Ta 1 Bundel.pdf 2r41o

ANALISA KESTABILAN LERENG PADA DESAIN DISPOSAL SUWOTA TAHUN 2018 DI TAMBANG PT ANTAM TBK UBPN MALUKU UTARA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA Skripsi

Oleh : RENDY ADRISTA FARRAND 11160980000035

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

ANALISA KESTABILAN LERENG PADA DESAIN DISPOSAL SUWOTA TAHUN 2018 DI TAMBANG PT ANTAM TBK UBPN MALUKU UTARA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T)

Oleh : RENDY ADRISTA FARRAND 11160980000035

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

LEMBAR PERSETUJUAN ANALISA KESTABILAN LERENG PADA DESAIN DISPOSAL SUWOTA TAHUN 2018 DI TAMBANG PT ANTAM TBK UBPN MALUKU UTARA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA

Skripsi Oleh :

Rendy Adrista Farrand NIM. 11160980000035

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I,

Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. M. Zoelfikar Zabier

Ahmad Fauzan Haryono,ST,MT

NIDK. 8848190018

Mengetahui, Ketua Program Studi Teknik Pertambangan,

Dr. Ambran Hartono, M.Si NIP. 19710408 200212 1 001

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Analisa Kestabilan Lereng pada Desain Disposal Suwota Tahun 2018 di Tambang PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 9 April 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T) pada Program Studi Teknik Pertambangan. Tangerang Selatan, 9 April 2019 Tim Penguji, Penguji I,

Penguji II,

A. Silvan Erusani, ST, M.Sc NIDN. 2012058001

Ir. Muhammad Bambang Sugeng, MT

Tim Pembimbing, Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Moehamad Zoelfikar Zabier NIDK. 8848190018

Ahmad Fauzan Haryono, ST, MT

Mengetahui,

Dekan FST,

Ketua Prog. Studi,

Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud

NIP. 19690404 200501 2 005 iii

Dr. Ambran Hartono, M.Si NIP. 19710408 200212 1 001

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tangerang Selatan, April 2019

Rendy Adrista Farrand

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI

Sebagai Civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

: Rendy Adrista Farrand

NIM

: 11160980000035

Program Studi : Teknik Pertambangan Fakultas

: Sains dan Teknologi

Jenis Karya

: Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : ANALISA KESTABILAN LERENG PADA DESAIN DISPOSAL SUWOTA TAHUN 2018 DI TAMBANG PT ANTAM TBK UBPN MALUKU UTARA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Tangerang Selatan, Pada tanggal : April 2019 Yang menyatakan,

( Rendy Adrista Farrand ) v

Nama : Rendy Adrista Farrand Program Studi : Teknik Pertambangan Judul : Analisis Kestabilan Lereng pada Desain Disposal Suwota Tahun 2018 di Tambang PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara ABSTRAK Waste dump / disposal adalah daerah pada usatu operasi tambang terbuka yang dijadikan tempat membuang kadar rendah dan/atau material bukan bijih. Disposal biasanya dapat dibuat pada lubang-lubang bekas penambangan ataupun bekas penambangan luar. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis kestabilan lereng agar dapat diketahui apakah lereng disposal ini aman dalam penggunaan jangka pendek ataupun jangka panjang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tujuan utama untuk mencari angka faktor keamanan yang tepat dan ideal untuk lereng disposal Suwota. Nilai FK yang direkomendasikan yaitu di atas 1.50. Diketahui, daya tampung maksimal disposal yaitu sebesar 689,026 m3 / 1,824,881.68 ton. Software utama yang digunakan untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu lereng di dalam penelitian ini yaitu Geostudio Slope/W 2012, Slide v 6.0 dan Phase 2 v 6.0. Dari hasil penelitian (dimana lereng dalam keadaan jenuh), Nilai FK terkritis berada pada kisaran range 1.000 (Phase 2) - 1.251 (Bishop simplified - Slide 6.0) yang terdapat pada sayatan asli C-C’, sedangkan nilai FK terbaik berada pada kisaran range 1.518 (Phase 2) - 1.532 (Geostudio Slope/W 2012) yang terdapat pada sayatan asli A-A’. Nilai FK pada seluruh sayatan cenderung relatif rendah sehingga butuh rekomendasi untuk meningkatkan nilai FK/SRF. Setelah dilakukan perbaikan geometri lereng dengan menurunkan single slope angle dan tinggi lereng, didapatkan nilai FK/SRF 1.558 (Bishop simplified), 1.512 (Ordinary/Fellenius), 1.587 (Morgenstern-Price), dan 1.711 (Phase 2/FEM) ketika disposal dibebani ADT dengan beban 348 kN/ m2 dengan jarak 5 m dari crest. Ketika dibebani excavator dengan beban 106.61 kN/m2 di crest lereng, didapatkan nilai FK/SRF 1.749 (Bishop simplified), 1.725 (Ordinary/Fellenius), 1.716 (Morgenstern-Price), dan 1.815 (Phase 2/FEM). Sedangkan ketika tidak ada beban alat, didapatkan nilai FK/SRF 2.150 (Bishop simplified), 2.075 (Ordinary/Fellenius), 2.158 (Morgenstern-Price), dan 1.942 (Phase 2/FEM). Kata Kunci : Beban alat, disposal, jenuh, kestabilan lereng, single slope angle

vi

Name : Rendy Adrista Farrand Study Program : Mining Engineering Title : Slope Stability Analysis of Suwota Disposal Design in 2018 at PT ANTAM Tbk Mine of North Maluku Nickel Mining Business Unit, Halmahera Timur Regency, North Maluku ABSTRACT Waste dump / disposal is an area on an open pit operation that is used as a place to dispose of low levels and / or non-ore material. Disposal can usually be made on ex-mining holes or ex-mining. Therefore, slope stability analysis is needed so that it can be seen whether this disposal slope is safe in the use of short or long term. This study uses a quantitative method with the main aim to find the right and ideal number of safety factors for the slopes of Suwota disposal. The recommended FK value is above 1.50. It is known that the maximum disposal capacity is 689,026 m3 / 1,824,881.68 tons. The main software used to determine the level of stability of a slope in this study is Geostudio Slope / W 2012, Slide v 6.0 and Phase 2 v 6.0. From the results of the study (where the slope is saturated), the most critical FK value is in the range 1,000 (Phase 2) - 1,251 (Bishop simplified - Slide 6.0) found in the original C-C incision, while the best FK value is in the range 1.518 (Phase 2) - 1,532 (Geostudio Slope / W 2012) found in the original A-A incision '. The FK scores in all incisions tend to be relatively low so that recommendations are needed to increase FK / SRF values. After repairs to the slope geometry by lowering the single slope angle and slope height, FK / SRF 1,558 (Bishop simplified), 1,512 (Ordinary / Fellenius), 1,587 (Morgenstern-Price), and 1,711 (Phase 2 / FEM) values when disposal is burdened ADT with a load of 348 kN / m2 with a distance of 5 m from the crest. When loaded with excavators with a load of 106.61 kN / m2 in the slope crest, FK / SRF 1.749 (Bishop simplified), 1,725 (Ordinary / Fellenius), 1,716 (Morgenstern-Price), and 1,815 (Phase 2 / FEM) values are obtained. Whereas when there is no tool load, the FK / SRF 2.150 (Bishop simplified), 2,075 (Ordinary / Fellenius), 2,158 (Morgenstern-Price), and 1,942 (Phase 2 / FEM) values are obtained. Keywords: Tool load, disposal, saturated, slope stability, single slope angle

vii

KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim , Segala Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dari hasil penelitian untuk Tugas Akhir (TA) yang dilaksanakan di PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara. Skripsi merupakan salah satu kegiatan menulis karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kegiatan perkuliahan di Program Studi Teknik Pertambangan Fakuitas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Selain itu, kegiatan Skripsi / Tugas Akhir ini ditujukan juga sebagai salah satu kegiatan untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa untuk terjun langsung bekerja di suatu perusahaan atau lembaga yang memiliki keterkaitan dengan Teknik Pertambangan serta mempelajari untuk mengumpulkan, mengamati serta mengolah data yang sesuai dengan kondisi lapangan yang ada di tempat pelaksanaan penelitian. Adapun fungsi

data - data yang telah

dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan metode - metode pengumpulan dan pengolahan data yang benar agar nanti penulis bisa memberikan saran dan rekomendasi terbaik terkait dengan permasalahan geoteknik di lapangan. Adapun dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan Skripsi / Tugas Akhir ini tak lepas dari bantuan, bimbingan serta dari berbagai pihak. Melalui laporan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, terutama kepada: 1. Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rabb yang tiada hentinya memberikan

nikmat dan kebaikan kepada penulis, 2. Kedua orangtua, Mama dan Papa yang selalu memberikan dukungan

istimewa dan motivasi yang berharga untuk diri penulis,

viii

3. Keluarga besar yang telah memberikan yang luar biasa agar

penulis bisa menyelesaikan laporan ini, 4. PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara karena telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian, 5. Ferry Barakati, ST, selaku Quality Control Manager PT ANTAM Tbk

UBPN Maluku Utara yang telah memotivasi dan mendoakan saya agat dapat segera menyelesaikan laporan ini, 6. Eko Aditya, ST, selaku Grade Control, Survey, and Geotech Assistant

Manager PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara yang telah memberikan banyak motivasi dan nasehat kepada dpenulis, 7. Luthfi A. Komarudin, ST, selaku Tanjung Buli and Mornopo Ore

Quality Assurance Assistant Manager, Yulius Baturapi, ST, selaku Pakal Ore Quality Assurance Assistant Manager, Jordan River, S.ST, selaku Preparation and Lab Assistant Manager

yang telah

memberikan masukan terkait dengan ilmu pertambangan, 8. Gerry Prandana S, ST, selaku pembimbing lapangan yang telah

memberikan bimbingan, nasehat, dan saran, khususnya terkait dengan geoteknik pertambangan kepada penulis, sehingga laporan ini bisa diselesaikan. 9. Pak Hengky Koraag, selaku pembimbing lapangan di site yang telah

memberikan bimbingan serta ilmu-ilmu dasar tentang proses penambangan nikel dan memotivasi agar menjadi lebih baik, 10. Rekan-rekan di Biro Quality Control PT ANTAM Tbk UBPN Maluku

Utara, Patar Marlundu, ST, Gede Darma Raharja, ST, Muhammad Najib, ST, Ziyad Ahmad Fadli, ST, Muhammad Iqbal, ST, Mas Anto, Mas Sandi, Mbak Uci, Mbak Rahma, dek Isna, serta rekan-rekan lain di kantor dan lapangan, 11. Dr. M. Z. Zabier dan Ahmad Fauzan Haryono, ST, MT, selaku dosen

pembimbing untuk Tugas Akhir ini,

ix

12. Teman

seperjuangan,

Fajar

Muharram

Rizkiardi

yang

telah

menyarankan dan memberi masukan agar melaksanakan penelitian TA di PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara, 13. Tubagus Muhammad Reja Fahmi dan Adam Fakhri Darmawan selaku

rekan

Divisi

Kerohanian

Himpunan

Tambang

UIN

Syarif

Hidayatullah periode 2016-2017, 14. Ahmad Erlangga Adji, Daffa Rashad Mahmod, Raychan Bani Putra

Nugraha, Aulia Farhan, Bella Puspa Octaviani, Nisrina Amalia Dyah Utami, dan Febrian Abdul Fattah selaku rekan-rekan penulis yang telah banyak memberikan saran dan solusi kepada penulis, serta memotivasi penulis untuk bisa lebih baik lagi, 15. Teman-teman di Prodi Teknik Pertambangan UIN Jakarta angkatan

2014, 2016, 2017, dan 2018. 16. Rekan-rekan di Divisi Konsumsi Buka Bersama FST tahun 2017, 17. Serta dosen-dosen dan rekan-rekan penulis lainnya yang penulis tidak

dapat sebutkan namanya satu persatu.

Penulisan laporan akhir penelitian Tugas Akhir ini tentu masih banyak terdapat kesalahan dan juga kelemahan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada dosen pembimbing, pembimbing lapangan, serta pihak - pihak yang turut andil serta berkepentingan dapat memberikan masukan dalam rangka perbaikan laporan ini dikemudian hari.

Tangerang Selatan, April 2019

Penulis x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...………………………………………………………………………….ii LEMBAR PENGESAHAN……………………...…………………………………………………….iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...……………………………………………….........iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI…………………………………………....v ABSTRAK………………………………………………………………………………………….....vi ABSTRACT…………………………………………………………………………………………..vii KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………......viii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………..xi DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………..……......xiv DAFTAR TABEL……………………………………………………………………………...........xvii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...……………...........xviii BAB I

PENDAHULUAN ....................................................................................................................1

1.1.

Latar Belakang .......................................................................................................................1

1.2.

Rumusan Masalah ..................................................................................................................4

1.3.

Tujuan Penelitian ...................................................................................................................6

1.4.

Manfaat Penelitian .................................................................................................................6

BAB II LANDASAN TEORI ...............................................................................................................8 2.1.

Lereng ....................................................................................................................................8

2.2.

Kestabilan Lereng ................................................................................................................12

2.3.

Disposal ...............................................................................................................................14

2.4.

Disposal Suwota.. ................................................................................................................16

2.5.

Nikel Laterit..........................................................................................................................20

2.6.

Proses Penambangan Nikel di site Tanjung Buli..................................................................23

2.7.

Jenis-Jenis Longsoran...........................................................................................................27

2.8.

Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb…………………........................................................29

2.9.

Cara Meningkatkan Kestabilan Lereng……........................................................................32

2.10.

Geologi Regional dan Geologi Lokal Disposal Suwota……………...................................34

2.11.

Metode Perhitungan Dalam Kestabilan Lereng....................................................................37

2.11.1

Metode Perhitungan Fellenius………….…………………………...............................37

2.11.2

Metode Perhitungan Bishop simplified……………………..…....................................38

2.11.3

Metode Perhitungan Morgenstern-Price…………………………...............................39

2.12.

Aplikasi Software Kesetimbangan Batas (LEM) ...............................................................44

xi

2.12.1

Metode Kesetimbangan Batas (LEM) ..........................................................................44

2.12.2

Software Kesetimbangan Batas ……….......................................................................44

2.13.

Aplikasi Software Finite Element Method (FEM).............................................................45

2.13.1

Metode Elemen Hingga / Finite Element Method (FEM) ............................................45

2.13.2

Software Finite Element Method (FEM).......................................................................47

2.14.

Diagram Alir ……………...………………………….....................................................48

2.14.1

Diagram Alir Perhitungan-Perhitungan…………………….......................................48

2.14.2

Diagram Alir Aplikasi-Aplikasi Software .............………………….........................51

2.15.

Ayat Al-Qur-aan tentang Kestabilan Lereng ...................................................................54

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................................55

3.1.

Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................................................55

3.2.

Metode Pengumpulan Data ............................................................................................56

3.3.

Metode Analisis Data……………………………………………………......................57

3.4.

Diagram Alir Penelitian………………...…………………………...............................58

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .........................................................59 4.1

Perolehan Data Curah Hujan dan Produksi Bijih Nikel………………...………………59

4.1.1

Curah Hujan………………………………………………………………………......59

4.1.2

Data Produksi Bijih Nikel……………………………….…………………………….60

4.2

Temuan Penelitian……………………………………………………………………..61

4.2.1

Geometri Lereng Waste Dump Suwota………………………………..……………....61

4.2.2 Material Properties Waste Dump Suwota…………………………….……………….69 4.2.3 Proses Dumping di Waste Dump yang Ada di PT ANTAM Tbk. UBPN Malut............73 4.2.4 4.3

Arah Aliran Air Permukaan…………………………………………………………...74 Pembahasan……………………………………………………………….......................75

4.3.1 Analisa Kestabilan Lereng Waste Dump Suwota……………………………………....75 4.3.1.1 Analisa Kestabilan Lereng Sayatan A-A’………………………………………....76 4.3.1.2 Analisa Kestabilan Lereng Sayatan B-B’………………………………………....77 4.3.1.3 Analisa Kestabilan Lereng Sayatan C-C’…………………………………………79 4.3.1.4 Analisa Kestabilan Lereng Sayatan D-D’………………………………………...81 4.3.1.5 Analisa Kestabilan Lereng dari Disposal Design Planning Awal dan Akhir……..83 4.3.2

Hubungan Antara FK dan Jarak Horizontal pada Hasil Penelitian Analisis Kestabilan Lereng…………………………………………………………………......................86

4.3.3 Hubungan serta Penerapan Ayat Al-Qur-aan tentang Kestabilan Lereng dan Penanganannya....................................................................................…....................87 4.4

Hasil Penting Perbaikan Geometri Lereng…………………………..............................89

4.5

Ringkasan Nilai Asli FK dan Minimum Kelayakan FK.................................................94

xii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................96 5.1

Kesimpulan…………………………………………………………………..................96

5.2

Saran………………………………………………………………................................97

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………..98 LAMPIRAN…………………………………………………….………………………………..103

xiii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4

Lereng dengan Panjang Tak Hingga (Hardiyatmo, 2006)…………...9 Lereng dengan Panjang Hingga (Dokumentasi Penulis, 2019)……...9 Lereng Alami (Merbabu Community, 2019)……………………….10 Proses Pemindahan Tanah Penutup di Disposal Suwota tatkala Lubang Disposal Telah Penuh…………………………………...…………...15 Gambar 2.5 Lokasi Disposal Suwota yang Sudah Termasuk ke Dalam Mined Out Area………………………………….................................................16 Gambar 2.6 Rancangan Desain Awal Disposal Suwota…………………………17 Gambar 2.7 Kondisi Disposal Suwota yang Sudah Tertata……..……………….17 Gambar 2.8 Kondisi Disposal Suwota…………………………………………...18 Gambar 2.9 Bagian Bawah Disposal Suwota……………………………………18 Gambar 2.10 Swelling Material di Disposal Suwota……………………………...19 Gambar 2.11 Foto Aktual Front Suwota A………………………………………..19 Gambar 2.12 Profil Nikel Laterit (Tawada Scientific, 2018)……………...………21 Gambar 2.13 Endapan Nikel Laterit di Tanjung Buli……………………………..22 Gambar 2.14 Susunan Perlapisan Nikel Laterit di Tanjung Buli………………….22 Gambar 2.15 Diagram Alir Proses Penambangan di Blok Tambang Tanjung Buli.26 Gambar 2.16 Skema Longsoran Busur (Hoek dan Bray, 1981)…………………...28 Gambar 2.17 Skema Longsoran Bidang…………………………………………...29 Gambar 2.18 Kriteria Kegagalan Mohr-Coulomb (Herman dan Wahyu Rahman, 2019)……………………………………………………………......30 Gambar 2.19 Lingkaran Mohr Berbentuk Setengah Lingkaran……………...........31 Gambar 2.20 Penentuan Faktor Keamanan………………………………………..32 Gambar 2.21 Upaya Peningkatan Kestabilan Lereng (Zakaria, 2009)………….....33 Gambar 2.22 Tahapan Penurunan Muka Air Tanah (Zakaria, 2009)………...……34 Gambar 2.23 Peta Geologi Lembar Ternate, Maluku Utara (T. Apandi dan D.Sudana......................................................................…...............35 Gambar 2.24 Kolerasi Satuan-Satuan Peta Geologi Lembar Ternate (T. Apandi dan D. Sudana, 1980)...............................................................................35 Gambar 2.25 Limonit berasosiasi dengan Hematit dan Serpentinit yang Ditemukan di Lapangan…………………………..….........................................36 Gambar 2.26 Perhitungan Nilai FK dengan Metode Fellenius…………………...38 Gambar 2.27 Perhitungan Nilai FK pada Metode Bishop simplified (W.S. Bishop, 1955)……………… ………………..…..........................................39 Gambar 2.28 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Irisan Bidang Kelongsoran Metode MP......................…………………………………...........................40 Gambar 2.29 Diagram Alir Perhitungan Nilai FK dengan Metode Fellenius……..48 Gambar 2.30 Diagram Alir Perhitungan Nilai FK dengan Metode Bishop……......49 Gambar 2.31 Diagram Alir Perhitungan Nilai FK dengan Metode MP……...........50 Gambar 2.32 Flowchart Analisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Aplikasi Slide 6.0 Rocscience…………………………………………….......51 Gambar 2.33 Flowchart Analisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Aplikasi Phase2 v 6.0……….…………………………………………….......52

xiv

Gambar 2.34 Flowchart Analisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Aplikasi Geostudio Slope/W 2012……………………………........................53 Gambar 3.1 Peta Topografi Lokasi Penelitian Skala 1:10000 (Biro Quality Control, 2018)……………… ………………………………...........................56 Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian……………………………………………..58 Gambar 4.1 Total Jam Hujan di Halmahera Timur pada Periode Januari 2018 – September 2018…………………………………..............................60 Gambar 4.2 Total Rata-Rata Curah Hujan (mm) di Halmahera Timur pada Periode Januari 2018 – September 2018………………………………..........60 Gambar 4.3 Sayatan NE-SW pada Peta Topografi Waste Dump Suwota Skala 1:13000…………………...……………………………....................62 Gambar 4.4 Sayatan NE-SW pada Foto Aktual Kondisi Lapangan Waste Dump Suwota……………………………………………………................62 Gambar 4.5 Model Lereng Sayatan A-A’ dengan Skala Horizontal 1:501,44 dan Skala Vertikal 1:547.88………………………………………..........63 Gambar 4.6 Model Lereng Sayatan B-B’ dengan Skala Horizontal 1:447,36 dan Skala Vertikal 1:454.53……………………………..........................64 Gambar 4.7 Model Lereng Sayatan C-C’ dengan Skala Horizontal 1:540,08 dan Skala Vertikal 1:556.11…………………………………………......65 Gambar 4.8 Model Lereng Sayatan D-D’ dengan Skala Horizontal 1:540,41 dan Skala Vertikal 1:580.03…………………………………..................66 Gambar 4.9 Rencana Geometri Lereng Akhir Waste Dump Suwota…………….67 Gambar 4.10 Kondisi di Bagian Area Disposal Suwota yang Butuh Penataan Lebih Lanjut………………………………………………………………68 Gambar 4.11 Waste Dump Suwota dari Crest hingga Toe………………………...68 Gambar 4.12 Visualisasi Arah Kemiringan Lereng……………………..…….......69 Gambar 4.13 Kondisi Bagian Bawah Lereng Disposal…………………………...70 Gambar 4.14 Persebaran Material Penyusun di Disposal Suwota…………..........72 Gambar 4.15 Gambaran Material Penyusun Disposal di Aplikasi Geostudio Slope/W 2012………………………………………………..........72 Gambar 4.16 Limonit yang Berasosiasi dengan Hematit………………………....73 Gambar 4.17 ADT sedang Melakukan Dumping di Waste Dump area…………....74 Gambar 4.18 Arah Aliran Air Permukaan di Waste Dump Suwota……….……....74 Gambar 4.19 Arah Aliran Air Permukaan dari Arah Atas dan Pada Bagian Bawah Waste Dump…………..…...............…………………………….......75 Gambar 4.20 Lokasi Settling Pond pada Waste Dump Suwota di Peta Topografi Waste Dump Suwota Skala 1:13000 (area di dalam kotak merah)....75 Gambar 4.21 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan A-A’ Metode Bishop Simplified…………………………………………............................77 Gambar 4.22 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan A-A’ Metode Fellenius………………….………………………………………..77 Gambar 4.23 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan A-A’ Metode Morgenstern-Price………………..…………………......................77 Gambar 4.24 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan B-B’ Metode Bishop Simplified…………………………………………………………....78

xv

Gambar 4.25 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan B-B’ Metode Fellenius.…………………………………………………………..79 Gambar 4.26 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan B-B’ Metode Morgenstern-Price………..........…………………………………..79 Gambar 4.27 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan C-C’ Metode Bishop Simplified……………………………………...................................80 Gambar 4.28 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan C-C’ Metode Fellenius………………………………………………….…..........80 Gambar 4.29 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan C-C’ Metode Morgenstern-Price…………………………………........................81 Gambar 4.30 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan D-D’ Metode Bishop Simplified………………………………………………....................82 Gambar 4.31 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan D-D’ Metode Bishop Simplified…………………………………………............................82 Gambar 4.32 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan D-D’ Metode Bishop Simplified……………………………………………………............83 Gambar 4.33 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Awal Disposal Suwota Metode Ordinary / Fellenius……………...........84 Gambar 4.34 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Awal Disposal Suwota Metode Bishop Simplified………………............84 Gambar 4.35 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Awal Disposal Suwota Metode Morgenstern-Price..… … ……………..85 Gambar 4.36 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Akhir Disposal Suwota Metode Bishop simplified…………....................85 Gambar 4.37 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Akhir Disposal Suwota Metode Fellenius / Ordinary………...................86 Gambar 4.38 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Akhir Disposal Suwota Metode Morgenstern-Price..… ………………...86 Gambar 4.39 Hubungan antara Nilai Faktor Keamanan dan Jarak Horizontal pada Sayatan A-A’ Metode Morgenstern-Price…………………..............87 Gambar 4.40 Hubungan antara Nilai Faktor Keamanan dan Jarak Horizontal pada Sayatan B-B’ Metode Bishop Simplified..………… ……………….87 Gambar 4.41 Rekomendasi Pertama dari Geometri Lereng Disposal Suwota Skala 1:501.6…………………………………….……………………......90 Gambar 4.42 Rekomendasi Kedua Geometri Lereng Disposal Suwota Skala 1:300…………………\……………….………………...…….......91 Gambar 4.43 Rekomendasi Ketiga Geometri Lereng Disposal Suwota Skala 1:500………………………………………………...………….....92

xvi

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kriteria Pergerakan Lereng (Irwandy Arif, 2016)…………………….27 Tabel 2.2 Asumsi-asumsi dan Kondisi Kesetimbangan yang Digunakan Beberapa Metode Irisan, dan Karakteristiknya (John Krahn, 2004)………………………… ……………………….........................42 Tabel 2.3 Kondisi Kesetimbangan yang Dipenuhi (John Krahn, 2004)…………43 Tabel 3.1 Rencana Kegiatan Penelitian……………………………………….....55 Tabel 4.1 Data Curah Hujan bulan Januari – September 2018 di Halmahera Timur (Biro Mining Operation, 2018)………………………… …………….59 Tabel 4.2 Data Produksi PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara Tahun 2017 (Biro Quality Control, 2018)………………………… ……………..............61 Tabel 4.3 Geometri Lereng Aktual Waste Dump Suwota………………………..69 Tabel 4.4 Geometri Lereng dari Disposal Design Planning di Waste Dump Suwota………………………………………………………………...69 Tabel 4.5 Parameter Properti Material Lereng Disposal Suwota……………......70 Tabel 4.6 Material Penyusun Lereng Disposal…………………………………..73 Tabel 4.7 Nilai-Nilai FK/SRF di Lereng Disposal Suwota Sayatan A-A’…........76 Tabel 4.8 Nilai-Nilai FK/SRF di Lereng Disposal Suwota Sayatan B-B’….........78 Tabel 4.9 Nilai-Nilai FK/SRF di Lereng Disposal Suwota Sayatan C-C’….........80 Tabel 4.10 Nilai-Nilai FK/SRF di Lereng Disposal Suwota Sayatan D-D’….........82 Tabel 4.11 Nilai Faktor Keamanan/SRF di Rencana Desain Disposal Suwota.......83 Tabel 4.12 Nilai FK/SRF pada Hasil Penting Pertama di Lereng Disposal Suwota………………………………………………………..……..89 Tabel 4.13 Nilai FK/SRF pada Hasil Penting Kedua di Lereng Disposal Suwota………………………………………………………..……..91 Tabel 4.14 Nilai FK/SRF pada Hasil Penting Ketiga di Lereng Disposal Suwota………………………………………………………..……..92 Tabel 4.15 Beberapa Hasil Penting di Lereng Disposal Suwota bagian 1………..93 Tabel 4.16 Beberapa Hasil Penting di Lereng Disposal Suwota bagian 2………..94 Tabel 4.17 Kondisi FK Awal / Asli Sayatan A-A’ – D-D’…………………….....95 Tabel 4.18 Kondisi FK Minimum Kelayakan Sayatan A-A’ – D-D’…………......95

