Tari Merak
Kostum yang dipakai oleh penari dalam menampilkan Sejarah Tari Merak Jawa Barat. Warna kostum yang dipakai oleh para penari biasanya sesuai dengan corak bulu burung merak. Selain itu, kostum penari juga dilengkapi dengan sepasang sayap yang mengimpletasikan bentuk dari bulu merak jantan yang sedang dikembangkan. Dalam Sejarah Tari Merak Jawa Barat telah mengalami perubahan dari gerakan yang diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri dengan adanya perubahan kareografi yang dibuat oleh Dra. Irawati Durban Arjon. Dengan iringan lagu gending Macan Ucul para penari mulai menggerakan tubuhnya dengan gemulai layaknya gerakan merak jantan yang sedang tebar pesona. Gerakan merak yang anggun dan mempesona tergambar dari gerakan Tari Merak yang penuh keceriaan dan keanggunan. Sehingga tak heran jika Tari Merak sering digunakan untuk menyambut pengantin pria atau sebagai hiburan untuk tamu dalam acara pernikahan. Selain itu Tari Merak juga banyak ditampilkan dalam event – event baik yang bertaraf nasional dan internasioan karen akeindahan gerakan Tari Merak . Tari merak biasanya dimainkan di acara-acara besar seperti di acara pernikahan yang melambangkan bahwa seorang penari yang lemah gemulai dan ceria biasanya di mainkan oleh satu orang laki-laki yang berperan sebagai merak jantan dan satu orang perempuan yang berperan sebagai merak betina dan tari merak biasanya diiringi oleh alunan-alunan musik gamelan Tarian merak mengkisahkan tentang burung merak yang menampilkan keindahan bulu ekornya yang panjang dan berwarna-warni untuk mencuri perhatian sang betina. Asal usul tari merak dibuat karena adanya ketertarikan Raden Tjetje Somantri kepada hewan merak yang indah. Tari merak mempunyai ciri khas pada Kostumnya yang berbagai macam warna
Tari Jaipong
Tari Jaipong Jawa Barat – Jaipongan adalah sebuah jenis tari pergaulan tradisional masyarakat Sunda, Jawa Barat, yang cukup populer di Indonesia.
Tari ini diciptakan oleh seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan. Tari Jaipong Jawa Barat mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Tari Jaipong Jawa Barat.
Tari Topeng
Tari topeng Cirebon adalah salah satu tarian di tatar Parahyangan. Tari Topeng Indonesia Cirebon, kesenian ini merupakan kesenian asli daerah Cirebon, termasuk Indramayu, Jatibarang, Losari, dan Brebes. Disebut tari topeng, karena penarinya menggunakan topeng di saat menari. Tari topeng ini sendiri banyak sekali ragamnya, dan mengalami perkembangan dalam hal gerakan, maupun cerita yang ingin disampaikan. Terkadang tari topeng dimainkan oleh saru penari tarian solo, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang. Menurut pendapat salah seorang seniman dari ujung gebang-Susukan-Cirebon, Marsita, kata topeng berasal dari kata‖ Taweng‖ yang berarti tertutup atau menutupi. Sedangkan menurut pendapat umum, istilah kata Topeng mengandung pengertian sebagai penutup muka / kedok. Berdasarkan asal katanya tersebut, maka tari Topeng pada dasarnya merupakan seni tari tradisional masyarakat Cirebon yang secara spesifik menonjolkan penggunaan penutup muka berupa topeng atau kedok oleh para penari pada waktu pementasannya. Seperti yang telah diutarakan diatas, bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam seni tari topeng Cirebon mempunyai arti simbolik dan penuh pesan-pesan terselubung, baik dari jumlah kedok, warna kedok, jumlah gamelan pengiring dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan upaya para Wali dalam menyebarkan agama Islam dengan menggunakann kesenian Tari Topeng setelah media Dakwah kurang mendapat Respon dari masyarakat. Jumlah Topeng / Kedok seluruhnya ada 9 (sembilan ) buah, yaitu : Panji, Samba atau Pamindo, Rumyang, Tumenggung atau Patih, Kelana atau Rahwana, Pentul, Nyo atau Semblep, Jinggananom Aki - aki. Dari kesembilan Topeng / Kedok tersebut yang dijadikan sebagai Kedok pokok hanya 5 (lima ) buah yaitu : Panji, Samba atau Pamindo, Rumyang, Tumenggung dan Kelana. Sedangkan empat kedok lainnya hanya digunakan apabila dibuat ceruta / lakon seperti cerita Jaka Blowo, Panji Blowo, Panji Gandrung dll.
