Terapi cuci otak untuk pengobatan stroke yang dilakukan oleh dokter Spesialis Radiologi RSPAD Gatot Subroto, Mayjen TNI Dr.dr.Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) telah memicu kontroversi di kalangan kedokteran Indonesia. Puncaknya Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan dr Terawan terbukti melakukan pelanggaran etik kedokteran berat. MKEK PB IDI memecat sementara (selama setahun) dr Terawan sebagai anggota IDI. Menurut surat berkop Pengurus Besar IDI, pemecatan terhadap dokter tentara yang kini menjabat sebagai Kepala RSPAD Gatot Subroto Jakarta itu terhitung sejak tanggal 26 Februari 2018. Padahal sejak diperkenalkan pada 2005, metode terapi cuci otak ini telah menyembuhkan atau meringankan 40 ribu penderita stroke. Metode pengobatan lulusan doktor Universitas Hasanuddin ini bahkan telah diterapkan di Jerman dengan nama paten ‘Terawan Theory’. Atas penemuannya ini Terawan telah mendapatkan berbagai penghargaan. Di antaranya penghargaan Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) dan dua rekor MURI sekaligus sebagai penemu terapi cuci otak dan penerapan program Digital Substraction Angiogram (DSA) terbanyak, serta Penghargaan Achmad Bakrie XV. Metode cuci otak atau yang biasa disebut brain flushing pertama kali diperkenalkan Terawan dalam disertasinya bertajuk “Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis." Dr. Terawan menerapkan metode radiologi intervensi dengan memodifikasi DSA (Digital Subtraction Angiogram). Ini teknik melancarkan pembuluh darah otak yang sudah ada sejak tahun 90-an. Modifikasi ini bertujuan mengurangi paparan radiasi. "Jumlah radiasi di ruang tindakan yang mengenai pasien dapat diredam hingga 1/40 dari jumlah radiasi biasa yang dilakukan di luar negeri. Tekniknya hanya memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha," dia memaparkannya kepada VIVA saat diwawancara di RSPAD Gatot Subroto pada April 2013. Dr. Terawan menjelaskannya dalam bahasa awam. Menurut dia, stroke terjadi karena penyumbatan pembuluh darah di area otak. Itu mengakibatkan aliran darah jadi macet dan saraf tubuh tak bisa bekerja dengan baik. Buntutnya, orang jadi tidak bisa menggerakkan tangan, kaki, bibir, atau anggota tubuh lainnya. Untuk itulah cuci otak dibutuhkan. Metode Dr Terawan yang Dipecat MKEK IDI Diakui Internasional Kepada para pasiennya, dr. Terawan melakukan flushing, menyemprot 'gorong-gorong' aliran darah yang tersumbat dengan air yang mengandung sodium chloride. Nah, saat pembuluh darah tersebut lancar kembali, semua akan berubah dengan cepat. Jaringan sel berfungsi kembali.
Kontroversi Meski dr. Terawan mengatakan dia sudah menangani ratusan pasien dan berhasil, tetap saja ada yang kontra terhadap metode temuannya. Rekan-rekannya sesama dokter pun masih mempertanyakannya. Bahkan, ada yang menyalahkannya karena dia adalah seorang dokter radiologi, sementara tindakan medis yang dilakukannya seharusnya merupakan domain dokter ahli saraf. Tapi ia tak ambil pusing. "Saya tidak mungkin menyebarkan ilmu aneh. Saya tidak mau menanggapi pro kontra yang ada. Sebenarnya, orang yang datang ke saya itu bukan karena sakit, hanya untuk membetulkan saraf," kata pria asal Yogyakarta yang hobi bertani ini Dia mengatakan bersedia memperdebatkan metode brain spa ini di forum ilmiah dan tidak menyangkal bahwa temuannya ini masih perlu melalui sejumlah tahap penelitian yang ditentukan untuk mendapat pengakuan dunia. "Pekerjaan ini bukan rekayasa, meski paradigma yang berkembang saat ini mengatakan tidak mungkin ada regenerasi sel otak," katanya. Toh begitu, sejumlah tokoh dan eksekutif pemerintah tak ragu untuk menjajalnya. Seperti mantan wakil presiden Try Sutrisno, mantan kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono, tokoh pers Dahlan Iskan dan sejumlah figur publik lainnya. https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1022541-metode-cuci-otak-dokter-terawanputranto-apakah-itu
Mengetahui terapi cuci otak yang dilakukan Dokter Terawan untuk sembuhkan stroke Rabu, 4 April 2018 11:37 Reporter : Febrianti Diah Kusumaningrum
162 SHARES
Ilustrasi cerebral angiography. iStockphoto
Merdeka.com - Nama Dokter Terawan Agus Putranto menjadi viral berkaitan dengan kasus pemecatan dirinya dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (MKEK PB IDI). MKEK PB IDI menilai bahwa Dokter Terawan telah melanggar kode etik berkaitan dengan terapi cuci otak (brain washing) yang ia lakukan untuk mengobati stroke.
BERITA TERKAIT Bripka Dwi meninggal dunia usai apel malam persiapan tablig akbar Relawan Djarot berikan kursi roda kakek lumpuh idap stroke Sakit stroke tak kunjung sembuh, kakek ini gantung diri di dapur Lalu, apa yang dimaksud dengan terapi cuci otak (Brain Washing) yang diterapkan oleh Dokter Terawan?
Terapi cuci otak ini pada dasarnya adalah metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA), yang dalam bidang neurologi (ilmu saraf) dikenal dengan istilah cerebral angiography (CA).
Mengutip Healthline, cerebral angiography adalah tes diagnosis yang dilakukan menggunakan X-ray. Metode ini akan memproduksi gambar (cerebral angiogram) yang akan membantu dokter menemukan penyumbatan atau ketidaknormalan lain pada pembuluh darah di kepala dan leher.
Penyumbatan dan ketidaknormalan di kepala dan leher bisa berujung jadi stroke atau pendarahan di otak.
Penggunaannya untuk apa?
Perlu diingat, tidak semua orang yang memiliki penyumbatan arteri membutuhkan cerebral angiography (CA). Prosedur ini biasanya dilakukan jika dokter membutuhkan infomasi tambahan untuk menentukan pengobatan. Ini karena, prosedur CA bersifat invasif dan memiliki beberapa risiko.
Namun, CA juga bisa digunakan untuk membantu mengobati beberapa kondisi yang melibatkan pembuluh darah di kepala dan leher. CA biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis:
1. aneurisme
2. arterioclerosis (penyempitan arteri)
3. arteriovenous malformation (hubungan yang abnormal antara pembuluh darah dan arteri)
4. vasculitis, atau inflamasi pada pembuluh darah
5. tumor otak
6. penggumpalan darah
7. robekan pada dinding arteri
CA juga membantu dokter mengetahui penyebab dari beberapa simtom, seperti:
1. stroke
2. sakit kepala parah
3. hilang ingatan
4. bicara belepotan
5. pusing
6. pandangan kabur
7. otot melemah atau mati rasa
8. hilangnya keseimbangan atau koordinasi
Dan penting untuk diingat, prosedur ini bukannya tanpa risiko. Walaupun jarang, CA dapat menimbulkan:
1. stroke (jika kateter melonggarkan plak di dalam pembuluh darah)
2. kerusakan pembuluh darah, termasuk melubangi arteri
3. penyumbatan darah, yang bisa terbentuk di sekitar ujung kateter.
Muncul gerakan #SaveDokterTerawan
Dokter Terawan 2018 Liputan6.com
Sehubungan dengan keberhasilannya dalam menyembuhkan penyakit stroke dari puluhan ribu pasien yang pernah ia tangani, muncullah tagar #SaveDokterTerawan yang diinisiasi oleh Aburizal Bakrie di akun sosial medianya.