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta Geologi Site Tanjung Buli Skala 1:10000…………………….....103 Lampiran 2 Hasil Pengujian Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan………….........105 Lampiran 3 Peta Topografi Akhir Waste Dump Suwota Skala 1:13000……...…...106 Lampiran 4 Ringkasan Analisis Kestabilan Lereng dengan Software……………..107 Lampiran 5 Peta Kontur Aktual Waste Dump Suwota September 2018 Skala 1:10000……………………………………………………..............108 Lampiran 6 Standar Regrading PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara untuk Disposal…………………………………………………………….109 Lampiran 7 Data Tegangan Pori, Tegangan Geser, dan Koordinat Sayatan….....110 Lampiran 8 Langkah-Langkah Utama Menganalisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Slide 6.0 Rocscience……………………………......111 Lampiran 9 Langkah-Langkah Utama Menganalisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Phase2 v 6.0…………………………………….......129 Lampiran 10 Literatur Modulus Young dan Poisson Ratio untuk Penelitian Tugas Akhir……………………………………….....................................140 Lampiran 11 Hasil Pemodelan dan Analisis Kestabilan Lereng dengan Aplikasi Phase 2 v 6.0 (Finite Element Method)………………………........142 Lampiran 12 Hubungan antara Nilai Faktor Keamanan dan Jarak Horizontal berdasarkan Hasil Modelling dengan Aplikasi Slide v 6.0………...148 Lampiran 13 Hasil Modelling dengan Aplikasi GeoStudio Slope/W 2012………154 Lampiran 14 Langkah-Langkah Utama dalam Menganalisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Geostudio Slope/W 2012 Full License / Student Version dan Hal-Hal Penting tentang Pemodelan di Geostudio Slope/W 2012………………….....................................177 Lampiran 15 Data Koordinat Titik Sampel, Perhitungan Beban Alat Excavator, dan Tabel Distribusi Ukuran Butir………………………......................202 Lampiran 16 Foto-Foto untuk Bab 2……………………………………………...203 Lampiran 17 Total Curah Hujan (mm) di Halmahera Timur pada Periode Januari 2018 – September 2018 ………………………………………........209 Lampiran 18 Peta IUP...............................................................................................210 Lampiran 19 Peta Lokasi Penelitian..........................................................................211

xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. ANTAM Tbk. UBPN (Unit Bisnis Pertambangan Nikel) Maluku Utara, selalu berupaya untuk senantiasa meningkatkan nilai tambah mineral yang dimiliki daerah. Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Haltim (P3FH), merupakan implementasi rencana strategis Antam yang akan mendukung program total kapasitas produksi feronikel tahunan menjadi sekitar 40.500-43.500 ton nikel dalam feronikel (TNi), sehingga semangat untuk mewujudkan industri dasar logam akan semakin dekat. Pabrik Feronikel Haltim akan ditunjang oleh beberapa fasilitas utama produksi yang memadai, antara lain yaitu: Rotary Dryer (berkapasitas sekitar 170 ton per jam), Rotary Klin (kapasitas sekitar 165 ton per jam), Electric Smelting Furnace (berkapasitas sekitar 60 MW), pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel (Isna, 2019) {berkapasitas sekitar 275 – 400 MW} serta peralatan dan fasilitas penunjang lainnya. Pembangunan pabrik ferronikel ini akan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Halmahera Timur

dengan

melahirkan

program-program

yang

bersentuhan

dengan

kepentingan masyarakat. P3FH merupakan salah satu proyek strategis Antam yang akan turut membantu pengembangan ekonomi masyarakat setempat di Maluku Utara. Proyek FeNi Haltim adalah sejalan dengan komitmen dari pada PT ANTAM Tbk dalam mendukung program Pemerintah RI dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011— 2025 khususnya untuk Koridor VI yang mewakili wilayah Papua dan Kepulauan Maluku, serta diharapkan mampu mendorong dan mempercepat pengembangan ekonomi Indonesia Timur. Proyek ekspansi pengolahan FeNi Haltim merupakan proyek strategis Antam yang menunjukkan kompetensi Antam untuk bergerak ke arah industri hilir yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah cadangan nikel Antam di Halmahera Timur, serta mendukung program hilirisasi pemerintah dalam rangka menghasilkan produk-produk mineral Indonesia bernilai tambah dan meningkatkan daya saing industri nasional maupun dalam upaya untuk terus

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2

bertumbuh menjadi korporasi global berbasis pertambangan dengan pertumbuhan sehat dan standar kelas dunia, yang mana produk – produk Antam pada saat ini terutama diekspor ke Tiongkok, Korea Selatan dan Taiwan. Dalam rangka menunjang seluruh program yang diuraikan di atas, maka diperlukan beberapa “disposal area” yang handal dan dikelola secara bijaksana. Beberapa “disposal area” tersebut harus dipersiapkan serta dibangun dengan memanfaatkan secara optimal lubang – lubang bekas penambangan terbuka, lubang – lubang bekas kuari dan lereng – lereng penambangan. Mengingat bahwa peranan “disposal area” yang sangat penting ini dan dalam rangka memenuhi standar keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja (K2LK), maka “disposal area” harus dikelola secara bijaksana (baik, benar dan aman), yang mencakup seluruh asset perusahaan (sumberdaya manusia & peralatan) serta produktivitas FeNi yang terus tumbuh berkembang secara berkelanjutan (”sustainable”). Salah satu upaya untuk memenuhi K2LK tersebuat di atas yaitu melakukan analisis kestabilan lereng atas rencana “disposal area” yang akan dibangun dengan nilai “safety factor´(SF) atau Faktor Keselamatan (FK) minimum yang layak. Analisis kestabilan lereng memiliki tingkat kerumitan dan kompleksitas yang sangat tinggi oleh karena melibatkan banyak variable (geometri lereng, struktur geologi, karakteristik fisik & mekanik material, iklim, gaya – gaya luar, dan lain – lain), akurasi perhitungan sangat bergantung pada akurasi dan kelengkapan input data parameter terkait dengan kondisi riil di lokasi “disposal area” tersebut. Analisis kestabilan lereng memerlukan perhitungan sangat detail dengan tingkat ketidakpastian relatif besar, akan memerlukan waktu relatif sangat lama jika dilakukan perhitunga secara manual atau konvensional sehingga diperlukan metode perhitungan lebih handal. Seiring dengan perkembangan teknologi komputer, telah berkembang pesat pula aplikasi metode perhitungan menggunakan perangkat lunak (“software”) yang banyak digunakan dalam analisis kestabilan lereng antara lain Program Slide v 6.0, GeoStudio Slope/W 2012 dan Phase 2 V 6.0. Perancangan “disposal area” harus dilakukan untuk perhitungan keekonomian dan mengacu kepada seluruh ketentuan yang berlaku


3

sehingga setiap saat “disposal area” dapat dilakukan penghijauan kembali setelah area penambangan ditutup. Faktor Keselamatan (FK) atau “safety factor” (SF) tersebut di atas diperlukan untuk mengetahui 2 (dua) tujuan utama dari pada penelitian ini yaitu:  Mengetahui stabilitas lereng lokasi in-pit disposal dalam jangka pendek dan jangka panjang;  Mengetahui kemungkinan terjadinya longsor kemantapan suatu lereng untuk mencegah bahaya longsoran di waktu-waktu yang akan datang. Hubungan antara nilai faktor keselamatan (FK) lereng dan intensitas longsoran secara umum (Bowles, 2000) yaitu: SF < 1.07; yang berarti sering terjadi longsor atau lereng relative labil; Apabila 1.07 < FK< 1.25 ; itu artinya pernah terjadi longsor atau lereng kritis dan untuk FK > 1.25, dapat diartikan jarang terjadi longsor (lereng relatif stabil) (Bowles, 2000) ,yang artinya gaya penahan > gaya penggerak. Namun demikian mengacu pada Kep. Men. PU No. 378/ KPTS/ 1987 dan Pedoman Departemen PU No. Pd T – 09 – 2005 – B, maka faktor keselamatan minimum > 1.50. Kestabilan lereng pada suatu pertambangan pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) factor utama yaitu: 1) Faktor alam : kondisi geologi tambang site yang bersangkutan, kondisi iklim, keadaan tanah pentup, keadaan air tanah, keberadaan tanah kritis, & getaran yang mungkin ada akibat peledakan, gempa bumi, operasional mesin, ataupun suara kendaraan berat lainnya. 2) Faktor manusia: sistem drainase lereng yang tidak baik, penggundulan hutan di sekitar tambang, budidaya kolam ikan di atas lereng (yang mungkin ada), kegagalan struktur dinding penahan tanah (bilamana ada), dan pemotongan tebing pada penambangan mineral / batuan di daerah relatif terjal. Negara Indonesia merupakan negara tropis yang berada di daerah sekitar khatulistiwa, dengan iklim yang memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Mengingat bahwa pada umumnya, faktor air hujan dan / atau air tanah sangat berperan secara dominan di dalam peristiwa longsor, maka ketika


4

berada dalam musim hujan harus lebih waspada karena nilai FK pada umumnya mengalami penurunan yang signifikan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami secara komprehensif 2 (dua) faktor utama tersebut di atas dengan fokus pada kestabilan lereng pada daerah disposal di PT. ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara Blok Tambang Tanjung Buli dengan melakukan observasi secara intensif atas kondisi aktual dan rencana desain tambang pada tahun 2018 yang elah dicanangkan oleh Perusahaan. Setelah penelitian ini selesai, hasilnya dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk menfinalkan desain disposal tambang terbuka yang paling layak dari sudut pandang K2LK di disposal site Tanjung Buli PT ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara. Sehingga, dengan demikian perlu disusun rumusan masalah dan batasannya seperti yang tertera di sub-bab 1.2. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1) Berapa nilai faktor keamanan (safety factor) desain lereng disposal site yang paling layak agar kelerengannya relatif stabil dan tidak mudah mengalami longsor sehingga sumbedaya manusia, peralatan tambang dan aktivitas serta produktivitas pertambangan di PT ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara terus berkembang secara siginifikan tanpa adanya kendala peristiwa longsor. 2) Faktor-faktor utama apa saja yang berpotensi untuk menimbulkan terganggunya kestabilan lereng di lokasi Disposal Suwota PT ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara? 3) Langkah-langkah apa saja hal yang dapat dilakukan untuk merancang desain Disposal Suwota PT ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara yang optimal tanpa mengabaikan K2LK? Dengan pembatasan masalah sebagai berikut : 1) Lokasi penelitian berada di site Tanjung Buli di dalam area IUP PT. ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara, dengan waktu dan anggaran biaya penelitian yang sangat terbatas.


5

2) Sifat-sifat material dan geometri lereng timbunan material berdasarkan data geoteknik yang sangat terbatas (secara kualitas dan kuantitas) tersedia di perusahaan. 3) Disposal yang dianalisis hanya disposal Suwota, yang merupakan salah satu dari dua disposal (yang masih aktif) di site Tanjung Buli. Disposal Suwota sudah mencapai volume optimum nya sebesar 689,026 m3 / 1,824,881.68 ton pada bulan September 2018, dan bisa mencakup waktu 3 (tiga) bulan hingga Desember 2018, sehingga pada tahun 2019, di disposal Suwota sudah tidak ada lagi aktivitas dumping, dengan demikian lebih berfokus pada proses regrading dan reklamasi. Untuk penanganan disposal secara umum dibahas pada bagian proses dumping dan penataan disposal dalam Sub-Bab 4.2.3. 4) Tidak atau belum memasukkan pengaruh getaran dan gempa pada proses peledakan dan pembongkaran dalam analisis kestabilan lereng 5) Nilai faktor keselamatan (FK) minimum yang paling layak untuk penelitian ini yaitu FK > 1.50, sebagai nilai FK yang direkomendasikan sesuai dengan kondisi dan pertimbangan yang diuraikan di atas. 6) Evaluasi biaya untuk sementara (terutama oleh karena keterbatasan waktu & anggaran biaya) belum dipertimbangkan, maksudnya dalam analisis perhitungan kestabilan lereng ini tidak dilakukan perhitungan dari segi ekonomi dan biaya secara rinci. 7) Kriteria keruntuhan yang digunakan yaitu Kriteria Mohr-Couloumb 8) Lebih berfokus pada pada longsoran translasi dan rotasi yang paling dominan terjadi di Indonesia. 9) Metode perhitungan analisis longsoran yang digunakan yaitu analisis dengan Metode Bishop simplified (BS), Ordinary/Fellenius (OF), dan Morgenstern-Price (MP). Analisis dilengkapi oleh

aplikasi software

Slide v 6.0 (SLV.6) dan Geostudio Slope/W 2012 (GSW.2012) yang merupakan bagian dari pendekatan “Limit Equilibrium Method (LEM)” dan aplikasi software Phase 2 v 6.0 (Ph2V.6) yang merupakan bagian dari pendekatan “Finite Element Method (FEM).”


6

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui nilai faktor keselamatan (safety factor) desain lereng disposal tambang yang paling layak pada tahun 2018 dan seterusnya melalui pendekatan yang handal. 2. Untuk mengetahui kondisi di disposal PT. ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara terkini dari sudut pandang geoteknik pertambangan. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang memengaruhi tingkat kestabilan lereng di rencana lokasi disposal PT. ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara. 4. Untuk memperoleh desain tambang yang optimal dari suatu kondisi lereng terkini pada rencana lokasi disposal tambang di PT. ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara. 5. Untuk

mengetahui

langkah

–

langkah

mitigasi

dalam

rangka

meminimalisir resiko yang mungkin ada serta dapat melakukan upaya untuk meningkatkan nilai FK atas kondisi kelerengan yang ada di disposal Suwota PT ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara. 6. Untuk mengetahui hubungan serta penerapan ayat Al-Qur-aan terhadap analisis kestabilan lereng dan penanganannya. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada : 1) Mahasiswa dalam rangka mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah di dapat pada saat perkuliahan dan praktikum, khususnya mata kuliah Geologi Dasar,

Geologi

Struktur,

Geoteknik

Pertambangan,

Hidrogeologi

Pertambangan, Mekanika Tanah, Mekanika Batuan, dan Perencanaan Tambang (khususnya Tambang Terbuka) sehingga nantinya para mahasiswa mendapat wawasan dan pembelajaran baru secara riil / nyata terkait dengan kondisi pertambangan terkini di Indonesia. 2) Instansi atau perusahaan dalam hal ini PT. ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara yang nantinya dapat mempertimbangkan masukan terkait analisa


7

kestabilan lereng sehingga nantinya dapat didesain disposal tambang dengan faktor keamanan yang optimal, sehingga keselamatan sumberdaya manusia dan seluruh asset peralatan serta peningkatan produktivitas hasil tambang dapat dicapai. 3) Universitas dalam rangka memperluas dan memperbaiki jaringan kerjasama yang ada secara berkesinambungan dengan sangat beragam institusi sehingga UIN dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang handal

dan

rahmatan

lil-‘aalamiin

khususnya

dalam

bidang

pertambangan sebagai bahagian dari pembangunan di Indonesia yang sangat dinamis, berkelanjutan, konsisten dan stabil.


BAB II LANDASAN TEORI 2.1

Lereng Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut

tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan tidak terlindungi (Das, 1985). Menurut material pembentuknya, lereng dapat dibedakan atas lereng batuan dan lereng tanah. Perbedaan dalam ciri-ciri kelongsoran pada batuan dan tanah, antara lain: 1. Pada batuan, bidang ketidakmenerusan sangat mempengaruhi atau menentukan bentuk longsoran, sedangkan pada tanah tidak ada. 2. Pada batuan, bidang longsoran atau bidang geser dari longsoran umumnya mempunyai bentuk bidang lurus, sedangkan pada tanah umumnya mempunyai bentuk longsoran busur. Ditinjau dari cara terbentuknya dibedakan menjadi dua yaitu lereng alami dan lereng buatan. Lereng alami terbentuk secara alamiah yang biasanya terdapat di daerah perbukitan. Sedangkan lereng buatan terbentuk oleh manusia biasanya untuk keperluan konstruksi (sipil maupun pertambangan). Lereng alami maupun buatan masih dibagi lagi dalam dua jenis (Soepandji, 1995), yaitu : 1. Lereng dengan panjang tak hingga (infinite slopes), 2. Lereng dengan panjang hingga (finite slopes).

8


9

Gambar 2.1 Lereng dengan Panjang Tak Hingga (Hardiyatmo, 2006)

Keterangan : m.a.t = Muka Air Tanah H

= Kedalaman Lereng

P

= Pressure (°)

W

= Berat material

B-A

= bidang longsoran

PS, QT = elemen-elemen permukaan

Gambar 2.2 Lereng dengan Panjang Hingga (Dokumentasi Penulis, 2019)

Perbedaan mendasar antara lereng dengan panjang tak hingga dan lereng dengan panjang hingga yaitu lereng dengan panjang tak hingga biasanya terdapat pada lereng alami, seperti lereng permukaan gunung, sedangkan lereng dengan panjang hingga biasa terdapat pada lereng buatan (seperti lereng disposal, lereng dam, dan lereng pit tambang. (V.N.S. Murthy, 2002) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10

A. Lereng Alami Lereng alami yang telah berada dalam kondisi yang stabil selama puluhan atau bahkan ratusan tahun dapat tiba-tiba runtuh sebagai akibat dari adanya perubahan kondisi lingkungan, antara lain seperti perubahan bentuk topografi, kondisi air tanah, adanya gempa bumi maupun pelapukan. Kadang-kadang keruntuhan tersebut juga dapat disebabkan oleh adanya aktivitas konstruksi seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta api, saluran air dan bendungan.

Gambar 2.3 Lereng Alami (Posphone/Indonesia Kaya, 2019). Gambar di atas adalah Lereng Gunung Gamalama di Maluku Utara.

B. Lereng Buatan Lereng buatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : a. Lereng buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope) Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan memotong dengan kemiringan tertentu. Untuk pembuatan jalan atau saliran air untuk irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat teknis tanah, tekanan air akibat rembesan, dan cara pemotongan. Tujuan dari rancangan galian adalah untuk menentukan tinggi dan sudut kemiringan lereng yang

optimum

sehingga

lereng

tetap stabil

dalam


11

jangka

waktu

yang diinginkan. Lamanya kondisi kestabilan lereng yang

harus dipenuhi ditentukan oleh apakah galian bersifat permanen atau sementara, pekerjaan perawatan yang dirancang pada lereng serta pemantauan kondisi kestabilan yang dipasang pada lereng. Galian

dapat

dibuat

dengan

sudut

kemiringan

tunggal

atau

menggunakan sudut kemiringan yang bervariasi sesuai dengan tipe material yang digali. Misalnya untuk lereng yang terdiri dari material tanah dan batuan, sudut kemiringan lereng batuan dapat dibuat lebih terjal daripada lereng tanah. Penggalian lereng juga dapat dilakukan secara

berjenjang

dengan

menggunakan berm untuk setiap interval ketinggian. Apabila penggalian dilakukan secara berjenjang maka harus dilakukan analisis untuk kestabilan lereng secara keseluruhan maupun lereng tunggal pada setiap jenjang.

b. Lereng buatan tanah yang dipadatkan / lereng timbunan (Embankment) Tanah dipadatkan untuk tanggul-tanggul jalan raya, bendungan, badan jalan kereta api. Sifat teknis tanah timbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan derajat kepadatan tanah. Analisis kestabilan lereng timbunan biasanya relatif lebih mudah dari pada lereng alami dan galian. Hal ini disebabkan karena material yang digunakan untuk timbunan dapat dipilih dan dikontrol secara baik. Untuk timbunan dari material yang tak berkohesi seperti kerikil, pasir atau lanau, parameter yang mempengaruhi kestabilan timbunan yaitu: sudut geser dalam, berat volume atau berat isi batuan, tanah dan atau material tambang, tekanan air pori dan geometri, termasuk sudut kemiringan lereng. Longsoran yang terjadi pada timbunan tipe ini biasanya merupakan gelinciran translasional atau gelinciran rotasional yang dangkal. Tekanan air pori yang diakibatkan oleh rembesan air tanah akan mengurangi kestabilan timbunan, seringkali dalam analisis diasumsikan muka air tanah berada pada permukaan lereng dan rembesan sejajar dengan permukaan lereng. Kondisi ini biasanya terjadi pada hujan yang relatif sangat deras dan dengan durasi yang relatif lama.


12

Lereng pada disposal Suwota termasuk dalam lereng dengan panjang hingga dan merupakan lereng buatan dengan jenis lereng embankment (timbunan). 2.2

Kestabilan Lereng Terdapat beberapa kesulitan yang dihadapi dalam analisis kestabilan

lereng alami karena beberapa hal sebagai berikut: a.

Kesulitan untuk mendapatkan data masukan, (seperti model geologi, hubungan tegangan-regangan, distribusi tekanan air pori), yang memadai.

b.

