Laporan Kegiatan
MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN DENGAN HIRADC(Hazard Identification Risk Assesment and Determining Controls) DI PUSKESMAS KEDAWUNG I KABUPATEN SRAGEN
Disusun oleh: Kelompok 481 C Atika Puspita H, S. Ked
G99131085
Rulita Ririn Prabawati, S. Ked
G99131086
Tenri Ashari W, S. Ked
G99131087
Ivan Jazid Adam, S. Ked
G99131088
Pembimbing: Sumardiyono, SKM, M.Kes KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014
0
LEMBAR PENGESAHAN MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN DENGAN HIRADC (Hazard Identification Risk Assasment And Determining Control) DI PUSKESMAS KEDAWUNG I KABUPATEN SRAGEN Disusun Oleh : Kelompok 481 C Atika Puspita H, S. Ked
G99131085
Rulita Ririn Prabawati, S. Ked
G99131086
Tenri Ashari W, S. Ked
G99131087
Ivan Jazid Adam, S. Ked
G99131088
Telah diperiksa, disetujui, dan disahkan pada : Hari
:
Tanggal
:
Mengetahui, Kepala Bagian IKM FKUNS
Pembimbing K3L
Dr. Ari Natalia Probandari, dr., MPH., PhD
Sumardiyono, SKM., M.Kes
NIP. 19751221 200501 2 001
NIP. 19650706 198803 1 002
1
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya
sehingga
kami
dapat
menyelesaikan
laporan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Kedawung I. Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1.
Dr. Ari Natalia Probandari, dr., MPH., PhDselaku Kepala Bagian Ilmu
2. 3.
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Sumardiyono, SKM., M.Kes. selaku Pembimbing K3L. Seluruh staf Puskesmas Kedawung I yang telah banyak membantu kami dalam menjalani kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penulis menyadari dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan
kekeliruan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan penulisan laporan ini. Semoga apa yang telah penulis susun dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat menjadi bahan informasi yang berguna.
Surakarta, 4 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI 2
Halaman Judul Lembar Pengesahan....................................................................................
1
Kata Pengantar............................................................................................
2
Daftar Isi.......................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................
4
B. Rumusan Masalah...........................................................................
6
C. Tujuan…………...............................................................................
6
D. Manfaat………..................................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja...................................
7
B. Sumber Bahaya.................................................................................
8
C. Manajemen Risiko............................................................................
13
BAB III METODE PENGAMBILAN DATA A. Sumber data……..............................................................................
20
B. Tehnik Pengambilan Data ..............................................................
20
BAB IV HASIL OBSERVASI A. Aktivitas Kegiatan di Puskesmas Kebakkramat 1....................... 21 B. HIRADC (Hazard Identification Risk Assesment and Determining Controls)..........................................................................................
22
BAB VI PENUTUP A. Simpulan……….............................................................................
31
B. Saran…………...............................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Suma’mur, 2009). Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa
negara
maju
(dari
beberapa
pengamatan)
menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi.Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia (Tarwaka, 2008). Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 164 disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja yang dimaksud meliputi pekerja disektor formal dan informal dan berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada dilingkungan tempat kerja Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya pemberian perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang bertujuan
untuk
memeliharan
dan
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat pekerja, mencegah timbulnya gangguan kesehatan, melindungi
4
pekerja dari bahaya kesehatan serta menempatkan pekerja dilingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja. Upaya kesehatan kerja mencakup kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan serta penelitian di bidang kesehatan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit termasuk pengendalian faktor risiko, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan termasuk pemulihan kapasitas kerja (Depkes RI, 2005). Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota/kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan, dan penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi. Puskesmas merupakan tempat kerja serta berkumpulnya orangorang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga puskesmas merupakan tempat kerja yang mempunyai risiko kesehatan maupun penyakit akibat kecelakaan kerja. Oleh karena itu petugas puskesmas tersebut mempunyai risiko tinggi karena sering kontak dengan agen penyakit menular, dengan darah dan cairan tubuh maupun tertusuk jarum suntik bekas yang mungkin dapat berperan sebagai transmisi beberapa penyakit seperti hepatitis B, HIV AIDS dan juga potensial sebagai media penularan penyakit yang lain. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas puskesmas termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di puskesmas, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung puskesmas. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola puskesmas menerapkan upaya-upaya K3 di puskesmas. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja?