Ical, sapaan dari Aburizal menilai bahwa metode cuci otak yang dilakukan oleh Dokter Terawan telah menolong banyak orang. Ical juga menyebutkan bahwa metode Dokter Terawan ini telah mengobati banyak pejabat negara seperti mantan menteri BUMN Dahlan Iskan, mantan wapres Try Sutrisno, hingga mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sumber: Liputan6.com [feb]
https://www.merdeka.com/sehat/mengetahui-terapi-cuci-otak-yang-dilakukan-dokter-terawan-untuksembuhkan-stroke.html
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akhirnya membeberkan alasan pemecatan Mayjen TNI dr Terawan Agus Putranto dari keanggotaan. Menurut IDI, ada sejumlah pelanggaran etik yang dilakukan Terawan yang merupakan Kepala RSPAD Gatot Soebroto itu sehingga sanksi harus dijatuhkan. Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dr Prijo Sidipratomo mengatakan, seorang dokter pasti tidak boleh mengiklan dan memuji diri. Bila ada kode etik yang dilanggar dokter yang bersangkutan akan menjalani sidang etik. "Dalam pelanggaran kode etik kita, bahwa seorang dokter itu yang pasti kita tidak boleh mengiklankan, tidak boleh memuji diri. Itu bagian-bagian yang ada di dalam kode etik, dan juga tidak boleh bertentangan dengan sumpah dokter," jelas Prijo di kantor IDI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/4). Prijo mengatakan, Terawan juga tidak mengindahkan panggilan dari Mahkamah Kehormatan Etik Kedokteran. Setiap dipanggil untuk hadir dalam sidang, Terawan tidak pernah hadir. "Berikutnya lagi persoalan kesejawatan. Kalau seseorang dipanggil Majelis Kehormatan Etik seharusnya orang itu hadir, tidak meng-ignore, bahkan cenderung tidak mengindahkan. Itu juga hal-hal yang berkaitan dengan etik," imbuh dia. Sementara, Pengurus Besar IDI Frans Santosa mengatakan, setiap dokter jelas tidak boleh menjanjikan kesembuhan kepada pasien. Bila sudah dijanjikan, tapi tak sembuh akan berbuntut panjang bagi dokter itu sendiri. "Yang melanggar kode etik itu tidak boleh menjanjikan kesembuhan. Bahwa sesungguhnya kesembuhan itu diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dokter hanya sebagai perantara saja. Karena kalau sudah menjanjikan suatu kesembuhan, tapi pasien tidak sembuh, maka pasien akan kecewa. Kemudian menimbulkan masalah, menuntut dokter, dan lain sebagainya," tutur Frans. Sebelumnya, beredar surat dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang memecat sementara Mayjen dr Terawan Agus Putranto sebagai anggota karena
melakukan pelanggaran etik berat. Dengan keputusan ini, dr Terawan juga tidak boleh membuka praktik.
Surat pemecatan DR. Dr. Terawan Agus Putranto (Foto: Instagram @@vanitambayong)
Dalam surat yang beredar IDI memecat dr Terawan yang kini jadi Kepala RSPAD Gatot Soebroto per tanggal 26 Februari 2018 hingga satu tahun ke depan. Ia dipecat karena tidak mau mengikuti pedoman yang diberikan IDI ketika praktik. kumparan (kumparan.com) sudah mencoba menghubungi Terawan untuk mengkonfirmasi pemecatan ini. Asistennya yang mengangkat telepon mengatakan, Terawan sedang rapat.
Kontroversi Didepaknya Dokter Terawan dari IDI Anisa Widiarini, Bimo Aria , Diza Liane Sahputri 04/04/2018 Kabar mengejutkan datang dari dunia kedokteran Indonesia. Mayjen TNI dr Terawan Agus Putranto dipecat sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Bagi dokter-dokter di Indonesia, dipecat dari keanggotaan lembaga profesi seperti IDI merupakan hantaman yang menyakitkan karena reputasi mereka dianggap tercela. Namun, keputusan IDI ini menghantam seorang dokter sekaliber Terawan, yang sudah mendapat sejumlah penghargaan dan metode pengobatannya sudah membantu banyak orang, sehingga tak heran bila pemecatannya dari IDI ini menghebohkan masyarakat. Kabar pemecatan tersebut beredar di media sosial yang menunjukkan surat pemecatan dari Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Dalam surat tersebut, dr Terawan, yang kini menjadi Kepala RSPAD Gatot Soebroto diberhentikan sementara per tanggal 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019. Menurut edaran tersebut dr Terawan terbukti melakukan pelanggaran etik kedokteran yang berat, sehingga MKEK PB IDI harus memecat sementara (selama setahun) dr Terawan sebagai anggota IDI. Sanksi keras itu diteken langsung oleh Ketua MKEK Prof Prijo Sidipratomo tanggal 12 Februari 2018. Dalam surat keputusannya, IDI mengumumkan bahwa Dr Terawan terbukti, dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik.
© Disediakan oleh PT VIVA MEDIA Baru DR. dr Terawan Agus Putranto Beberapa Pelanggaran *** Surat dari IDI itu menyebutkan bahwa dr Terawan melanggar kode etik. Di antaranya, dr Terawan disebutkan tidak kooperatif, dan melakukan niat penolakan untuk hadir di persidangan MKEK sebagai lembaga penegak etika kedokteran. Hal itu dinilai menghalangi sidang dan bentuk pelanggaran berat. Kemudian, dr Terawan juga dikatakan terbukti tidak berperilaku layaknya seorang dokter yang paham sumpah dokter dan KODEKI serta tatanan organisasi (AD/ART IDI). Sehingga perilakunya menimbulkan masalah dalam etika kedokteran. Bagi MKEK, bobot pelanggaran yang dilakukan dr Terawan adalah pelanggaran berat sehingga ia dijatuhkan sanksi pemecatan yang diikuti pernyataan soal tertulis pencabutan rekomendasi izin praktiknya. Beredarnya surat keputusan ini tentu sangat mengejutkan, menimbang bahwa prestasi dr Terawan dalam dunia medis cukup mumpuni. Apalagi terobosan terbarunya 'cuci otak' dikatakan bisa menyelamatkan para penderita stroke.
Karenanya banyak yang menduga bahwa keputusan MKEK PB IDI ini sangat sembrono dan bahkan terlalu 'kolot'. Menanggapi hal tersebut pihak MKEK PB IDI memberikan pernyataan yang cukup mengejutkan. Terkait hal ini Dr. Pukovisa Prawiroharjo, SpS Sekretaris MKEK PB IDI mengungkapkan bahwa surat keputusan yang beredar tersebut seharusnya bukan konsumsi publik, ia sangat menyayangkan hal tersebut. "Pertama sebenarnya ini keputusan sifatnya bukan konsumsi publik. Kami turut menyesalkan hal ini jadi diskusi publik," ujarnya saat ditanyai VIVA lewat sambungan telepon Selasa 3 April 2018. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa keputusan MKEK sama sekali tidak berkaitan dengan profesi dan teknik pelaksaanan pengobatan dr Terawan melainkan terkait kode etik. "Dapat digarisbawahi bahwa MKEK dalam membuat keputusan murni dari sisi etika perilaku profesi kedokteran, dengan dasarnya ialah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Selain itu yang terkait (dr Terawan) sudah pernah kami undang berkali-kali, namun beliau tidak hadir. Ada keterangan lain yang telah kami himpunnya dengan baik."
© Disediakan oleh PT VIVA MEDIA Baru DR. dr Terawan Agus Putranto Saat Melakukan Operasi
Lebih lanjut, pada kasus ini MKEK PB IDI tidak menjadikan sisi akademik maupun standar prosedur operasional suatu tindakan medis (aspek disiplin) sebagai pertimbangan pembuatan keputusan. Di lain sisi surat keputusan itu terkait kode etik. Ketika ditanya detil pelanggaran apa yang dilakukan dr Terawan terkait dakwaannya, dr Pukovisa menolak untuk menjelaskan hal itu. "Terkait detil pertimbangan kasus, kami terikat etika menjaga kerahasiaan jabatan kami. Jadi tak dapat kami jawab pertanyaan ini," ujarnya. Mempertanyakan Bukti Ilmiah *** Penjelasan datang dari salah satu pengurus besar IDI, dr Riza Omar Kastanya. Menurut dia keputusan MKEK PB IDI diberlakukan karena tidak adanya bukti ilmiah dari penemuan metode cuci otak tersebut. "Sudah dilakukannya oleh orang ilmiah, tapi belum dibuktikan secara ilmiah dan belum disosialisasikan ke yang lain, benar dan enggaknya kan harus dapat ketetapan dulu. Jadi kalau ngobatin itu enggak coba-coba," ujar Riza dalam konferensi pers di Kantor IDI, jakarta pusat, Selasa 3 April 2018. Dikatakan Riza, pelanggaran etik yang dilakukan dokter Terawan sudah harus ditempuh jalur hukum. Sebab, sudah menyalahi aturan etik yang berlaku di dunia kesehatan. "Pelanggarannya kalau seorang dokter dia melangkah di luar ketetapan hukumnya, nah yang disebut hukum itu apa, sumpahnya. Hukum yang berlaku dibidang kesehatan hingga saat ini, UU 45, kalau ada yang menyangkut di situ, sudah nyangkut, kena kode etik. Etik itu adalah sikap tindak, tanduk, ucap sekalipun di luar ketetapan hukum yang berlaku. Kena dia," ucapnya tegas. Terkait hal itu, tak sedikit masyarakat yang mulai mempertanyakan keluhan dari pasien cuci otak. Meski tak mau buka-bukaan, dokter Riza tak menampiknya. "Kalau sudah kasus seperti ini, tentunya sudah ada itu. Tidak mungkin ada kasus di majelis kalau tidak ada bukti-bukti kalau tidak ada dampak. Makannya majelis enggak bisa hanya grup kecil," ujarnya. Pendapat lain datang dari Ketua Majelis Kode Etik Kedokteran, (MKEK), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Prijo Pratomo, Sp. Rad., yang tanda tangannya tertera pada surat keputusan tersebut.