Tingginya tingkat ketidakpastian mengenai mekanisme longsoran yang mungkin terjadi serta proses-proses penyebabnya. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan dalam analisis kestabilan

lereng alami antara lain yaitu menentukan apakah longsoran yang mungkin terjadi merupakan longsoran yang pertama kali atau longsoran yang terjadi pada bidang geser yang sudah ada serta kemungkinan terjadinya longsoran apabila dibuat suatu pekerjaan konstruksi atau penggalian pada lereng. Faktor penentu kestabilan lereng dipengaruhi oleh berbagai macam hal, seperti kondisi batuan, kondisi tanah, sudut geser dalam, kohesi, berat isi basah, berat isi kering, kemiringan lereng, lebar bench, lebar berm, jarak dari crest lereng ke limit awal dari lereng tersebut, dan ketinggian lereng. Semakin lapuk kondisi batuan ataupun tanah yang terdapat di dalam suatu lereng, maka peluang untuk terjadinya longsor akan semakin besar. Hal ini dikarenakan ketika suatu batuan atau suatu tanah semakin lapuk, itu artinya kekuatan batuan, kekuatan tanah dan kuat geser tanah serta batuan akan semakin lemah. Semakin tinggi nilai sudut geser dalam pada sebuah material, maka akan semakin aman lereng disposal tersebut dari longsor. Sebaliknya, semakin rendah nilai sudut geser dalam pada sebuah material, maka akan semakin besar peluang lereng tersebut untuk longsor. Begitupun nilai kohesi, semakin tinggi nilai kohesi suatu material, maka akan semakin kecil peluang lereng disposal tersebut untuk longsor, hal ini dikarenakan ketika kohesi antar suatu material itu tinggi, itu artinya kekuatan material itu akan semakin bertambah yang dbibuktikan dengan ikatan antar partikel sejenis yang semakin kuat dari suatu material disposal yang


13

ada. Oleh karena itu, nilai kohesi dan nilai sudut geser dalam berbanding lurus dengan nilai FK dari suatu lereng disposal. Semakin tinggi nilai berat isi suatu material, atau semakin jenuh suatu material penyusun disposal tersebut, maka kemungkinan longsor pun akan semakin tinggi dikarenakan gaya penahan dan kekuatan dari material penyusun disposal tersebut akan semakin menyusut. Sebaliknya, apabila nilai berat isi suatu material,baik kering maupun basah semakin rendah, maka nilai Safety Factor akan semakin tinggi. Oleh karena itu, nilai berat isi kering maupun basah dari suatu material berbanding terbalik dengan nilai Safety Factor. Kemiringan lereng juga merupakan faktor utama yang memengaruhi kestabilan suatu lereng. Semakin curam suatu lereng, maka semakin besar kemungkinan lereng tersebut untuk longsor, hal ini dikarenakan gaya penggerak dari lereng tersebut akan semakin besar. Sebaliknya, apabila kemiringan lereng tersebut semakin landai, maka akan semakin kecil kemungkinan lereng tersebut untuk longsor, hal ini dikarenakan gaya penggerak dari lereng tersebut akan semakin kecil. Gaya penggerak dan gaya penahan dari suatu lereng juga memengaruhi gaya normal dari suatu lereng. Kemiringan lereng adakalanya berpengaruh terhadap lebar berm ataupun bench width. Umumnya, ketika seorang geotechnic engineer menemukan kondisi suatu lereng dalam keadaan kritis atau tidak aman, maka solusinya yaitu dengan mengurangi single slope dari lereng tersebut, sehingga otomatis lebar berm ataupun bench width dari suatu lereng tersebut akan semakin kecil. Semakin lebar suatu berm atau semakin lebar suatu bench, jika tidak diimbangi dengan sudut kemiringan lereng yang pas dan optimal, maka akan semakin berpeluang besar untuk terjadi longsor dan begitupun sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian, jarak horizontal dari crest awal ke batas awal lereng juga memengaruhi bidang gelincir dan probabilitas kemungkinan longsor dari lereng tersebut. Semakin jauh dari crest, maka akan semakin tinggi nilai FK nya dan semakin aman dari kemungkinan bahaya, begitupun sebaliknya semakin mendekati puncak dari suatu lereng, maka kemungkinan longsor akan semakin tinggi dan nilai FK akan menyusut. Ini bisa diibaratkan ketika penulis berdiri di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

14

atas tanggul lereng, semakin dekat dengan puncak tanggul lereng, maka itu artinya semakin dekat dengan jurang, dan semakin besar peluang penulis untuk jatuh ke dasar disposal. Sebaliknya, semakin penulis menjauhi tanggul lereng, maka akan semakin kecil nilai probabilitas untuk jatuh ke dasar disposal. (Gerry, P.S., 2018). Kestabilan lereng juga dipengaruhi oleh faktor beban alat. Ada kalanya, alat dapat melaju hingga crest dari suatu disposal apabila setelah dianalisa ternyata nilai FK nya masih aman. Jika hal ini terjadi, maka tidak diperlukan dozer untuk mendorong material turun ke bawah. Ada kalanya pula, dibutuhkan dozer untuk mendorong material dari berm ke dasar disposal dalam jarak tertentu karena jika dipaksakan alat, semisal ADT untuk terus mendorong material hingga ke crest suatu disposal, maka bisa terjadi longsor dan ini sangat berbahaya jika dilihat dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Selain yang telah disebutkan sebelumnya, kestabilan lereng juga dipengaruhi oleh faktor tekanan air pori atau tegangan air pori. Semakin besar tekanan air pori dari suatu material, maka semakin tinggi kemungkinan lereng tersebut untuk longsor dan begitu pun sebaliknya. 2.3

Disposal Nuzul (2017) mengungkapkan bahwa disposal biasanya dapat dibuat pada

lubang-lubang bekas penambangan ataupun bekas penambangan liar, seperti yang terlihat pada gambar 2.4. Ketika lubang tersebut telah penuh, maka permukaan dari disposal ini akan ditutupi dengan lapisan tanah penutup (top soil) untuk dijadikan daerah penghijauan. Sudah menjadi tanggung jawab tiap perusahaan penambangan untuk melakukan penghijauan kembali setelah area penambangan ditutup. Oleh karena itu, suatu area yang berupa lubang atau lereng bekas penambangan harus disiapkan untuk menjadi disposal area. Biasanya, di daerah disposal, khususnya disposal tambang nikel menggunakan metode backfilling, yaitu proses penimbunan kembali material OB / waste di area yang sudah mined out atau sudah digali. Gambar 2.4 di bawah ini menunjukkan proses backfilling di Suwota.


15

Gambar 2.4 Proses Riil Pemindahan Tanah Penutup di Disposal Suwota tatkala Lubang Disposal Telah PGaenuh

Rancangan disposal sangat penting untuk perhitungan keekonomian. Lokasi dan bentuk dari disposal akan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk, biaya operasi dan jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan. Fakta umum yang ada pada waste dump yaitu : a. Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30-

45% (swelling factor) dibandingkan dengan material in situ. b. Sudut kemiringan untuk suatu waste dump umumnya lebih landai

dari pit. c. Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman

dari pit. Lokasi disposal adalah mined out area (di dalam daerah “Bluezone”) atau areal lain sebagai tempat penumpukan tanah penutup, waste, reject, atau material lain yang tidak ekonomis untuk diproses, yang telah mendapat persetujuan oleh QA, Mining Engineering Control dan STP. Lereng disposal termasuk kedalam lereng timbunan (embankment). Sifat teknis tanah timbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan derajat kepadatan tanah.


16

2.4

Disposal Suwota Disposal Suwota adalah suatu wilayah di site Tanjung Buli, yang

dikategorikan ke dalam mined-out area atau area bekas penambangan di masa lalu yang sekarang sudah tidak diadakan aktivitas penambangan lagi di tempat tersebut (Biro Quality Control, 2018). Dahulunya, disposal Suwota merupakan area Front B dari Front Suwota. Semenjak tahun 2014, area ini terus di tata guna untuk persiapan pasca-tambang yang bertujuan untuk mengembalikan bentang alam wilayah tersebut mendekati rona awalnya.

Gambar 2.5 Lokasi Disposal Suwota yang Sudah Termasuk ke Dalam Mined Out Area

Berdasarkan data dokumentasi yang ditemukan di perusahaan, untuk menjaga kestabilan lereng jangka pendek maupun jangka panjang, mencegah kemungkinan terjadinya longsor, dan juga untuk meminimalisir kecelakaan kerja serta dampak buruk terhadap lingkungan sekitar, ditetapkanlah standar rancangan desain awal lereng untuk seluruh disposal yang ada di wilayah IUP PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara, termasuk disposal Suwota di site Tanjung Buli dengan rincian : lebar berm 2 m, lebar bench 2 m, tinggi bench 6 m, single slope angle 30 derajat, overall slope angle tidak boleh melebihi 30 derajat, dan tinggi lereng


17

keseluruhan tidak boleh lebih dari 20 m, berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara (Biro Quality Control, 2018). Untuk gambaran desain awal rencana penataan disposal Suwota dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini :

Gambar 2.6 Rancangan Desain Awal Disposal Suwota

Sedangkan untuk foto disposal Suwota yang sudah cukup tertata secara umum, dibuktikan pada gambar 2.7 di bawah ini :

Gambar 2.7 Kondisi Disposal Suwota yang Sudah Tertata


18

Berdasarkan pengamatan dan penelitian lapangan, rencana operasional dari penataan disposal Suwota ini adalah memulai penataan dari bagian atas terlebih dahulu, kemudian bagian tengah nya, lalu bagian bawahnya.

Gambar 2.8 Kondisi Disposal Suwota. Terlihat Penataan Dimulai dari Bagian Atas Terlebih Dahulu, baru ke Bagian Tengahnya.

Gambar 2.9 Bagian Bawah Disposal Suwota. Penataannya dilakukan Setelah Penataan Bagian Tengah Selesai. Terlihat pula Tanaman yang Ditanam dengan Jarak 3 x 3 m.


19

Gambar 2.10 Swelling Material di Disposal Suwota

Gambar 2.11 Foto Aktual Front Suwota A. Secara visual Terlihat Bahwa Sudut Kemiringan Front lebih Tinggi ( -/+ 60o) daripada Waste Dump dan juga Material di Front lebih tidak berkembang Dibandingkan dengan di Waste Dump.

Rencana Desain Regrading Disposal atau Rencana Desain Akhir Disposal Suwota telah direncanakan oleh PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara seperti


20

yang tertuang pada Lampiran 6. Penataan juga berjalan paralel dengan penyempurnaan settling pond, pengaturan drainase, dan penanaman tanamantanaman keras seperti sengon, matoa, dan gamal. Jumlah sengon yang ditanam yaitu ditargetkan sebanyak 8.000 pohon, matoa 2.000 pohon, dan gamal 2.000 pohon. Tanaman sengon dipilih karena ia mudah tumbuh di daerah yang panas dan kering namun memiliki ketinggian daerrah di atas 200 m di atas permukaan air laut. Penanaman dilakukan dengan jarak 3 x 3 m untuk ketiga jenis tanaman tersebut. Setelah selesai di tata, nantinya daerah ini akan bisa menjadi daerah yang lebih fokus lagi pada pasca-tambang dan juga ke depan nya dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk tatacara reklamasi dan manajemen pascatambang. 2.5

Nikel Laterit Nikel adalah salah satu logam yang memiliki banyak manfaat di dalam

kehidupan manusia. Pada dasarnya, sumber bahan galian nikel di alam bisa dijumpai dalam dua bentuk, yaitu nikel primer yang berasal dari pembekuan magma yang bersifat ultrabasa dan nikel sekunder yang dihasilkan oleh proses pengkayaan supergene sekunder di bawah zona water table. Di Indonesia tidak ditemukan sumberdaya nikel primer, namun hanya ditemukan sumberdaya berupa nikel sekunder atau yang biasa dikenal dengan nama nikel laterit. Baik nikel primer maupun nikel sekunder sama-sama memiliki sifat tahan karat. Istilah “laterite” bisa diartikan juga sebagai endapan yang kaya oksida besi, miskin unsur silika, dan secara intensif ditemukan pada endapan lapukan di daerah yang memiliki iklim tropis. Batuan induk endapan nikel laterit adalah batuan ultrabasa, umumnya dari jenis harzburgite (peridotit yang kaya unsur ortopiroksen), dunit, dan jenis peridotit yang lain. (Isjudarto, 2013) Endapan nikel laterit di Indonesia ditemukan pada bagian tengah dan timur Indonesia, seperti Sulawesi (Pomalaa, Tapunopaka, dan Sorowako), Halmahera (Maba), Tanjung Buli, dan di Papua bagian barat. Endapan nikel di daerah ini terbentuk Bersama mineral silikat kaya unsur Mg. Saprolit adalah produk


21

pelapukan pertama, meninggalkan sedikitnya 20% fabric dari batuan aslinya (parent rock). Endapan nikel laterit dicirikan dengan adanya pelapukan mengulit bawang (spheroidal weathering) dan umumnya tersebar di daerah sepanjang struktur kekar dan rekahan. Selama pelapukan berlangsung, Mg dan Si larut bersama air tanah. Ini menyebabkan fabric dari batuan induknya berubah secara total. Hasilnya, oksida besi mendominasi dengan membentuk lapisan horizontal di atas saprolite yang disebut dengan limonit. Saprolit biasa ditemukan berasosiasi dengan garnierite, sedangkan limonit biasa ditemukan berasosiasi dengan hematit (Fe2O3). Bedrock umumnya diisi oleh batuan beku yang cukup kuat dan aman jika potensi ancaman longsor meningkat, namun mempunyai kadar nikel yang sangat sedikit (0.3 %), sehingga nikel yang ditambang dari zona ini sudah pasti tidak ekonomis (karena berada di bawah Cut Off Grade 1.5%)

Gambar 2.12 Profil Nikel Laterit (Tawada Scientific, 2018)


22

Gambar 2.13 Endapan Nikel Laterit di Tanjung Buli

Soil Limonit

S.O

Bedrock

Hauling Road Gambar 2.14 Susunan Perlapisan Nikel Laterit di Tanjung Buli.


23

2.6

Proses Penambangan Nikel di site Tanjung Buli Proses penambangan bijih nikel di Blok Tambang Tanjung Buli di PT

ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara dilakukan dengan menggunakan metode open cast mining. Metode ini umum digunakan di daerah penambangan yang berbukitbukit dan memiliki topografi yang terjal. Ore ditambang dari front di area pertambangan, penggalian dilakukan dengan Excavator Hitachi Zaxis 350 H, yang kemudian dimuat dan diangkut oleh Articulated Dump Truck (ADT) Volvo A40E / A40F / A40G sebanyak masingmasing 31 ton per ADT nya. Pemilihan cara pemuatan dan pengangkutan dengan menggunakan ADT ini dibandingkan dengan menggunakan dump truck biasa dikarenakan medan area penambangan yang terjal serta juga untuk meningkatkan efisiensi alat dan produksi. Penambangan dilakukan dengan memerhatikan kadar dan kualitas dari bijih nikel yang ditambang, sehingga setiap kegiatan penambangan berlangsung, ada petugas dari bagian Grade Control yang bertugas untuk mengawasi proses penambangan tersebut. Di front juga terdapat settling pond yang berfungsi untuk menampung air sehingga dapat mengurangi debit air yang masuk ke area front pertambangan. Kemudian material yang telah di muat di dalam ADT akan melakukan perjalanan menuju ETO (Exportable Transit Ore) dimana di tempat ini, ore dan boulder belum dipisahkan. Satu (1) gundukan di ETO menampung 930 ton yang berarti dibutuhkan 30 rid ADT untuk menumpahkan material ke tempat ini. Setiap 2 ADT yang datang, di tempat ini dilakukan pengambilan sampel atau biasa disebut sampling dengan menggunakan sekop 125G dan cangkul biasa. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam karung dan diberi pita sesuai dengan kadarnya, LGSO (Low Grade Saprolite Ore; Ni 1,5-1,79%) dengan pita merah, MG (medium grade; Ni 1,8-1,99%) dengan pita kuning, dan HG (High Grade; Ni >/= 2%) dengan pita hijau. Sampel pertama ini kemudian akan dibawa ke lab preparasi.


24

Material yang telah disimpan sementara di ETO kemudian akan diangkut dengan dump truck menuju ke Grizzly yang prosesnya disebut dengan proses penurunan. Ketika telah sampai di Grizzly, material kemudian di dumping untuk memisahkan boulder (+20 cm) dan ore (-20 cm). Prinsip pemisahan bahan galian ini adalah dengan menggunakan metode gravitasi, dimana boulder akan terpental ke bawah, sedangkan ore akan jatuh melalui celah-celah rel yang ada di Grizzly tersebut. Selanjutnya, boulder akan dibawa ke jalan masuk front penambangan atau di dumping di disposal dengan menggunakan ADT Volvo A40E / A40F / A40G. Produksi material untuk disposal yang terdahulu mencapai 239,809.08 ton, sedangkan untuk produksi material untuk disposal yang sekarang dan yang akan datang yaitu 1,824,881.68 ton. Kemudian, ore akan diangkut dengan menggunakan DTN Hino 500 yang berkapasitas 18 ton, dimana setiap 2 DTN yang melintas, maka akan dilakukan pengambilan sample. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel sama dengan yang digunakan di ETO sebelumnya, begitupun proses dan pemuatan sampel nya pun juga sama seperti di ETO. Sampel kedua ini selanjutnya akan dibawa ke lab preparasi. Ore yang dibawa dari Grizzly kemudian diturunkan ke EFO (Exportable Fine Ore) yang berada di dekat pelabuhan untuk disimpan sementara sebelum dikapalkan. Standar yang berlaku di EFO, yaitu 1 gundukan besar bernilai 1500 ton. Di EFO, sudah dilakukan pemisahan antara boulder dan ore. Di wilayah EFO, terdapat 7 lantai, mulai dari lantai 1 hingga lantai 7 untuk menampung ore yang telah diturunkan. Di dekat dermaga curah, pengambilan sampel dilakukan 1x setiap 4 DTN yang melintas. Di lapangan juga ditemukan pengambilan sampel hingga mencapai 15 kantong sampel. Sampel ketiga ini juga akan diangkut ke lab preparasi. Sampel-sampel dari ketiga tempat tadi kemudian dipanaskan dengan oven dalam suhu -/+ 105 derajat Celcius kemudian sampel diuji menggunakan X-ray


25

dan analisis kimia, sehingga nantinya dapat dihasilkan kadar Ni, Co, Fe, SiO2, CaO, dan MgO nya. Material yang sudah siap dikapalkan kemudian dimasukkan ke kapal melalui dermaga curah ataupun Rampdor dengan SOP 1 subload sebanyak 2880 ton. Material di dumping dari dermaga curah ke dalam kapal, sedangkan apabila dari Rampdor, material langsung dimasukkan ke dalam tongkang. Ada dua jenis kapal yang bersandar, yaitu Kapal Pomalaa (biasa disebut Kapal Putra Daerah) dan juga Kapal ekspor. Untuk waktu kedatangan kapal ini tidak menentu. Permintaan dari Kapal Pomalaa umumnya adalah nikel High Grade yang nantinya akan diolah di pabrik di sana untuk meningkatkan nilai jual dan nilai tambah dari nikel. Sedangkan permintaan kapal ekspor umumnya yaitu LGSO (Low Grade Saprolite Ore). Proses dari penambangan ore di front hingga penyimpanan material di ETO disebut dengan proses pra-produksi, sedangkan proses penurunan material dari ETO hingga sampling yang ketiga disebut dengan proses produksi. Sedangkan proses pengapalan hingga material dikapalkan disebut dengan proses produksi pengapalan. Untuk memudahkan pemahaman, berikut diagram alir (flowchart) proses penambangan di Blok Tambang Tanjung Buli pada gamba 2.15 berikut ini :


26

Penngalian ore di front

Loading material dan ore

Material di hauling ke ETO

Lab Preparasi

Uji X-Ray dan Analisis Kimia

Sampling pertama

Kadar

Material dan ore diangkut ke Grizzly

Proses separasi (pemisahan) boulder dan ore di Grizzly

Dibuang di jalan masuk front atau jalan tambang untuk pengerasan jalan

Boulder ( + 20 cm)

Ore ( - 20 cm)

Dibuang di disposal / waste dump

Sampling kedua

Ore di hauling ke EFO

Sampling ketiga

Ore siap untuk dikapalkan

Gambar 2.15 Diagram Alir Proses Penambangan di Blok Tambang Tanjung Buli


27

2.7

Jenis-Jenis Longsoran Lereng tambang yang tidak stabil akan mengalami longsoran sampai lereng

tersebut menemukan keseimbangan yang baru dan menjadi stabil. Macam-macam longsoran yang sering terjadi pada lereng tambang adalah longsoran busur, longsoran bidang, longsoran baji, longsoran guling dan longsoran kompleks. Namun, longsoran yang biasa terjadi di disposal yaitu longsoran busur (rotasi) dan longsoran bidang (translasi). Jika dilihat berdasarkan tabel 2.1, longsoran dapat menyebabkan kerusakan kecil hingga kerusakan hancur total.

Tipe Gerakan

Rayapan

Klasifikasi

Ukuran Kecepatan

Kecepatan

(perpindahan/satuan

Gerakan

waktu)

Sangat lambat

< 0,3 m / 5 tahun

(Creep)

Tingkat Kerusakan

Tidak perlu dikhawatirkan

Lambat

0,3 m / 5 tahun –

Perlu diperhatikan

1,5 m / tahun Gelinciran

Lambat

(Rotasi dan Translasi)

Menengah

1,5 m / tahun – 1,5

Timbul sedikit

m / bulan

kerusakan

1,5 m / bulan – 1,5

Kerusakan sedang

m / hari Cepat

1,5 m / hari – 0,3 m

Kerusakan serius

/ menit Avalanche dan

Sangat cepat

0,3 m / menit – 3 m

Kerusakan sangat

/ detik

serius

Amat sangat

3 m / detik – 100 m

Kerusakan hancur

cepat

/ detik

total

aliran cepat

Tabel 2.1 Kriteria Pergerakan Lereng (Irwandy Arif, 2016)


28

A. Longsoran Busur (Circular Failure) Longsoran jenis ini banyak terjadi pada lereng tanah dan batuan lapuk atau sangat terkekarkan dan di lereng-lereng disposal. Bentuk bidang gelincir pada longsoran busur, sesuai dengan namanya akan menyerupai busur bila digambarkan pada penampang melintang. Longsoran jenis ini juga longsoran yang paling sering terjadi di daerah yang beriklim tropis, terutama Indonesia. Gambar 2.16 di bawah ini memperlihatkan skema longsoran busur. Longsoran ini umumnya terjadi pada tanah/batuan lunak.

Gambar 2.16 Skema longsoran busur (Hoek dan Bray, 1981)

B. Longsoran Bidang (Plane Failure) Longsoran bidang (gambar 2.17) relatif jarang terjadi. Namun, jika ada kondisi yang menunjang terjadinya longsoran bidang, longsoran yang akan terjadi mungkin lebih besar secara volume daripada longsoran lain. Longsoran ini disebabkan oleh adanya struktur geologi yang berkembang, seperti kekar (t) ataupun patahan yang dapat menjadi bidang luncur. Untuk kasus longsoran bidang dengan bidang gelincir tunggal, persyaratan berikut ini harus terpenuhi (Wyllie dan Mah, 2004) : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

29

-

Bidang gelicir mempunyai strike sejajar atau hampir sejajar (maksimal 20 derajat) dengan strike lereng;

-

Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang gelincir harus muncul di muka lereng. Dengan kata lain, kemiringan bidang gelincir lebih besar daripada sudut geser dalamnya; dan

-

Harus ada bidang release yang menjadi pembatas di kanan dan kiri blok yang menggelincir.

Gambar 2.17 Skema longsoran bidang (Hoek dan Bray, 1981)

2.8

Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb Keruntuhan geser (shear failure) tanah terjadi bukan disebabkan hancurnya

butir-butir tanah tersebut tetapi karena adanya gerak relatif antara butir-butir tanah tersebut. Mohr (1900) dan Coulomb (1776) mengemukakan teori keruntuhan tentang material yang menyatakan bahwa kerutuhan pada suatu material tergantung pada kohesi material dan besarnya tegangan normal yang bekerja pada dinding keruntuhan tersebut, selain itu juga dipengaruhi oleh hubungan antara tegangan normal dan geser pada sebuah bidang keruntuhan. Oleh karena itu, kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb digambarkan dalam bentuk garis lurus. Jika kedudukan tegangan baru mencapai titik P, keruntuhan tidak akan terjadi. Pada titik Q akan terjadi keruntuhan karena titik tersebut terletak tepat pada garis keruntuhan. Titik R tidak akan pernah dicapai, karena sebelum mencapai titik R sudah terjadi keruntuhan. (lihat gambar 2.18)


30

Gambar 2.18 Kriteria Kegagalan Mohr-Coulomb ( Herman dan Wahyu Rahman, 2019)

Terzaghi (1925) mengubah persamaan Mohr-Coulomb dalam bentuk efektif karena tanah sangat dipengaruhi oleh tekanan air pori. karena = 𝑐𝑐′ + 𝜎𝜎 − 𝜇𝜇 tan φ′ karena 𝜎𝜎′ = 𝜎𝜎 − 𝜇𝜇 ……………....(Rumus 2.1) Maka persamaan di atas menjadi :

𝜏𝜏 = 𝑐𝑐′+ 𝜎𝜎′ tan φ′ …………………………………………….....(Rumus 2.2) Keterangan : 𝜏𝜏

= tegangan geser pada saat runtuh (kN/m2)

𝑐𝑐 ’

= kohesi tanah efektif (kN/m2)

𝜎𝜎 ′

𝜑𝜑 ′

= tegangan normal efektif (kN/m2)

= sudut gesek dalam tanah efektif (derajat)

Kuat geser tanah bisa dinyatakan dalam bentuk tegangan efektif dan pada saat keruntuhan terjadi. Lingkaran Mohr berbentuk setengah lingkaran dengan koordinat (𝜏𝜏 ) dan (𝜎𝜎’) dilihatkan dalam Gambar 2.19.

