BAB I LAPORAN KASUS I.1 IDENTITAS PASIEN •
Nama
: Tn. U
•
Jenis kelamin
: Laki-Laki
•
Umur
: 50 tahun
•
Pekerjaan
: Buruh
•
Alamat
: Cikoneng
•
Tanggal Masuk
: 28 Februari 2016
•
No RM
: 430070
I.2 SUBJECTIVE •
Keluhan Utama : Nyeri kepala sejak 2 minggu SMRS
•
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala sejak 2 minggu lalu. Nyeri kepala berdenyut seperti ditusuk-tusuk, menjalar dari bagian depan ke belakang dan nyeri dirasa semakin hari semakin memberat. Nyeri tidak bertambah saat melihat cahaya ataupun mendengar suara dan tidak berkurang saat diistirahatkan. Pasien mengaku pandangan terganggu seperti melihat cahaya kelap-kelip. Ahir-akhir ini pasien sering mengeluhkan mudah lelah dan penurunan nafsu makan. Demam secara hilang timbul dirasakan oleh pasien bersamaan dengan keluhan nyeri kepala. Kemudian 2 hari sebelum masuk RS pasien mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 5 kali, muntah berisi makanan bersifat menyembur. Kemudian pasien mengeluhkan tubuh bagian kiri terasa lemas dan sulit untuk digerakkan. Keluhan tersebut muncul tiba-tiba saat istirahat, kesemutan (+), baal (-), bicara rero (+). Penurunan kesadaran maupun kejang disangkal oleh pasien. Tidak ada riwayat terjatuh atau trauma sebelumnya. Tidak ada gangguan BAB dan BAK.
1
•
Riwayat Penyakit Dahulu
:
DM (-), Penyakitjantung (-), TB paru (-), Hipertensi (-) •
Riwayat Penyakit Keluarga
: tidak ada yang memiliki keluhan yang
serupa dikeluarga I.3 OBJECTIVE STATUS GENERALIS Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
:
-
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 84 kali/menit Suhu : 36,7 ºC Pernafasan : 22 kali/menit
STATUS LOKALISATA Status Interna Kepala/Leher: -
Tidak terlihat adanya jejas trauma Tidak terlihat ikterik pada kedua sklera kanan dan kiri Tidak ada tanda-tanda anemia pada konjungtiva Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm/3 mm Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks: -
Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat o Palpasi : Iktus kordis teraba, tidak kuat angkat, terdapat pada sela iga 5 garis midclavicula o Perkusi : Redup, batas jantung normal o Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak terdapat gallop dan tidak ada murmur
-
Paru : o Inspeksi : Simetris o Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri sama o Perkusi : Sonor
2
o Auskultasi
: Nafas vesikuler, tidak terdapat suara nafas
tambahan, baik berupa rhonki maupun wheezing. Abdomen: Inspeksi : Simetris Auskultasi : Bising usus normal terdengar di seluruh kuadran abdomen Palpasi : Teraba soefl Tidak terdapat ascites Hepar dan lien tidak teraba Tidak terdapat nyeri tekan Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen Ekstremitas: Tidak ada edema Tidak terdapat akral yang dingin Tidak terdapat sianosis Status Neurologi GCS
:E4V5M6 1. Pemeriksaan Neurologis a. Rangsang meningeal
Kaku kuduk
: (-)
Kernig sign
: (-)
Lasegue test
: (-/-)
b. Pemeriksaan khusus
Bragard test
: (-/-)
Patrick test
: (-/-)
Kontra patrick test
: (-/-)
c. Fungsi nervus kranial
Nervus I
: Tidak ada kelainan
Nervus II
: Tidak ada kelainan
Nervus III, IV, VI
: Tidak ada kelainan
Nervus V
: Tidak ada kelainan
3
Nervus VI
: Tidak ada kelainan
Nervus VII
: Tidak ada kelainan
Nervus VIII
: Tidak ada kelainan
Nervus IX
: Tidak ada kelainan
Nervus X
: Tidak ada kelainan
Nervus XI
: Tidak ada kelainan
Nervus XII
: Tidak ada kelainan
d. Sistem motorik Kekuatan otot
: Superior 5/3 Inferior 5/3
e. Sistem sensorik
Sensasi raba
: Superior +/+ Inferior +/+
Sensasi tekan
: Superior +/+ Inferior +/+
Sensasi nyeri
: Superior +/+ Inferior +/+
f. Reflek fisiologis