Ia berpendapat bahwa opini dari masyarakat, khususnya para pejabat yang membela penemuan metode cuci otak, harus tetap mengedepankan rambu-rambu dari sumpah dokter. Salah satunya, dokter tidak seharusnya mengumumkan hasil tindakan yang telah dilakukan. "Ya kalau itu merupakan testimoni dari pejabat-pejabat yang bersangkutan itu silahkan saja, tetapi di dalam putusan etik kita, kita tidak bisa mendasari pada soal testimoni, yang kita dasari adalah rambu-rambu dalam sumpah dokter itu tadi," ujar dokter Prijo, ditemui di Kantor IDI, Jakarta Pusat, Selasa 3 April 2018. Salah satu yang jadi patokan adalah seorang dokter itu tidak boleh mengumumkan hasil tindakanya, misalnya seperti itu. Kalau pasien apapun pasti menyatakan dengan segenap testimoninya, tapi dunia dokteran itu tidak didasari kepada persoalan testimoni. Dikatakannya pelanggaran kode etik yang memicu sanksi pemecatan selama 12 bulan oleh IDI kepada dokter Terawan, yakni adanya bukti memuji diri serta mengiklankan praktik medis yang dilaksanakan. "Dalam pelanggaran kode etik kita, bahwa seorang dokter itu yang pasti kita tidak boleh mengiklankan, tidak boleh memuji diri, itu bagian-bagian yang ada di dalam kode etik, dan juga tidak boleh bertentangan dengan sumpah dokter. sehingga apabila itu dilanggar maka itu tentunya yang berkaitan dengan etik," terangnya. Tak hanya itu, dokter Terawan juga terbukti mangkir dari panggilan MKEK yang mana hal itu turut berkaitan dengan kode etik kesejawatan. Serta, adanya pelanggaran kode etik berupa menjanjikan kesembuhan pada pasien oleh dokter Terawan. "Yang melanggar kode etik itu tidak boleh menjanjikan kesembuhan, bahwa sesungguhnya kesembuhan itu diberikan oleh Tuhan yang maha Esa, dokter hanya sebagai perantara saja, karena kalau sudah menjanjikan suatu kesembuhan, tapi pasien tidak sembuh, maka pasien akan kecewa, kemudian menimbulkan masalah, menuntut dokter dan lain sebagainya," ungkap Pengurus Besar IDI, dr. Frans Santosa di kesempatan yang sama. Membingungkan memang, ternyata IDI dan MKEK memiliki pendapat yang berbeda, padahal jika ditelaah dari struktural, IDI dan MKEK merupakan satu kesatuan. Menanggapi hal itu dr Pukovisa memberikan penjelasan. Ia menganalogikan bahwa IDI dan MKEK tak ubahnya seperti sebuah negara yang memiliki lembaga legislatif dan yudikatif. Karenanya segala yang terkait dengan keputusan dapat diterbitkan secara legal dan sah tanpa meminta persetujuan keseluruhan IDI, begitupun sebaliknya. Dengan batasan pasal kode etik, MKEK dapat membuat surat keputusan tanpa intervensi dari pihak IDI.
"Otoritasnya ada dan diatur dalam Tatalaksana organisasi MKEK. Ini seperti tatanegara kita, ada semacam trias politika Montesquieu. MKEK otonom dalam Yudikatif, kalau analogi di negara kita adalah sistem peradilan. Sementara eksekusi keputusan memang ialah didelegasikan ke eksekutif," ujarnya. Masih Berpraktik *** Setelah mendapatkan surat pemecatan yang terhitung 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019, dr Terawan ternyata masih melakukan praktik di RSPAD. Terkait kasus tersebut ternyata yang bersangkutan belum mau berkomentar. Beberapa kali VIVA coba menghubungi, namun yang menjawab selalu staf dr Terawan. Staf sekaligus asistennya tersebut mengatakan bahwa hari ini, Selasa 3 April 2018, dokter Terawan sedang melakukan praktik medis seperti biasa. "Saya stafnya. Dr Terawan lagi praktik, masih banyak pasien, bisa telepon lagi nanti," ungkap staf tersebut melalui sambungan telepon, Selasa 3 April 2018. Dilanjutkannya, dokter Terawan sudah praktik sejak pagi tadi. Dokter yang eksis dengan penemuan cuci otak tersebut masih melakukan praktik di RSPAD Gatot Subroto. "Iya sejak pagi dokter Terawan praktik di RSPAD," terangnya. Masih berpraktiknya dr Terawan tentunya menimbulkan banyak pertanyaan, apakah ia tidak mengindahkan surat pemecatan tersebut? Sayangnya yang berkaitan belum bisa dihubungi hingga artikel ini ditulis. © Disediakan oleh PT VIVA MEDIA Baru DR. dr Terawan Agus Putranto Saat Melakukan Operasi Jika dr Terawan tidak mengindahkan teguran tersebut, itu artinya sudah hampir 2 bulan beliau tidak menjalankan praktik padahal izinnya dicabut. Menanggapi hal itu dr Pukovisa mengatakan bahwa tugas MKEK sebtulnya sudah selesai, tindak lanjutnya seharusnya dilakukan oleh lembaga lain dalam IDI. "Sebetulnya dengan keluarnya surat ini, MKEK sudah paripurna dalam kerjanya. Sudah selesai tugas dan tanggungjawabnya. Selanjutnya ia mengungkapkan bahwa tindak lanjut dan eksekusi ada pada kewenangan pihak legislatif dalam hal ini IDI Kepengurusan Pusat (Pengurus Besar), Wilayah, dan Cabang, serta Perhimpunan Dokter Spesialis terkait yaitu dalam hal ini Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI)."
Diakui Internasional *** Kehebohan pemberitaan tentang turunnya surat pemecatan dr Terawan ternyata berlanjut dengan kekecewaan masyarakat terhadap keputusan MKEK PB IDI. Dokter dengan segudang prestasi ini justru telah menuai banyak pujian. Sejak diperkenalkan pada 2005, metode terapi cuci otak ini telah menyembuhkan atau meringankan 40 ribu penderita stroke. Metode pengobatan lulusan doktor Universitas Hasanuddin ini bahkan telah diterapkan di Jerman dengan nama paten ‘Terawan Theory’. Atas penemuannya ini Terawan telah mendapatkan berbagai penghargaan. Di antaranya penghargaan Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) dan dua rekor MURI sekaligus sebagai penemu terapi cuci otak dan penerapan program Digital Substraction Angiogram (DSA) terbanyak, serta Penghargaan Achmad Bakrie XV. Terawan merupakan seorang dokter militer kelahiran Yogyakarta yang menemukan terapi cuci otak untuk mengobati pasien stroke. Penemuan ini sempat dipaparkan oleh dokter Terawan pada sidang terbuka disertasi miliknya di Gedung Auditorium Profesor Dr. Achmad Amiruddin di Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Metode cuci otak atau yang biasa disebut brain flushing pertama kali diperkenalkan Terawan dalam disertasinya bertajuk “Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis." Dr. Terawan menerapkan metode radiologi intervensi dengan memodifikasi DSA (Digital Subtraction Angiogram). Ini teknik melancarkan pembuluh darah otak yang sudah ada sejak tahun 90-an. Modifikasi ini bertujuan mengurangi paparan radiasi. "Jumlah radiasi di ruang tindakan yang mengenai pasien dapat diredam hingga 1/40 dari jumlah radiasi biasa yang dilakukan di luar negeri. Tekniknya hanya memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha," dia memaparkannya kepada VIVA saat diwawancara di RSPAD Gatot Subroto pada April 2013. Dr. Terawan menjelaskannya dalam bahasa awam. Menurut dia, stroke terjadi karena penyumbatan pembuluh darah di area otak. Itu mengakibatkan aliran darah jadi macet dan saraf tubuh tak bisa bekerja dengan baik. Buntutnya, orang jadi tidak bisa menggerakkan tangan, kaki, bibir, atau anggota tubuh lainnya. Untuk itulah cuci otak dibutuhkan.