Gambar 2.19 Lingkaran Mohr Berbentuk Setengah Lingkaran


31

Keterangan gambar : r-r = bidang rupture t-t = garis kuat geser Coulomb σ1-σ3 = diameter lingkaran Mohr

Φ = sudut keruntuhan (derajat) α = sudut keruntuhan (derajat)

Faktor keamanan ditentukan berdasarkan jarak dari titik pusat lingkaran Mohr ke garis kekuatan batuan (kurva intrinsik) dibagi dengan jari-jari lingkaran Mohr. Faktor keamanan ini menyatakan perbandingan keadaan kekuatan batuan terhadap tegangan yang bekerja pada batuan tersebut.(Gambar 2.20)

Gambar 2.20 Penentuan Faktor Keamanan

 c σ1+σ 2 +   sin θ tan 2 θ a   Faktor Keamanan = = …………………. (Rumus 2.3)

b

σ 1 +σ 2 2


32

2.9

Cara Meningkatkan Kestabilan Lereng Pengelolaan lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi, mencegah dan

menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan dampak positif. Kajiannya didasarkan pada studi kelayakan teknik atau studi geologi yang mencakup geologi teknik, mekanika tanah / batuan dan hidrogeologi. Dengan demikian pendekatan dalam menangani lereng rawan longsor selain didasarkan oleh hasil rekomendasi studi kelayakan teknik atau studi geologi, juga didasarkan oleh pengelolaan lingkungannya. Pengelolaan yang baik akan sangat mempengaruhi kestabilan suatu lereng jika lereng memiliki resiko untuk terjadi longsor, hal ini dapat kita ketahui dari kondisi batuan yang sudah lapuk, tingkat ketinggian serta kemiringan (geometri) lereng. Diharapkan mengenai lereng rawan longsor dapat dikenal lebih jauh lagi sehingga dapat mengantisipasi kekuatan dan keruntuhan suatu lereng. Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kondisi fisik dan mekanik perlu diketahui pula. Pengaruh kenaikan kadar air, peletakan beban, penanaman vegetasi dan kondisi kegempaan/getaran terhadap tubuh lereng, merupakan kajian yang paling baik untuk mengenal kondisi suatu lereng. Secara umum pencegahan/penanggulangan lereng longsor adalah mencoba mengendalikan faktor-faktor penyebab maupun pemicunya, meskipun demikian, tidak semua faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan tetapi dapat dikurangi. Beberapa cara untuk meningkatkan kestabilan lereng seperti Gambar 2.21, halaman 34 adalah sebagai berikut : A) Pelandaian lereng : sudut lereng dikurangi dan lereng harus di cut, sehingga beban dari lereng akan berkurang. B) Penghilangan beban dari tumit lereng : dengan cara menambah jumlah bench pada lereng, seperti contohnya dari awalnya 1 bench menjadi 2 bench. C) Menambah beban di ujung kaki lereng dengan membuat bronjongbronjong (batu-batu menyudut) yang diikatkan dengan kawat. D) Membuat saluran drainase sehingga muka air tanah dapat menurun. Berdasarkan pada Gambar 2.22, halaman 34, muka air tanah dapat dikendalikan dengan cara : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

33

1. Membuat beberapa penyalir air (dari bambu atau pipa paralon) di kemiringan lereng dekat ke kaki lereng. Kegunaanya agar muka airtanah yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir keluar, sehingga muka airtanah turun. 2. Menanam tanaman keras di bench lereng (bisa juga di puncak lereng) dan melakukan revegetasi tanaman yang cepat tumbuhnya dan bisa menahan laju larian air. 3. Membuat lereng dengan system benching (terasering) 4. Menanam rerumputan dengan drainase sehingga dapat mengendalikan run-off. 5. Memperbanyak saluran drainase dengan tujuan air tidak terlalu lama menggenang pada tubuh lereng ang akan berakibat pada meningkatnya beban lereng. 6. Membuat dinding penahan di kaki lereng.

Selain dengan cara-cara yang telah disebutkan (yang mengacu pada Gambar 2.21 dan 2.22), upaya lainnya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kestabilan suatu lereng yaitu membuat tempat penampungan air (settling pond) yang berada atau diposisikan pada elevasi terendah.


34

Gambar 2.21 Upaya peningkatan kestabilan lereng (Zakaria, 2009)

Revegetasi

Drainase

Dinding Pipa penyaliran

Gambar 2.22 Tahapan penurunan muka air tanah (Zakaria, 2009)

2.10

Geologi Regional dan Geologi Lokal Disposal Suwota Berdasarkan Peta Geologi Bersistem Indonesia, Lembar Ternate, Skala

1:250.000, , T. Apandi dan D. Sudana (1980) mengemukakan bahwa batuan yang terbentuk dan terdapat di wilayah penambangan PT. ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara Blok Tambang Tanjung Buli termasuk ke dalam kompleks batuan


35

ultrabasa yang terdiri dari serpentinite, piroksenit, dan dunit, umumnya berwarna hitam atau hitam kehijauan, getas, terbreksikan, serta mengandung garnierite. Dari serpentinite yang terlapukkan ini nantinya terbentuk bijih nikel. Batuan ini cukup tua, terbukti dari umur batuan yang terindikasi ada pada zaman Cretaceous.

Gambar 2.23 Peta Geologi Lembar Ternate, Maluku Utara (T. Apandi dan D. Sudana, 1980)

Dan stratigrafi dari geologi yang ada di sebagian Kawasan di Halmahera Timur, Maluku Utara dapat dilihat pada Gambar 2.24 dibawah ini.

Gambar 2.24 Kolerasi Satuan-Satuan Peta Geologi Lembar Ternate( T. Apandi dan D. Sudana, 1980)


36

Untuk geologi lokal disposal Suwota, berdasarkan Peta Geologi pada Lampiran 1, daerah penelitian Suwota ditempati oleh dua komponen utama, yaitu peridotit dan laterit. Peridotit merupakan satuan batuan ultrabasa dengan susunan: Mineral Serpentinit, Olivin dan Piroksen berbutir sedang sampai kasar, pada susunan mineral tersebut diperkirakan terkandung unsur Nikel, silikat Besi, dan Magnesium. Akibat adanya dekomposisi mekanik maupun kimia pada batuan ultrabasa tersebut terjadi pelapukan dan membentuk lapisan laterit yang mengandung Nikel. Lapisan laterit yang terdapat di Suwota mempunyai ketebalan yang bervariasi, sekitar 5-18 m. Secara geologi, adanya endapan nikel terjadi akibat pelapukan batuan ultrabasa membentuk lapisan laterit yang menghasilkan residual serta pengkayaan Nikel yang tidak mudah larut dan membentuk endapan Nikel

dan

Magnesium

(MgO)

dalam

bentuk

mineral

Garnierit

(Ni,

Mg)Si2O5(OH)4 pada lapisan saprolit dan terbentuk pula mineral Hematit (Fe2O3) pada lapisan Limonit. (Ansyarullah Asnawi , 2019 dan Hengky Koraag, 2018) Pada pengamatan lapangan, material yang sangat sering ditemukan di disposal yaitu hematit, menandakan bahwa di disposal ini berfokus pada pembuangan material yang loose seperti kerakal dan kerikil lepas, serta bijih nikel berkadar rendah seperti limonit, ataupun mineral nikel berkadar rendah di bedrock.

Gambar 2.25 Limonit Berasosiasi dengan Hematit dan Serpentinit yang Ditemukan di Lapangan. Limonit berwarna Coklat, Hematit berwarna Merah Hati, dan Serpentinit berwarna Orange)


37

2.11

Metode Perhitungan dalam Kestabilan Lereng

2.11.1 Metode Fellenius Metode Fellenius / Ordinary yaitu Ordinary Method of Slice yang diperkenalkan pertama oleh Fellenius (1927,1936) berdasarkan bahwa gaya memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar irisan FK dihitung dengan keseimbangan momen. Diasumsikan juga bahwa resultan gaya-gaya antar irisan pada tiap irisan adalah sama dengan nol, atau dengan kata lain bahwa resultan gaya-gaya antar irisan diabaikan. Dengan

anggapan-anggapan

ini,

maka

dapat

diuji

persamaan

keseimbangan momen untuk seluruh irisan terhadap titik pusat rotasi dan diperoleh suatu nilai Faktor Keamanan. Perhitungan untuk menghitung nilai FK pada lereng yang dipengaruhi oleh muka air tanah nilai F {dengan metode sayatan, Fellenius} (Agus Sabar Sabdono, 2017) adalah:

𝐹𝐹 =

cL +tan θ Ʃ(W cos α i −μ i ×Ii ) Ʃ(Wi sin α i )

………………………………………………………………..... (Rumus 2.4)

Keterangan : C

: kohesi (kN/m2)

θ

: sudut geser dalam (derajat)

𝞪𝞪

: sudut bidang gelincir tiap sayatan (derajat)

µ

: tekanan air pori (kN/m2)

l

: panjang bidang gelincir pada tiap sayatan (m)

L

: jumlah panjang bidang gelincir

µi+Ii : tekanan pori di setiap sayatan (kN/m) W

: luas tiap bidang sayatan (m2)×bobot satuan isi tanah (ᵞ,kN/m3)


38

Gambar 2.26 Perhitungan Nilai FK dengan Metode Fellenius

Metode Fellenius / Ordinary umum dipakai untuk menganalisis tipe longsoran busur dengan material tanah, dan metode ini sering dipakai untuk analisis kestabilan lereng di disposal, oleh karena itu metode ini dipakai penulis untuk menentukan analisis kestabilan lereng di dalam tugas akhir kali ini karena metode ini memang compatible dengan material soil dan dikhususkan untuk itu. Kelemahan dari metode ini yaitu keterbatasan metode ini hanya untuk longsoran busur dan material tanah, serta mengabaikkan deformasi yang ada pada tanah, sehingga nilai FK yang dihasilkan pun cenderung lebih kecil di banding metode irisan yang lainnya.

2.11.2 Metode Bishop simplified Metode ini pada dasarnya sama dengan metode Swedia / Fellenius, tetapi dengan memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada, dengan asumsi bahwa gaya geser antar irisan sama dengan nol (X = 0). Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan. Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana,


39

cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum dan longsoran busur adalah longsoran yang paling sering terjadi di disposal, sehingga penulis menggunakan metode ini untuk menganalisis kestabilan lereng di dalam Tugas Akhir ini. Metode Bishop sendiri memperhitungkan komponen gaya-gaya vertikal dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing-masing potongan. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa tegangan efektif. Kelemahan dari metode Bishop simplified ini yaitu tidak mempertimbangkan kesetimbangan gaya horizontal dan kurang pas jika dipakai untuk perhitungan selain longsoran busur. Perhitungan nilai FK untuk metode Bishop simplified dapat dilihat pada gambar 2.28 di bawah ini :

Gambar 2.27 Perhitungan Nilai FK pada Metode Bishop (W.S. Bishop, 1955)

2.11.3 Metode Morgenstern-Price Metode ini adalah salah satu metode yang berdasarkan prinsip kesetimbangan batas yang dikembangkan oleh Morgenstern dan Price pada tahun 1965, dimana proses analisanya merupakan hasil dari kesetimbangan setiap gayagaya normal dan momen yang bekerja pada tiap irisan dari bidang kelongsoran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

40

lereng tersebut baik gaya. Dalam metode ini, dilakukan asumsi penyederhanaan untuk menunjukkan hubungan antara gaya geser di sekitar irisan (X) dan gaya normal di sekitar irisan (E) dengan persamaan : X= λ. f(x). E …………………………………………………………...(Rumus 2.5) Dalam metode ini, analisa faktor keamanan dilakukan dengan dua prinsip yaitu kesetimbangan momen (Fm) dan kesetimbangan gaya (Ff). Faktor keamanan dari prinsip kesetimbangan momen adalah untuk bidang kelongsoran circular yaitu :

...............................(Rumus 2.6) Dan nilai faktor keamanan dengan prinsip kesetimbangan gaya untuk bidang kelongsoran circular yaitu: ……………………....................(Rumus 2.7)

Dimana : P

= Gaya Normal

c’ = kohesi (jika analisa dalam kondisi undrained diambil cu jika dalam kondisi drained diambil nilai kohesi efektif) Wn = gaya akibat beban tanah ke-n α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor ф’ = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0) u

= tekanan air pori

XL,XR = gaya gesek yang bekerja di tepi irisan

Gambar 2.28 Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Irisan Bidang Kelongsoran Metode MP


41

Metode Morgenstern-Price adalah salah satu metode yang paling teliti di dalam analisis kestabilan lereng karena ia mengasumsikan kemiringan gaya geser antar irisan besarnya sebanding dengan fungsi tertentu yang diasumsikan. Di dalam software, fungsi yang paling sering dipakai fungsi yang diasumsikan yaitu halfsine function. Dan juga kelebihan metode ini adalah memperhitungkan kesetimbangan gaya vertical dan horizontal, termasuk pula gaya putar (Eko Aditya, 2018) dan juga memperhitungkan semua kesetimbangan momen, serta metode ini sangat fleksibel, dapat dipakai untuk semua jenis lereng dengan material yang homogen ataupun heterogen, dan semua jenis longsoran, oleh karena itu penulis memilih metode ini dalam menganalisis kestabilan lereng di dalam tugas akhir kali ini. Ringkasan dari asumsi dan karakteristik ketiga metode tadi dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan kondisi kesetimbangan yang dipenuhi dapat dilihat pada Tabel 2.3.


42

Metode

Asumsi

Karakteristik

Fellenius

Resultan gaya antar-irisan

Hanya dapat digunakan

sama dengan nol dan

untuk longsoran busur

bekerja sejajar dengan

dengan material longsoran

permukaan bidang runtuh

berupa tanah, tidak dapat menghitung deformasi, sangat sederhana, hanya mempertimbangkan kesetimbangan momen

Bishop simplified

Gaya geser antar irisan

Ideal digunakan untuk

sama dengan nol (x = 0)

bidang runtuh berbentuk lingkaran, mengabaikkan kesetimbangan gaya horizontal, pengembangan lebih lanjut dari Metode Fellenius

Morgenstern-Price

Kemiringan dari resultan

Metode yang paling teliti,

gaya geser dan normal antar

memperhitungkan gaya

irisan besarnya sebanding

putar dan seluruh

dengan fungsi tertentu yang

kesetimbangan. Dapat

diasumsikan

digunakan untuk seluruh bidang runtuh dan seluruh jenis tipe lereng, baik homogen ataupun heterogen.

Tabel 2.2 Asumsi-asumsi, Kondisi Kesetimbangan yang Digunakan Beberapa Metode Irisan, dan Karakteristiknya (John Krahn, 2004)


43

Kesetimbangan gaya

Kesetimbangan

Metode Vertikal

Horizontal

momen

Irisan biasa (Fellenius)

Tidak

Tidak

Ya

Bishop yang

Ya

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

disederhanakan Morgenstern - Price

Tabel 2.3 Kondisi Kesetimbangan Yang Dipenuhi (John Krahn, 2004)

Pada

tabel

2.3

dapat

dilihat

bahwa

metode

Fellenius

hanya

mempertimbangkan kesetimbangan momen saja, namun ia sangat cocok untuk lereng yang homogen dan berkomposisi material tanah, sehingga cukup relevan jika metode perhitungan ini digunakan di dalam Tugas Akhir ini. Metode Bishop simplified hampir sama dengan Fellenius, hanya saja ia mempertimbangkan kesetimbangan gaya horizontal. Metode ini umum dipakai dalam menganalisis kestabilan lereng timbunan, sehingga sangat relevan jika metode perhitungan ini digunakan di dalam Tugas Akhir ini. Sedangkan untuk Metode MorgensternPrice, metode ini adalah metode terdetail dan paling teliti untuk menghitung kestabilan lereng dikarenakan mempertimbangkan seluruh kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen, sehingga sangat relevan jika metode perhitungan ini digunakan di dalam Tugas Akhir ini. Perhitungan faktor keamanan harus dilakukan pada sejumlah bidang runtuh sehingga diperoleh suatu bidang runtuh kritis. Bidang runtuh kritis adalah bidang runtuh yang menghasilkan faktor keamann terkecil. Penentuan bidang runtuh kritis dapat dilakukan dengan metode trial and error atau menggunakan metode optimasi. Untuk kasus analisa balik, apabila geometri bidang runtuh dapat diketahui dari penyelidikan lapangan, penentuan bidang kritis tak perlu dilakukan.


44

2.12

Aplikasi Software Kesetimbangan Batas (LEM)

2.12.1 Metode Kesetimbangan Batas Metode kesetimbangan batas merupakan metode yang sangat popular untuk digunakan dalam menganalisis kestabilan lereng tipe gelinciran translasional dan rotasional. Metode ini relatif sederhana, mudah digunakan, serta telah terbukti keandalannya dalam praktik rekayasa selama bertahun-tahun. Pada

metode

ini,

perhitungan

analisis

kestabilan

lereng

hanya

menggunakan kondisi kesetimbangan static dan mengabaikan adanya hubungan tegangan-regangan pada lereng. Asumsi lainnya, yaitu geometri dari bentuk bidang runtuh, harus diketahui dan ditentukan terlebih dahulu. Kondisi kestabilan lereng dalam metode kesetimbangan batas dinyatakan dalam indeks faktor keamanan. Faktor keamanan dihitung menggunakan kesetimbangan gaya, kesetimbangan momen, atau menggunakan kedua kondisi kesetimbangan tersebut, tergantung metode perhitungan yang dipakai. Ada banyak

metode

kesetimbangan

batas,

beberapa

di

antaranya

yaitu

Fellenius/Ordinary, Bishop simplified, dan Morgenstern-Price. Alasan penulis memilih ketiga metode ini telah diterangkan di dalam Sub-Bab 2.11.1, 2.11.2, dan 2.11.3. 2.12.2 Software Kesetimbangan Batas (LEM) Cara komputasi perhitungan yang lama serta memakan waktu yang tidak sedikit membuat perhitungan faktor keamanan dari lereng dengan cara konvensional atau menghitung manual sudah jarang sekali digunakan, termasuk pada metode kesetimbangan batas. Selain itu pula, hasil perhitungan yang kurang akurat serta kemungkinan tinggi akan human error di dalam perhitungan membuat para ahli geoteknik menggunakan software khusus yang di rancang untuk mengetahui analisa kestabilan lereng dengan cepat, tepat, dan akurat. Ada banyak software LEM yang dapat digunakan, namun yang paling sering digunakan oleh Geotechnical Engineer untuk memecahkan masalah kestabilan lereng adalah Slide v 6.0 dari Rocscience dan GeoStudio Slope/W dari Geoslope. Kedua software ini sering pula digunakan oleh peneliti, baik mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

45

tugas akhir, ataupun peneliti resmi lainnya untuk mencari rekomendasi lereng terbaik dalam jangka pendek dan juga jangka panjang. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan Slide v. 6.0 dan Geostudio Slope/W 2012. Software Slide v 6.0 dari Rocscience secara umum lebih mudah untuk digunakan dan lebih -friendly daripada GeoStudio (Hasil Pengamatan Penulis 2019), terutama untuk pemula dikarenakan pengaturannya yang mudah, pengerjaan analisa dan modelling yang lebih cepat, tampilan yang lebih segar, dan pengaturan menu yang sederhana. Aplikasi Slide v 6.0 dari Rocscience dapat menganalisis lereng homogen maupun heterogen, tipe longsoran circular ataupun non-circular. Kelebihan Slide v 6.0 jika dibandingkan dengan GeoStudio yaitu terdapat fitur distributed load (beban yang terdistribusi) yang bisa diaplikasikan di dalam analisis kestabilan lereng ketika lereng dibebani oleh alat berat ataupun manusia di atasnya. Fitur semisal ini juga terdapat di GeoStudio (Surcharge Load), hanya saja penggunaannya sedikit lebih sulit (Dokumentasi Penulis, 2019) Menganalisis kestabilan lereng dengan aplikasi GeoStudio sedikit lebih lama (beda sekitar 5 – 10 menit dengan analisis menggunakan Slide Rocscience v 6.0) dan sedikit lebih sulit karena dibutuhkan terlebih dahulu penyesuaian ukuran halaman yang pas dan skala yang sesuai serta settingan analisa yang tepat agar analisa bisa berjalan. Namun, hasil analisis yang ditampilkan pada software GeoStudio lebih detail dan lebih rapi jika dibandingkan dengan Slide 6.0, seperti contoh pada Lampiran 14. 2.13

Aplikasi Software Finite Element Method (FEM)

2.13.1 Metode Elemen Hingga / Finite Element Method (FEM) Metode elemen hingga atau yang sering disebut dengan Finite Element Method yaitu salah satu metode numerik kontinum yang digunakan untuk mennganalisis kestabilan suatu lereng. Metode ini biasa dipakai di dalam menganalisis lereng yang materialnya didominasi oleh tanah serta material lunak, dan juga pada lereng batuan dengan rekahan yang berintensitas tinggi. Keuntungan menggunakan metode elemen hingga ini yaitu :


46

•

Kondisi tegangan dan regangan yang ada pada lereng dapat dimasukkan dalam perhitungan kestabilan lereng.

•

Dapat diketahui deformasi material dan shear strain dari material

•

Dapat digunakan untuk

memecahkan masalah kestabilan lereng yang

kompleks Dalam metode elemen-hingga domain dari daerah yang dianalisis dibagi kedalam sejumlah zone-zone yang lebih kecil. Zone-zone kecil tersebut dinamakan elemen. Elemen-elemen tersebut dianggap saling berkaitan satu sama lain pada sejumlah titik-titik simpul. Perpindahan pada setiap titik-titik simpul dihitung terlebih dahulu, kemudian dengan sejumlah fungsi interpolasi yang diasumsikan, perpindahan pada sembarang titik dapat dihitung berdasarkan nilai perpindahan pada titik-titik simpul. Selanjutnya regangan yang terjadi pada setiap elemen dihitung berdasarkan besarnya perpindahan pada masing-masing titik simpul. Berdasarkan nilai regangan tersebut dapat dihitung tegangan yang bekerja pada setiap elemen. Terdapat dua pendekatan yang umum digunakan dalam analisis kestabilan lereng dengan menggunakan metode elemen hingga, yaitu metode pengurangan kekuatan geser dan metode penambahan gravitasi. Di dalam penelitian ini, metode yang dipakai yaitu metode pengurangan kekuatan geser dengan memanfaatkan aplikasi Phase 2. Prinsip dari metode ini yaitu kekuatan geser material nilainya dikurangi secara bertahap sampai terbentuk suatu mekanisme keruntuhan pada lereng. Pengurangan parameter kohesi (C) dan sudut gesek (φ) dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: .................................................................................... (Rumus 2.8)

.......................................................................................(Rumus 2.9) dimana: SRF = faktor reduksi kekuatan geser. Faktor keamanan (F) besarnya sama dengan nilai SRF pada saat tepat terjadi keruntuhan.


47

2.13.2 Software Finite Element Method (FEM) Metode kesetimbangan batas memiliki keterbatasan di dalam menganalisis kestabilan lereng, sehingga dibutuhkan metode yang lebih detail dan presisi dengan analisa yang cepat, tepat, dan akurat, yaitu metode elemen hingga atau FEM. Aplikasi software untuk menghitung dengan metode ini terdapat berbagai macam software, namun yang paling sering digunakan yaitu Phase2 dan Plaxis. Pada penelitian ini, penulis menggunakan aplikasi Phase2 untuk menganalisis kestabilan lereng menggunakan Fining Element Method. Kelebihan menggunakan aplikasi Phase2 yaitu dapat melihat deformasi lereng dan elemen pada lereng, serta dapat mengetahui maximum shear strain, horizontal displacement, dan vertical displacement. Software Phase2 saat ini telah berganti nama menjadi RS2 (M.Z.Zabier, 2018) , keluaran Rocscience, dengan fitur yang lebih lengkap dan analisis kestabilan lereng dengan metode elemen hingga yang lebih akurat.