Tari Wayang
tari wayang adalah salah satunya. Pada awalnya tari wayang tampil dalam kesenian Wayang Orang, yaitu suatu bentuk teater daerah yang tempat pementasan dan perlengkapannnya sudah mengikuti teater modern Barat. Misalnya pentasnya yang berbentuk proscenium (satu arah) serta menggunakan layar depan, layar belakang dan seben (penyekat samping). Kemudian pentas itu pun menggunakan setting yang merupakan layar belakang atau layar sampingyang bergambar dan disesuaikan dengan cerita serta menggunakan tata cahaya dan tata suara seperti pentas modern Barat. Cerita yang dipentaskan dalam kesenian Wayang Orang adalah cerita wayang, tetapi dimainkan oleh para pemeran yang harus menguasai gerak tari wayang, suara para pemeran pun harus disesuaikan dengan peran wayang yang diperankannya. Setiap tokoh tokoh wayang memiliki patokan tersendiri mengenai gaya bicaranya dan geraknya. Dan ini harus sesuai dengan nada-nada tertentu sehingga tidaklah mudah menjadi pemain wayang orang. Pemain Wayang orang harus pandai menari serta mempunyai perbendaharaan gerakan wayang bagi kelengkapan peranannya. Seiring dengan berjalanya waktu dan bergantinya jaman, para penggarap kesenian Wayang Orang kemudian mengkemas dalam bentuk tarian. Puncak kejayaan tari Wayang yakni pada masa berakhirnya penjajahan Jepang. Pada masa itu, banyak bermunculan perkumpulan kesenian wayang orang yang mengajarkan tari Wayang. Saat ini ada beberapa daerah di Jawa Barat yang masih tetap melestarikan tari Wayang tersebut antara lain Bogor, Garut, Sumedang, dan Bandung. Masing-masing daerah mempunyaimotif gerak yang spesifik.
Tari Rampak Gendang
Sekitar sepuluh orang masuk ke panggung, mereka mengenakan kostum yang sama. Orang-orang tersebut kemudian menempati posisi masing-masing di depan alat musiknya. Abaaba keluar dari salah seorang, lantas alunan musik energik seketika menghentak penonton yang hadir. Pertunjukkan musik itu biasa disebut Rampak Gendang. Rampak Gendang merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Jawa Barat. "Rampak" berasal dari bahasa sunda yang bermakna serempak atau secara bersama-sama, jadi rampak gendang bisa diartikan sebagai suatu pertunjukkan gendang yang dimainkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, pertunjukkan Rampak Gendang selalu dimainkan oleh dua orang atau lebih. Gendang atau kendang merupakan alat musik utama dari pertunjukkan Rampak Gendang. Alat musik ini juga merupakan instrumen dalam gamelan jawa, yang berfungsi sebagai pengatur irama. Alat musik lainnya dalam pertunjukkan Rampak Gendang adalah rebab, gitar, dan alat gamelan yang lain. Semua alat musik itu kemudian dipadukan membentuk suatu irama yang energik dan bersemangat. Belakangan pertunjukkan Rampak Gendang sering dikolaborasikan dengan kesenian yang lain, seperti tari Jaipong atau dijadikan sebagai pengiring lagu pop. Namun, belakangan ini Rampak Gendang bahkan dipadukan dengan gamelan Jawa, sehingga menghasilkan sebuah pertunjukkan Rampak Gendang yang berbeda dari biasanya.
Tari Dogdog Lojor
Dogdog Lojor merupakan untaian dua kata, yaitu dogdog dan lojor. Dogdog merupakan alat musik tabuh yang terbuat dari batang kayu yang berongga dengan bulatan berdiameter 15 cm dan ujungnya mengecil berdiameter antara 12-13 cm, sedangkan panjangnya lebih kurang 90 cm hingga 100 cm. Pada ujung bulatan yang berdiameter 15 m itu ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan, kemudian diikat dengan tali bambu dan dipaseuk / baji untuk mengencangkan kulit tersebut, sehingga kalau dipukul Akan mengeluarkan suara dog.. dog.. dog. Akhirnya disebutlah alat musik itu dogdog. Sedangkan lojor (bahasa Sunda dialek Banten) berarti `panjang'. Biasanya dogdog yang ;mum panjangnya berukuran antara 30 — 40 cm. Dogdog lojor mempunyai panjang 90 — 100 cm. Jadi, dogdog lojor adalah dogdog yang panjang. Pemain dan Waditra Pemain yang diperlukan dalam seni ini berjumlah minimal 12 orang yang terdiri atas 4 orang pemain dogdog dan 8 orang pemain angklung; yang dibagi menjadi dua kelompok demean jumlah orang yang sama. Para pemain tidak dimonopoli oleh kaum pria saja, kini demean perkembangan jaman maka perempuan pun bisa memainkan seni ini. Waditra yang dipergunakan dalam permainan ini adalah dogdog dan angklung. Jalannya Permainan Diawali pukulan dogdog sebagai aba-aba bagi pemain angklung, maka permainan ± 1 mulai pada pukulan dogdog pakpak pong, pak……………. Pak……. pong, serempak pemain angklung membunyikan angklungnya dengan membawakan lagu "Kacang Buncis" atau "Tongeret".