Kepada para pasiennya, dr. Terawan melakukan flushing, menyemprot 'gorong-gorong' aliran darah yang tersumbat dengan air yang mengandung sodium chloride. Nah, saat pembuluh darah tersebut lancar kembali, semua akan berubah dengan cepat. Jaringan sel berfungsi kembali. Tuai Kontroversi *** Meski dr. Terawan mengaku sudah menangani ratusan pasien dan berhasil, tetap saja ada yang kontra terhadap metode temuannya. Rekan-rekannya sesama dokter pun masih mempertanyakannya. Bahkan, ada yang menyalahkannya karena dia adalah seorang dokter radiologi, sementara tindakan medis yang dilakukannya seharusnya merupakan domain dokter ahli saraf. © Disediakan oleh PT VIVA MEDIA Baru Dr Terawan AP Tapi ia tak ambil pusing. "Saya tidak mungkin menyebarkan ilmu aneh. Saya tidak mau menanggapi pro kontra yang ada. Sebenarnya, orang yang datang ke saya itu bukan karena sakit, hanya untuk membetulkan saraf," kata pria asal Yogyakarta yang hobi bertani ini Dia mengatakan bersedia memperdebatkan metode brain spa ini di forum ilmiah dan tidak menyangkal bahwa temuannya ini masih perlu melalui sejumlah tahap penelitian yang ditentukan untuk mendapat pengakuan dunia. "Pekerjaan ini bukan rekayasa, meski paradigma yang berkembang saat ini mengatakan tidak mungkin ada regenerasi sel otak," katanya. Toh begitu, sejumlah tokoh dan eksekutif pemerintah tak ragu untuk menjajalnya. Seperti mantan wakil presiden Try Sutrisno, mantan kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono, tokoh pers Dahlan Iskan dan sejumlah figur publik lainnya. https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/kontroversi-didepaknya-dokter-terawan-dari-idi/arAAvr8ek
Metode Cuci Otak Dokter Terawan Putranto, Apakah Itu? Daurina Lestari 03/04/2018 5 Khasiat Mandi di Laut untuk Kesehatan5 Khasiat Mandi di Laut untuk Kesehatan fotoAndai Otot Bisa Menjerit Terapi cuci otak untuk pengobatan stroke yang dilakukan oleh dokter Spesialis Radiologi RSPAD Gatot Subroto, Mayjen TNI Dr.dr.Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) telah memicu kontroversi di kalangan kedokteran Indonesia.
DR. dr Terawan Agus Putranto © VIVA DR. dr Terawan Agus Putranto Puncaknya Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia menyatakan dr Terawan terbukti melakukan pelanggaran etik kedokteran berat. Majelis Kehormatan Etik IDI memecat sementara (selama setahun) dr Terawan sebagai anggota IDI. Menurut surat berkop Pengurus Besar IDI, pemecatan terhadap dokter tentara yang kini menjabat sebagai Kepala RSPAD Gatot Subroto Jakarta itu terhitung sejak tanggal 26 Februari 2018.
Padahal sejak diperkenalkan pada 2005, metode terapi cuci otak ini telah menyembuhkan atau meringankan 40 ribu penderita stroke. Metode pengobatan lulusan doktor Universitas Hasanuddin ini bahkan telah diterapkan di Jerman dengan nama paten ‘Terawan Theory’.
Atas penemuannya ini Terawan telah mendapatkan berbagai penghargaan. Di antaranya penghargaan Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) dan dua rekor MURI sekaligus sebagai penemu terapi cuci otak dan penerapan program Digital Substraction Angiogram (DSA) terbanyak, serta Penghargaan Achmad Bakrie XV.
Lalu seperti apakah metode cuci otak yang diperkenalkan oleh dr. Terawan?
Metode cuci otak atau yang biasa disebut brain flushing pertama kali diperkenalkan Terawan dalam disertasinya bertajuk “Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis."
Dr. Terawan menerapkan metode radiologi intervensi dengan memodifikasi DSA (Digital Subtraction Angiogram). Ini teknik melancarkan pembuluh darah otak yang sudah ada sejak tahun 90-an. Modifikasi ini bertujuan mengurangi paparan radiasi.
"Jumlah radiasi di ruang tindakan yang mengenai pasien dapat diredam hingga 1/40 dari jumlah radiasi biasa yang dilakukan di luar negeri. Tekniknya hanya memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha," dia memaparkannya kepada VIVA saat diwawancara di RSPAD Gatot Subroto pada April 2013.
Dr. Terawan menjelaskannya dalam bahasa awam. Menurut dia, stroke terjadi karena penyumbatan pembuluh darah di area otak. Itu mengakibatkan aliran darah jadi macet dan saraf tubuh tak bisa bekerja dengan baik.
Buntutnya, orang jadi tidak bisa menggerakkan tangan, kaki, bibir, atau anggota tubuh lainnya. Untuk itulah cuci otak dibutuhkan.
Kepada para pasiennya, dr. Terawan melakukan flushing, menyemprot 'gorong-gorong' aliran darah yang tersumbat dengan air yang mengandung sodium chloride. Nah, saat pembuluh darah tersebut lancar kembali, semua akan berubah dengan cepat. Jaringan sel berfungsi kembali.
Kontroversi
Meski dr. Terawan mengatakan dia sudah menangani ratusan pasien dan berhasil, tetap saja ada yang kontra terhadap metode temuannya. Rekan-rekannya sesama dokter pun masih mempertanyakannya.
Bahkan, ada yang menyalahkannya karena dia adalah seorang dokter radiologi, sementara tindakan medis yang dilakukannya seharusnya merupakan domain dokter ahli saraf.
Tapi ia tak ambil pusing.
"Saya tidak mungkin menyebarkan ilmu aneh. Saya tidak mau menanggapi pro kontra yang ada. Sebenarnya, orang yang datang ke saya itu bukan karena sakit, hanya untuk membetulkan saraf," kata pria asal Yogyakarta yang hobi bertani ini
Dia mengatakan bersedia memperdebatkan metode brain spa ini di forum ilmiah dan tidak menyangkal bahwa temuannya ini masih perlu melalui sejumlah tahap penelitian yang ditentukan untuk mendapat pengakuan dunia.
"Pekerjaan ini bukan rekayasa, meski paradigma yang berkembang saat ini mengatakan tidak mungkin ada regenerasi sel otak," katanya.
Toh begitu, sejumlah tokoh dan eksekutif pemerintah tak ragu untuk menjajalnya. Seperti mantan wakil presiden Try Sutrisno, mantan kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono, tokoh pers Dahlan Iskan dan sejumlah figur publik lainnya. https://www.msn.com/id-id/kesehatan/health/metode-cuci-otak-dokter-terawan-putranto-apakahitu/ar-AAvoMpO
Sudah Tangani 40.000 Pasien, Dokter Terawan Dipecat Karena Metode 'Cuci Otak' Rabu, 4 April 2018 07:27 WIB
Warta Kota/Cek n Ricek
dokter Terawan Agus Putranto.
TRIBUNNEWS.COM -- Tengah ramai diperbincangkan pemecatan atau pemberhentian Mayor Jenderal (Mayjen) TNI dr Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dokter Terawan sendiri adalah dokter ahli yang juga menjadi Kepala RS Pusat Angkatan Darat /RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Diketahui, dokter Terawan dianggap telah melanggar kode etik karena metode 'cuci otak'nya dipersoalkan. Bahkan, kejadian ini membuat Ketua Dewan Pembina Partai Golkar menyerukan upaya penyelamatan dokter Agus ini. Tak hanya itu, Aburizal Bakrie melalui akun Instagram-nya, mengungkapkan bahwa metode tersebut sudah menolong, baik mencegah maupun mengobati ribuan orang penderita stroke. Berikut fakta-fakta terkait dokter Terawan yang dipecat oleh IDI, dilansir dari Warta Kota, Selasa (3/4/2018).