48

2.14

Diagram Alir

2.14.1 Diagram Alir Perhitungan-Perhitungan 1. Fellenius Mulai Studi Pustaka dan Data Sekunder Pengamatan Lapangan Pengambilan Data Geometri, Properti Material Lereng, dan Tekanan Air Pori

Tentukan Bidang Gelincir Membagi Bidang Gelincir menjadi Beberapa Irisan Tentukan luas bidang sayatan dan jumlah panjang bidang gelincir

F=

𝑐𝑐𝑐𝑐+tan 𝜃𝜃 ∑(𝑊𝑊𝑊𝑊 cos 𝛼𝛼𝛼𝛼−𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑥𝑥 𝑙𝑙𝑙𝑙) ∑(𝑊𝑊𝑊𝑊 sin 𝛼𝛼𝛼𝛼)

Hasil Penelitian

FK < 1.5

FK >/= 1.5

Dibuat Rekomendasi Lereng Untuk Long-Term

Dicatat di Laporan. Analisis Selesai Gambar 2.29 Diagram Alir Perhitungan nilai FK dengan Metode Fellenius


49

2. Bishop simplified Mulai Studi Pustaka dan Data Sekunder Pengamatan Lapangan Pengambilan Data Geometri, Properti Material Lereng, dan Tekanan Air Pori

Tentukan Bidang Gelincir Membagi Bidang Gelincir menjadi Beberapa Irisan Tentukan Width Irisan X=0

FK = ∑

1 𝑐𝑐𝑐𝑐+𝑊𝑊 1−𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡∅ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 ∑( ) 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝜃𝜃 . 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑊𝑊 sin 𝜃𝜃 1+ 𝐹𝐹𝐹𝐹

Hasil Penelitian

FK < 1.5

FK >/= 1.5


Dicatat di Laporan. Analisis Selesai

Gambar 2.30 Diagram Alir Perhitungan nilai FK dengan Metode Bishop Simplified


50

3. Morgenstern-Price Mulai Studi Pustaka dan Data Sekunder Pengamatan Lapangan Pengambilan Data Geometri, Properti Material Lereng, dan Tekanan Air Pori

Tentukan Bidang Gelincir Membagi Bidang Gelincir menjadi Beberapa Irisan Tentukan f(x) X= λ. f(x). E

𝐹𝐹𝐹𝐹 = 𝐹𝐹𝐹𝐹 =

∑(𝑐𝑐 ′ 𝑙𝑙 + 𝑝𝑝 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡∅′ ∑ 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 𝛼𝛼

∑[𝑐𝑐 ′ 𝑙𝑙 + 𝑃𝑃 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 tan ∅′] cos 𝛼𝛼 ∑ 𝑃𝑃 sin 𝛼𝛼 Hasil Penelitian

FK < 1.5

FK >/= 1.5


Dicatat di Laporan. Analisis Selesai Gambar 2.31 Diagram Alir Perhitungan nilai FK dengan Metode Morgenstern-Price


51

2.14.2 Diagram Alir Aplikasi-Aplikasi Software 1. Slide Rocscience v 6.0

Buka Slide 6.0

(2) Input Koordinat Boundary dan Water Table (Jika lereng tidak tak jenuh)

Input Material Boundary (jika ada)

Atur Metode Analisis dan Failure Direction

Tentukan Jenis Longsoran (Circular / Non-Circular)

Lakukan Auto Grid

Tentukan Surface Limits dan Bidang Gelincir untuk Dianalisis

Proses Komputasi

Tambahkan Pembebanan Alat / Benda (Jika Ada)

Interpretasi

Masukkan Data Parameter Tanah

If FK > 1.5 (dicatat dan ditulis di laporan, analisis selesai). If FK < 1.5, dibutuhkan rekomendasi perbaikan geometri lereng (khususnya untuk long-term, sehingga kembali ke (2)

Gambar 2.32 Flowchart Analisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Aplikasi Slide 6.0 Rocscience


52

2. Phase 2 v 6.0

Gambar 2.33 Flowchart Analisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Aplikasi Phase2 v 6.0


53

3. Geostudio Slope/W 2012

Gambar 2.34 Flowchart Analisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Aplikasi GeoStudio Slope/W 2012


54

2.15

Ayat Al-Qur-aan tentang Kestabilan Lereng Banyak pesan dan pelajaran yang telah Allah sampaikan di dalam Al-Qur-

aan untuk manusia dan seluruh makhluk lainnya di langit dan bumi. Di antara banyak ayat yang terdapat di dalam Al-Qur-aan, terdapat pula ayat-ayat yang berkaitan tentang kestabilan lereng, salah satunya yaitu yang telah Allah firmankan di dalam QS. An-Naml, surat yang ke 27 pada ayat 88 berikut :

‫ﺻ ْﻨ َﻊ ﱠ‬ ‫ﯿﺮ‬ ‫ﻲ ﺗ َ ُﻤ ﱡﺮ َﻣ ﱠﺮ اﻟ ﱠ‬ ِ ‫ﺴﺒُ َﮭﺎ َﺟ‬ ٌ ‫َﻲءٍ ۚ ِإﻧﱠﮫُ َﺧ ِﺒ‬ ُ ۚ‫ب‬ ِ ‫ﺴ َﺤﺎ‬ َ ْ‫َوﺗ ََﺮى ْاﻟ ِﺠ َﺒﺎ َل ﺗَﺤ‬ ْ ‫�ِ اﻟﱠﺬِي أَﺗْﻘَﻦَ ُﻛ ﱠﻞ ﺷ‬ َ ‫ﺎﻣﺪَة ً َو ِھ‬ َ‫ِﺑ َﻤﺎ ﺗ َ ْﻔ َﻌﻠُﻮن‬

“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Seperti hal nya manusia; gunung, lereng, bukit pun juga bergerak dan bedeformasi setiap hari nya sehingga analisis tentang kestabilan lereng, baik dari sisi agama, maupun dari sisi ilmu dunia, memang diperlukan untuk meminimalisir bahaya terhadap alam dan manusia.


BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dimulai dari 1 September 2018 – 29 September 2018 Adapun program kegiatannya yaitu : No

Rencana Kegiatan

Minggu ke1

1

2

3

4

Pendahuluan, Orientasi, Studi Pustaka, dan Data Sekunder

2

Penelitian

Lapangan

Data Primer 3

Pengolahan dan Analisis Data

Sekunder

dan

Primer 4

Penyusunan Laporan dan Presentasi Akhir Tabel 3.1 Rencana Kegiatan Penelitian

Adapun tempat penelitian berlokasi di PT ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara site Tanjung Buli yang berlokasi di Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara seperti yang tertera di gambar 3.1 di halaman 58. Lokasi penelitian berada pada 128o 17’ 46.49” BT dan 00o 50’ 22.72” LU.

55


56

Gambar 3.1 Peta Topografi Lokasi Penelitian Skala 1:13000 (Quality Control, 2018). Wilayah Waste Dump Suwota Diarsir Berwarna Kuning.

3.2

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu mengambil

data primer dan juga data sekunder. Data primer didapat dengan cara melakukan observasi. Data primer meliputi kondisi batuan (yang nantinya dapat meliputi sifat fisik dan mekanik batuan), foto lapangan, geometri aktual lereng yang diketahui melalui peta topografi digital di aplikasi Surpac 6.3 , dip and strike litologi, dan arah kemiringan lereng. Kemudian , material properties yang meliputi failure criterion (Mohr – Coulomb), internal friction angle (deg.), & cohesion, serta kondisi air tanah Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan yaitu Peta Geologi Lembar Ternate, Maluku Utara Skala 1 : 250000, peta topografi aktual disposal skala 1:1000, peta geologi site skala 1:10000, data curah hujan, tekanan air pori, desain geometri disposal, data produksi, dan literatur property material disposal.


57

3.3

Metode Analisis Data Seluruh data yang telah didapatkan, kemudian kestabilan lereng ini

dianalisis

menggunakan

metode

perhitungan

Bishop

simplified

(BS),

Ordinary/Fellenius (OF), dan Morgenstern-Price (MP). Analisis dilengkapi oleh aplikasi aplikasi software Slide v 6.0 (SLV.6) dan Geostudio Slope/W 2012 (GSW.2012) yang merupkan bagian dari pendekatan “Limit Equilibrium Method (LEM)” dan aplikasi software Phase2 v 6.0 (PH2V.6) yang merupakan bagian “dari pendekatan “Finite Element Method (FEM)”. Setelah analisis selesai dilakukan, maka akan terlihat dari nilai FK nya, apakah lereng disposal nanti stabil atau tidak. Tinjauan secara umum, nilai FK diannggap aman yaitu FK > 1.0, sedangkan nilai FK yang dianjurkan dalam penelitian ini (sebagaimana dijelaskan dalam BAB I) yaitu FK > 1.5. Berdasarkan hasil review (Bowels, 2000) beberapa analisis peristiwa longsor yang terjadi di Indonesia, maka kisaran nilai FK yaitu FK 1.07 – 1.25.


58

3.4

Diagram Alir Umum Penelitian Pendahuluan dan Orientasi Studi Pustaka dan Data Sekunder Penelitian, Pengambilan Data Lapangan, dan Laboratorium

Data Sekunder : Data Primer : 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kondisi Batuan Geometri Aktual Lereng Dip dan Strike Litologi (termasuk slope lereng) Kondisi Air Tanah Materials Properties Foto Lapangan

1. Peta Geologi Lembar Maluku Utara Skala 1 : 250000 2. Data Curah Hujan 3. Data Produksi Bijih Nikel 4. Peta Topografi Aktual Disposal skala 1:1000, Peta Geologi Site Tanjung Buli Skala 1 : 10000 5. Desain geometri disposal 6. Literatur Properti Material Disposal 7. Tekanan Air Pori

Pengolahan Data 1. Sifat Fisik Batuan 2. Sifat Mekanik Batuan Analisis Data 1. Tidak aman

Perubahan Geometri Lereng

2.

Metode Perhitungan Fellenius, Bishop simplified, dan Morgenstern-Price Analisa menggunakan Slide versi 6.0, Phase 2 versi 6.0 dari Rocscience, dan Geostudio Slope/W 2012 Aman

Kesimpulan, Laporan, dan Rekomendasi Gambar 3.2 Diagram Umum Alir Penelitian


BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Perolehan Data Curah Hujan dan Produksi Bijih Nikel

4.1.1

Curah Hujan Curah hujan di Halmahera Timur relatif tinggi (rata-rata 1,398.78

mm/bulan) pada April - Juli 2018, dan cenderung menurun pada bulan Agustus – September 2018. Namun, berdasarkan data curah hujan pada tabel 4.1 di bawah ini, lereng disposal dapat disimpulkan berada dalam kondisi jenuh.

No

Bulan

Jam Hujan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

January February March April May June July August September Kumulatif

37.08 36.92 33.92 38.95 45.75 58.00 59.85 33.03 20.92 364.42

Total Curah Hujan (mm) 1,035.0 1,750.0 1,762.0 1,175.0 2,060.0 1,912.0 1,890.0 865.0 140.0 12,589.00

Rata-rata CH ( mm) 147.86 159.09 195.78 130.56 158.46 136.57 189.00 144.17 140.00

Tabel 4.1 Data Curah Hujan bulan Januari – September 2018 di Halmahera Timur (Biro Mining Operation, 2018)

59


60

Total Jam Hujan di Halmahera Timur Januari 2018 - September 2018

January

February

March

April

May

June

July

August

September

70 60 50 40 30 20 10 0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Gambar 4.1 Total Jam Hujan di Halmahera Timur pada Periode Januari 2018 – September 2018

Total Rata-rata Curah Hujan ( mm) di Halmahera Timur Januari 2018 - September 2018 250 200 150 100 50

January

February

March

April

May

June

July

August

September

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Gambar 4.2 Total Rata-Rata Curah Hujan (mm) di Halmahera Timur pada Periode Januari 2018 – September 2018

4.1.2

Data Produksi Bijih Nikel Berdasarkan data produksi tahunan yang diperoleh dari perusahaan,

didapatkan bahwa jumlah produksi tahunan bijih nikel pada tahun 2017 dari


61

ketiga site yang masih aktif di PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara adalah sebagai berikut : No

Blok Tambang

Jumlah Produksi

1

Tanjung Buli

1.250.000 ton

2

Mornopo

1.765.000 ton

3

Pakal

2.300.000 ton

TOTAL

5.315.000 ton

Tabel 4.2 Data Produksi PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara Tahun 2017 (Biro Quality Control, 2018)

Sementara itu, target produksi bijih nikel yang ditargetkan PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara pada tahun 2019 diperkirakan mencapai 5.400.000 ton/tahun. (Biro Quality Control, 2018) 4.2

Temuan Penelitian

4.2.1

Geometri Lereng Waste Dump Suwota Penelitian dilakukan pada lereng disposal Suwota yang berada di blok

tambang Tanjung Buli yang berlokasi di Buli Asal, Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara. Dibuat 4 sayatan lurus berarah timur laut-barat daya (NE-SW) untuk mempermudah mengetahui kondisi aktual lereng, bidang gelincir longsor, dan juga lapisan tanah yang mudah mengalami longsor. Berdasarkan hasil sayatan, diidentifikasi bahwa titik tertinggi berada pada koordinat (x,y) 64.104, 242.926 (titik ini ada pada lintasan sayatan D-D’) dan titik terendah berada pada koordinat (x,y) 0, 219.201 (titik D-D’). Semua sayatan mulai dari A-A’ hingga D-D’ memiliki failure direction nya dari kanan ke kiri, sehingga huruf tanpa tanda aksen ada di ujung kanan dan huruf dengan tanda aksen ada di ujung kiri.


62

Gambar 4.3 Sayatan NE-SW pada Peta Topografi waste dump Suwota Skala 1:13000

Gambar 4.4 Sayatan NE-SW pada Foto Aktual Kondisi Lapangan Waste dump Suwota


63

Sayatan A-A’ dengan slope asli 27o memiliki panjang 67.102 m dan terdapat 4 bench di dalam sayatan ini dengan posisi toe slope 2,334 m lebih tinggi dibanding batas akhir bawah lereng. Pemodelan lereng sayatan A-A’ diinterpretasikan sebagai berikut :

Gambar 4.5 Model Lereng Sayatan A-A’ (slope asli 27o) dengan Skala Horizontal 1:501.44 dan Skala Vertikal 1:547.88

\


64

Sayatan B-B’ dengan slope asli 29o memiliki panjang 61.125 m. Jarak dari toe slope yang terakhir hingga batas akhir bawah lereng sepanjang 12,171 m dengan posisi toe slope 1,92 m lebih tinggi dibanding batas akhir bawah lereng. Pemodelan lereng sayatan B-B’ diinterpretasikan sebagai berikut :

Gambar 4.6 Model Lereng Sayatan B-B’ (slope asli 29o) dengan Skala Horizontal 1:447.36 dan Skala Vertikal 1:454.53


65

Sayatan C-C’ dengan slope asli 24o memiliki panjang 69.130 m. Jarak dari toe slope yang terakhir hingga batas akhir bawah lereng sepanjang 7,237 m dengan posisi toe slope 2,149 m lebih tinggi dibanding batas akhir bawah lereng. Pemodelan lereng sayatan C-C’ diinterpretasikan sebagai berikut :

Gambar 4.7 Model Lereng Sayatan C-C’ (slope asli 24o) dengan Skala Horizontal 1:540.08 dan Skala Vertikal 1:556.11


66

Sayatan D-D’ dengan slope asli 25o memiliki panjang 66.471 m. Jarak dari toe slope yang terakhir hingga batas akhir bawah lereng sepanjang 14,513 m dengan posisi toe slope 6,272 m lebih tinggi dibanding batas akhir bawah lereng. Pemodelan lereng sayatan D-D’ diinterpretasikan sebagai berikut :

Gambar 4.8 Model Lereng Sayatan D-D’ (slope asli 25o) dengan Skala Horizontal 1:540.41 dan Skala Vertikal 1:580.03

Berikut keterangan geometri lereng dari keempat sayatan tersebut di atas yang terangkum di dalam tabel 4.4 berikut ini :


67

No

Sayatan

Berm

First

Second

Third

Overall

Overall

Single

(m)

Bench

Bench

Bench

Slope

Slope

Slope

Width (m)

Width (m)

Width

Height

Angle

Angle

(m)

(m)

(o)

(o)

1

A-A’

27.509

5.396

5.338

3.576

13.971

27

60

2

B-B’

22.358

5.379

5.024

3.316

14.545

29

64

3

C-C’

18.786

8.316

5.679

3.917

19.464

24

48

4

D-D’

17.421

5.607

4.984

4.393

16.821

25

49

Tabel 4.3 Geometri Lereng Aktual Waste Dump Suwota

Untuk rencana geometri lereng awal disposal Suwota dapat dilihat pada gambar 2.4, sedangkan untuk rencana geometri lereng akhir disposal Suwota tidak jauh berbeda dengan rencana awal, seperti pada gambar 4.9 di bawah ini :

Gambar 4.9 Rencana Geometri Lereng Akhir Waste Dump Suwota

No

Disposal

Berm

First

Second

Third

Overall

Overall

Single

Design

(m)

Bench

Bench

Bench

Slope

Slope

Slope

Width (m)

Width (m)

Width

Height

Angle

Angle

(m)

(m)

(o)

(o)

Planning Suwota 1

Awal

2

2

2

2

18

27

30

2

Akhir / Re-

3

3

3

3

18.44

29

45

Grading Tabel 4.4 Geometri Lereng dari Disposal Design Planning di Waste Dump Suwota


68

Dari tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa kecenderungan lebar bench dari masing-masing sayatan lereng waste dump ketika elevasi waste dump semakin berkurang, maka lebar bench akan semakin sempit, sedangkan pada tabel 4.4, lebar bench tetap sama. Di beberapa bagian di waste dump ada yang butuh penataan lebih lanjut agar nantinya dapat ditanami tanaman dalam rangka reklamasi pasca tambang. Gambaran produksi material disposal saat ini sudah mencapai 1,824,881.68 ton, dan pada masa yang akan datang juga ditargetkan mencapai 1,824,881.68 ton, itu artinya volume waste dump Suwota saat ini sudah full dan mencapai angka optimum nya.

Gambar 4.10 Kondisi di bagian area disposal Suwota yang butuh penataan lebih lanjut

Gambar 4.11 Waste Dump Suwota dari Crest hingga Toe


69

Strike dan dip dari litologi maupun geometri lereng tidak dapat diukur karena material yang terdapat di disposal merupakan loose material (material lepas) yang bersifat ex-situ.

Gambar 4.12 Visualisasi Arah Kemiringan Lereng

4.2.2

Materials Properties Waste Dump Suwota Sampel undisturbed yang berada di disposal kemudian dibawa ke

Laboratorium Mekanika Tanah ITB di Bandung untuk kemudian dilakukan uji laboratorium (sifat-sifat fisik dan mekanik) untuk mendapatkan data tentang jenis material, sudut geser dalam, kohesi (C), berat isi kering, dan berat isi basah. Dari hasil pengujian laboratorium ini, didapatkan hasil parameter material properties yang relative sama untuk setiap sayatan dan setiap sampel per sayatan seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.5 dibawah ini :


70

No Sayatan

Sampel

Material

Kohesi

Sudut

Berat

Berat Isi

(kN/m2)

Geser

Isi

Basah

Dalam

Kering

(saturated

(o)

(kN/m3)

unit weight; kN/m3)

1

A-A’

Undisturbed Disposal

30.90

28.95

10.63

16.55

2

B-B’


30.90

28.95

10.63

16.55

3

C-C’


30.90

28.95

10.75

16.55

4

D-D’


30.90

28.95

10.75

16.55

Tabel 4.5 Parameter Properti Material Lereng Disposal Suwota

Dari sisi hidrologi maupun hidrogeologi, kondisi air tanah dan air bawah tanah dari disposal Suwota tergolong dalam kondisi jenuh, dibuktikan dengan ditemukannya genangan air di beberapa tempat dan juga derajat kejenuhan (S) yang mencapai 100,01-100,02% seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.13 di bawah ini. Kondisi jenuh ini disebabkan karena sering turunnya hujan di area kawasan pertambangan (Gerry P.S., 2018), dan juga tegangan air pori yang relatif tinggi, jika dilihat berdasarkan lampiran 7. Oleh karena itu, analisis kestabilan lereng pada penelitian disesuaikan dengan kondisi lereng yang berada dalam keadaan jenuh, dimana tidak ada sisa ruang untuk udara di dalam pori-pori tanah.

Gambar 4.13 Kondisi bagian bawah lereng disposal. Terdapat genangan dan air permukaan


71

Material penyusun lereng disposal Suwota pada setiap sayatannya seperti pada Gambar 4.14 yaitu campuran dari material limonit dan material saprolite pasiran hingga kerikilan yang didominasi oleh material lempungan atau clayey {dengan kata lain lempungan yang relatif lunak dan jenuh sangat dominan di disposal Suwota} (Gerry P.S, 2018) dan material saprolite yang memiliki kecenderungan kerikilan hingga pasiran (gravelly-sandy clay) sehingga dapat dikatakan bahwa karakteristik material disposal ini termasuk ke dalam kategori atau jenis mixed material (David F. McCarthy, 1993) dalam bentuk satu layer (lapisan). Data material penyusun lereng disposal per sayatan dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :

No

Sayatan

1

A-A’

2

B-B’

3

C-C’

4

D-D’

Limonit

Saprolit

Material

Lempungan

Pasiran

Lepas

Keterangan

Material waste Sangat

Ada,

Ada;

didominasi oleh

dominan

tetapi

Kerikil,

very soft clay,

tidak

Kerakal

terkombinasi

dominan

Lepas,

dengan material

dan

saprolit pasiran &

Boulder

kerikil/kerakal lepas vulkanik, sehingga material disposal termasuk ke dalam mixed materials. (David F. McCarthy, 1993)

Tabel 4.6 Material Penyusun Lereng Disposal


72

Gambar 4.14 Persebaran Material Penyusun di Disposal Suwota.

Gambar 4.15 Gambaran Material Penyusun Disposal di Aplikasi GeoStudio Slope/W 2012

Kondisi material disposal di waste dump Suwota pada umumnya terlapukkan dan berasal dari zaman Cretaceous. Sesekali di tanggul / crest disposal juga ditemukan material lempungan limonit yang berasosiasi dengan hematit.


73

Gambar 4.16 Limonit yang Berasosiasi dengan Hematit

4.2.3 Proses Dumping di Waste Dump yang Ada di PT ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara Proses dumping di waste dump yang ada di PT ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara dilakukan dengan menggunakan Articulated Dump Truck (ADT) Volvo A40E / A40F / A40G dengan beban alat sebesar 348 kN/m2 yang mempunyai kapasitas maksimal 40 ton. Terdapat pula pengerjaan eskavasi dengan excavator Komatsu PC 200 dengan beban alat sebesar 106.61 kN/m2. Berdasarkan hasil penelitian penulis, proses dumping dilakukan selama -/+ 15 detik per 1 ADT nya dengan mengutamakan prinsip sequence dumping agar nantinya lahan waste dump yang ada saat ini dapat ditata lebih mudah untuk proses penghijauan dan reklamasi.


74

Gambar 4.17 ADT sedang melakukan dumping di waste dump area. Slope asli dari lereng di gambar ini yaitu 29o dengan komposisi material mixed materials.

4.2.4

Arah Aliran Air Permukaan Aliran air permukaan yang ada di disposal pada blok tambang Tanjung

Buli memiliki prinsip yang sama : air permukaan mengalir dari tempat dengan elevasi yang lebih tinggi menuju tempat dengan elevasi yang lebih rendah, kemudian air akan ditampung di settling pond yang sudah ada. Sebagian air permukaan juga dapat terhenti alirannya apabila tanaman yang ada di disposal bisa menahan laju aliran dan menampung air permukaan yang turun.

Gambar 4.18 Arah Aliran Air Permukaan di Waste Dump Suwota


75

Gambar 4.19 Arah Aliran Air Permukaan dari Arah Atas dan Pada Bagian Bawah Waste Dump

Gambar 4.20 Lokasi Settling Pond pada Waste Dump Suwota di Peta Topografi Waste Dump Suwota Skala 1:13000 (area di dalam kotak merah).

4.3

Pembahasan

4.3.1

Analisa Kestabilan Lereng Waste Dump Suwota

`

Analisa kestabilan lereng adalah suatu hal yang harus dilakukan untuk

mengetahui apakah lereng dalam kondisi stabil, kritis, ataupun tidak aman dengan kata lain rawan longsor. Untuk mengetahui bagaimana kondisi lereng terkini, maka nilai FK (faktor keselamatan / safety factor) harus diketahui terlebih dahulu sehingga nantinya dapat diambil langkah-langkah selanjutnya terhadap lereng tersebut.