5
2. Apa saja sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan? 3. Bagaimana manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC (Hazard Identification Risk Assesmen and Determining Controls)? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja 2. Untuk mengetahui sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan 3. Untuk mengetahui manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC D. Manfaat 1. Bagi penulis a. Dapat menambah pengetahuan mengenai keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan di Puskesmas Kedawung I. b. Dapat menambah pengetahuan mengenai manajemen risiko yang ada di Puskesmas Kedawung I. 2. Bagi instansi kesehatan/Puskesmas Diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti bagi puskesmas dan sebagai bahan evaluasi khususnya mengenai manajemen risiko di area Puskesmas Kedawung I.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kesehatan dan KeselamatanKerja Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
6
Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan,dan rehabilitasi. Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki beberapa tujuan dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Di dalamnya terdapat 3 (tiga) tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja antara lain : 1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja. 2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. 3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
B. Sumber Bahaya Bahaya merupakan suatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi terhadap terjadinya kejadian kecelakaan berupa cidera, penyakit, kematian, kematian kerusakan atau ketidakmampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008). Bahaya juga termasuk kerusakan harta benda didalamnya yaitu kerusakan lingkungan, dalam definisi bahaya ini adalah aspek lingkungan (Cipta Kridatama, 2010).
7
Dalam terminologi keselamatan dan kesehatan kerja (K3),bahaya diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Bahaya keselamatan kerja (Safety Hazard) Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan yang menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakan property perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan antara lain : a. Bahaya mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti tersayat, terjatuh, tertindih, terpeleset b. Bahaya elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik c. Bahaya kebakaran, disebabkan oleh sibstansi kimia yang bersifat mudah terbakar d. Bahaya peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya explosive 2. Bahaya kesehatan kerja (Health Hazard) Merupakan jenis bahaya yang berdampak
pada
kesehatan,
menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan, antara lain: a. Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan nonpengion, suhu ekstrim dan pencahayaan b. Bahaya kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan seperti antiseptic, aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor c. Bahaya ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture, manual handling dan postur janggal d. Bahaya biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang erada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan fungi (jamur) yang bersifat patogen e. Bahaya patogen, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman Sumber bahaya merupakan faktor penyebab kerja yang dapat ditentukan dan dikendalikan. Sumber-sumber bahaya berasal dari: a. Manusia
8
Termasuk pekerjaan dan manajemen. Kesalahan utama sebagian besar kecelakaan, kerugian atau kerusakan terletak pada karyawan yang kurangterampil, kurang tepat, terganggu emosinya yang pada umumnya menyebabkan kecelakaan dan kerugian (Bennet N. B Silalahi dan Rumondang B. Silalahi, 1995). b. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan bahaya jika tidak digunakan sesuai fungsinya, tidak ada latihan tentang penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman serta tidak ada perawatan atau pemeriksaan. Perawatan atau pemeriksaan dilakukan agar bagian dari mesin atau alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin (Syukri Sahab, 1997). c. Bahan Menurut Syukri Sahab (1997) bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain: 1) Mudah terbakar 2) Mudah meledak 3) Menimbulkan energi 4) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh 5) Menyebabkan kanker 6) Menyebabkan kelainan pada janin 7) Bersifat racun 8) Radioaktif d. Proses Bahaya yang timbul dari faktor proses tergantung dari teknologi yang dipakai. Proses yang dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana dan peralatan yang komplek/rumit mempunyai potensi bahaya yang berbeda. Dalam suatu prses sering digunakan faktor tambahan yang dapat memperbesar faktor risiko bahaya. Tingkat bahaya dari suatu proses kegiatan tergantung pada teknologi yang digunakan (Syukri Sahab, 1997). e. Cara kerja Cara kerja mempunyai efek bahaya baik terhadap diri sendiri maupun disekitarnya. f. Lingkungan kerja Terdiri atas: 1) Fisik a) Temperatur 9
Kondisi tempat kerja yang terlalu panas dapat menyebabkan cepat lelah, karena kehilangan cairan tubuh. Sedangkan jika suhu yang terlalu dingin menyebabkan tenaga kerja mudah sakit, karena daya tahan tubuh menurun. b) Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan atau suara yang intensitasnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 85 dB selama 8 jam sehari atau 40 jam perminggu. Dengan kondisi melebihi NAB secara tidak langsung akan mempengaruhi alat pendengaran, gangguan komunikasi, konsentrasi dan gangguan fisik.pada awalnya gangguan tersebut bersifat sementara tapi kemudian berubah menjadi permanen. c) Penerangan Penerangan yang intensitasnya kurang memadai atau menyilaukan akan menyebabkan kelelahan pada mata yang pada akhirnya akan menyebabkan rasa kantuk dan hal ini dapat menyebabkan kecelakaan. d) Getaran e) Radiasi 2) Kimia Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka.Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena
alergi
(keton).
Bahan
toksik
(trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar. Pencegahan :
10
a. ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium. b. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium. c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, jas laboratorium) dengan benar. d. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar. 3) Biologi Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kumankuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Pencegahan : a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi. b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi. c. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar. d. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar e. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar f. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai. g. Kebersihan diri dari petugas. 4) Ergonomi
11
Ergonomi
sebagai
ilmu,
teknologi
dan
seni
berupaya
menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain). 5) Psikologis Gangguan psikologis dapat terjadi karena adanya pressure ditempat kerja, hubungan kerja yang harmonis. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik (tekanan darah, eksim, dan sebagainya) (Suma’mur, 2009). C. Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah suatu budaya, proses dan struktur dalam mengelola suatu risiko secara efektif dan terencana dalam suatu sistem manajemen yang baik (Soehatman, 2010). Manajemen risiko erat hubungannya dengan manajemen K3. Keberadaan risiko dalam kegiatan suatu instansi kesehatan mendorong perlunya upaya keselamatan untuk mengendalikan risiko yang ada. Dengan demikian manajemen risiko merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen K3 seperti dua sisi mata uang. Dalam sistem manajemen K3 yang berlaku secara global yaitu OHSAS
18001
menyatakan
mengimplementasikan
dan
bahwa
memelihara
organisasi prosedur
harus untuk
menetapkan melakukan
identifikasi bahaya dari kegiatan yang sedang berjalan, penilaian risiko dan menetapkan pengendalian yang diperlukan. Manajemen risiko menurut standar K3L, terdiri dari 3 bagian yaitu Hazard Identification (Identifikasi Bahaya), Risk Assesment (Penilaian Risiko), dan Determining Control (Penetapan Pengendalian) atau sering disebut dengan HIRADC.