Simak selengkapnya di sini! 1. Metode 'cuci otak' yang dipermasalahkan Melansir dari Warta Kota metode yang diterapkan oleh dokter Terawan bagi penderita stroke ini menjadi maslaah dan membuat IDI memecatnya. Masalah tersebut pun berlarut-larut karena Kepala RSPAD dan anggota tim dokter Presiden enggan menanggapi undangan pemeriksaan terhadap praktik 'cuci otak' itu ke rekan sejawatnya di IDI. Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sudah Tangani 40.000 Pasien, Dokter Terawan Dipecat Karena Metode 'Cuci Otak', http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/04/sudah-tangani40000-pasien-dokter-terawan-dipecat-karena-metode-cuci-otak. Editor: Hendra Gunawan
IDI menilai dokter Terawan tidak terbuka dan selalu tak mau memberikan penjelasan di forum ilmiah kepada sesama sejawat kedokteran. Padahal ada kecemasan akan keamanan dan risiko terapi tersebut untuk pasien. Namun, dokter Terawan menjelaskan metode 'cuci otak' secara ringkas. Yang sebenarnya adalah memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha penderita stroke. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada penyumbatan pembuluh dari di area otak. Penyumbatan dapat mengakibatkan aliran darah ke otak bisa macet. Jika ini terjadi, saraf tubuh tidak bisa bekerja dengan baik. Kondisi inilah yang terjadi pada pasien stroke. Sumbatan itu lewat metode DSA dibersihkan sehingga pembuluhh darah kembali bersih dan aliran darah pun embali normal. Ada cara lain, yaitu memasukkan cairan Heparin yang bisa memberi pengaruh pada pembuluh darah. Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sudah Tangani 40.000 Pasien, Dokter Terawan Dipecat Karena Metode 'Cuci Otak', http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/04/sudah-tangani40000-pasien-dokter-terawan-dipecat-karena-metode-cuci-otak?page=2. Editor: Hendra Gunawan
Cairan itu juga menimbulkan efek anti pembekuan darah di pembuluh darah.
"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi 'cuci otak'" jelas dokter Terawan.
Setelah menerapkan metode DSA inilah, nama dokter Terawan dan RSPAD menjadi melambung.
Banyak pasien yang datang berobat dan Terawan sampai menyediakan dua lantai ruangan di RSPAD khusus untuk menangani pasien stroke.
Bahkan cukup banyak tokoh yang sudah mencoba metode DSA ini.
Seperti contohnya Wapres Try Sutrisno, mantan kepala BIN Hendropriyono, tokoh pers Dahlan Iskan, dan juga istri sejumah figur publik lainnya.
Namun, metode ini mendapatkan penolakan paling keras dari Prof DR dr Hasan Machfoed, ketua Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia (Perdossi).
Ia menilai ada yang salah kaprah dari menerapkan metode ini.
2. Pengakuan keluarga pasien
Pemecatan dokter Terawan ini membuat keluarga pasien turut angkat bicara.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sudah Tangani 40.000 Pasien, Dokter Terawan Dipecat Karena Metode 'Cuci Otak', http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/04/sudah-tangani40000-pasien-dokter-terawan-dipecat-karena-metode-cuci-otak?page=3.
Editor: Hendra Gunawan
Hal ini diungkapkan oleh seorang keluarga pasien melalui akun Instagram-nya bernama @fitrioktarini. "Hari ini ditelpon sejumlah kawan yang bertanya tentang pemecatan dokter terawan dari IDI. Mereka kirimkan ke saya juga suratsurat dasar pemecatannya. Saya awalnya khawatir apakah berkaitan dengan tekhnologi medis DSA nya yang mengakibatkan dia dipecat.. tapi ternyata bukan. Tapi lebih karena alasan tidak hadir dalam sidang etik IDI. Legalah. Karena buat saya, dokter terawan macam jawaban dari doa suami saya dan doa saya mungkin juga doa anakanak saya. Suami saya stroke sejak 8 tahun lalu. Stroke pertama penyumbatan di kanan dan kiri saraf komunikasi. Bicaranya agak terganggu. Seminggu kemudian dirawat di icu khusus stroke di rs. Kawasan karawaci. Atas saran kawan, suami lanjut. Berobat di Singapura dua minggu dengan terapi ultrasonografi, setrum otak dll... Saya memutuskan resign waktu itu dari kantor untuk menemani dia berobat. Suami juga menjaga pola makan dan rutin minum obat dari dokter Singapura. Tapi.. kemudian suami saya alpa. Dia tidak lagi konsumsi obat darah tinggi dan kolesterolnya. Sampai, dua tahun lalu, dia makan tengkleng kambing dan kolaps. Kakinya mulai diseret dan lemas. Juga tangannya. Kami bawa ke dokter di Cibubur. Malam hari. Dikatakan serangan. Dan diberi obat lalu diperbolehkan pulang. Pagi hari suami minta ditemani jogging.
Tapi kaki makin lemas. Saya bawa kemudian ke rs berbeda di cibubur. dirawat. Hampir seminggu. Serangan ada di batang otak dan bbrp tempat. Kaki dan tangan kanannya melemah. Suami saya tipe orang yang tidak sabar. Merengek pulang dari rumah sakit dan minta kembali ke Singapura. Saya berat. Karena tidak mungkin ijin berminggu2. Atau resign lagi. Akhirnya.. ada refernsi ke dokter terawan. Hari itu juga saya dan suami ke rspad pagipagi. Dia kondisinya meweeekk terus. Katanya anak bungsunya menarinari di matanya. Kalau dia sakit. Siapa yang jaga.. ? Sebagai istri, saya tentu gak karuan hatinya. Tapi saya berusaha kuat. Saya tinggalkan dia di mobil karena tak kuat menunggu dan saya mengurus pendaftaran. Suami akhirnya di DSA, otaknya dicuci, bahasa orang awam. Dan alhamdulillah.. sampai hari ini.. dia bisa mendampingi anak2. Entah untuk oranglain. Buat saya dia dokter yang mengembalikan 'cahaya' ke keluarga." 3. Dokter yang tidak doyan duit Datang lagi pengakuan mengejutkan dari seorang pasien dokter Terawan bernama Bambang Kuncoro. Ia mengaku dirinya sudah tiga kali terkena serangan stroke, berobat ke Singapura pun tidak membuahkan hasil. Ia mengaku hanya berobat dua hari dengan dokter Terawan, ia langsung merasa sembuh. Padahal saat itu ia terkena serangan stroke yang cukup parah, dia tidak bisa bicara, tidak bisa jalan, dan bahkan salat pun lupa. Bambang pun juga menyebutkan bahwa dokter Terawan adalah dokter yang tidak doyan uang. "Saya saksi hidup. Itu dokter Terawan adalah dokter yang tidak doyan duit. Sing penting pasien yang dia tangani sembuh," kenang Bambang Kuncoro yang
sekarang sudah bisa jalan-jalan ke luar kota mendatangi sejumlah obyek wisata bersama keluarganya. 4. Pasien sembuh selang 4 hingga 5 jam pasca-operasi Dalam perjalanannya di dunia medis, dokter Terawan terbilang cerdas dan menemukan metode baru untuk penderita stroke. Metode tersebut biasa disebut brain flushing itu tertuang juga dalam disertasinya bertajuk 'Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Celebral Blood Flow, Motor Evoked Potensial, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis' Dalam pengalamannya, pasien bisa sembuh dari penyakit strokenya selang 4-5 jam pascaoperasi. Bahkan, metode pengobatan tersebut ternyata sudah diterapkan terlebih dahulu di Jerman dengan nama paten 'Terawan Theory'. Dokter Terawan membuktikan kepada dunia medis, bahwa meski menjadi dokter militer, ia tetap bisa memberikan penemuan metode baru dan pelayanan cepat kepada pasien stroke agar cepat sembuh. 5. Dokter Terawan sudah tangani 40 ribu pasien stroke Ayah seorang putera asal Yogyakarta ini mengaku bahwa ia sudah menerapkan metode mengatasi masalah stroke ini sejak tahun 2005. "Sudah sekitar 40.000 pasien yang kami tangani," imbuhnya. Tak banyak muncul komplain dari masyarakat dan dia menganggap sebagai bukti kevalidan metode yang diterapkannya. Setelah itu, ia menemukan metode baru untuk mengatasi penderita stroke. Yang kemudian disebut dengan terapi 'cuci otak' dan penerapan program DSA (Digital Substraction Angiogram). (*) Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sudah Tangani 40.000 Pasien, Dokter Terawan Dipecat Karena Metode 'Cuci Otak', http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/04/sudah-tangani40000-pasien-dokter-terawan-dipecat-karena-metode-cuci-otak?page=4. Editor: Hendra Gunawan http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/04/sudah-tangani-40000-pasien-dokter-terawan-dipecatkarena-metode-cuci-otak?page=4
Alasan IDI Pecat dr Terawan: Mengiklan hingga Janjikan Kesembuhan name kumparan Reporter Ahmad Romadoni Date & Time Diterbitkan 03/04/2018 16:06 Total count of Like 35 Total count of Comment 30 LINE share button Facebook share button Twitter share button
Penjelasan IDI soal dr. Terawan 'Pencuci Otak' (Foto: Adim Mugni/kumparan) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akhirnya membeberkan alasan pemecatan Mayjen TNI dr Terawan Agus Putranto dari keanggotaan. Menurut IDI, ada sejumlah pelanggaran etik yang dilakukan Terawan yang merupakan Kepala RSPAD Gatot Soebroto itu sehingga sanksi harus dijatuhkan.