76

Parameter yang dibutuhkan untuk mengetahui kestabilan lereng melalui aplikasi software Rocscience Slide v 6.0 dan Geostudio Slope/W 2012 dengan menggunakan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb relatif sederhana, dibutuhkan 4 (empat) parameter saja, yaitu kohesi (C), sudut geser dalam (𝜑𝜑), berat isi kering ( dry unit weight), dan berat isi jenuh (saturated unit weight), sedangkan untuk aplikasi software Phase 2 v 6.0 dibutuhkan data tambahan seperti tensile strength, Young Modulus, dan Poisson Ratio. Profil bagian atas penampang yang naik dan turun dikarenakan mengikuti kontur topografi aktual waste dump yang dilalui oleh sayatan. Analisa kestabilan lereng dilakukan per sayatan berdasarkan data-data sifat fisik dan sifat mekanik batuan yang telah didapatkan sebelumnya di laboratorium. 4.3.1.1 Analisa Kestabilan Lereng Sayatan A-A’ Di antara keempat sayatan, sayatan A-A’ memiliki tinggi keseluruhan lereng yang paling rendah, yaitu 13,971 m. Analisa dilakukan dengan jumlah slice 25 dan nilai toleransi 0.005 untuk Slide 6.0, serta nilai toleransi 0.001 untuk Phase 2 v 6.0. Longsoran yang terjadi diasumsikan sebagai longsoran busur karena campuran material (mixed materials) yang berada di disposal merupakan loose material, oleh karena itu material yang ada bukanlah material yang compact. Sayatan A-A’ memiliki 1 lapisan (layer) dimana material yang melewati sayatan ini yaitu berupa limonit lempungan yang bercampur dengan saprolite pasiran. Hasil analisis terhadap kondisi awal lereng di daerah penelitian adalah sebagai berikut : No Sayatan 1

A-A’

BS

OF

MP

Ph2V.6

1.451 (SLV.6)

1.484 (Slide 6.0)

1.453 (Slide 6.0)

1.518

1.478 (GSW.2012) 1.532 (GSW.2012) Keterangan

Belum Aman

50% : 50%

1.482 (GSW.2012) Belum Aman

Aman

Tabel 4.7 Nilai-Nilai FK/SRF untuk Lereng Disposal Suwota Sayatan A-A’


77

Gambar 4.21 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan A-A’ Metode Perhitungan Bishop simplified

Gambar 4.22 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan A-A’ Metode Perhitungan Fellenius

Gambar 4.23 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan A-A’ Metode Perhitungan Morgenstern-Price

Nilai FK yang tinggi dari ketiga metode perhitungan pada sayatan A-A’ karena bagian sebelah kanan lereng disposal Suwota sudah ditata dengan sangat baik dan juga sudah dirancang untuk persiapan reklamasi di masa depan. 4.3.1.2 Analisa Kestabilan Lereng Sayatan B-B’ Di antara keempat sayatan, sayatan B-B’ memiliki tinggi keseluruhan lereng yang paling rendah setelah sayatan A-A’, yaitu 14,545 m. Analisa dilakukan dengan jumlah slice 25 dan nilai toleransi 0.005 untuk Slide 6.0, serta nilai toleransi 0.001 untuk Phase 2 v 6.0. Longsoran yang terjadi diasumsikan


78

sebagai longsoran busur karena longsoran yang paling umum terjadi di disposal adalah longsoran tipe rotasi. Sayatan B-B’ memiliki 1 lapisan (layer) dimana material yang melewati sayatan ini yaitu berupa limonit lempungan yang bercampur dengan saprolite pasiran. Hasil analisis terhadap kondisi awal lereng di daerah penelitian adalah sebagai berikut : No Sayatan 1

B-B’

BS

OF

MP

Ph2 V.6

1.413 (SLV.6)

1.477 (SLV.6)

1.415 (SLV.6)

1.500

1.413

1.416 (GSW.2012)

1.416

(GSW.2012) Keterangan

Belum Aman

(GSW.2012) Belum Aman

Belum Aman

Belum Aman

Tabel 4.8 Nilai-Nilai FK/SRF untuk Lereng Disposal Suwota Sayatan B-B’

Gambar 4.24 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan B-B’ Metode Perhitungan Bishop simplified


79

Gambar 4.25 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan B-B’ Metode Perhitungan Ordinary / Fellenius

Gambar 4.26 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan B-B’ Metode Perhitungan Morgenstern-Price

Nilai FK dari sayatan B-B’ mendekati angka 1.5 dikarenakan bagian sebelah kanan lereng disposal Suwota sudah ditata dengan sangat baik dan juga sudah dirancang untuk persiapan reklamasi di masa depan.

4.3.1.3 Analisa Kestabilan Lereng Sayatan C-C’ Di antara keempat sayatan, sayatan C-C’ memiliki tinggi keseluruhan lereng yang paling tinggi, yaitu 19.464 m. Analisa dilakukan dengan jumlah slice 25 dan nilai toleransi 0.005 untuk Slide 6.0, serta nilai toleransi 0.001 untuk Phase 2 v 6.0. Nilai FK pada sayatan ini lebih rendah daripada dua sayatan sebelumnya dikarenakan parameter geometri secara umum, semakin tinggi ketinggian suatu lereng, maka semakin besar lereng tersebut berpeluang untuk longsor. Pada sayatan ini juga longsoran yang terjadi diasumsikan sebagai circular failure.


80

Dari hasil analisa yang dilakukan menggunakan aplikasi software Slide v 6.0, Geostudio Slope/W 2012, dan Phase 2 v 6.0, didapatkan FK/SRF sebagai berikut : No Sayatan 1

C-C’

Keterangan

BS

OF

MP

Ph2V.6

1.251 (SLV.6)

1.313 (SLV.6)

1.256 (SLV.6)

1.000

1.250(GSW.2012)

1.320 (GSW.2012)

1.252 (GSW.2012)

Belum Aman

Belum Aman

Belum Aman

Tidak Aman

Tabel 4.9 Nilai-Nilai FK/SRF untuk Lereng Disposal Suwota Sayatan C-C’

Gambar 4.27 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan C-C’ Metode Perhitungan Bishop simplified

Gambar 4.28 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan C-C’ Metode Perhitungan Ordinary / Fellenius


81

Gambar 4.29 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan C-C’ Metode Perhitungan Morgenstern-Price

Nilai FK dari sayatan C-C’ yang cenderung relative rendah (dengan nilai acuan FK / SRF > 1.50), membuat geometri lereng sayatan C-C’ ini harus diperbaiki. 4.3.1.4 Analisa Kestabilan Lereng Sayatan D-D’ Di antara keempat sayatan, sayatan D-D’ memiliki tinggi keseluruhan lereng yang paling tinggi kedua setelah sayatan C-C’, yaitu 16.821 m. Analisa dilakukan dengan jumlah slice 25 dan nilai toleransi 0.005 untuk Slide 6.0, serta nilai toleransi 0.001 untuk Phase 2 v 6.0. Sama seperti sayatan-sayatan sebelumnya, pada sayatan ini juga longsoran yang terjadi adalah longsoran busur. Pada metode analisa kestabilan lereng sayatan D-D’ ini, salah satu metode yang digunakan yaitu Metode Morgenstern-Price. Metode ini adalah metode yang paling direkomendasikan untuk menghitung nilai faktor keamanan dari suatu lereng disposal, terutama yang bersifat jenuh. Dari hasil analisa yang dilakukan menggunakan aplikasi Slide v 6.0, Geostudio Slope/W 2012, dan Phase 2 v 6.0, didapatkan FK/SRF sebagai berikut :


82

No Sayatan 1

D-D’

BS

OF

MP

Ph2V.6

1.238 (SLV.6)

1.297 (SLV.6)

1.244 (SLV.6)

1.357

1.236 (GSW.2012) 1.284 (GSW.2012) Keterangan

Belum Aman

Belum Aman

1.243 (GSW.2012) Belum Aman

Belum Aman

Tabel 4.10 Nilai-Nilai FK/SRF untuk Lereng Disposal Suwota Sayatan D-D’

Gambar 4.30 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan D-D’ Metode Perhitungsan Bishop simplified

Gambar 4.31 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan D-D’ Metode Perhitungan Ordinary / Fellenius


83

Gambar 4.32 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan D-D’ Metode Perhitungan Morgenstern-Price

4.3.1.5 Analisa Kestabilan Lereng dari Disposal Design Planning Awal dan Akhir Dari analysis results yang dilakukan dengan menggunakan ketiga aplikasi yang telah disebutkan sebelumnya, didapatkan nilai FK/SRF sebagai berikut :

No

Disposal

BS

OF

MP

Ph2v.6

1.405 (SLV.6)

1.477 (SLV.6)

1.406 (SLV.6)

1.395

1.398(GSW.2012)

1.463

1.400

(GSW.2012)

(GSW.2012)

Design Planning 1

2

Awal

Akhir /

1.330 (SLV.6)

1.374 (SLV.6)

1.337 (SLV.6)

Regrading

1.327 (GSW.2012)

1.376

1.337

(GSW.2012)

(GSW.2012)

Belum Aman

Belum Aman

Keterangan

Belum Aman

0.530

Belum Aman

Tabel 4.11 Nilai Faktor Keamanan/SRF di Rencana Desain Disposal Suwota


84

Gambar 4.33 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Awal Disposal Suwota Metode Ordinary / Fellenius

Gambar 4.34 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Awal Disposal Suwota Metode Bishop Simplified


85

Gambar 4.35 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Awal Disposal Suwota Metode Morgenstern-Price

Gambar 4.36 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Akhir Disposal Suwota Metode Bishop Simplified


86

Gambar 4.37 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Akhir Disposal Suwota Metode Fellenius / Ordinary

Gambar 4.38 Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Rencana Desain Akhir Disposal Suwota Metode Morgenstern-Price

4.3.2

Hubungan Antara FK dan Jarak Horizontal pada Analisis Kestabilan

Lereng Pada contoh sampel yang diambil dari gambar grafik hubungan antara FK dan jarak horizontal (koordinat x) sayatan A-A’ metode Morgenstern-Price pada gambar 4.26 dan gambar grafik hubungan antara FK dan jarak horizontal (koordinat x) sayatan B-B’ metode Bishop simplified pada gambar 4.36 di bawah ini. Pada gambar 4.37, nilai FK naik setelah koordinat -/+ x = 40, artinya nilai FK


87

naik setelah sedikit melewati crest awal dari lereng tersebut. Pada gambar 4.27, nilai FK naik setelah koordinat -/+ x = 38.875, artinya nilai FK naik setelah melewati crest awal dari lereng tersebut.

Gambar 4.39 Hubungan antara Nilai Faktor Keamanan dan Jarak Horizontal pada Sayatan A-A’ Metode Morgenstern-Price

Gambar 4.40 Hubungan Antara Nilai Faktor Keamanan dan Jarak Horizontal pada Sayatan B-B’ Metode Bishop simplified

4.3.3

Hubungan serta Penerapan Ayat Al-Qur-aan tentang Kestabilan

Lereng dan Penanganannya Di dalam QS. An-Naml (27) ayat 88 terdapat kata “As-Sahaab” yang secara lafazh berarti menarik sesuatu dan memanjangkannya. Awan dinamakan “As-Sahaab” karena ia berjalan di udara dengan cepat dan saling tarikmenarik dengan awan dan lainnya. Bentuk jamaknya adalah suhub. Kata ini bisa digunakan dalam bentuk mudzakkar ataupun mu’annats.


88

Sungguh terlihat disini kesempurnaan tata bahasa dan kosakata yang terdapat dalam Al-Qur-aan. Dikatakan bahwa jalannya gunung sama seperti awan, padahal manusia melihat gunung tersebut seolah-olah diam. Hal ini dibuktikan oleh aplikasi kestabilan lereng Slide v 6.0 dan GeoStudio Slope/W 2012, dimana kedua aplikasi ini dapat memperlihatkan dengan jelas bidang gelincir dari longsoran. Jika dilihat dari kejadian longsor yang umum terjadi, longsor berlangsung sangat cepat dan menimbun dengan cepat apa yang ada di bagian lembah dari bukit ataupun gunung. Kebenaran ayat ini makin terungkap ketika aplikasi Phase2 v 6.0 dibuka. Di bagian akhir analisis, dapat di lihat proses deformasi material lereng, kontur, dan batas permukaan lereng. Ini membuktikan bahwa gunung memang bergerak, sangat relevan dan sesuai dengan apa yang telah disampaikan Allah di dalam Al-Qur-aan. Dan juga dipilih kata “Al-Jibaalu” yang merupakan bentuk jamak dari kata “Jabaal” daripada kata “Rawaasiya” yang juga merupakan bentuk jamak dari gunung karena kata “Jibaal” bermakna lebih luas daripada kata “Rawaasiya” (Jibaal juga bisa berarti dataran tinggi, bukit, puncak lereng). Potongan ayat selanjutnya, di dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Allah melakukannya dengan kekuasaan-Nya Yang Maha Besar yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Yaitu yang membuat semua ciptaan-Nya dengan serapi-rapinya dan membekalinya dengan kebijakan yang diperlukan oleh masingmasingnya. Yakni Dia Maha Mengetahui semua yang diperbuat oleh hambahamba-Nya amal baik dan amal buruk mereka, dan kelak Dia akan memberikan balasan amal perbuatan mereka itu dengan sempurna. Tafsiran di atas juga bisa berkaitan dengan penanganan lereng. Di kala proses reklamasi, para ahli lingkungan menanam pohon di disposal sesuai dengan pola dan jarak yang telah ditentukan, dan Allah menciptakan pohon tersebut dengan sempurna, rapi, teratur, dan berkesinambungan agar proses reklamasi dapat berjalan dengan lancar dan semestinya.


89

4.4

Hasil Penting Perbaikan Geometri Lereng Hasil penting yang pertama diberikan untuk sayatan C-C’ dan D-D’ yaitu

dengan mengubah slope angle menjadi 45 derajat, overall slope angle dirubah dari 24-26 derajat menjadi 27 derajat, namun tinggi lereng diturunkan dari sebelumnya 16.821-19.464 m menjadi 12 m, lebar berm 24 m, lebar bench 6 m, dan dibuat 3 bench. Pengujian dilakukan dengan memasukkan beban ADT sebesar 348 kN/ m2 yang di dapat dari data lapangan, dengan jarak dumping 8 m dari crest dan juga memasukkan beban Excavator sebesar 106.61 kN/m2 dengan posisi excavator berada di crest lereng. Dan didapatkan hasil : No

Pembebanan

BS

OF

MP

Ph2V.6

1

Dengan Alat

1.566 (SLV.6)

1.567 (SLV.6)

1.569 (SLV.6)

1.575

(ADT)

1.574

1.521 (GSW.2012)

1.536 (GSW.2012)

(GSW.2012) 2

Dengan Alat

1.765 (SLV.6)

1.791 (SLV.6)

1.762 (SLV.6)

(Excavator)

1.749

1.725 (GSW.2012)

1.716 (Geostudio

(GSW.2012) 3

Tanpa Alat

1.815

Slope/W 2016)

2.175 (SLV.6)

2.263 (SLV.6)

2.177 (SLV.6)

2.142

2.057 (GSW.2012)

2.157 (GSW.2012)

Aman

Aman

2.109


Aman

Aman

Tabel 4.12 Nilai FK/SRF pada Hasil Penting Pertama di Lereng Disposal Suwota


90

Gambar 4.41 Hasil Penting Pertama dari Geometri Lereng Disposal Suwota Skala 1:501.6

Hasil penting yang kedua diberikan untuk sayatan A-A’ dan B-B’ yaitu dengan mengubah slope angle menjadi 8 derajat untuk lereng pertama, 44 derajat untuk lereng kedua, 26 derajat untuk lereng ketiga, dan overall slope angle dirubah dari sebelumnya 27-29 derajat menjadi 15 derajat, tinggi lereng diturunkan dari 13.971-14.545 m menjadi 11.65 m, lebar berm diturunkan dari 22.358 m -27.509 m menjadi 12.511 m, dan dibuat 3 bench. Pengujian dilakukan dengan memasukkan beban ADT sebesar 348 kN/ m2 yang di dapat dari data lapangan, dengan jarak dumping 5 m dari crest dan juga memasukkan beban Excavator sebesar 106.61 kN/m2 dengan posisi excavator berada di crest lereng. Maka selanjutnya, didapatkan hasil-hasil sebagai berikut : :


91

No

Pembebanan

BS

OF

MP

Ph2V.6

1

Dengan Alat

1.725 (SLV.6)

1.621 (SLV.6)

1.731 (SLV.6)

1.711

(ADT)

1.558

1.512 (GSW.2012)

1.587 (GSW.2012)

(GSW.2012) 2

Dengan Alat

1.916 (SLV.6)

1.824 (SLV.6)

1.924 (Slide 6.0)

(Excavator)

1.798

1.693 (GSW.2012)

1.791 (GSW.2012)

2.097 (Slide 6.0)

2.052 (Slide 6.0)

2.100 (Slide 6.0)

2.152

2.104 (GSW.2012)

2.144 (GSW.2012)

Aman

Aman

1.999

(GSW.2012) 3

Tanpa Alat

2.187


Aman

Aman

Tabel 4.13 Nilai FK pada Hasil Penting Kedua di Lereng Disposal Suwota

Gambar 4.42 Hasil Penting Kedua dari Geometri Lereng Disposal Suwota Skala 1:300

Hasil penting yang ketiga diberikan untuk disposal design planning untuk Disposal Suwota yaitu dengan mengubah overall slope angle dirubah dari sebelumnya 27 derajat menjadi 16 derajat, tinggi lereng diturunkan dari 18 m menjadi 15 m, lebar berm dan lebar bench dinaikkan dari 2 m menjadi 7 m, dan dibuat 5 bench. Pengujian dilakukan dengan memasukkan beban ADT sebesar 348 kN/ m2 yang di dapat dari data lapangan, dengan jarak dumping 2 m dari crest


92

dan juga memasukkan beban Excavator sebesar 106.61 kN/m2 dengan posisi excavator berada di crest lereng. Maka selanjutnya, didapatkan hasil-hasil sebagai berikut : No

Pembebanan

BS

OF

MP

Ph2V.6

1

Dengan Alat

1.695 (SLV.6)

1.524 (SLV.6)

1.705 (SLV.6)

1.561

(ADT)

1.669 (GSW.2012)

1.511 (GSW.2012)

1.674 (GSW.2012)

Dengan Alat

1.992 (SLV.6)

1.875 (SLV.6)

1.997 (SLV.6)

(Excavator)

1.991 (GSW.2012)

1.900 (GSW.2012)

1.997 (GSW.2012)

Tanpa Alat

2.150 (SLV.6)

2.075 (SLV.6)

2.158 (SLV.6)

2.170 (GSW.2012)

2.118 (GSW.2012)

2.176 (GSW.2012)

Aman

Aman

Aman

2

3

Keterangan

1.922

1.942

Aman

Tabel 4.14 Nilai FK pada Hasil Penting Ketiga di Lereng Disposal Suwota

Gambar 4.43 Hasil Penting Ketiga dari Geometri Lereng Disposal Suwota Skala 1:500

Ringkasan dari ketiga hasil penting di atas dapat dilihat pada tabel berikut ini :


93

No Keterangan Hasil Penting

Lebar

Lebar Berm

Single

Single Slope

Berm

Setelah

Slope

Angle Setelah

Asal

Direkomendasi

Angle

Direkomendasi

(m)

(m)

Asal

(o)

(o) 1

A-A’

Kedua

27.509

12.511

60

26

2

B-B’

Kedua

22.358

12.511

64

26

3

C-C’

Pertama

18.786

24

48

45

4

D-D’

Pertama

17.421

24

49

45

5

Rencana

Ketiga

2

10

30

31

Ketiga

3

10

45

31

Desain Disposal Suwota Awal 6

Rencana Desain Disposal Suwota Akhir

Tabel 4.15 Beberapa Hasil Penting di Lereng Disposal Suwota bagian 1

Beban excavator lebih ringan daripada beban Articulated Dump Truck, sehingga excavator bisa digunakan untuk menimbun hingga ke crest lereng, namun penggunaan Articulated Dump Truck beserta dozer untuk mendorong material timbunan lebih sering digunakan dibanding menimbun dengan menggunakan excavator dikarenakan ini dapat meningkatkan produktivitas dari in-pit disposal itu sendiri, sehingga proses dumping dengan menggunakan excavator sangat jarang dilakukan, walaupun lebih kecil potensinya untuk longsor.


94

No Keterangan Hasil Penting

Tinggi

Tinggi Lereng

Overall

Overall Slope

Lereng

Keseluruhan

Slope

Angle Setelah

Keseluruhan

Setelah

Angle

Direkomendasi

Asal (m)

Direkomendasi

Asal

(o)

(m)

(o)

1

A-A’

Kedua

13.971

11.65

27

15

2

B-B’

Kedua

14.545

11.65

29

15

3

C-C’

Pertama

19.464

12*

24

27*

4

D-D’

Pertama

16.821

12*

26

27*

5

Rencana

Ketiga

18

15

27

16

Ketiga

18.44

15

29

16

Disposal Suwota Awal 6

Rencana Disposal Suwota Akhir

Tabel 4.16 Beberapa Hasil Penting di Lereng Disposal Suwota bagian 2 Ket : * : overall slope angle dinaikkan dari 24-26o menjadi 27o (nilai sudut slope sama dengan sudut slope asli pada sayatan A-A’, namun tinggi lereng diturunkan dari 16.821-19.464 m menjadi 12 m, sehingga dapat dicapai nilai FK / SRF > 1.50)

4.5

Ringkasan Nilai Asli FK dan Minimum Kelayakan FK Berdasarkan hasil analisis pada sub-bab 4.3, dapat disimpulkan bahwa

dibutuhkan tiga (3) rekomendasi untuk keempat sayatan waste dump Suwota dan dua design disposal planning Waste Dump Suwota. Dan diketahui, daya tampung maksimal disposal Suwota yaitu sebesar 689,026 m3 / 1,824,881.68 ton. Kondisi FK awal / asli sayatan A-A’, B-B’, C-C’, dan D-D’ adalah sebagai berikut :


95

No

Sayatan

Slope

BS

OF

MP

Ph2V.6

1.451 (SLV.6)

1.484 (SLV.6)

1.453 (SLV.6)

1.518

1.478 (GSW.2012)

1.532 (GSW.2012)

1.482 (GSW.2012)

1.413 (SLV.6)

1.477 (SLV.6)

1.415 (SLV.6)

1.413 (GSW.2012)

1.416 (GSW.2012)

1.416 (GSW.2012)

1.251 (SLV.6)

1.313 (SLV.6)

1.256 (SLV.6)

1.250 (GSW.2012)

1.320 (GSW.2012)

1.252 (GSW.2012)

1.238 (SLV.6)

1.297 (Slide 6.0)

1.244 (Slide 6.0)

1.236 (GSW.2012)

1.284 (GSW.2012)

1.243 (GSW.2012)

o

Asli ( ) 1

2

3

4

A-A’

B-B’

27

29

C-C’

24

D-D’

25

1.500

1.000

1.357

Tabel 4.17 Ringkasan Kondisi Awal / Asli FK / SRF untuk Sayatan A-A’ – D-D’

Nilai FK / srfterkritis berada pada kisaran range 1.000 (Ph2V.6) - 1.251 (BS – SLV 6.0) yang terdapat pada sayatan asli C-C’, sedangkan nilai FK terbaik berada pada kisaran range 1.518 (Ph2V.6) - 1.532 (GSW 2012) yang terdapat pada sayatan asli A-A’. Kondisi FK minimum / SRF minimum kelayakan untuk sayatan A-A’, BB’, C-C’ dan D-D’ adalah sebagai berikut : No

Sayatan

Slope

BS

OF

MP

Ph2V.6

1.725 (SLV.6)

1.621 (SLV.6)

1.731 (SLV.6)

1.711

1.558 (GSW.2012)

1.512 (GSW.2012)

1.587 (GSW.2012)

1.725 (SLV.6)

1.621 (SLV.6)

1.731 (SLV.6)

1.558 (GSW.2012)

1.512 (GSW.2012)

1.587 (GSW.2012)

1.566 (SLV.6)

1.567 (SLV.6)

1.569 (SLV.6)

1.574 (GSW.2012)

1.521 (GSW.2012)

1.536 (GSW.2012)

1.566 (SLV.6)

1.567 (SLV.6)

1.569 (SLV.6)

1.574 (GSW.2012)

1.521 (GSW.2012)

1.536 (GSW.2012)

o

Max ( ) 1

2

3

4

A-A’

15

B-B’

15

C-C’