Biseps
: (+/+)
Triseps
: (+/+)
Brachioradialis
: (+/+)
Patella
: (+/+)
Achilles
: (+/+)
g. Reflek patologis
Hoffman-Trommner : (-/-)
Babbinski
: (-/-)
Chaddock
: (-/-)
Gordon
: (-/-)
Oppenheim
: (-/-)
h. Fungsi luhur
Disfasia motorik
: Tidak ada
Disfasia sensorik
: Tidak ada
i. Fungsi vegetatif
4
Inkontinensia uri
: Tidak ada
Inkontinensia alvi
: Tidak ada
DIAGNOSIS BANDING III.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hematologi Darah rutin Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit Kimia Klinik GDS Ureum Kreatinin SGOT SGPT LED
Hasil
Unit
Nilai rujukan
12.0 14.6 42.2 289
ribu/mm3 g/dL % ribu/mm3
5-10 14-18 40-50 150 - 350
137 11 0.74 13 8 10
mg/dL mg/dL mg/dL U/L U/L U/L
70-200 10 - 50 0.5 - 1.1 10-34 9-48 <15
2. CT-Scan Brain
5
Kesimpulan : Multiple ring lesion disertai vasogenic edema luas di temporoparietalis dextra dan oksipitali sinistra (tuberculoma). 3. Foto Rontgen Thorax
Kesan
: Suspek TB paru aktif
I.5 ASSESSMENT
6
Tuberkuloma ec TB Paru I.6PENATALAKSANAAN PLANNING TERAPI -
Streptomicyn 1x1 gr Rifampicyn 1x400 mg INH 1x300 mg Etambutol 1x1000 mg Pirazinamid 1x250 mg Dexametson 3x1 amp Ranitidine 2x1 amp Sucralfatsyr 3x1 C
PLANNING MONITORING Observasi keadaan umum Observasi vital sign Observasi defisit neurologis EDUKASI -
Menjelaskan penyakit yang diderita. Mengatur pola makan Perbanyak latihan gerak terutama sisi kiri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi
7
Tuberkuloma intrakranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal dari penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama dari paru. Infeksi granulomatosa yangdisebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ini melibatkan parenkim otak dankadang kadang melibatkan selaput otak (meninges). Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi pada fosa posterior pada anak dan orang dewasa tetapi dapat juga pada hemisfer serebri. Tuberkuloma merupakan konglomerasi dari tuberkel kecil dan bergabung membentuktubekuloma matur yang terdiri atas nekrosis perkejuan di pusatnya dikelilingi olehfibroblas, sel epiteloid, sel raksasa dan limfosit. II. 2 Epidemiologi Tuberkulosis tetapmenjadi beban di seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus baru tuberkulosis aktifterjadi di negara-negara terbelakang dan berkembang. Delapan puluh persen kasusbaru tuberkulosis berhubungan dengan faktor demografi seperti kemiskinan, jumlahpenduduk yang padat, malnutrisi, sistem kekebalan tubuh dan memainkan peranutama dalam epidemi di seluruh dunia. Sedangkan 20% sisanya berhubungan denganHIV (Human Immunodefisiensy Virus) di Sub-Sahara Afrika. Faktor risiko lainadalah penderita campak, alkoholisme, keganasan, dan pengguna agen imunosupresifpada orang dewasa. Dalam sebuah penelitian besar tentang epidemiologi tuberkulosis paru diAmerika Serikat, keterlibatan sistem saraf pusat tercatat 5 sampai 10% dari kasustuberkulosis ekstrapulmoner. Data tahun 2005 menunjukkan bahwa 6,3% kasusekstrapulmoner melibatkan sistem saraf pusat (1,3% dari kasus tuberkulosis total).Dalam penelitian epidemiologi tuberkulosis sistem saaraf pusat dengan metodeprospektif kohort di Kanada tahun 1970-2001 memberikan hasil kemungkinantuberkulosis berkembang ke sistem saraf pusat 1,0% dari 82.764 kasus tuberkulosis.Frekuensi keterlibatan CNS berdasarkan literature berkisar dari 0,5 % sampai 5,0%, dan banyak ditemukan pada Negara berkembang. Tuberkuloma ditemukan 15% sampai 30% dari kasus tuberkulosis CNS dan kebanyakan terjadi pada hemisfer. Kejadian tuberkulosis intrakranial meningkat seiring dengan meningkatnyainsidensi pada penderita HIV khususnya di negara berkembang.