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dr Prijo Sidipratomo mengatakan, seorang dokter pasti tidak boleh mengiklan dan memuji diri. Bila ada kode etik yang dilanggar dokter yang bersangkutan akan menjalani sidang etik.
"Dalam pelanggaran kode etik kita, bahwa seorang dokter itu yang pasti kita tidak boleh mengiklankan, tidak boleh memuji diri. Itu bagian-bagian yang ada di dalam kode etik, dan juga tidak boleh bertentangan dengan sumpah dokter," jelas Prijo di kantor IDI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/4).
Prijo mengatakan, Terawan juga tidak mengindahkan panggilan dari Mahkamah Kehormatan Etik Kedokteran. Setiap dipanggil untuk hadir dalam sidang, Terawan tidak pernah hadir.
"Berikutnya lagi persoalan kesejawatan. Kalau seseorang dipanggil Majelis Kehormatan Etik seharusnya orang itu hadir, tidak meng-ignore, bahkan cenderung tidak mengindahkan. Itu juga hal-hal yang berkaitan dengan etik," imbuh dia.
Sementara, Pengurus Besar IDI Frans Santosa mengatakan, setiap dokter jelas tidak boleh menjanjikan kesembuhan kepada pasien. Bila sudah dijanjikan, tapi tak sembuh akan berbuntut panjang bagi dokter itu sendiri.
"Yang melanggar kode etik itu tidak boleh menjanjikan kesembuhan. Bahwa sesungguhnya kesembuhan itu diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dokter hanya sebagai perantara saja. Karena kalau sudah menjanjikan suatu kesembuhan, tapi pasien tidak sembuh, maka pasien akan kecewa. Kemudian menimbulkan masalah, menuntut dokter, dan lain sebagainya," tutur Frans.
Sebelumnya, beredar surat dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang memecat sementara Mayjen dr Terawan Agus Putranto sebagai anggota karena melakukan pelanggaran etik berat. Dengan keputusan ini, dr Terawan juga tidak boleh membuka praktik.
Dalam surat yang beredar IDI memecat dr Terawan yang kini jadi Kepala RSPAD Gatot Soebroto per tanggal 26 Februari 2018 hingga satu tahun ke depan. Ia dipecat karena tidak mau mengikuti pedoman yang diberikan IDI ketika praktik.
kumparan (kumparan.com) sudah mencoba menghubungi Terawan untuk mengkonfirmasi pemecatan ini. Asistennya yang mengangkat telepon mengatakan, Terawan sedang rapat.
Artikel Asli
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dr Prijo Sidipratomo mengatakan, seorang dokter pasti tidak boleh mengiklan dan memuji diri. Bila ada kode etik yang dilanggar dokter yang bersangkutan akan menjalani sidang etik. "Dalam pelanggaran kode etik kita, bahwa seorang dokter itu yang pasti kita tidak boleh mengiklankan, tidak boleh memuji diri. Itu bagian-bagian yang ada di dalam kode etik, dan juga tidak boleh bertentangan dengan sumpah dokter," jelas Prijo di kantor IDI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/4). Baca Juga :
dr Terawan yang Terkenal dengan Praktik 'Cuci Otak' Dipecat IDI Marzuki Alie: Banyak Menteri yang 'Cuci Otak' ke dr Terawan Pengalaman Butet Kartaredjasa Saat 'Cuci Otak' dengan dr Terawan
Prijo mengatakan, Terawan juga tidak mengindahkan panggilan dari Mahkamah Kehormatan Etik Kedokteran. Setiap dipanggil untuk hadir dalam sidang, Terawan tidak pernah hadir. "Berikutnya lagi persoalan kesejawatan. Kalau seseorang dipanggil Majelis Kehormatan Etik seharusnya orang itu hadir, tidak meng-ignore, bahkan cenderung tidak mengindahkan. Itu juga hal-hal yang berkaitan dengan etik," imbuh dia. Sementara, Pengurus Besar IDI Frans Santosa mengatakan, setiap dokter jelas tidak boleh menjanjikan kesembuhan kepada pasien. Bila sudah dijanjikan, tapi tak sembuh akan berbuntut panjang bagi dokter itu sendiri. "Yang melanggar kode etik itu tidak boleh menjanjikan kesembuhan. Bahwa sesungguhnya kesembuhan itu diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dokter hanya sebagai perantara saja. Karena kalau sudah menjanjikan suatu kesembuhan, tapi pasien tidak sembuh, maka pasien akan kecewa. Kemudian menimbulkan masalah, menuntut dokter, dan lain sebagainya," tutur Frans. Sebelumnya, beredar surat dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang memecat sementara Mayjen dr Terawan Agus Putranto sebagai anggota karena melakukan pelanggaran etik berat. Dengan keputusan ini, dr Terawan juga tidak boleh membuka praktik. Dalam surat yang beredar IDI memecat dr Terawan yang kini jadi Kepala RSPAD Gatot Soebroto per tanggal 26 Februari 2018 hingga satu tahun ke depan. Ia dipecat karena tidak mau mengikuti pedoman yang diberikan IDI ketika praktik. kumparan (kumparan.com) sudah mencoba menghubungi Terawan untuk mengkonfirmasi pemecatan ini. Asistennya yang mengangkat telepon mengatakan, Terawan sedang rapat. https://kumparan.com/@kumparannews/alasan-idi-pecat-dr-terawanmengiklan-hingga-janjikan-kesembuhan
Terapi Cuci Otak Dokter Terawan Bisa Obati Stroke? Ini Kata Ahli RESA EKA AYU SARTIKA Kompas.com - 04/04/2018, 19:07 WIB Ilustrasi(monsitj) KOMPAS.com — Kontroversi mengenai terapi cuci otak atau brain wash yang
dicetuskan dr Terawan Agus Putranto menghiasi pemberitaan beberapa hari terakhir. Apalagi, setelah dokter spesialis radiologi dari RSPAD Gatot Subroto itu diberhentikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sebelumnya, Terawan mengaku, terapinya ini memberikan hasil yang bagus kepada pasien. "Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi 'cuci otak' itu,” ujar Terawan, dilansir dari Wartakotalive. Ternyata, sebelum pemberhentian oleh MKEK IDI, terapi yang dicetuskan oleh Terawan telah lama mengundang pro dan kontra. Salah satunya dari Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi). Dalam laporan Kompas.com tahun 2012, Ketua Umum Perdossi Prof M Hasan Machfoed mempertanyakan terapi cuci otak tersebut untuk penderita stroke. Hal ini diungkapkan pada pembukaan Pertemuan Ilmiah Nasional Stroke di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (23/11/2012). pada terapi cuci otak, terapis memasukkan obat ke pembuluh darah otak penderita stroke. Dalam dunia kedokteran, proses itu disebut trombolisis yang memiliki prosedur batas waktu ketat. Dalam panduan, trombolisis dapat diberikan hingga 8 jam setelah penderita terkena stroke. Tapi, jika terapi itu diberikan pada pasien yang serangan sudah lebih dari 8 jam, apalagi berbulan-bulan atau bertahun-tahun, bisa menimbulkan masalah. Kontroversi ini tidak berhenti pada tahun 2012 saja. Hanya alat diagnosis Menurut laporan Kompas.com 2014, para ahli saraf berpendapat, terapi cuci otak tidak dapat mengobati penyakit stroke. Itu karena alat yang digunakan pada terapi ini sebenarnya untuk melakukan diagnosis saja. Alat yang dipakai dalam terapi cuci otak dokter Terawan adalah Digital Substracion Angiography (DSA). "Brain wash itu bukan istilah kedokteran. Metode yang digunakan DSA itu alat diagnostik, sama seperti alat rontgen. Jadi bukan untuk terapi," ujar Hasan dalam Seminar Neurointervensi di Jakarta, Kamis (17/12/2014). Prosedur DSA menggunakan kontras untuk memperjelas gambaran pembuluh darah. Saat prosedur ini dilakukan, pasien diberikan obat heparin untuk mencegah pembekuan darah selama prosedur. Melalui DSA, kelainan pembuluh darah di otak bisa diketahui. Setelah itu, pasien akan diberi terapi atau pengobatan yang sesuai dengan kelainannya. Menurut Hasan, penggunaan dasar DSA sebagai alat terapi stroke harus dibuktikan terlebih dahulu secara ilmiah. “Dari segi etika kedokteran, tidak dibenarkan (penggunaannya tanpa pembuktian ilmiah). Kode etik kita sangat berat karena berhubungan dengan kesehatan manusia. Untuk penelitian harus dicoba dulu pada hewan. Pokoknya sangat ketat karena taruhannya nyawa,” ujar Hasan. Baca juga: Amankah Menjalani Terapi Cuci Otak? Dokter Spesialis Saraf Fritz Sumantri Usman