12
Pelaksanaan HIRADC dalam proses manajemen risiko di setiap area pada hierarki pengendalian. Dengan cara: a. Menguraikan kegiatan kerja yang melibatkan material, proses dan produk yang dihasilkan dalam suatu instansi. b. Menemukan titik-titik bahaya dan aspek lingkungan yang ada pada kegiatan suatu instansi. c. Menemukan dampak potensial akibat dari bahaya dan aspek lingkungan dari kegiatan yang sedang berjalan. d. Melakukan pengendalian terhadap dampak potensial yang teridentifikasi. e. Menentukan nilai risiko yang tergolong risikolow, high dan very high. f. Menentukan tingkat risiko tergolong di terima atau tidak diterima pada semua bahaya yang telah dilakukan pengendalian awal. g. Mempertahankan dan meningkatkan pengendalian terhadap bahaya yang mempunyai tingkat risiko diterima. h. Melakukan tindakan pengendalian lanjutan terhadap bahaya yang mempunyai tingkat risiko tidak diterima sehingga nilai risikonya turun menjadi tingkat risiko diterima (Cipta Kridatama, 2010). Tahap-tahap manajemen risiko yang seharusnya dilaksanakan di setiap instansi adalah sebagai berikut: a. Inventarisasi Kegiatan Kerja Proses awal Manajemen Risiko dilakukan dengan inventarisasi pekerjaan. Tim HIRADC yang terlibat dalam inventarisasi kegiatan kerja haruslah orang yang berpengalaman dan mengerti betul keadaan jenis pekerjaan dan bahaya terkait. Tidak berhenti pada pekerjaan yang terkait langsung dengan pekerjaan mereka, namun juga termasuk efek dan kondisi fasilitas dan kegiatan pihak lain yang mungkin bersinggungan dengan operasi mereka. b. Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008). Identifikasi bahaya adalah proses untuk mengenali bahaya yang ada dan mengidentifikasi sifat-sifatnya (Cipta Kridatama, 2010).
13
Identifikasi bahaya dilihat secara terpisah pada setiap kegiatan kerja, mencakup bahaya terhadap manusia, alat kerja dan lingkungan kerja. Secara sistematis sumber bahaya bisa dibedakan menjadi 2 yaitu faktor bahaya dan potensi bahaya. Adapun macam faktor bahaya antara lain faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, faktor fisiologis, faktor fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan potensi bahaya berasal dari tindakan maupun kondisi yang tidak aman (Tarwaka, 2004). c. Identifikasi Efek Bahaya Efek bahaya mencakup dampak terhadap manusia, alat kerja dan lingkungan kerja. Asumsi yang digunakan adalah asumsi terparah yang mungkin terjadi sebagai akibat kecelakaan, namun tetap dalam batasan yang logis dan realistis. d. Penilaian Risiko Risiko adalah kombinasi dari : 1) Probability: Kemungkinan terjadinya insiden atau dampak yang mengakibatkan cidera, PAK (Penyakit Akibat Kerja), kerusakan harta benda atau dampak lingkungan yang merugikan yang disebabkan oleh suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan. 2) Frequency: Keseringan kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan. 3) Severity : Keparahan dari cidera, PAK (Penyakit Akibat Kerja), kerusakan harta benda atau dampak lingkungan yang merugikan yang disebabkan oleh suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan.(Cipta Kridatama, 2010) Penilaian risiko dilakukan dengan mempertimbangkan 3 aspek penting yaitu peluang (probability), keseringan (frequency) dan keparahan (severitas). Ketiganya berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri, artinya semakin tinggi nilai peluang, keseringan dan keparahan maka nilai risikopun semakin tinggi. 1) Peluang (Probability) Peluang terjadinya kecelakaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu: a. Siapa yang melakukan pekerjaan (jumlah pelaku dan kompetensinya) b. Serumit apakah pekerjaan yang dilakukan c. Dimana pekerjaan dilakukan (kompleksitas tempat kerja) 14
d. Kapan pekerjaan dilakukan (jam-jam menurunnya stamina dan e. f. g. h.
