BAB I PENDAHULUAN
The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan
jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam kerusakan tersebut. Nyeri adalah alas an tersering yang diberikan oleh pasien apabila mereka ditanya kenapa berobat. Dokter hamper semata-mata mengandalakan penjelasan pasien tentang nyeri dan keparahannya. Dampak nyeri pada perasaan sejahtera pasien sudah sedemkian luas diterima sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri sebagai tanda vital kelima dan mengelompokannya bersama tanda-tanda klasik suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah. `Nyeri, selain menimbulkan penderitaan, juga berfungsi sebagai mekanisme proteksi, defensif dan penunjang diagnostik. Sebagai mekanisme proteksi, sensibel nyeri memungkinkan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab nyeri sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Sebagai mekanisme defensif, memungkinkan untuk immobilsasi organ tubuh yang mengalami inflamasi atau patah sehingga sensibel yang dirasakan akan mereda dan bisa mempercepat penyembuhan. Nyeri juga dapat berperan sebagai penuntun diagnostik, karena dengan adanya nyeri pada daerah tertentu, proses yang terjadi pada seorang pasien dapat diketahui, misalnya, nyeri yang dirasakan oleh seorang pada daerah perut kanan bawah, kemungkinan pasien tersebut menderita radang usus buntu. Contoh lain, misalnya seorang ibu hamil cukup bulan, mengalami rasa nyeri di daerah perut, kemungkinan merupakan tanda bahwa proses persalinan sudah dimulai. SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut. The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam kerusakan tersebut. Nyeri adalah alasan tersering yang diberikan oleh pasien apabila mereka ditanya kenapa berobat. 2.2 Klasifikasi Nyeri Nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara, yaitu : 1. Menurut Jenisnya : nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, dan nyeri psikogenik. 2. Menurut timbulnya nyeri : nyeri akut dan nyeri kronis. 3. Menurut penyebabnya : nyeri onkologik dan nyeri non onkologik. 4. Menurut derajat nyerinya : nyeri ringan, sedang dan berat.
Menurut timbulnya nyeri Nyeri akut Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Nyeri ini
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman2
terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri. Misalnya nyeri pasca bedah. Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yang tidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari. Misalnya nyeri karena kanker.
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman3
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik Nyeri akut
Nyeri kronik
-
Lamanya dalam hitungan menit
-
Lamannya sampai hitungan bulan
-
Sensasi tajam menusuk
-
Sensasi terbakar, tumpul, pegal
-
Dibawa oleh serat A-delta
-
Dibawa oleh serat C
-
Ditandai
-
Fungsi fisiologi bersifat normal
-
Kausanya mungkin jelas mungkin
peningkatan BP, nadi,
dan respirasi -
Kausanya
spesifik,
dapat
diidentifikasi secara biologis -
tidak
Respon pasien : Fokus pada nyeri,
-
menangis dan mengerang, cemas -
dan kelelahan
Tingkah laku menggosok bagian
-
yang nyeri -
Respon terhadap analgesik
Tidak ada keluhan nyeri, depresi
Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon terhadap nyeri
:
meredakan nyeri secara efektif
-
Respon terhadap analgesik : sering kurang meredakan nyeri
Menurut derajat nyerinya Berdasarkan derajat nyerinya diklasifikasikan menjadi 3 kriteria, yaitu : 1. Nyeri ringan : adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu melakukan aktifitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur. 2. Nyeri sedang : adalah nyeri yang terus menerus, aktifitas terganggu, yang hanya hilang jika penderita tidur.
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman4
3. Nyeri berat : adalah nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari, penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu tidur.
2.3 Fisiologi Nyeri Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan presepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang menganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran implus nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas direseptor nyeri aferen primer. Akhirnya, presepsi nyeri adalahg pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktifitas transmisi nyeri oleh saraf. SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman5
2.4 Penilaian Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intesitas nyeri sangan subjektif dan individual dengan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologi tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun pengukuran dengan teknik itu juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (tamasuri,2007). Penilain nyeri menurut smeltzer, S. C bare B. G (2002) adalah sebagai berikut : 1. Skala intensitas nyeri deskritif
2. Skala identitas nyeri numeric
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman6
3. Skala analog visual
4. Skala nyeri menurut Bourbanis
Keterangan : 0
: Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik 4-6 : Nyeri sedang : secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi.