menambahkan, DSA sudah digunakan sejak lama sebagai alat diagnostik. Dunia internasional pun hingga saat ini hanya menyetujui DSA sebagai alat diagnostik, bukan untuk pencegahan maupun pengobatan. Keamanan Selain itu, Fritz juga menjelaskan DSA tidak bisa dilakukan pada sembarangan orang. "DSA bisa dilakukan apabila sudah terkena serangan stroke berulang. Atau serangan stroke dengan faktor risiko tertentu, seperti kencing manis, jantung, hipertensi, hingga stroke di usia muda," ujar Fritz. "DSA itu alat diagnosis gold standar untuk membidik kelainan pembuluh darah di otak," lanjut Fritz. Sebelum DSA, biasanya telah dilakukan pengecekan dengan MRI atau CT Scan. Fritz menambahkan, DSA tidak bisa dilakukan kepada seseorang yang tidak sakit. Para dokter saraf tidak menyarankan pasien mengikuti terapi cuci otak yang metode dasarnya menggunakan DSA tersebut untuk mencegah terkena stroke atau menyembuhkan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terapi Cuci Otak Dokter Terawan Bisa Obati Stroke? Ini Kata Ahli", https://sains.kompas.com/read/2018/04/04/190700723/terapi-cuci-otakdokter-terawan-bisa-obati-stroke-ini-kata-ahli. Penulis : Resa Eka Ayu Sartika Editor : Resa Eka Ayu Sartika https://sains.kompas.com/read/2018/04/04/190700723/terapi-cuci-otakdokter-terawan-bisa-obati-stroke-ini-kata-ahli
35
Prahara Dokter Terawan Prahara Dokter Terawan kumparanNEWS kumparanNEWS Sabtu 07 April 2018 - 18:24
Pernah dengar Prabowo berpidato? Begitu bergelora dan berapi-api. Ini contohnya: Ads by AdAsia
Saudara-saudara! Kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara, gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini. Tapi di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung, mereka ramalkan kita ini bubar! Nah, Prabowo Subianto, bekas komandan jenderal Kous yang kini menjabat Ketua Umum Partai Gerindra, tidak akan bisa berpidato menggebugebu macam itu tanpa Dokter Terawan. Ya, Terawan Agus Putranto, dokter sekaligus perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang tengah berada di lingkaran prahara karena dipecat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia dari profesinya sebagai dokter. Prabowo, selain harus berterima kasih kepada karya fiksi ilmiah Ghost Fleet: A Novel of the Next World War yang menjadi inspirasi pidatonya yang viral itu, juga blak-blakan berterima kasih kepada Dokter Terawan. Bagaimana tidak, sebab karena ‘dicuci otak’ oleh Dokter Terawan itulah, ia--di usianya yang 66 tahun kini--bisa berpidato tak putus selama lima jam! Luar biasa.
Saya dulu vertigo, lalu periksa ke beliau (Dokter Terawan) dan beliau sarankan untuk dibersihkan (cuci otak). Alhamdulillah, sekarang saya fit dan bisa lima jam pidato. - Prabowo Subianto
Prabowo Subianto
Prabowo Subianto (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry) “Tolong, Pak Terawan itu aset bangsa. Kaget saya (dengar dia dipecat). Saya bukan ahli, tapi saya harap ke IDI, tolonglah cari titik terbaik,” kata Prabowo saat menghadiri Rapat Kerja Nasional Partai Gerindra di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (5/4). Prabowo bukan satu-satunya eks militer yang bersuara lantang untuk ‘membela’ Dokter Terawan. Tak kurang dari Susilo Bambang Yudhoyono, presiden keenam Indonesia, ikut mendorong win-win solution antara Terawan dan IDI. “Dokter Terawan punya prestasi gemilang. Jangan divonis, dihakimi begitu saja. Tapi saya juga menghormati IDI. Duduklah bersama carikan solusi. Saya menjadi saksi bahwa ribuan saudara-saudara kita merasa tertolong oleh Dokter Terawan, terlepas apakah metodoya dipolemikkan atau didebatkan,” kata SBY. SBY tak bisa tidak ikut ‘membela’, sebab Terawan adalah anggota tim dokter kepresidenan di masanya menjabat. Menurut SBY, Terawan bahkan berhasil menyembuhkan seorang perdana menteri negara sahabat. #SaveDokterTerawan pun tersebar di media sosial. Tak tanggung-tanggung, tagar itu digulirkan oleh Aburizal Bakrie, mantan ketua umum Partai Golkar yang juga eks menteri koordinator kesejahteraan rakyat. “Saya pernah ditolong, lolos dari maut melalui tangan Dokter Terawan dengan metode DSA-nya. Saya berharap IDI bisa mengizinkan Dokter Terawan untuk kembali praktik,” kata Ical, sapaan Aburizal.
Pokoknya, dukungan deras mengalir untuk Dokter Terawan, termasuk dari Komisi I DPR yang langsung menemui Terawan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Rabu (4/4), untuk memberikan dukungan moril. Ya, yang datang adalah Komisi I yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi informatika, dan intelijen, bukan Komisi IX yang membidangi kesehatan. Rupanya, pemecatan Terawan sudah jadi masalah gawat negara. “Dokter Terawan adalah Kepala RSPAD, dan RSPAD di bawah Kementerian Pertahanan yang merupakan mitra Komisi I. Jadi kami perlu mengerti apa yang sesungguhnya terjadi,” kata Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari kepada kumparan, Kamis (5/4).
RSPAD adalah rujukan bagi rumah sakit tentara di seluruh Indonesia. Kalau kepalanya tiba-tiba dipecat IDI begitu, ini bikin down tentara di bawah. Komisi I memberikan dukungan moril agar dokter-dokter tentara yang ada di seluruh Indonesia tidak berkecil hati. - Abdul Kharis Almasyhari, Ketua Komisi I DPR
Dokter Terawan.
Dokter Terawan. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan) Prahara bermula Selasa (3/4), saat lembar rekomendasi pemecatan Terawan dengan kop surat “Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia” tersingkap ke publik. Surat itu ditujukan kepada Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI), tempat Terawan bernaung sebagai dokter spesialis radiologi. Surat tersebut berisi rekomendasi putusan sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI yang memutuskan untuk memberhentikan sementara Dokter Terawan dari keanggotaannya di IDI. Pemecatan berlaku satu tahun sejak keputusan dibuat.