konsentrasi) Bagaimana pekerjaan dilakukan (ada tidaknya prosedur baku) Berapa lama pekerjaan tersebut (durasi pekerjaan) Seberapa sering aktivitas tersebut ada (keterulangan pekerjaan) Seberapa banyak jumlah beban kerja tersebut
Hal-hal diatas akan memberikan kontribusi terhadap tinggi rendahnya peluang terjadinya kecelakaan pada suatu aktivitas kerja. 2) Keseringan (frequency) Frekuensi menunjukkan tinggi keseringan suatu bahaya atau paparan yang terjadi dalam suatu waktu tertentu. Nilai frekuensi dapat ditetapkan misalnya keseringan dalam durasi tahunan, bulanan, mingguan dan harian. 3) Keparahan (severitas) Severitas menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita jika kecelakaan benar-benar terjadi baik terhadap manusia, property dan lingkungan.nilai severitas yang ditetapkan dapat berdasarkan jenis cidera yang terjadi seberapa besar kerugian perusahaan, gangguan kesehatan yang dialami pekerja, ada tidaknya kejadian pencemaran lingkungan dan komplian dari masyarakat maupun tuntutan hukum dari pemerintah. e. Penggolongan Nilai Risiko Setelah dilakukan penilain risiko terhadap masing-masing bahaya dari pekerjaan maka dilaksanakan penggolongan risiko berdasarkan nilai kombinasi antara probability, frequency dan severity. Nilai risiko tersebut akan mempengaruhi nilai tingkat risiko. Untuk nilai tingkat very high dan high maka dikelompokkan dalam kriteria yang tidak dapat diterima (Non Acceptable
Risk).
Sedangkan
tingkat
risikomedium
dan
low
dikelompokkan dalam kriteria yang dapat diterima (Acceptable Risk) (Cipta Kridatama, 2010). f. Tindakan Pengendalian Risiko Dalam melakukan pengendalian hal yang harus dilakukan adalah memulai dari tindakan terbesar. Jika tidak dapat dilakukan maka dengan
15
menurunkan tingkat pengendaliannya ke tingkat yang lebih rendah atau mudah. Pengendalian
risiko
dapat
mengikuti
Pendekatan
Hierarki
Pengendalian (Hirearki of Control). Hirearki pengendalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan (Tarwaka, 2008). Adapun hirearki pengendalian adalah sebagai berikut: 1) Eliminasi Eliminasi merupakan langkah memodifikasi atau menghilangkan metode, bahan ataupun proses untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan. Efektifitas dari eliminasi ini adalah 100%, artinya dapat menghilangkan bahaya sampai pada titik nol. 2) Subtitusi Subtitusi merupakan penggantian material, bahan, proses yang mempunyai nilai risiko yang tinggi dengan yang mempunyai risiko lebih kecil. 3) Rekayasa Teknik Rekayasa Teknik merupakan suatu pengendalian bahaya secara teknik yang bisa diterapkan untuk mengurangi paparan bahaya yang ada. Langkah yang dilakukan dalam tahap ini misalnya dengan memberikan peredam kebisingan pada mesin, dipergunakan room control, dan penggunaan ventilasi penghisap. 4) istrasi Pengendalian istrasi dengan
mengurangi
atau
menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut diantaranya adalah mengurangi paparan terhadap kandungan bahaya
dengan pergiliran atau
perputaran kerja (job rotation), sistem ijin kerja atau hanya dengan menggunakan tanda bahaya. Pengendalian istrasi tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan. 5) Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung terhadap bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat mengurangi keparahan risiko yang timbul. Keberhasilan pengendalian ini tergantung dari alat pelindung diri yang dikenakan itu sendiri, 16
artinya alat yang digunakan haruslah yang sesuai dengan potensi bahaya dan jenis pekerjaan yang ada. Dalam melakukan pengendalian risiko kecelakaan ini, maka dapat ditentukan jenis pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan tingkat paling atas dari hirearki pengendalian. Jika tingkat paling atas tidak dapat dipenuhi maka melakukan upaya tingkat pengendalian selanjutnya, demikian seterusnya. Akantetapi mungkin juga dapat dilakukan upaya-upaya gabungan dari pengendalian tersebut untuk mencapai tingkat pengendalian risiko yang diinginkan. g. Sisa Risiko Setelah ditentukan tindakan pengendalian yang layak, maka tim HIRADC harus menganalisa ulang kembali risiko dari aktivitas kerja tersebut. Bila setelah dilakukan pengendalian awal nilai risiko masih tinggi atau sangat tinggi maka pengendaliannya digolongkan dalam kategori tidak diterima. Hal ini yang dimaksud dengan sisa risiko dimana harus dilakukan pengendalian lanjutan. Tujuan dari pengendalian lanjutan ini adalah agar tingkat risiko suatu bahaya dengan kategori tidak diterima dapat turun menjadi bahaya dengan kategori yang dapat diterima.