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman7
2.5 Penatalaksanaan Nyeri Sebelum dilakukanya pengobatan terhadap nyeri, seorang dokter harus memahami tatalaksana pengelolaan nyeri dengan seksama. Di dalam pengelolaan nyeri ini terdapat prinsipprinsip umum yaitu : 1. Mengawali pemeriksaan dengan seksama 2. Menentukan penyebab dan derajat/stadium penyakit dengan tepat 3. Komunikasi yang baik dengan penderita dan keluarga 4. Mengajak penderita berpartisipasi aktif dalam perawatan 5. Meyakinkan penderita bahwa nyerinya dapat ditanggulangi 6. Memperhatikan biaya pengobatan dan tindakan 7. Merencanakan pengobatan, bila perlu, secara multidisiplin Tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri sebesar-besarnya dengan kemungkinan efek samping yang paling kecil. Ada dua metode umum untuk terapi nyer: farmakologik dan non farmakologik. 2.5.1 Farmakologi Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step Analgesic Ladder. Tiga langkah tangga analgesik meurut WHO untuk pengobatan nyeri itu terdiri dari : 1. Pada mulanya, langkah pertama, hendaknya menggunakan obat analgesik non opiat. 2. Apabila masih tetap nyeri naik ke tangga/langkah kedua, yaitu ditambahkan obat opioid lemah misalnya kodein. 3. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka, sebagai langkah ketiga, disarankan untuk menggunakan opioid keras yaitu morfin.
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman8
Pada dasarnya prinsip Three Step Analgesic Ladder dapat diterapkan untuk nyeri kronik maupun nyeri akut, yaitu : 1. Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1-2-3 2. Pada nyeri akut, sebaliknya, mengikuti langkah tangga ke bawah 3-2-1
Pada setiap langkah, apabila perlu dapat ditambahkan adjuvan atau obat pembantu. Berbagai obat pembantu (adjuvant) dapat bermanfaat dalam masing-masing taraf penaggulangan nyeri, khususnya untuk lebih meningkatkan efektivitas analgesik, memberantas gejala-gejala yang menyertai, dan kemampuan untuk bertindak sebagai obat tersendiri terhadap tipe-tipe nyeri tertentu. Obat adalah bentuk pengendalian nyeri yang paling sering digunakan. Terdapat tiga kelompok nyeri: (1) analgesik nonopioid; (2) analgesik opioid, dan (3) antagonis dan agonisantagonis opioid dan (4) kelompok obat adjuvan atau koanalgesik. 1. Analgesia Nonopioid: Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS)
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman9
Langkah pertama, sering efektif untuk penatalksaan nyeri ringan sampai sedang, menggunakan analgesic nonopioid terutama asetaminofen dan OAINS. Tersedia berbagai macam OAINS dengan efek antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Asam asetilsalisilat (aspirin) dan ibu profen mungkin merupakan OAINS yang paling sering digunakan dan sangan efektif untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan, penyakit meradang yang kronik dan nyeri akibat kanker yang ringan. OAINS menghasilkan analgesia dengan bekerja di tempat cedera melalui inhibisi sentresis prostaglandin dan prekusor arakidonat prostaglandin (terutama PGE1, PGE2, PGI2) mensentisasi nosiseptor dan bekerja secara sinergis dengan produk inflamatorik lain di tempat cedera, misalnya bradikinin dan histamine, untuk menimbulkan hiperalgesia. Dengan demikian, OAINS mengganggu mekanisme transduksi di nosiseptor aferen primer dengan menghambat sintesis prostaglandin. OAINS tidak menimbulkan ketergantungan atau toleransi fisik. 