8
II.3 Etiologi& Faktor Risiko Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Penyebab dan sifat tuberkuloma ini kurang dimengerti, tetapi tuberkuloma ini tidak menggambarkan kegagalan pengobatan dengan obat. Lesi ini dapat menetap selama berbulan bulan atau bahkan bertahun-tahun. Faktor risiko dari tuberkuloma diantaranya adalah sistem imun yang lemah, keadaan sosial ekonomi yang rendah, hygiene masyarakat yang rendah, dan faktor genetik.Tuberkuloma dapat terjadi pada berbagai usia, namun 86 % penderita tuberkuloma intrakranial berusia dibawah 25 tahun di negara berkembang. Sebaliknya di Amerika, tuberkuloma terjadi lebih sering pada usia lebih dari 20 tahun. II.4 Klasifikasi Tuberkulosis susunan saraf pusat diklasifikasikan menjadi2, yaitu intrakranial dan spinal. Tuberkulosis intrakranial antara lain: tuberkulosismeningitis (TBM), TBM dengan tuberkulosis miliar, ensefalopati tuberkulosis,tuberkulosis vasculopathy, dan space occupying lesion yang meliputi tuberkuloma(tunggal atau multipel), tuberkuloma dengan tuberkulosis milier dan absestuberkulosis. Tuberkuloma diklasifikasikan menjadi 2 tipe. Tipe 1 adalah tipevaskuler superfisial yang memproduksi tanda fokal awal dan tipe 2 adalah tipevaskuler dalam berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatantekanan intrakranial bisa berupa udema papil. Berdasarkan lokasi tuberkulomaintrakranial di bagi menjadi tuberkuloma di supratentorial, infratentorial dan di brainstem. Berdasarkan perjalanannya, tuberkuloma di bagi menjadi stadium akut, stadiuminfamasi granuloma dan stadium kaseosa/perkejuan. Stadium akut dan granulomadisebut juga sebagai stadium non kaseosa. II.4 Patogenesis2,4
9
Mycobacterium tuberculosis adalah basil bentuk anaerobic, nonmotile, nonspora,dan tahan asam (acid fast basil/AFB) yang menginfeksi terutama pada manusia. Waktu proliferasinya sangat lambat (15 sampai 20 jam) dan membutuhkanwaktu beberapa minggu untuk tumbuh konvensional di media Löwenstein-Jensen.Basil ini cenderung tumbuh dalam kelompok paralel, menghasilkan karakteristikkoloni serpentine cording. Metode biokimia serta RNA/DNA-based dapatmengidentifikasi M. tuberculosis dari basil tahan asam lainnya.Infeksi M. tuberculosis terjadi melalui droplet terhirup yang mengandung intibasil Mycobacterium tuberculosis dan kemudian mengendap di alveoli paruparu. Dialveoli, basil berinteraksi dengan makrofag alveolar melalui banyak reseptor yangberbeda. Sel-sel kekebalan tubuh bawaan dipicu, cytokin dan chemokyn banyakdilepaskan, aktivasi respon imun T-helper cell-mediated type 1 terjadi, dangranuloma terbentuk. Pada awal proses terjadinya infeksi, basil disaring oleh kelenjargetah bening. Di kelenjar getah bening tersebut