Tari Ronggeng Gunung
Ciamis adalah suatu daerah yang ada di Jawa Barat. Di sana ada tarian khas yang bernama ―Ronggeng Gunung‖. Ronggeng Gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni sebuah bentuk kesenian tradisional dengan tampilan seorang atau lebih penari. Biasanya dilengkapi dengan gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring. Penari utamanya adalah seorang perempuan yang dilengkapi dengan sebuah selendang. Fungsi selendang, selain untuk kelengkapan dalam menari, juga dapat digunakan untuk "menggaet" lawan (biasanya laki-laki) untuk menari bersama dengan cara mengalungkan ke lehernya. Pemain, Peralatan, dan Pergelaran Orang-orang yang tergabung dalam kelompok kesenian Ronggeng Gunung biasanya terdiri dari enam sampai sepuluh orang. Namun demikian, dapat pula terjadi tukar-menukar atau meminjam pemain dari kelompok lain. Biasanya peminjaman pemain terjadi untuk memperoleh pesinden lalugu, yaitu perempuan yang sudah berumur agak lanjut, tetapi mempunyai kemampuan yang sangat mengagumkan dalam hal tarik suara. Dia bertugas membawakan lagu-lagu tertentu yang tidak dapat dibawakan oleh pesinden biasa. Sedangkan, peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Ronggeng Gunung adalah tiga buah ketuk, gong dan kendang. Sebagai catatan, untuk menjadi seorang ronggeng pada zaman dahulu memang tidak semudah sekarang. Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain bentuk badan bagus, dapat melakukan puasa 40 hari yang setiap berbuka puasa hanya diperkenankan makan pisang raja dua buah, latihan nafas untuk memperbaiki suara, fisik dan juga rohani yang dibimbing oleh ahlinya. Dan, yang umum berlaku, seorang ronggeng harus tidak terikat perkawinan. Oleh karena itu, seorang penari ronggeng harus seorang gadis atau janda. Tari Ronggeng Gunung bisa digelar di halaman rumah pada saat ada acara perkawinan, khitanan atau bahkan di huma (ladang), misalnya ketika dibutuhkan untuk upacara membajak atau menanam padi ladang. Durasi sebuah pementasan Ronggeng Gunung biasanya memakan waktu cukup lama, kadang-kadang baru selesai menjelang subu
Tari Kandangan
Tari Kandagan tergolong tari kreasi baru dalam ranah seni tari Sunda. Tari ini merupakan pengembangan dari tari Renggarini, kreasi salah satu maestro tari Sunda, Raden Tjetje Somantri pada tahun 1957. Tari Renggarini sendiri awalnya diberi nama tari topeng Wadon. Akan tetapi karena dianggap nama ini kurang representatif, namanya diganti menjadi 'Renggarini', yang kurang lebih berarti wanita yang enerjik. Kandagan sendiri berarti wadah untuk menyimpan perhiasan dan barang berharga. Nama Kandagan dimaksudkan bahwa tari ini merupakan kumpulan berbagai gerakan tari yang indah. Tarian yang memerlukan keterampilan dan latihan keras ini, ditampilkan baik secara tunggal maupun berkelompok. Dalam mempersiapkan diri, para penari Kandagan pemula perlu melakukan rangkaian olah badan dan persiapan tari. Tari Kandagan memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan tarian seperti Jaipong dan tari merak yang tergolong tari putri atau tari yang dibawakan oleh penari wanita. Seperti juga tari Renggarini, tari Kandagan tergolong tari putri yang gagah. Karena itulah unsur maskulinitas lebih ditonjolkan dalam gestur para penarinya. Maskulinitas tersebut terlihat dalam sikap gerak, kepala, badan, kaki dan tangan yang digunakan dalam tari ini. Meskipun dalam hal gestur terdapat banyak kesamaan antara tari Renggarini dengan Tari Kandagan, tetapi kedua tari ini memiliki banyak perbedaan dalam kostum yang digunakan. Penari Kandagan menggunakan siger dengan rambut gambuh kecil, baju tutup kutung berkerah hitam, dan sanggul disertai tata rias kandagan. Adapun tari Renggarini menggunakan hiasan kepala yang merupakan pengembangan desain iket, berbaju kebatya kutung merah tua dan tidak menggunakan sanggul