2. Analgesia Opioid Bahan dasar kimiawi dari opium dikenal sebagai opiat. Opiat dan zat-zat yang lain yang menunjukkan efek mereka dari menstimulasi reseptor opioid itu sendiri di dalam sistem nervus sentral disebut opioid. Stimulasi dari reseptor - reseptor opioid menghasilkan berbagai efek , termasuk analgesik, sedasi, euforia, konstriksi pupil, depresi pernapasan, bradikardi, konstipasi, nausea, vomit, retensi urin dan pruritus. Narkotik (dari narkotikos yunani sampai ke benumb) mengarah ke golongan umum dari obat – obatan yang menumpulkan sensasi dan menghasilkan euforia, stupor dan koma. Opioid saat ini adalah analgesik paling kuat yang tersedia dan digunakan dalam pengobatan nyeri sedang sampai berat. Obat-obat ini merupakan patokan dalam
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman10
pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait kanker. Morfin adalah suatu alkaloid yang berasal dari getah tumbuhan
opium poppy yang telah dikeringkan dan telah
digunakan sejak berabad-abad yang lalu karena efek analgesik, sedatif dan euforiknya. Morfin adalah salah satu obat yang paling luas digunakan untuk mengobati nyeri berat dan masih standar pembanding untuk menilai obat analgesik lain. Berbeda dengan OAINS, yang bekerja di perifer, morfin menimbulkan efek analgesiknya di sentral. Mekanisme pasti kerja opioid telah semakin jelas sejak penemuan resptor-reseptor opioid endogen di sistem limbik, talamus, PAG, substansia gelatinosa, kornu dorsalis dan usus. Opioid endogen seperti morfin menimbulkan efek dengan mengikat reseptor opioid dengan cara serupa dengan opioid endogen (endorfinenkefalin); yaitu morfin memiliki efek agonis (meningkatkan kerja reseptor). Dengan mengikat reseptor opioid di nukleus modulasi-nyeri di batang otak, morfin menimbulkan efek pada sistem-sistem desenden yang menghambat nyeri. Penggunaan opioid dapat menyebabkan terjadinya depresi pernafasan, penurunan tekanan darah, penurunan denyut jantung, pruritus, Nausea dan vomiting. Semua opioid berpotensi menimbulkan toleransi, ketergantungan dan ketagihan (adiksi). Toleransi adalah kebutuhan fisiologik untuk dosis yang lebih tinggi untuk mempertahankan efek analgesik obat. Toleransi terhadap opioid tersebut diberikan dalam jangka panjang, misalnya pada terapi kanker. Walaupun terdapat toleransi silang yang cukup luas diantara obat-obat opioid, hal tersebut tidaklah komplete. Misalnya codein dan tramadol.
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman11
3. Antagonis dan Agonis-antagonis Opioid Antagonis opioid adalah obat yang melawan efek obat opioid dengan mengikat reseptor opioid dan menghambat pengaktifannya. Nalokson, suatu antagonis opioid untuk menghilangkan analgesia dan efek samping opioid. Nalokson digunakan untuk melawan efek kelebihan dosis narkotik, yaitu yang paling serius adalah depresi nafas dan sedasi. Obat opioid lain adalah kombinasi agonis dan anatagonis, seperti pentazosin (talwin) dan butorfanol (stadol). Apabila diberikan kepada pasien yang bergantung pada narkotik, maka obat-obat ini dapat memicu gejala-gejala putus obat. Agonis-antagonis opioid adalah analgetik efektif apabila diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (misalnya depresi pernafasan) dibandingkan dengan antagonis opioid murni. 4. Adjuvan atau Koanalgesik Obat adjuvan atau koanalgetik adalah obat yang semula dikembangkan untuk tujuan selain menghilangkan nyeri tetapi kemudian ditemukan memilki sifat analgetik atau efek komplementer dalam penatalaksanaan pasien dengan nyeri. Sebagian dari obat ini sangat efektif dalam mengendalikan nyeri neuropatik yang mungkin tidak berespon terhadap opioid. Anti kejang, seperti karbamazepin atau fenitoin, telah terbukti efektif untuk mengatasi nyeri menyayat yang berkaitan dengan kerusakan saraf. Anti kejang ini efektif untuk nyeri neuropatik karena obat golongan ini menstabilkan membran sel saraf dan menekan respon akhir di saraf. Antidepresan trisiklik, seperti amitriptilin atau imipramin, adalah analgetik yang sangat efektif untuk nyeri neuropatik serta berbagai penyakit lain yang menimbulkan