terdapat bakteremia tingkat rendahdimana M. tuberculosis menyebar ke tempat lain di dalam tubuh. Penyebaran secarahematogen paling sering terjadi di daerah tubuh yang kaya oksigen, termasuk otak.Akhirnya interaksi kompleks antara faktor kekebalan tubuh dan faktor virulensi M.tuberculosis yang menentukan apakah tubuh akan terinfeksi atau tidak dan sejauhmana penyebaran basil sehingga menyebabkan penyakit. Tuberkulosis sistem saraf pusat dimulai selama tahap bakteremia yangmenyebar secara hematogen dan membentuk fokus kecil tuberkulosis di otak, selaputotak atau di sumsum tulang belakang yang dikenal sebagai rich foci. Lesi tersebutterinokulasi dan dapat tetap aktif selama beberapa tahun. Kemudian pecah atautumbuh dari satu atau lebih lesi kecil menjadi berbagai jenis tuberkulosis sistem sarafpusat. Jenis dan perluasan lesi tergantung dari jumlah dan virulensi basil serta responimun dari inang. Lokasi fokus dan kekebalan tubuh menentukan bentuk tuberkulosissistem saraf pusat. Patogenesis dari lesi yang terlokalisir di otak di anggap berhubungan denganadanya penyebaran basil tuberkulosis secara hematogen yang fokus primernya dariparu, meskipun pada beberapa penelitian hanya tampak 30% pada radiografi paru.Hal itu memberi keyakinan bahwa inokulasi dalam ukuran kecil
10
dan tidak adanyakekebalan tubuh dapat menyebabkan fokus tuberkulosis di parenkim otak dan dapatberkembang menjadi tuberkuloma atau abses tuberkulosis otak. Tuberkel dapat pecah dan memasuki cairan otak dalam ruang subarachnoid dan sistim ventrikel, menimbulkan meningitis dengan proses patologi berupa 1)
Keradangan cairan serebrospinal. meningen yang berlanjut
2)
menjadi araknoiditis, hidrosefalus dan gangguan saraf pusat Vaskulitis dengan berbagai kelainan serebral, antara lain infark
3)
dan edema vasogenik. Ensefalopati atau mielopati akibat proses alergi.
II.5 Gejala Klinis Manifestasi klinis tuberkulosis intrakranial tergantung lokasi. Pasien seringmengeluh sakit kepala, kejang, edema papil, atau tanda peningkatan tekananintrakranial lain. Demam ringan, mual, pusing, kejang, defisit neurologi fokal, danpapil udem merupakan karakteristik klinis dari tuberkuloma supratentorial. Sedangtuberkuloma di infratentorial akan menunjukkan gejala brainstem syndrome,cerebellar syndrome dan cranial nerve palses. Perkembangan gejala tuberkulomaintrakranial diukur dalam minggu ke bulan. Seringkali disertai riwayat tuberkulin tes positif, riwayat paparan tuberkulosis,atau adanya faktor risiko individu terjangkit tuberkulosis. Meskipun pada penelitiandidapatkan riwayat tuberkulosis ditemukan hanya sekitar 10% dari pasien dan adanyatuberkulosis paru aktif pada pemeriksaan sinar X ditemukan sekitar 30 sampai 50%.