17
BAB III METODE PENGAMBILAN DATA A. Sumber Data Sumber data yang digunakan yaitu data primer. Data primer yang diperoleh dengan melakukan observasi langsung mengenai pelaksanaan program keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. Selain itu data primer lainnya diperoleh dengan melakukan wawancara kepada pihak terkait di Puskesmas Kedawung I. B. Tehnik Pengambilan Data Dalam penulisan laporan ini seluruh data yang digunakan sebagai bahan penulisan diperoleh melalui: 1. Studi Pustaka
18
Studi kepustakaan merupakan metode yang digunakan dalam mengambil keputusan penyelesaian masalah dan pengumpulan data berdasarkan buku-buku yang memberikan gambaran secara umum. 2. Studi Lapangan Studi lapangan merupakan metode pengumpulan data di lapangan dan dari lembaga terkait untuk mendapatkan fakta-fakta yang ada dan mencari
keterangan-keterangan secara
faktual serta mendapatkan
pembenaran terhadap keadaan dan program yang sedang berlangsung sesuai yang diharapkan. 3. Wawancara Metode tanya jawab langsung kepada pihak yang berkepentingan dalam hal kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan.
BAB IV HASIL OBSERVASI A. Aktivitas Kegiatan di Puskesmas Kedawung I Aktivitas kegiatan sehari-hari di Puskesmas Kedawung I yang berhubungan dengan k3 meliputi: 1. Pasien datang Pasien datang langsung menuju ke bagian loket pendaftaran. Jika pasien baru dibuatkan kartu pendaftaran yang baru, jika pasien lama menunjukkan kartu berobat kepada petugas pendaftaran. 2. Menunggu antrian Setelah mendaftarkan diri pada bagian loket, pasien menunggu antrian di tempat duduk yang sudah disediakan sampai dipanggil oleh salah satu petugas bagian poli. 3. Memasuki poliklinik Apabila pasien sudah dipanggil oleh petugas poli maka segera memasuki salah satu ruangan yaitu poli umum, poli KIA ataupun poli gigi. Pasien akan diperiksa kemudian diberikan surat pengantar 19
laboratorium oleh dokter jika diperlukan pemeriksaan lab atau langsung diberikan resep obat oleh dokter jika tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. 4. Melakukan fisioterapi atau pemeriksaan laboratorium Setelah dari poli pasien menuju ruang fisioterapi atau laboratorium jika diperlukan. Pada saat pemeriksaan penunjang di laboratorium, pasien membawa surat pengantar yang diberikan oleh dokter ke ruang laboratorium. Di ruang laboratoium pasien diambil sampel spesimen yang dibutuhkan. 5. Menebus resep di apotek Setelah keluar dari poli pasien dipersilahkan menebus resep di apotek puskesmas. 6. Pasien pulang
PENDAFTARAN
POLI UMUM
POLI GIGI
POLI KIA
LABORATORIUM
OBAT
PULAN G Gambar 1. Alur Pelayanan Puskesmas
20
B. HIRADC (Hazard Identification Risk Assesment and Determining Controls) Risiko adalah gabungan dari kemungkinan (frekuensi) dan akibat atau konsekuensi dari terjadinya bahaya tersebut. Penilaian risiko adalah penilaian menyeluruh untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan apakah risiko dapat diterima. Manajemen risiko adalah pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko. Manajemen risiko terdiri dari 3 langkah pelaksanaan yaitu identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko. a. Identifikasi Bahaya 1) Bahaya terpeleset dan terjatuh a) Bersumber pada air kran yang tercecer di lantai akibat tidak dibuatnya saluran-saluran penampung air. Hal ini sangat memungkinkan menyebabkan terpeleset ataupun terjatuh pada pasien, karyawan maupun pengunjung lainnya yang kurang berhati-hati. b) Bersumber pada lantai kamar mandi yang agak licin serta tidak terdapat pegangan. Hal ini dapat menyebabkan pasien terjatuh. Mengingat banyaknya pasien geriatri dan anak-anak yang mendatangi puskesmas. 