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman12
nyeri. Aplikasi-aplikasi spesifik adalah terapi untuk neuralgia pasca herpes, invasi struktur saraf karena karsinoma, nyeri pasca bedah, dan artritis reumatoid. Pada pengobatan untuk nyeri, antidepresan trisiklik tampaknya memiliki efek analgetik yang independen dari aktivitas antidepresan. Obat adjuvan lain yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri adalah hidroksizin, yang memiliki efek analgetik pada beberapa penyakit dan efek aditif apabila diberikan bersama morfin; pelemas otot misalnya diazepam (valium), yang digunakan untuk mengobati kejang otot yang berkaitan dengan nyeri; dan steroid misalnya dexametason, yang telah digunakan untuk mengendalikan gejala yang berkaitan dengan kompresi medula spinalis atau metastasis tulang pada pasien kanker. Adjuvan lain untuk analgesia adalah agonis reseptor adrenergik-alfa (misalnya, agonis alfa-2, klonidin), yang sering diberikan secara intraspinal bersama dengan opioid atau anestetik lokal; obat ini juga memiliki efek analgetik apabila diberikan secara sistemis karena memulihkan respons adrenergik simpatis yang berlebihan di reseptor sentral dan perifer. Antagonis
alfa-1, prazosin, juga pernah digunakan dalam
penatalaksanaan nyeri yang disebabkan oleh sistem simpatis. Efek samping utama dari obat-obat ini adalah hipotensi dan potensial depresi pernafasan yang diinduksi oleh opioid. 2.5.2 Non Farmakologi Walaupun obat-obat analgesik sangat mudah diberikan, namun banyak pasien dan dokter kurang puas dengan pemberian jangka panjang untuk nyeri yang tidak terkait keganasan. Situasi ini mendorong dikembangkannya sejumlah metode nonfarmakologik untuk mengatasi nyeri. Metode nonfarmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman13
terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku. Sebagian dari modalitas ini mungkin berguna walaupun digunakan secara tersendiri atau digunakan sebagai adjuvan dalam penatalaksanaan nyeri. 1. Terapi dan Modalitas Fisik Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi kulit (pijat, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupuntur, aplikasi panas atau dingin, olahraga). Stimulasi kulit akan merangsang serat-serat non-nosiseptif yang berdiameter besar untuk “menutup gerbang” bagi serat-serat berdiameter kecil yang menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat dikurangi. Dihipotesiskan bahwa stimulasi kulit juga dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan endorfin dan neurotransmiter lainnya yang menghambat nyeri. Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan adalah pemijatan atau penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik diseluruh tubuh. Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi lokal. Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila dilakukan oleh individu yang penuh perhatian maka akan menghasilkan efek emosional yang positif. Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS atau TNS) terdiri dari suatu alat yang digerakkan oleh batere yang mengirim impuls listrik lemah melalui elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda pada umumnya diletakkan diatas atau dekat dengan bagian yang nyeri. TENS digunakan untuk penatalaksanaan nyeri akut dan kronik; nyeri pascaoperasi, nyeri punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia perifer dan artritis rematoid.