Yang menarik, putusan sebetulnya sudah jatuh sejak 26 Februari 2018. Namun kabar pemecatan Terawan oleh IDI baru menyeruak awal April 2018. Dalam surat yang ditandatangani Ketua MKEK Dr dr Prijo Sidipratomo itu, Terawan diputus bersalah karena melakukan pelanggaran etik berat. Ia melanggar dua pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), yakni Pasal 4 dan Pasal 6. Pasal 4 KODEKI berbunyi, “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.” Sementara Pasal 6 berbunyi, “Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.” Meski tak disebut eksplisit, diduga kuat dua pelanggaran etik tersebut terkait metode terapi stroke Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF) atau jamak dikenal dengan istilah “cuci otak”. Ini metode yang biasa ditekuni Terawan sehari-hari. Ihwal tersebut dibenarkan oleh salah seorang PB IDI, dr Riza Omar Kastanya. Menurut Riza, pelanggaran etik Terawan memang menyangkut metode cuci otak. Metode cuci otak sejak lama menjadi buah bibir karena diklaim mampu memperbaiki gerak tubuh pasien yang menderita penyakit stroke--serangan otak yang biasa disertai kelumpuhan. Namun meski sering dipraktikkan, menurut Riza, metode itu “belum dibuktikan secara ilmiah.” Inilah pangkal persoalan yang menyeret Terawan ke dugaan melanggar Pasal 6 KODEKI. Sementara terkait Pasal 4, Terawan diduga mengiklankan diri hingga menjanjikan kesembuhan kepada pasien. Frans Santosa dari PB IDI mengatakan, seorang dokter memang tak semestinya menjanjikan kesembuhan kepada pasien. Dokter hanya berperan sebagai perantara karena “sesungguhnya kesembuhan itu diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.” Sementara Terawan sendiri usai disambangi Komisi I DPR di RSPAD kembali menegaskan, tidak pernah menjanjikan apa pun kepada pasien.
Saya sebagai seorang TNI tidak pernah mau mengiklankan diri. Saya mana bisa mengobati. Dokter tidak pernah bisa menyembuhkan pasien, boro-boro menjanjikan. Yang bisa itu Tuhan. Tuhan yang ngatur. - Dokter Terawan
Ia meminta IDI untuk spesifik menjelaskan maksudnya. “Kalau hanya ‘katanya’ beriklan, itu saya repot. Jadi mohon izin untuk ditunjukkan iklan yang kayak apa, karena itu membahayakan, menuduh sesuatu.”
Ilustrasi Geger Terawan
Ilustrasi Geger Terawan (Foto: Faisal Nu'man/kumparan) Imbas dari pemecatan itu, Dokter Terawan terancam kehilangan izin untuk melakukan praktik pengobatan selama satu tahun. Ini, tentu saja, termasuk praktik cuci otak. Berdasarkan prosedur yang berlaku, untuk menindaklanjuti keputusan MKEK, IDI akan memberikan penyataan tertulis untuk mencabut izin praktik Terawan. Sementara kewenangan untuk mencabut Surat Izin Praktik (SIP) seorang dokter, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011, dapat dilakukan oleh kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pemerintah daerah. Namun tampaknya, pencabutan SIP kepada Terawan hampir tak mungkin dilakukan karena mekanismenya perlu melewati rantai birokrasi panjang. Untuk mencabut SIP seorang dokter, PTSP perlu mendapat rekomendasi pencabutan izin praktik dari beberapa organisasi, tak cuma IDI Pusat. Menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi, pencabutan SIP mesti melalui beberapa tahapan, yakni mengantongi rekomendasi dari IDI Pusat, perhimpunan profesi spesialis, dan IDI Cabang. Setelah mendapat rekomendasi IDI Cabang, Dinas Kesehatan baru bisa memberi rekomendasi ke Kantor PTSP. “Nah, kewenangan pencabutan SIP berada di bawah PTSP,” kata Koesmedi.
Sampai saat ini Koesmedi belum menerima rekomendasi pencabutan izin praktik terkait pemecatan Terawan dari IDI. Hal ini tidaklah aneh, sebab untuk mengeluarkan rekomendasi pencabutan SIP, IDI Cabang mesti mendapat rekomendasi dari organisasi profesi spesialis, dalam hal ini Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) yang diketuai oleh Terawan sendiri. Intinya, Terawan tidak serta-merta kehilangan izin praktik.
RSPAD Gatot Soebroto.
RSPAD Gatot Soebroto. (Foto: Helmi Afandi/kumparan) Terawan, dalam pertemuannya dengan Komisi I DPR di RSPAD, menyatakan belum menerima surat pemecatannya dari PB IDI, meski surat itu telah diterbitkan sejak Februari. “Saya belum dapat surat apapun, belum dapat keputusan apapun,” ujar Terawan. Menurutnya, kontroversi soal keilmiahan metode cuci otak yang ia praktikkan memang sempat disoal pada 2013. Kala itu, MKEK menyarankan kepada Terawan agar metode cuci otak dibuktikan secara ilmiah. Oleh sebab itu, menurut Terawan, ia menjawab ‘tantangan’ MKEK tersebut dengan mengambil studi doktoral. “Saya (lalu) mendaftar ke Universitas Hasanudin.” Hingga pada Agustus 2016, setelah melakukan penelitian selama tiga tahun, Terawan berhasil mendapat gelar doktor. Riset tentang metode cuci otak itu berjudul “Efek Intra Arterial Heparin Flushing terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis.” Riset itu tidak ia lakukan seorang diri, melainkan bersama 5 orang lainnya, dengan 4 di antaranya ahli laboratorium. Terawan mengatakan, ia dan kelima orang itu berhasil lulus studi doktoral, bahkan hasil riset mereka diterbitkan di 12 jurnal internasional. “Impact factor-nya diadopsi oleh orang lain, negara lain, atau peneliti lain,” kata Terawan. https://kumparan.com/@kumparannews/prahara-dokter-terawan
Namun, meski telah dibuktikan lewat disertasi, keilmiahan metode cuci otak Terawan masih tetap diragukan. Salah satunya oleh Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Hasan Machfoed. Menurut Hasan kepada kumparan, alat yang digunakan Terawan dalam melakukan terapi cuci otak, Digital Subscription Angiography (DSA), sesungguhnya tidak berfungsi untuk menyembuhkan penyakit, tapi merupakan diagnosis. Ia mengibaratkan DSA seperti rontgen yang biasa digunakan untuk memeriksa kondisi paru-paru seseorang. Namun, ujar Hasan, Terawan mengalihfungsikan DSA yang sebetulnya alat diagnosis, menjadi alat terapi, bahkan alat pencegahan penyakit.
DSA itu sebetulnya alat biasa. Itu hanya alat untuk diagnosa, tapi digunakan untuk terapi, bahkan prevensi. - Hasan Machfoed, Ketua Umum Perdossi
Lebih lanjut, kata Hasan, pembuktian ilmiah di ranah akademik tak sertamerta menjadikan metode cuci otak sah diterapkan di ranah kedokteran. Menurutnya, “Disertasi Terawan tidak didukung oleh referensi ilmiah memadai.” Yang dimaksud Hasan: belum ada penelitian lain di dunia yang mendukung tesis penelitian Terawan.
Metode cuci otak.
Metode cuci otak Dokter Terawan. (Foto: Basith Subastian/kumparan) Metode cuci otak Terawan dilakukan terhadap pasien penderita stroke. Caranya, dengan menyemprotkan heparin (cairan penangkal penggumpalan darah) ke bagian otak yang tersumbat. Padahal, kata Hasan, tak ada satu pun penelitian yang mengganggap heparin sebagai obat penyakit stroke.
Penelitan tentang heparin itu (jumlahnya) 3 ribu, 4 ribu, tetapi dari sekian banyak penelitian, enggak ada yang mendukung penelitian dia (Terawan). - Hasan Machfoed, Ketua Umum Perdossi
Kritik serta keraguan atas terapi cuci otak Terawan juga datang dari ahli penyakit saraf dan saraf intervensi, Fritz Sumantri Usman. Menurutnya, apabila seorang dokter punya penemuan atau inovasi mutakhir terkait prosedur atau jenis obat, dia tidak cukup membuktikannya pada ranah akademis. Selain pembuktian di ranah akademis, uji klinis terhadap penemuan tersebut juga diperlukan, dan uji tersebut punya prosedur sangat ketat. “Selama uji klinis itu belum dilakukan, berarti terapi tersebut belum divalidasi. Belum sah. Artinya obat atau prosedur baru tersebut tidak valid atau tidak teruji,” ujar Fritz. Soal uji klinis juga disinggung oleh Prof. Irawan Yusuf, Guru Besar Universitas Hasanuddin yang juga promotor gelar doktor Terawan. Uji klinis itu, ujarnya, dapat dilakukan secara acak ke beberapa pasien untuk mendapatkan data soal efektivitas metode yang diterapkan, apakah lebih besar tingkat kesembuhannya, atau justru sebaliknya. “Dengan uji klinis dan pengembangan, tentu akan ada perbaikan yang terusmenerus untuk mendapatkan metode paling tepat,” kata Irawan seperti dikutip dari Antara, Jumat (6/4). Ia menambahkan, metode Terawan secara ilmiah sudah sesuai standar akademis dalam pendidikan S3, namun memang perlu riset pengembangan sehingga memenuhi standar dan tidak kontroversial.