27

*

27

*

D-D’

1.711

1.575

1.575

Tabel 4.18 Kondisi FK / SRF Minimum Kelayakan Sayatan A-A’ – D-D’ Ket : * : sudut kemiringan lereng maksimum dinaikkan dari 24-25o menjadi 27o (= slope asli pada sayatan A-A’), namun tinggi lereng diturunkan dari 16.821-19.464 m menjadi 12 m, sehingga dapat dicapai nilai FK / SRF > 1.50)


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1

Kesimpulan 1) Nilai Faktor Keamanan Disposal Suwota yang paling optimal melalui pendekatan yang handal adalah 1.511 (Fellenius Method), bisa merujuk kepada sub-bab 4.5. 2) Kondisi terkini dari disposal Suwota yaitu disposal sudah mencapai volume optimum (689,026 m3 / 1,824,881.68 ton) dan sudah tertata dengan baik namun butuh penataan disposal lebih lanjut agar nantinya disposal dapat berfungsi lebih optimal lagi. Beberapa dari bagian atas disposal sudah ditanami pohon sengon. 3) Faktor-faktor dominan yang memengaruhi tingkat kestabilan lereng di rencana lokasi disposal Suwota PT. ANTAM Tbk. UBPN Maluku Utara yaitu kondisi loose material, kondisi air tanah dan bawah tanah, kemiringan lereng, tinggi lereng, dan sifat fisik serta mekanik dari material timbunan. 4) Desain tambang optimal dengan kondisi lereng terkini dapat mengikuti hasil penting geometri lereng pada sub-bab 4.4. 5) Cara untuk meminimalisir resiko yang mungkin ada dan sekaligus untuk meningkatkan nilai FK adalah dengan menurunkan overall slope angle dan juga single slope angle, mengurangi tinggi lereng, memperpendek lebar bench dan lebar berm, serta membuat lereng disposal

dengan

metode

benching

berjenjang

seperti

terasering/sengkedan dengan jumlah bench sebanyak 3-5 bench. 6) Aplikasi Phase2 v 6.0, Slide v 6.0, dan GeoStudio Slope/W 2012 yang memperlihatkan pergerakan material lereng, serta pertumbuhan tanaman yang teratur dan tertata rapi tatkala proses reklamasi 96


97

merupakan penerapan nyata dari QS. An-Naml (27) ayat 88 dan juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan analisis kestabilan lereng, baik secara tersirat, ataupun tersurat. 5.2

Saran 1. Membuat benching pada disposal dan membuat overall slope angle <28 derajat. 2. Melanjutkan dan memperbanyak tanaman sengon dan tanaman yang cepat tumbuh dan cocok di perbukitan yang berudara panas seperti tanaman sengon, matoa, atau gamal agar nantinya disposal tidak mudah longsor serta menekan angka infiltrasi air yang masuk ke tubuh lereng dan ke dalam tanah. 3. Memperluas volume settling pond yang ada dengan memperhatikan aspek geoteknik pertambangan dan hidrogeologi pertambangan agar debit dan volume air yang masuk ke front maupun disposal semakin berkurang. 4. Mengecek kondisi disposal Suwota secara berkala, guna memastikan disposal dalam keadaan aman dan terkendali. 5. Membuat rekomendasi lereng dengan tinggi lereng tidak lebih dari 12 m dan single slope angle tidak lebih dari 45 derajat.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur-aanul Kariim dan Terjemahannya. Via Aplikasi MyQuran on Android. Sabdono, Agus Sabar. 2017. Analisis Kestabilan Lereng Pit 7 West B Tambang Batubara PT. BUMA Blok Tambang Binungan, Berau, Maluku Utara. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro : Semarang. Arif, Irwandy. 2016. Geoteknik Tambang : Mewujudkan Produksi Tambang yang Berkelanjutan dengan Menjaga Kestabilan Lereng. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Manik, Jimmy Ginting. 2007. Aplikasi Klasifikasi Massa Batuan dalam Analisis Kemantapan Lereng G-6/PB-8 South Grasberg Open Pit Mine Menggunakan Data Kekar dari Kegiatan Core Orienting. Tugas Akhir. Tidak diterbitkan. Institut Teknologi Bandung : Bandung. Ramadhanty, Febby Valentine. Optimalisasi Produksi Tambang Batubara Produksi Tambang Batubara dengan Produksi Tambang Batubara dengan Metode Blending Menggunakan Program Linier. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi. Universitas Trisakti : Jakarta. Azmi, Muhammad. et. al. 2016. “Analisis Kestabilan Lereng Desain Disposal XYZ Tahun 2016 di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan”. Jurnal Himasapta. Nomor 2. Hal. 35-40 Sudiro, Otmilda Hapsari. 2017. Application of Hierarchical Clustering Ordered Partitioning and Collapsing Hybrid in Avian Influenza Virus Phylogenetic Analysis. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : Tangerang Selatan. Hirnawan, R.F. 1998. Mekanika Tanah, Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Geologi FMIPA-UNPAD. Tidak diterbitkan. 68 hal.

98


99

Rai, Made Astawa. 1987. Terowongan. Laboratorium Geoteknik Pusat Antara Universitas – Ilmu Rekayasa Institut Teknologi Bandung : Bandung. Zulqahfi, 2015. Pengaruh Geometri dan Kualitas Terhadap Metode Coal Getting Seam R Pit West Blok Tambang Lati PT. Berau Coal Desa Sembakungan Kecamatan Gunungtabur Kabupaten Berau Maluku Utara. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia : Makassar. Apandi, T. D. Sudana. 1995. “Peta Geologi Lembar Ternate Maluku Utara.” https://www.amuzigi.com/2015/11/peta-geologi-regional-lembar-malukuhalmahera.html?m=1 diakses pada 22 September 2018 pukul 09:51 WIB. Hidayat, Nuzul. 2017. ANALISIS PENENTUAN BATAS DUMPING DAN ELEVASI TIMBUNAN TERHADAP KESTABILAN LERENG DISPOSAL PADA PT. VALE INDONESIA TBK. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknik. Universitas Hasanuddin : Makassar. Zulfiadi, Zakaria. 2009. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Universitas Padjadjaran. Sumedang. Isjudarto, A. 2013. “Pengaruh Morfologi Lokal Terhadap Pembentukan Nikel Laterit”. Seminar Nasional ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi. Hal. 10-12 Zabier. M.Z. 2017. Materi Kuliah Geoteknik Pertambangan. UIN Syarif Hidayatullah : Tangerang Selatan. Zabier. M.Z. 2016. Materi Kuliah Mekanika Tanah. UIN Syarif Hidayatullah : Tangerang Selatan. Anonim. t.th. Studi Geoteknik dan Hidrogeologi Penambangan Bijih Nikel PT. ANEKA TAMBANG, TANJUNG BULI, MALUKU UTARA. PT. LAPI ITB : Bandung


100

S., Patar Marlundu. 2017. Presentation Quality Control Process PT ANTAM UBPN Maluku Utara. PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara : Halmahera Timur. Anonim. 2015. Pedoman Penulisan Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah : Tangerang Selatan. Hardiyatmo,

1992.

“Tabel

Berat

Jenis

Tanah.”

https://www.ilmutekniksipil.com/perkerasan-jalan-raya/pengujian-sifatfisik-tanah/attachment/pengujian-sifat-fisik-tanah1

diakses

pada

7

November 2018 pukul 20:24 WIB. Strada, Adio. t.th. “Metode-Metode dalam Analisis Kestabilan Lereng.” https://www.academia.edu/30439834/Analisis_Kestabilan_Lereng diakses pada 21 Januari 2019 pukul 19:32 WIB. Anonim. 2017. Modul Praktikum Geoteknik UIN Syarif Hidayatullah 2017. Institut Teknologi Bandung : Bandung. Anonim.

2013.

“Modulus

Young

Beberapa

Jenis

Bahan.”

fisikazone.com/tegangan-regangan-dan-modulus-elastisitas/modulusyoung-beberapa-jenis-bahan/ diakses pada 21 januari 2019 pukul 20:42 WIB. Anonim.

t.th.

“Penurunan

Pondasi

Dangkal.”

https://slideplayer.info/slide/13929190/ . Diakses pada 21 Januari 2019 pukul 22:43 WIB. Zabier. M.Z. 2019. Range Nilai Tensile Strength – Clayey Soils. UIN Syarif Hidayatullah : Tangerang Selatan. Zabier. M.Z. 2019. Beberapa Contoh Tampilan Penting Pemodelan. UIN Syarif Hidayatullah : Tangerang Selatan. Takwin, Gideon Allan. et. al. 2017. “Analisa Kestabilan Lereng Metode Morgenstern-Price (Studi Kasus : Diamond Hill Citraland).” Tekno. Vol 15. Hal 68-69.


101

Usop, Iriawansony . t.th. “Analisa Kestabilan Lereng Menurut Beberapa Ahli.” https://www.academia.edu/4814212/ANALISA_METODE_KELONGSO RAN_MENURUT_BEBERAPA_AHLI

diakses pada 6 Februari 2019

pukul 17:13 WIB. Tobing, Recky F.L. 2014. Rancangan Push Back 3 Bulan di Front Suwota Site Tanjung Buli PT Aneka Tambang UBP Nikel Maluku Utara Kabupaten Halmahera Timur Maluku Utara. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Teknologi Mineral. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta : Yogyakarta. Pangemanan, V.G.M. et. al. 2014. “Analisa Kestabilan Lereng Metode Fellenius (Studi Kasus : Kawasan Citraland).” Tekno. Vol 2 No 1. Hal 41-42. Anonim. 2017. Modul Analisa Stabilitas Bendungan : Perhitungan Stabilitas Lereng, Pelatihan Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar. Kementrian PUPR Badan Pengembangan SDM Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi : Bandung. Anonim. 2019. “QS. An Naml (Semut) – surah 27 ayat 88 [QS. 27:88].” https://risalahmuslim.id/quran/an-naml/27-88/ diakses pada 22 Februari 2019 pukul 08:36 WIB. Permana, Giwa Wibawa. et. al. 2016. “Analisa Stabilitas Lereng dan Penanganan Longsoran Menggunakan Metode Elemen Hingga Plaxis V.8.2 (Studi Kasus : Ruas Jalan Liwa – Simpang Gunung Kemala STA.263+650).” Jurnal Rekayasa. Vol. 20 No. 2 Hal 233-234. Murthy, V.N.S. 2002. Geotechnical Engineering: Principles and Practices of Soil Mechanics and Foundation Engineering. CRC Press : Florida. Turdjaja, Djaja, et. al. 2011. Buku 2 : Bidang Mineral : Penelitian Batuan Ultrabasa di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. PSDG Geologi ESDM : Bandung. Anonim, 2005. Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-09-2005-B. Departemen PU : Jakarta.


102

Rahman, Wahyu. Herman. t.th. “Bahan Ajar – Mekanika Tanah II.” https://www.academia.edu/7074811/Bahan_Ajar_Mekanika_Tanah_II_Per temuan_II_and_III . Diakses pada 05 Maret 2019 pukul 13.09 WIB. Asnawi,

Ansyarullah.

t.th.

“Genesa

Endapan

Nikel

Laterit”.

https://www.academia.edu/37110758/GENESA_ENDAPAN_NIKEL_LA TERIT . Diakses pada 05 Maret 2019 pukul 17.13 WIB. Anonim, 2019. “Anugerah Luar Biasa dari Keberadaan Gunung Gamalama”. https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/anugerah-luarbiasa-dari-keberadaan-gunung-gamalama . Diakses pada 22 Maret 2019 pukul 15.55 WIB. Komatsu

Handbook.

2018.

“PC200-8

PC200LC-8

–

Komatsu

Ltd.”

http://www.komatsu.com/ce/products/pdfs/PC200_200LC-8_CEN0004910.pdf. Diakses pada 23 Maret 2019 pukul 18.46 WIB. Anonim. 2015. “Sebutkan 35 simbol-simbol fisika beserta namanya?” https://brainly.co.id/tugas/2930941 . Diakses pada 01 April 2019 pukul 15.15 WIB. Mau, Jefrianus. et. al. t.th. “Studi Penentuan Faktor Keamanan Stabilitas Lereng Menggunakan Metode Fellenius dan Bishop pada Dinding Penahan Batu Kali di Jl. Raya Beji Puskesmas Kota Batu.” Jurnal Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Hal 4.


LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta Geologi Site Tanjung Buli Skala 1:10000

103


104

Penjelasan Geologi di Lokasi Penelitian dan Sekitarnya (berdasarkan Geologi Regional Halmahera Timur dan Geologi Lokal Suwota)

1. Serpentinit (

): Merupakan bagian dari peridotit dan termasuk ke dalam

satuan batuan beku ultrabasa. Merupakan salah satu mineral penyebab terbentuknya nikel laterit. Satuan batuan ini hubungannya dengan satuan yang lebih muda berupa bidang ketidakselarasan atau bidang sesar naik. 2. Peridotit (

): satuan batuan ultrabasa dengan susunan: Mineral Serpentinit,

Olivin dan Piroksen berbutir sedang sampai kasar, pada susunan mineral tersebut diperkirakan terkandung unsur Nikel, silikat Besi, dan Magnesium. Merupakan formasi tertua di Halmahera Timur. 3. Gabbro (

) : Satuan Batuan Beku Basa ; terdiri dari Gabbro Piroksen,

Gabbro Hornblende dan Gabbro Olivin. Tersingkap di dalam batuan Ultrabasa. Berumur lebih muda daripada Batuan Beku Ultrabasa. Berwarna kelabu muda, berkristal kasar, pejal sebagian terbreksikan. 4. Alluvial (

): Terdiri dari lempung, lanau, pasir, dan kerikil. Berusia cukup

mud ajika dibanding dengan batuan beku yang terdapat di Tanjung Buli. 5. Dunit (

): Termasuk dari batuan ultrabasa. Biasa berasosiasi dengan Olivine

jika ditemukan di lapangan. Hal ini dibuktikan dengan warnanya yang kehijauan. 6. Laterit (

): terjadi akibat pelapukan batuan ultrabasa membentuk lapisan

laterit yang menghasilkan residual serta pengkayaan Nikel yang tidak mudah larut dan membentuk endapan Nikel dan Magnesium (MgO) dalam bentuk mineral Garnierit (Ni, Mg)Si2O5(OH)4 pada lapisan saprolit dan terbentuk pula mineral Hematit (Fe2O3) pada lapisan Limonit. 7. Diorit (

) : Diorit outih keabuan, porfiritik, fenokris amfibol (yang) terletak

di dalam masa dasar mikrolit plagioklas. Mikrodiorit kelabu muda mengandung sedikit mineral amfibol.

NB : Data bor tidak diberikan oleh ANTAM


105

Lampiran 2

Hasil Pengujian Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan Metode Lab yang dipakai : Uji Triaxial (Biro Quality Control, 2018)


106

Lampiran 3 Peta Topografi Akhir Waste Dump Suwota Skala 1:13000 (Wilayah yang Diarsir dengan Warna Kuning merupakan Wilayah Waste Dump Suwota)

Peta Topografi Akhir Waste Dump Suwota dengan Sayatannya. Elevasi waste dump berada di antara 210 - 220 mdpl. (Slope Sayatan A-A’ 27o, B-B’ 29o, C-C’ 24o, D-D’ 25o)


107

Lampiran 4 Ringkasan Analisis Kestabilan Lereng dengan Software


108

Lampiran 5 Peta Kontur Aktual Waste Dump Suwota September 2018 Skala 1:1000 (Wilayah yang Diarsir dengan Warna Kuning merupakan Wilayah Waste Dump Suwota)

(Slope Sayatan A-A’ 27o, B-B’ 29o, C-C’ 24o, D-D’ 25o)


109

Lampiran 6 Standar Regrading PT ANTAM Tbk UBPN Maluku Utara untuk Disposal *

* : Mengacu kepada Regulasi dari Pemerintah (Eko Aditya, 2018) dan juga Perusahaan


110

Lampiran 7 Data Tegangan Pori, Tegangan Geser, dan Koordinat Sayatan

Metode Lab yang dipakai : Uji Triaxial (Biro Quality Control, 2018) Satuan Tegangan Air Pori dan Kuat Geser : KPa


111

Lampiran 8 Langkah-langkah

Utama

Menganalisis

Kestabilan

Lereng

dengan

Menggunakan Slide 6.0 Rocscience

1. Buka Slide 6.0

2. Kemudian pilih Add External Boundary

3. Kemudian, buatlah boundary yang diinginkan. Jika dalam berbentuk point ataupun koordinat, ketik ‘t”, lalu kemudian ‘Enter’ di kolom kanan bawah.


112

4. Masukkan koordinat yang telah didapat dari file .str di Excel, ataupun yang di dapat dari hasil pemetaan ataupun pemodelan secara langsung, lalu klik OK.

5. Tutup boundary dengan menyambungkan seluruh point yang telah di input sebelumnya. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

113

6. Jika boundary lereng diimpor dari file yang berformat .dxf, klik ‘File’ -> ‘Import’ -> ‘Import DXF’

7. Isi menu yang ada seperti gambar di bawah ini, lalu ‘Import’


114

8. Pilih file .dxf yang akan diimpor, lalu klik ‘Open’

9. Jika materialnya jenuh, atau sebagian jenuh, langkah selanjutnya yaitu pilih Boundaries, kemudian pilih “Add Water Table”.


115

10. Jika material nya jenuh, sambungkan garis water table di garis penampang bagian atas dari boundary, dari point paling kanan hingga paling kiri, ataupun sebaliknya, tergantung dari failure direction nya. Jika sebagian jenuh, buatlah garis water table sesuai dengan keadaan muka air tanah dan kondisi hidrogeologi yang ada. Lalu akan muncul “Assign Water Table to Materials”. Lalu seleksi material apa saja yang akan terpengaruh oleh air tanah. Lalu klik OK.

11. Jika material lebih dari 1, atau material sama namun memiliki material properties ataupun hydraulics material properties yang berbeda, itu artinya harus ada pemisah antara lapisan yang satu dengan yang lainnya. Klik ‘Boundaries’ -> ‘Add Material Boundary’, lalu gambar batasan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

116

perlapisan material pada lereng. Selanjutnya, klik kanan pada lereng, klik ‘Assign Materials’ -> ‘Material 2’. Di dalam penelitian ini langkah no 11 ini tidak perlu dilakukan karena hanya ada 1 layer.

12. Kemudian, klik kanan di boundary yang sudah di buat, pilih “Material Properties.”


117

13. Pilih Strength Type yang ingin dipakai untuk analisis kestabilan lereng. Jika menggunakan Mohr-Coulomb, diisi berat isi kering (unsaturated U.W.), berat basah (saturated U.W.), kohesi (cohesion), dan sudut geser dalam (Phi). Isi nama material dengan mengisi pada kolom “Name”. Pilih warna boundary dengan mengklik “Colour”. Setel pengaturan Water Surface pada posisi ‘Water Table’, lalu isi angka Hu ‘1’ dengan setelan ‘Custom’. Jika perlapisan material lebih dari 1, klik ‘Material 2’, ‘Material 3’, dan seterusnya dan lakukan langkah yang sama. Setelah semua pengaturan selesai, klik OK.


118

14. Pilih “Analysis” -> “Project Settings”

15. Atur Pengaturan Umum di menu “General”. Jika arah longsoran adalah dari kanan ke kiri, pilih ‘Right to Left’,. Jika arah longsoran adalah dari kiri ke kanan, pilih ‘Left to Right’.


119

16. Pilih metode irisan apa yang ingin digunakan. Untuk analisa kestabilan lereng disposal, biasa digunakan Bishop simplified, Ordinary/Fellenius, dan Morgenstern-Price. Centang kotak kosong pada ketiga metode tersebut dan untuk interslice force function, pilih half-sine.

17. Pada menu ‘Groundwater’, pilih metode groundwater yang ingin dipakai. Pilih “Water Surfaces” atau ‘Ru coefficient”. Pada penelitian ini digunakan metode “Water Surfaces”. Pengaturan menu transient, statistics, random numbers, design standard, advanced, dan project summary biarkan apa adanya dengan default settings yang sudah teratur. Setelah semua pengaturan selesai, klik ‘OK’.


120

18. Kemudian, pilih “Surfaces” -> ‘Auto Grid”

19. Isi kedua kolom di bawah ini dengan angka “20”, maksudnya grid di atur dalam ukuran 20 x 20, lalu klik OK.


121

20. Atur “Surface Limits” untuk menentukan bidang gelincir longsoran dari lereng, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

21. Jika ingin menentukan bidang gelincir atau bidang longsor secara lebih spesifik lagi, klik kotak kosong di samping kiri “second set of limits”, lalu klik OK.


122

22. Zoom in di layer Slide 6.0, lalu klik kanan pada lambing limit (segitiga ke kiri atau ke kanan), pilih “Move Limits”, lalu geser ke titik di mana berpotensi terjadi longsoran.


123

23. Pilih “Surface” -> “Surface Options”, pilih “Circular” jika longsoran nya adalah longsoran busur, dan pilih “Non-Circular” jika longsorannya adalah selain longsoran busur, lalu klik OK.

24. Jika ingin memasukkan pembebanan alat ataupun beban alat dari luar, klik ‘Add Distributed Load’


124

25. Isikan beban alat pada menu ‘Magnitude”, dan atur orientasi menjadi “Normal to Boundary”, dan distribution parameters nya “Constant”, lalu klik “OK”.

26. Klik poin pertama dan kedua dari pembebanan alat secara berturut-turut.


125

27. Pilih “Analysis” -> “Compute”. Jika ada question untuk mengesave perubahan, klik ‘Yes’ saja, seperti contoh di bawah ini.


126

28. Simpan di direktori yang diinginkan, jangan lupa untuk menyimpan rancangan pekerjaan dalam bentuk file .sli, agar nantinya bisa di impor ke Phase 2 untuk pekerjaan selanjutnya, lalu klik “Save”

29. Lalu, software akan menghitung nilai FK untuk rancangan lereng yang baru saja dibuat. Setelah selesai, maka akan tampil nilai FK seperti pada gambar di bawah ini.


127

30. Setelah itu, pilih ‘Analysis’ -> ‘Interpret’.

31. Lalu, akan keluar nilai FK dari lereng yang baru dibuat. Proses pemodelan selesai.

Untuk

meliat

nilai

FK

dari

metode

lain,

klik

. Untuk mengetahui sudut dan dimensi lereng, cari gambar

. Yang paling kiri untuk mengetahui sudut

lereng, yang kedua untuk mengetahui panjang diagonal, yang ketiga untuk mengetahui panjang dalam dimensi x, dan yang keempat untuk mengetahui tinggi.


128


129

Lampiran 9 Langkah-langkah

Utama

Menganalisis

Kestabilan

Lereng

dengan

Menggunakan Phase 2 v 6.0 1. Buka Phase 2 6.0. Pilih File -> Import -> Import Slide -> pilih file yang ingin diimpor (missal Rekomendasi 2.sli) -> Open , untuk mengimpor penampang lereng dari Slide 6.0. Jika ingin mengimpor dari file .dxf, maka klik Import DXF.


130

2. Apabila ingin mengimpor dari file DXF, centang semua opsi berikut, lalu klik ‘Import’.

3. Lalu, pilih file .dxf yang akan diimpor. Klik ‘Open’ jika telah memilih file.


131

4. Jika memilih mengimpor dari Slide 6.0, setelah memilih file yang akan diimpor, akan muncul menu pengaturan impor dari file Slide seperti di bawah ini. Klik centang pada kolom ‘Turn on Strength Redcution Analysis’ agar nilai SRF dapat otomatis dihitung oleh software. Klik “OK” tanpa merubah apapun dari sub-menu ‘Finite Element Mesh’.


132

5. Klik kanan pada boundary, pilih “Material Properties”.

6. Akan muncul menu ‘Define Material Properties”. Untuk memilih warna boundary, pilih “Material Colour”. Untuk mengatur kriteria keruntuhan, pilih ‘failure criterion”. Lalu, pastikan ketiga elemen berikut terisi dengan tepat : 1) Initial Element Loading -> Field Stress & Body Force , 2) Elastic Type : Isotropic, 3) Material Type -> Plastic (karena clay memang bersifat


133

plastis). Lalu, isi berat isi basah di kolom “unit weight”. Isi kuat tarik di kolom “tensile strength”. Isi sudut geser dalam di “Fric. Angle (peak) (deg)” dan “Fric. Angle (resid) (deg).”. Isi kohesi di menu cohesion. Lalu, klik OK.

7. Pilih ‘Mesh’ -> ‘Mesh Setup’.


134

8. Lalu, atur tipe mesh, jumlah element dari mesh nya, dan juga bentuk mesh seperti gambar di bawah ini. Gunakan mesh type ‘Uniform’, Element Type ‘3 Noded Triangles’, dan ‘Approximate Number of Mesh Elements’-> diisi saja dengan angka ‘150’. Lalu, klik ‘Discretize’ -> ‘Mesh’ -> ‘OK’.