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman14
Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum halus ke dalam berbagai titik akupuntur di seluruh tubuh untuk meredakan nyeri. Metode noninvasif lain untuk merangsang titik-titik pemicu adalah memberi tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut akupresur. Range of motion (ROM) exercise (pasif, dibantu, atau aktif) dapat digunakan untuk melemaskan otot, memperbaiki sirkulasi dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan kekakuan dan imobilitas. Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama dikeketahui sebagai metode yang efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas, bantalan pemanas listrik, lampu, kompres basah panas), konveksi (whirpool, sitz bath, berendam air panas), konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat memar, spasme otot, dan artritis berespon baik terhadap panas. Karena melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah lokal, panas jangan digunakan setelah cidera traumatik saat masih ada edema dan peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas mungkin meredekan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Berbeda dengan terapi panas, yang efektif untuk nyeri kronik, aplikasi dingin efektif untuk nyeri akut (misalnya trauma akibat luka bakar, tersayat, terkilir). Dingin dapat disalurkan dlam bentuk berendam atau komponen air dingin, kantung es, aquamatic K pads, dan pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi edema serta perdarahan. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman15
mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri. 2. Strategi kognitif-perilaku Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang lebih mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan (imagery), hipnosis, dan bio. Walaupun sebagian besar metode kognitif-perilaku menekankan salah satu relaksasi atau pengelihatan, pada praktik keduanya tidak dapat dipisahkan. Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah dengan olahraga dan bernafas dalam, meditasi dan mendengarkan musik-musik yang menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa cemas, ketegangan otot, dan stress emosi sehingga memutuskan siklus nyeri-stress-nyeri, saat nyeri dan stress saling memperkuat. Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan perhatian pasien pada stimulus lain dan menjauhi nyeri. Menonton televisi, membaca buku, mendengar musik, dan melakukan percakapan. Penciptaan khayalan dengan tuntutan adalah suatu bentuk pengalihan fasilator yang mendorong pasien untuk mevisualisasikan atau memikirkan pemandangan atau sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian menjauhi nyeri. Tehnik ini sering dikombinasikan dengan relaksasi. Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada bagaimana memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri; metode ini juga bergantung pada
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman16
kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien ke bayangan-bayangan yang paling konstruktif. Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada kemampuan untuk memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter fisiologik tertentu kepada pasien sehingga pasien dapat belajar mengendalikan parameter tersebut termasuk suhu kulit, ketegangan otot, kecepatan denyut jantung, tekanan darah dan gelombang otak.
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman17
BAB III KESIMPULAN
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam kerusakan tersebut dan merupakan alasan tersering yang diberikan oleh pasien apabila mereka ditanya kenapa berobat. Nyeri dapat diklasifikasikan menurut Menurut Jenisnya : nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, dan nyeri psikogenik, menurut timbulnya nyeri : nyeri akut dan nyeri kronis, menurut penyebabnya : nyeri onkologik dan nyeri non onkologik dan menurut derajat nyerinya : nyeri ringan, sedang dan berat.
Dalam penatalaksanaan terhadap nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan farmakologi dan non farmakologi. Farmakologi dapat menggunakan obat-obat Analgesia Opioid, analgesia nonopioid dan antagonis dan agonis-antagonis opioid, serta dapat diberikan dengan kelompok obat berikutnya yaitu adjuvant atau koanalgesik. Penatalaksanaan farmakologi ini harus dilakukan dengan beberapa pendekatan bertahap. Penatalaksanaan Non Farmakologi dapat dilakukan dengan terapi dan modalitas fisik dan strategi kognitif-perilaku.
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia Anderson, LorraineMcCarty Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2. Tamsuri, A. (2007). Konsep & penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC 3. Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medial bedah. Edisi 8, vol 1. Jakarta: EGC 4. Mangku G. Nyeri. In: Diktat Kumpulan Kuliah. Denpasar: Lab. Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD; 2004. 5. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Tatalaksana Nyeri. In: Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002; 74-83. 6. Morgan GE. Pain Management. In: Clinical Anesthesiology. 4th ed. Stamford: Appleton and Lange. 2004; 274-316. 7. Avidan M, Harvey AM, Ponte J, Wendon J, Ginsburg R. Pain Management. In: Perioperative Care, Anaesthesia, Pain Management and Intensive Care. London: Churchill Livingstone. 2003; 78-102.
SMF/Bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.Dr. W.Z. Johannes / Referat Penatalaksanaan Nyeri
Halaman19