan penyakitnya. 5. Pola Persepsi dan Konsep Diri Perasaan tidak percaya diri atau minder. Perasaan terisolasi. 6. Pola Hubungan dengan Sesama Hidup sendiri atau berkeluarga Frekuensi interaksi berkurang Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran 7. Pola Reproduksi Seksualitas Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan. Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon. 8. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress Emosi tidak stabil Ansietas, takut akan penyakitnya Disorientasi, gelisah 9. Pola Sistem Kepercayaan Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah Agama yang dianut 2. Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit gangguan pola tidur defisit perawatan diri Kekurangan atau kelebihan nutrisi
D.
Intervensi keperawatan 1. Kerusakan integritas kulit
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan :
NOC :
NIC : Pressure Management
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Eksternal :
Hipertermia atau hipotermia Substansi kimia Kelembaban Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan
Wound Healing : primer dan sekunder Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar Hindari kerutan pada tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali Monitor kulit akan adanya
luka, tekanan, restraint) Immobilitas fisik Radiasi Usia yang ekstrim Kelembaban kulit Obat-obatan
teratasi kriteria hasil:
Internal :
Perubahan status metabolik Tonjolan tulang Defisit imunologi Berhubungan dengan dengan perkembangan Perubahan sensasi Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) Perubahan status cairan Perubahan pigmentasi Perubahan sirkulasi Perubahan turgor (elastisitas kulit)
DO:
Gangguan pada bagian tubuh Kerusakan lapisa kulit (dermis) Gangguan permukaan kulit (epidermis)
dengan
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) Tidak ada luka/lesi pada kulit Perfusi jaringan baik Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin Cegah kontaminasi feses dan urin Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
2. Gangguan pola tidur Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Gangguan pola tidur berhubungan dengan:
Psikologis : usia tua, kecemasan, agen biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi, kelelahan, takut, kesendirian. Lingkungan : kelembaban, kurangnya privacy/kontrol tidur, pencahayaan, medikasi (depresan, stimulan),kebisingan.
Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin.
NOC:
NIC :
Sleep Enhancement
DS:
Bangun lebih awal/lebih lambat Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah tidur
DO :
Penurunan kemampuan fungsi Penurunan proporsi tidur REM Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur. Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia
Anxiety Control Comfort Level Pain Level Rest : Extent and Pattern Sleep : Extent ang Pattern Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil: Jumlah jam tidur dalam batas normal Pola tidur,kualitas dalam batas normal Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
3. Defisit perawatan diri Rencana keperawatan
Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca) Ciptakan lingkungan yang nyaman Kolaburasi pemberian obat tidur
Diagnosa
Keperawatan/ Tujuan
Masalah Kolaborasi Defisit perawatan diri Berhubungan
dengan
dan
Kriteria Intervensi
Hasil NOC : :
NIC :
Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
motivasi,
hambatan
Daily Living (ADLs) Setelah dilakukan
lingkungan,
kerusakan
tindakan keperawatan
perawatan diri yang mandiri. Monitor kebutuhan klien untuk alat-
muskuloskeletal, kerusakan
selama
Defisit
alat bantu untuk kebersihan diri,
neuromuskular,
perawatan diri teratas
berpakaian, berhias, toileting dan
dengan kriteria hasil: Klien terbebas dari
makan. Sediakan
bau badan Menyatakan
mampu secara utuh untuk melakukan
penurunan atau kurangnya
nyeri,
kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan. DO : ketidakmampuan mandi,
ketidakmampuan
untuk
berpakaian,
ketidakmampuan makan,
untuk
untuk
….
Monitor kemempuan klien untuk
bantuan
sampai
klien
kenyamanan terhadap
self-care. Dorong klien
kemampuan
aktivitas sehari-hari yang normal
untuk
untuk
melakukan
melakukan ADLs Dapat melakukan
sesuai kemampuan yang dimiliki. Dorong untuk melakukan secara
ADLS
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
dengan
bantuan
ketidakmampuan
untuk toileting
tidak mampu melakukannya. Ajarkan klien/ keluarga
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan
pasien
tidak
mampu
jika untuk
melakukannya. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan. Pertimbangkan usia mendorong sehari-hari.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan Rencana keperawatan
hanya
klien
pelaksanaan
jika
aktivitas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
NOC :
NIC :
Weight Management
Berhubungan dengan : Intake yang berlebihan terhadap kebutuhan metabolisme tubuh
DS :
Laporan adanya sedikit aktivitas atau tidak ada aktivitas
DO:
Lipatan kulit tricep > 25 mm untuk wanita dan > 15 mm untuk pria BB 20 % di atas ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh ideal Makan dengan respon eksternal (misalnya : situasi sosial, sepanjang hari) Dilaporkan atau diobservasi adanya disfungsi pola makan (misal : memasangkan makanan dengan aktivitas yang lain) Konsentrasi intake makanan pada menjelang malam
Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutritional Status : nutrient Intake Weight control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Ketidak seimbangan nutrisi lebih teratasi dengan kriteria hasil: Mengerti factor yang meningkatkan berat badan Mengidentfifikasi tingkah laku dibawah kontrol klien Memodifikasi diet dalam waktu yang lama untuk mengontrol berat badan Penurunan berat badan 1-2 pounds/mgg Menggunakan energy untuk aktivitas sehari hari
Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara intake makanan, latihan, peningkatan BB dan penurunan BB Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang dapat mempengaruhi BB Diskusikan bersama pasien mengenai kebiasaan, gaya hidup dan factor herediter yang dapat mempengaruhi BB Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang berhubungan dengan BB berlebih dan penurunan BB Dorong pasien untuk merubah kebiasaan makan Perkirakan BB badan ideal pasien
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Weight reduction Assistance
Fasilitasi keinginan pasien untuk menurunkan BB Perkirakan bersama pasien mengenai penurunan BB Tentukan tujuan penurunan BB Beri pujian/reward saat pasien berhasil mencapai tujuan Ajarkan pemilihan makanan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta. Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen. Namun, tidak semua bayi akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja, terutama yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi menyimpang terhadap bahan-bahan yang bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka akan timbul /dermatitis seborrheic/ bahkan eksim. Bila dermatitis seborrheic ini tidak ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi. Biasanya disertai proses inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik yang berada di atas kulit yang kemerahan. 3.2 Saran Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami tentang seborrhea atau dermatitis seboroik, khususnya mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, penatalaksanaan medis, dari dermatitis seboroik.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, “Dermatitis Seboroik” dan “Tinea Kapitis”, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 93-95, 183-185, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002. Suparlan, A., G., dkk, “Kandidiasis”, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, LAB/ UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, RSUD Dokter Soetomo, Hal 15-18, Surabaya, 1994. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 3. Jakarta : EGC. Dewi Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Salemba Medika: Jakarta. Djuanda Adhi, Budimulja Unandar. 2002. Dermatitis Seboroik dan Tinea Kapitis, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. Hal 93-95, 183-185. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. Ismail Sofyan,dkk. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran UI:Jakarta. Siregar, R. S. 2002. Dermatitis Seboroika, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua, hal 104-106. Balai Penerbit EGC: Jakarta.