9. Pindahkan “Piezometric Line” sedikit ke atas dengan mengklik kanan pada “Piezometric Line” lalu pilih “Move Boundary”. Kemudian, tahan klik mouse sebelah kiri, lalu geser ke atas.


135

10. Ubah restrain di external boundary dengan pengaturan sebagai berikut : -

Free restraint untuk bagian atas

-

Restrain Y untuk bagian bawah

-

Restrain X untuk bagian samping

-

Restrain X & Y untuk sudut ujung kanan atas, kiri atas, kiri bawah, dan kanan bawah.

Caranya : klik kanan pada external boundary, lalu pilih jenis restrain yang dibutuhkan. Setelah pengaturan restrain selesai, kembalikan piezometric line ke tempat semula, dengan cara klik kanan pada piezometric line, lalu kembalikan sesuai titik asalnya.


136

11. Pilih “Analysis” -> ‘Compute”


137

12. Pilih “Yes” ketika ada pertanyaan seperti pada gambar di bawah ini.

13. Simpan hasil permodelan di direktori yang diinginkan, klik ‘Save’. File bisa

disimpan

dalam

format

.fea

ataupun

.fez,

namun

lebih

direkomendasikan untuk disimpan dalam format .fea.

14. Proses perhitungan nilai SRF akan berjalan, seperti pada gambar di bawah ini. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

138

15. Setelah proses perhitungan selesai, pilih ‘Analysis’ -> ‘Interpret’

16. Akan muncul hasil interpretasi dari analisis seperti berikut :


139

17. Klik ke empat icon berikut :

(berturut-turut dari kiri ke

kanan : Display Deformation Vectors, Display Deformed Boundaries, Display Deformation Countours,dan Display Deformed Mesh) untuk mengetahui deformasi dari vector, boundary, kontur, dan mesh dari lereng.


140

Lampiran 10 Literatur Modulus Young dan Poisson Ratio untuk Penelitian Tugas Akhir


141


142

Lampiran 11 Hasil Pemodelan dan Analisis Kestabilan Lereng dengan Aplikasi Phase 2 v 6.0 (Finite Element Method)

Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan A-A’ (Critical SRF 1.518)

Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan B-B’ (Critical SRF 1.5)


143

Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan C-C’ (Critical SRF 1)

Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan D-D’ (Critical SRF 1.357)

Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan pada Rencana Awal Desain Disposal Suwota (Critical SRF 1.395)


144

Interpretasi Analisis Kestabilan Lereng Sayatan pada Rencana Akhir Desain Disposal Suwota (Critical SRF 0.530)

Rekomendasi untuk Sayatan C-C’ dan D-D’ ketika tidak dibebani alat (Critical SRF 2.109)

Rekomendasi untuk Sayatan C-C’ dan D-D’ ketika dibebani ADT 348 kN/m2 8 m dari crest lereng (Critical SRF 1.575)


145

Rekomendasi untuk Sayatan C-C’ dan D-D’ ketika dibebani excavator di crest lereng dengan beban 106.61 kN/m2 (Critical SRF 1.718)

Rekomendasi untuk Sayatan A-A’ dan B-B’ ketika dibebani ADT 348 kN/m2 5 m dari crest lereng (Critical SRF)

Rekomendasi untuk Sayatan A-A’ dan B-B’ ketika dibebani excavator di crest lereng dengan beban 106.61 kN/m2 (Critical SRF 1.999)


146

Rekomendasi untuk Sayatan A-A’ dan B-B’ ketika tidak dibebani alat (Critical SRF 2.187)

Rekomendasi untuk Rencana (Awal dan Akhir) Disposal Suwota ketika tidak dibebani alat (Critical SRF 1.942)

Rekomendasi untuk Rencana (Awal dan Akhir) Disposal Suwota ketika dibebani excavator di crest lereng dengan beban 106.61 kN/m2 (Critical SRF 1.922)


147

Rekomendasi untuk Rencana (Awal dan Akhir) Disposal Suwota ketika dibebani ADT 348 kN/m2 2 m dari crest lereng (Critical SRF 1.561)


148

Lampiran 12 Hubungan antara Nilai Faktor Keamanan dan Jarak Horizontal berdasarkan Hasil Modelling dengan Aplikasi Slide v 6.0

Sayatan A-A’ (Morgenstern-Price)

Sayatan B-B’ (Morgenstern-Price)

Sayatan C-C’ (Morgenstern-Price)


149

Sayatan D-D’ (Morgenstern-Price)

Desain Rencana Awal Disposal Suwota (Bishop simplified)

Desain Rencana Akhir Disposal Suwota (Bishop simplified)


150

Desain Rencana Awal Disposal Suwota (Morgenstern-Price)

Desain Rencana Akhir Disposal Suwota (Morgenstern-Price)

Kolerasi untuk Rekomendasi Lereng Sayatan C-C’ dan D-D’ dengan kondisi tanpa pembebanan alat (Morgenstern-Price)


151

Kolerasi untuk Rekomendasi Lereng Sayatan C-C’ dan D-D’ dengan kondisi dibebani ADT dengan beban 348 kN/m2 dengan jarak 8 m dari crest lereng (Morgenstern-Price)

Kolerasi untuk Rekomendasi Lereng Sayatan C-C’ dan D-D’ dengan kondisi dibebani excavator dengan beban 106.61 kN/m2 di crest lereng (MorgensternPrice)


152

Kolerasi untuk Rekomendasi Lereng Sayatan A-A’ dan B-B’ dengan kondisi tanpa pembebanan alat (Morgenstern-Price)

Kolerasi untuk Rekomendasi Lereng Sayatan A-A’ dan B-B’ dengan kondisi dibebani ADT dengan beban 348 kN/m2 dengan jarak 5 m dari crest lereng (Morgenstern-Price)

Kolerasi untuk Rekomendasi Lereng Sayatan A-A’ dan B-B’ dengan kondisi dibebani excavator dengan beban 106.61 kN/m2 di crest lereng (MorgensternPrice)


153

Kolerasi untuk Rekomendasi Rencana (Awal dan Akhir) Disposal Suwota dengan kondisi tanpa pembebanan alat (Morgenstern-Price)

Kolerasi untuk Rekomendasi Rencana (Awal dan Akhir) Disposal Suwota dengan kondisi dibebani ADT dengan beban 348 kN/m2 dengan jarak 2 m dari crest lereng (Morgenstern-Price)

Kolerasi untuk Rekomendasi Rencana (Awal dan Akhir) Disposal Suwota dengan kondisi dibebani excavator dengan beban 106.61 kN/m2 di crest lereng (Morgenstern-Price) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

154

Lampiran 13 Hasil modelling dengan aplikasi Geostudio Slope/W 2012

A-A’ Morgenstern – Price

A-A’ Bishop simplified


155

A-A’ Fellenius

B-B’ Bishop simplified

B-B’ Fellenius


156

B-B’ Morgenstern-Price


157

C-C’ Morgenstern-Price

C-C’ Bishop simplified

C-C’ Fellenius


158

D-D’ Morgenstern-Price

D-D’ Fellenius


159

D-D’ Bishop simplified

Rencana Awal Disposal Suwota, Morgenstern-Price


160

Rencana Awal Disposal Suwota, Fellenius

Rencana Awal Disposal Suwota, Bishop simplified


161

Rencana Akhir Disposal Suwota, Morgenstern-Price

Rencana Akhir Disposal Suwota, Fellenius

Rencana Akhir Disposal Suwota, Bishop simplified


162

Rekomendasi 1 (untuk sayatan C-C’ dan D-D’) dengan kondisi tanpa pembebanan alat, Morgenstern-Price

Rekomendasi 1 (untuk sayatan C-C’ dan D-D’) dengan kondisi tanpa pembebanan alat, Fellenius


163

Rekomendasi 1 (untuk sayatan C-C’ dan D-D’) dengan kondisi tanpa pembebanan alat, Bishop simplified


164

Rekomendasi 1 (untuk Sayatan C-C’ dan D-D’) ketika dibebani ADT 348 kN/m2 8 m dari crest lereng, Morgenstern-Price

Rekomendasi 1 (untuk Sayatan C-C’ dan D-D’) ketika dibebani ADT 348 kN/m2 8 m dari crest lereng, Bishop simplified

Rekomendasi 1 (untuk Sayatan C-C’ dan D-D’) ketika dibebani ADT 348 kN/m2 8 m dari crest lereng, Fellenius


165

Rekomendasi 1 (untuk Sayatan C-C’ dan D-D’) ketika dibebani Exca 106.61 kN/m2 di crest lereng, Morgenstern-Price


166

Rekomendasi 1 (untuk Sayatan C-C’ dan D-D’) ketika dibebani Exca 106.61 kN/m2 di crest lereng, Fellenius

Rekomendasi 1 (untuk Sayatan C-C’ dan D-D’) ketika dibebani Exca 106.61kN/m2 di crest lereng, Bishop simplified


167

Rekomendasi 2 (untuk sayatan A-A’ dan B-B’) dengan kondisi tanpa pembebanan alat, Morgenstern-Price

Rekomendasi 2 (untuk sayatan A-A’ dan B-B’) dengan kondisi tanpa pembebanan alat, Fellenius


168

Rekomendasi 2 (untuk sayatan A-A’ dan B-B’) dengan kondisi tanpa pembebanan alat, Bishop simplified

Rekomendasi 2 (untuk Sayatan A-A’ dan B-B’) ketika dibebani ADT 348 kN/m2 5 m dari crest lereng, Morgenstern-Price


169

Rekomendasi 2 (untuk Sayatan A-A’ dan B-B’) ketika dibebani ADT 348 kN/m2 5 m dari crest lereng, Bishop simplified

Rekomendasi 2 (untuk Sayatan A-A’ dan B-B’) ketika dibebani ADT 348 kN/m2 5 m dari crest lereng, Fellenius

Rekomendasi 2 (untuk Sayatan A-A’ dan B-B’) ketika dibebani Exca 106.61kN/m2 di crest lereng, Bishop simplified


170

Rekomendasi 2 (untuk Sayatan A-A’ dan B-B’) ketika dibebani Exca 106.61kN/m2 di crest lereng, Morgenstern-Price

Rekomendasi 2 (untuk Sayatan A-A’ dan B-B’) ketika dibebani Exca 106.61kN/m2 di crest lereng, Fellenius


171

Rekomendasi 3 (untuk rencana disposal Suwota) dengan kondisi tanpa pembebanan alat, Morgenstern-Price

Rekomendasi 3 (untuk rencana disposal Suwota) dengan kondisi tanpa pembebanan alat, Fellenius


172

Rekomendasi 3 (untuk rencana disposal Suwota) dengan kondisi tanpa pembebanan alat, Bishop simplified


173

Rekomendasi 3 (untuk rencana disposal Suwota) ketika dibebani ADT 348 kN/m2 2 m dari crest lereng, Morgenstern-Price

Rekomendasi 3 (untuk rencana disposal Suwota) ketika dibebani ADT 348 kN/m2 2 m dari crest lereng, Bishop simplified


174

Rekomendasi 3 (untuk rencana disposal Suwota) ketika dibebani ADT 348 kN/m2 2 m dari crest lereng, Fellenius


175

Rekomendasi 3 (untuk rencana disposal Suwota ) ketika dibebani Exca 106.61kN/m2 di crest lereng, Morgenstern-Price

Rekomendasi 3 (untuk rencana disposal Suwota ) ketika dibebani Exca 106.61kN/m2 di crest lereng, Bishop simplified


176

Rekomendasi 3 (untuk rencana disposal Suwota ) ketika dibebani Exca 106.61kN/m2 di crest lereng, Fellenius


177

Lampiran 14 Langkah-langkah Utama dalam Menganalisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Geostudio Slope/W 2012 Full License / Student Version dan Hal-hal Penting tentang Pemodelan di Geostudio Slope/W 2012 1. Buka Geostudio Slope/W 2012 di PC / Laptop.

2. Ketika tampilan layar depan Geostudio muncul, atur terlebih dahulu lisensinya menjadi “Full License” agar semua fitur dan fasilitas yang ada di Geostudio bisa dibuka dan dipakai.


178

3. Selanjutnya, untuk analisis kestabilan lereng, pilih SLOPE/W

4. Jika tidak bisa di buka atau error, pilih “Blank document (SI units)”

5. Selanjutnya akan terbuka menu “KeyIn Analyses”. Isi judul pada kolom “Title” dan nama orang yang mengerjakan pekerjaan pemodelan pada kolom “Author”. Kemudian, klik panah bawah di sebelah tulisan “Add”, , lalu pilih “SLOPE/W Analysis -> Limit Equilibrium”.


179

6. Klik “Add” -> “Clone” sebanyak 2 kali karena pada analisis ini menggunakan 3 metode yang berbeda untuk setiap sayatan. Tunggu hingga Slope Stability, Slope Stability (2), dan Slope Stability (3) telah muncul seluruhnya di layar kerja.


180

7. Ubah nama ‘Slope Stability’ menjadi ‘Morgenstern-Price’ untuk mempermudah dalam manajemen penggunaan software. Analysis type tidak usah dirubah karena secara default sudah tersetel dengan metode Morgenstern-Price. Kemudian, tambahkan deskripsi yang diperlukan pada kolom “Description”. Pada menu “Settings”, atur Side Function -> Halfsine Function, serta ‘PWP conditions from’ -> ‘Piezometric Line’ karena kondisi lereng yang akan dianalisis berada dalam kondisi jenuh total.


181

8. Selanjutnya, pada menu Slip Surface, atur arah perpindahan material sesuai dengan arah lereng. Dalam penelitian ini, arah lereng adalah dari kanan ke kiri, sehingga dipilih “Direction of movement” -> “Right to left”. Kotak “use ive mode” dikosongkan saja.

9. Langkah berikutnya yaitu memilih metode untuk menentukan bidang gelincir. Akan tersedia 5 pilihan seperti pada gambar di bawah ini.

Yang umum dipakai yaitu metode “Entry and Exit” dan “Grid and Radius”, namun yang lebih mudah penggunaannya untuk menentukan bidang longsor adalah metode “Entry and Exit”. Pilih “Entry and Exit”. 10. Lalu, pada menu ‘F of S Distribution’ dan ‘Advanced’, biarkan saja seperti default setting nya dan jangan ada yang dirubah, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini :


182

Seperti diketahui, pada menu ‘Advanced’ berisi pengaturan tentang kedalaman minimum bidang gelincir, jumlah irisan, angka maksimal iterasi, dan angka toleransi di dalam menentukan FK. Angka toleransi 3 angka di belakang koma menunjukkan bahwa hasil FK nanti nya juga tersaji dengan 3 angka di belakang koma. Setelah ini, pengaturan untuk metode Morgenstern-Price di KeyIn Analyses telah selesai.


183

11. Selanjutnya, yaitu mengatur KeyIn Analyses pada metode Fellenius. Ubah nama ‘Slope Stability (2)’ menjadi ‘Fellenius’ untuk mempermudah dalam manajemen penggunaan software. Analysis type diubah menjadi ‘Ordinary’. Isi deskripsi sesuai dengan yang dibutuhkan pada kolom ‘Description’. Lalu ubah ‘PWP Conditions from’ dari ‘none’ menjadi ‘Piezometric Line’. Untuk ‘Stage Pesudo-static Analysis’ dan ‘Partial Factors’ dalam ketiga metode analisis ini disetel ‘none’ saja.

12. Ulangi langkah 8, 9, dan 10 secara berturut-turut. Setelah selesai dilakukan ketiga langkah tersebut, maka pengaturan untuk metode Fellenius / Ordinary di KeyIn Analyses telah selesai. 13. Selanjutnya, yaitu mengatur KeyIn Analyses pada metode yang paling sering dipakai untuk menganalisis kestabilan lereng disposal , yaitu metode Bishop simplified. Ubah nama ‘Slope Stability (3)’ menjadi ‘Bishop simplified’ untuk mempermudah dalam manajemen penggunaan software. Isi deskripsi sesuai dengan yang dibtutuhkan pada kolom ‘Description’. Ubah Analysis type diubah menjadi ‘Bishop’.


184

14. Atur menu “Settings” seperti pada gambar di bawah ini.

15. Ulangi langkah 8, 9, dan 10 secara berturut-turut. Setelah selesai dilakukan ketiga langkah tersebut, maka pengaturan untuk metode Bishop simplified di KeyIn Analyses telah selesai. Lalu, klik ‘Close’ untuk menyelesaikan pengaturan di ‘KeyIn Analyses’.


185

16. Pilih ‘Set’ -> ‘Page’ untuk mengatur halaman.


186

17. Pada menu ‘Set Page’ nanti akan tampil nama printer terakhir yang aktif dan berapa lebar dan tinggi kertas yang ideal untuk dicetak dengan printer tersebut. Yang harus dilakukan selanjutnya yaitu merubah units menjadi ‘mm’ dan mengatur lebar (width) x tinggi (height) kertas menjadi 280 mm x 400 mm untuk mempermudah pengerjaan pemodelan. Setelah pengaturan selesai, klik OK.

18. Selanjutnya, klik ‘Set’-> ‘Unit and Scale’. Selanjutnya isi skala horizontal, skala vertical, dan juga “Problem Extents” dari kertas kerja. Ketiga indicator ini diisi bergantung dari koordinat material yang tersedia, namun untuk indicator minimum “Problem Extents”, koordinat x dan y nya harus diisi dengan angka di bawah 0. Setelah semua selesai, klik ‘OK’. Jangan lupa untuk mencentang kotak “calculate max extents from scale and origin’ agar dapat diketahui extents maksimum dari lembar kerja.


187

19. Selanjutnya pilih ‘Sketch’ -> ‘Axes’

20. Kemudian, akan muncul menu di bawah ini. Isi keterangan untuk koordinat x dan koordinat y sesuai kebutuhan yang diperlukan. Jika ingin mengubah ukuran huruf, bisa diganti pada sub-menu ‘Font Size’.


188

21. Buka aplikasi Notepad untuk melihat koordinat maksimum dan minimum dari x dan y pada rancangan lereng.

22. Setelah itu, masukkan koordinat maksimum dan minimum dari x dan y berdasarkan data yang ada pada “Notepad”, jangan lupa centang kotak ‘Auto Increment Size’, klik “Close” jika telah selesai mengatur garis koordinat dan keterangannya.


189

23. Selanjutnya akan tampil garis koordinat seperti pada gambar di bawah ini. Kemudian, pilih ‘Set’ -> ‘Grid’untuk mengatur grid.

24. Atur ‘Grid’ seperti pada gambar di bawah ini, lalu klik ‘Close’.


190

25. Pilih ‘File’ -> ‘Import Regions’ untuk mengimpor boundary eksternal lereng.

26. Pilih file .dxf yang akan diimpor, lalu klik ‘Open’

27. Pilih ‘External’ , lalu centang pada kotak ‘Merge overlapping regions’. Kemudian, klik ‘OK’.


191

28. Nantinya akan muncul tampilan seperti pada gambar di bawah ini, yaitu external boundary yang sudah tertutup.

29. Pilih ‘KeyIn’ -> ‘Materials’ untuk menginput material properties dari material lereng.


192

30. Pilih ‘Add’ untuk memasukkan jenis material. Untuk mengatur warna, klik ‘Set’ di sub-menu ‘Colour’. Atur tipe keruntuhan pada menu ‘Material Model’, pilih ‘Mohr-Coulomb’. Pada menu ‘Basic’, isi berat isi basah pada kolom ‘Unit Weight’, kohesi pada kolom ‘Cohesion’, dan sudut geser dalam pada kolom ‘Phi’, seperti pada gambar di bawah ini.


193

31. Selanjutnya, pada menu ‘Advanced’, karena pada penelitian ini materialnya jenuh total, biarkan saja pengaturan menu nya seperti pada gambar di bawah ini, lalu klik ‘Close’. Apabila material dari lereng tersebut tidak jenuh total, maka diisi berat isi kering pada kolom ‘Use constant unsaturated unit weight’.

32. Pilih ‘Draw’ -> ‘Materials’. Kemudian klik pada boundary yang telah dibuat.


194

33. Pilih “Draw” -> “Pore-Water Pressure”

34. Atur menu ‘Draw Piezometric Lines’ seperti pada gambar di bawah ini, lalu klik ‘Draw’.


195

35. Gambar ‘Piezometric Line’ dari ujung kanan ke ujung kiri pada Water Surfaces nya dengan mengklik setiap point yang telah dibuat secara berurutan dari kanan ke kiri, sesuai arah lereng. Jangan sampai ada poin yang terlewat. Setelah selesai, ketik ‘Esc’ pada keyboard, lalu klik ‘Done’.

36. Setelah selesai menggambar Piezometric Line, pilih ‘Draw’ -> ‘Slip Surface’ -> ‘Entry and Exit’.


196

37. Tentukan bidang gelincir nya dengan cara men-drag mouse pada sisi kanan dan sisi kiri lereng dari kanan ke kiri, lalu tekan ‘Apply’ dan ‘Done’ secara berurutan.

38. Ulangi langkah nomor 32 – 37 untuk dua metode lainnya yang tersisa.


197

39. Kemudian, klik ‘Start’ pada menu ‘Solve Manager’. Pastikan semua kotak metode irisan yang dipakai sudah dicentang.

40. Simpan pekerjaan yang baru dikerjakan di direktori yang diinginkan.

41. Setelah file disimpan, software akan mulai menghitung nilai FK dari lereng tersebut.


198

42. Setelah perhitungan selesai, akan keluar interpretasi seperti pada gambar di bawah ini. Pada gambar di bawah ini, diambil sampel dari metode Morgenstern-Price. Warna merah merupakan zona bidang gelincir.

43. Pilih Draw -> Slip Surface Color Map


199

44. Centang kotak ‘Show All’ pada sub-menu ‘View’ untuk mengetahui bidang gelincir, dan ‘Show Legend’ untuk mengetahui kisaran angka FK lainnya pada lereng. FK yang tampil pada layer interpretasi sebelumnya adalah FK yang terendah. Centang juga kotak di kolom ‘Safety Map Zone’

45. Klik ‘Bishop simplified’ dan ‘Fellenius’ untuk mengetahui hasil dari 2 metode yang tersisa.


200

46. Tanda ‘Solved’ di kiri bawah menunjukkan Analisa kestabilan lereng telah selesai dilakukan oleh software.


201


202

Lampiran 15 Data Koordinat Titik Sampel, Perhitungan Beban Alat Excavator, dan Tabel Distribusi Ukuran Butir

Ground Pressure Alat x 98.066 = 1.087 kg/cm2 x 98.066 = 106.61 kN/m2

Distribusi Ukuran Butir


203

Lampiran 16 Foto-Foto untuk Bab 2

Excavator Hitachi Zaxis 350 H

ADT Volvo A40E


204

Settling Pond di Front Suwota

Sampel LGSO

Sampel MG


205

Sampel HG

Gundukan Besar Nikel Laterit di EFO (1 Gundukan Besar = 1500 ton)


206

Lantai-Lantai dari Gundukan di EFO

Penanaman Pohon Keras di Waste Dump Suwota (jarak tanam 3 x 3 m)

Dermaga Curah


207

Gundukan Besar Laterit di ETO

Peridotit


208

Kompleks Batuan Ultra Basa, mengandung Garnierit (warna Kehijauan di Gambar)

Serpentinit yang Terlapukkan (warna Orange)


209

Lampiran 17 Total Curah Hujan (mm) di Halmahera Timur pada Periode Januari 2018 – September 2018

Total Curah Hujan di Halmahera Timur (mm) Januari 2018 - September 2018 2,500.00 2,000.00 1,500.00 1,000.00 500.00 January

February

March

April

May

June

July

August

September

0.00

1

2

3

4

5

6

7

8

9


210

Lampiran 18 Peta IUP


211

Lampiran 19 Peta Lokasi Penelitian

Pit Suwota Waste Dump Suwota


Ta 1 Bundel.pdf 2r41o

Overview 4q3b3c

More details 26j3b

Related Documents 171j1w

Ta j6r5e

Ta 2017 1 Actividades 6n6f29

Ta j6r5e

W4 Ta 1 1c6w5u

Ta 1 Bundel.pdf 2r41o

John Ruskin-ta (1).pdf k126q

More Documents from "rendy" q4c4g

Ta 1 Bundel.pdf 2r41o

Buku Manual Pondasi Tiang 6a18n

Astm E1845 - Standard Practice For Calculating Pavement Macrotexture Mean Profile Depth.pdf 4ya19

On The Calculation Of International Roughness Index -1501- Sayer 4q6g2w

Harga Laptop.xlsx 3t126m

Kd.3.5 Rpp (wk) Perusahaan Dagang 12 14k1s