II.6 Diagnosis Diagnosis tuberkulosis intrakranial meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah, pemeriksaan radiologi (fotopolos, CT, MRI) dan pemeriksaan PA. a. Pemeriksaan darah Erythrocyte sedimentation rate (ESR) dianggap membantu dalam diagnosistuberkulosis paru dan ekstra paru. ESR ini dilaporkan meningkat pada
11
tuberkulomacerebral namun pada prosentase kasus yang kecil. Diagnosis definitif tuberkulosisintrakranial adalah adanya deteksi basil tuberkulum dalam CSF, baik denganpemeriksaan BTA atau kultur bakteri. Namun kultur bakteri diperlukan waktu yanglama. Pada pemeriksaan CSF pasien tuberkuloma menunjukkan adanyalimfomonositik pleositosis dengan level glukosa yang rendah dan proten yangtinggi.Karena sulit mendeteksi basil TB, dikembangkan pemeriksaan antiboditerhadap basil tuberkulum yang terdeteksi dengan ELISA (enzyme-linkedimmunosorbent assay) dan terbukti pemeriksaan tersebut berhasil. Namun, tes ELISA dapat memberikan hasil negatifpalsu, misalnya dalam keadaan tidak ada imunosupresi atau jika ada imunosupresioleh karena reaksi positif terhadap antigen secara umum (misalnya jamur dangondok). Tes kulit tuberkulin dilaporkan awalnya negatif 50-70% kasus dan seringmenjadi positif selama terapi.Metode terbaik untuk mendiagnosis mikrobakteri infeksi adalah dengan PCR(poli chain reaction) di mana probe cDNA digunakan untuk mengidentifikasi RNAmikrobakteri atau urutan DNA di CSF. b. Pemeriksaan Radiologi Pencitraan dengan CT dan MR merupakan pencitraan awal yang digunakanuntuk melihat lokasi dan karakter tuberkulosis intrakranial, yang kemudian biasanyadi konfirmasi dengan bedah atau otopsi. Kalsifikasijarang terjadi dengan prosentase <20%. Gambarankhas tuberkuloma berupa nodul dengan area pusat yang kecil (nekrosis perkejuan)pada CT menunjukkan gambaran dengan densitas rendah dan pada MRIT2WI/FLAIR menunjukkan densitas yang tinggi (hiperintens). Area disekitar lesi menunjukkan adanyaudem dengan efek massa. Penyangatan cincin di tepi nodul (dengan dinding iregulerdan tebal bervariasi menyebabkan suatu gambaran ‘created look’ atau nodul (denganpusat yang tidak menyangat).
12
Gambar 1. CT Scan Otak; Gambar A, tanpa kontras menunjukan pergeseran dari ventrikel, Gambar B, dengan kontras tampak sebagai lesi space-occupying lesions,dari cerebellum kiri
Gambar 2. Magnetic resonance imaging pada otak; (a ,b) T2-weighted images; and (c,d) post-gadolinium T1-weighted Gambar menunjukan 3 lapis dari tuberkuloma otak.meliputi central, isodense, caseous, necrotic core c. Pemeriksaan Patologi Anatomi Secara histologi tuberkuloma berupa masa bentuk bulat, oval atau merupakankonfigurasi lobuler dengan menyatunya beberapa nodul yang lebih kecil.Tuberkuloma mempunyai ciri ukuran yang kecil kira-kira 0,5-2 mm yang terdiri atassel epitheloid dengan basil TBC, tepi fibroblas dan sel inflamasi mononuklear. Selraksasa yang terdiri atas inti yang ganda merupakan ciri khasnya. Tuberkuloma yangkeras (hard tuberculoma) tidak menunjukkan nekrosis di pusatnya, namun denganadanya reaksi hipersensitivitas tipe lambat, terjadi nekrosis perkejuan di pusat lesidan terjadi nekrosis koagulatif serta terjadi likuefaksi yang terdiri atas cairan jernihkekuningan yang meyerupai materi perkejuan. Bentuk dengan pusat yang mengalamiperkejuan disebut sebagai tuberkuloma tipe lunak (soft tuberculoma).
13
II.7Penatalaksanaan Berdasar Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit infeksi Amerika danStandar pedoman dari perkumpulan thorax di Amerika, terapi tuberkulosisintrakranial adalah dengan terapi awal induksi dengan rejimen isoniazid, rifampisin,pirazinamid, dan ethambutol selama 2 bulan dan diikuti oleh 7 sampai 10 bulantambahan isoniazid dan rifampisin sebagai terapi pemeliharaan. Isoniazid, rifampisin,dan lini kedua agen aminoglikosida, kapreomisin, dan fluoroquinolones tersediadalam bentuk parenteral jika per oral tidak bisa diberikan. Penggunaan rejimen dandurasi terapi disarankan sesuai dengan rejimen standar untuk tuberkulosis paru,karena tidak ada penelitian pengobatan yang optimal untuk tuberculosis intrakranial. Namun beberapa ahli ada yang berpendapat pada tuberkulosis intrakranial diberikanlebih lama dibandingkan tuberkulosis paru. Sementara para ahli yang lain mendukungterapi 6 sampai 9 bulan saja. Isoniazid dan pirazinamid dapat melewati blood brainbarrier sehingga menjadi pengobatan utama pengobatan meningitis tuberkulosis.Sedangkan rifampisin dan etambutol memiliki penetrasi yang kurang signifikan kesistem saraf pusat, meskipun rifampisin dan etambutol masih memainkan peranpenting dalam pengobatan tuberkulosis sistem saraf pusat. Penggunaan kortikosteroid sebagai terapi tambahan dalam pengobatantuberkulosis sistem saraf pusat dimulai sejak tahun 1950. Sampai saat ini penggunaankortikosteroid ini tetap kontroversial. Awalnya steroid diberikan untuk mengurangiperadangan dalam ruang subarachnoid. Pendapat lain mengatakan pemberiankorikosteroid diindikasikan hanya jika terdapat peningkatan tekanan intracranial.Karena terapi antituberkulosis pada tuberkulosis intrakranial efektif, makaperan operasi di lakukan jika hanya terjadi komplikasi serius misalnya adanyahidrosefalus. Gejala sisa yang bisa timbul antara lain hidrosefalus dan kejang, sehinggadiperlukan evaluasi dengan CT scan 1 minggu dan 1 bulan sesudah dilakukan CTscan yang pertama. Tujuannya untuk melihat adanya temuan diagnostik lain dangejala sisa yang mungkin terjadi.
14
II.8 Komplikasi dan Prognosis Komplikasi dari tuberkulosis intrakranial adalah penurunan neurologis,dengan kejadian sekitar 20 sampai 30%. Gangguan tersebut antara lain berupakelumpuhan saraf kranial, ophthalmoplegia, kejang, gangguan kejiwaan, ataksia danhemiparesis, kebutaan, tuli, dan keterbelakangan mental.Hidrosefalus komunikan merupakan komplikasi paling sering dari meningitistuberkulosis. Kejadiannya sekunder karena obstruksi aliran cairan serebrospinal yangdisebabkan eksudat selaput otak di sisterna basal. Hidrosefalus non komunikan seringterjadi akibat obstruksi dari tuberkuloma dan jarang karena abses tuberkulosis.Faktor yang memperburuk prognosis tuberkulosis intrakranial antara lain usia,adanya infark, koinveksi dengan HIV, resisten terhadap isoniazid dan rifampisin,adanya laktat yang tinggi pada CSF, leukopenia pada LCS, dan glukosa yang rendahpada LCS. Selain itu adanya kelemahan fokal, serebral palsy dan adanya hidrosefalusjuga salah satu prediksi akan prognosis yang buruk.
15
DAFTAR PUSTAKA 1. Lee WY, KY Pang, CK Wong, 2002. Case Report; Tuber Brain tuberculoma in Hong KongHKMJ 2002;8:52-6. 2. Mulyono, Djoko, Djoko Iman Santoso, 1997. Tuberkulosis Milier dengan Tuberkuloma Intrakranial Laporan Kasus. PPDS I Ilmu Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran Universitas AirlanggaRumah Sakit Umum Daerah Dr Sutomo, Surabaya. 3. Shams, Shahzad. 2011. Intracranial Tuberculoma. Omar Hospital, Jail Road, Lahore, Pakistan. 4. Suslu, Hikmet Turan , Mustafa Bozbuga, Cicek Bayindir, 2010. Cerebral Tuberculoma Mimicking High Grade Glial Tumor. JTN.: 21( 3): 427-429 5. Yanardag,H S Uygun, V Yumuk, M Caner, B Canbaz, 2005. Cerebral tuberculosis mimicking intracranial tumour. Singapore Med J 2005; 46(12) : 731.
16