2) Bahaya tertimpa genting Bersumber pada genting yang sudah mulai goyah. Hal ini dikarenakan usia bangunan yang sudah tua sehingga perlu dilakukan renovasi. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan pasien, karyawan maupun pengunjung lainnya cidera. 3) Bahaya tersandung kabel yang berada di lantai Bersumber kabel yang ada di lantai. Keadaan ini tampak pada jalan menuju kamar mandi petugas. Hal ini sangat memungkinkan petugas tersandung akibat kabel yang berserakan.. 4) Bahaya terkena bahan yang infeksius dan iritatif pada petugas laboratorium. Bersumber pada petugas laboratorium yang tidak mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoon saat bekerja. Hal ini dapat memungkinkan
apabila
petugas
laboratorium
tidak
memakai
21
handscoon dan tidak berhati-hati dalam bekerja yang dapat menyebabkan terkena bahan infeksius dan iritatif. 5) Bahaya tertusuk jarum pada petugas imunisasi Bersumber pada petugas imunisasi yang tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoon saat melakukan tindakan imunisasi. Apabila petugas imunisasi tidak berhati-hati akan menimbulkan cedera tertusuk jarum. 6) Bahaya tertusuk jarum dan tertular penyakit pada petugas pengambil darah Bersumber pada petugas pengambil darah yang tidak mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoon saat mengambil darah pasien. Jika kurang hati-hati, bias menimbulkan tertusuknya jarum dan beresiko menularkan penyakit dari pasien kepada petugas pengambil darah. 7) Bahaya kejatuhan barang Bersumber pada barang-barang yang terkesan bertumpuk-tumpuk dan tidak teratur di dalam lemari. Apabila petugas tidak berhati-hati dalam mengambil barang di lemari, akan menyebabkan barang yang lain ikut tertarik sehingga bisa menyebabkan terjatuhnya barang tersebut mengenai petugas. 8) Bahaya pasien jatuh dari bed Bersumber dari tidak adanya pembatas yang ada di samping kanan kiri bed pasien. Hal ini dapat menyebabkan luka ringan sampai dengan patah tulang. 9) Bahaya tidak dapat melakukan penanganan awal kebakaran jika terjadi kebakaran Bersumber pada tidak tersedianya alat pemadam kebakaran di puskesmas. b. Penilaian Risiko Manajemen risiko Hazard Identification, Risk Assesment and Determining Control (HIRADC) mempertimbangkan 3 aspek penting yaitu peluang (probability), frekuensi (frequency) dan keparahan (severity). Keduanya berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri,
22
artinya semakin tinggi nilai peluang dan keparahan maka nilai risiko pun akan semakin tinggi.
Risiko : Peluang (Probability) X Keparahan (Severity) 1) Peluang (probability) Peluang merupakan kemungkinan terjadinya suatu bahaya atau paparan. Nilai standar terjadinya peluang terjadinya kecelakaan yang ditetapkan sesuai dengan tabel di bawah ini: Tingkatan
Kriteria
Penjelasan Suatu kejadian akan terjadi pada semua
5
Hampir pasti akan terjadi
kondisi/setiap kegiatan yang akan dilakukan
4
3
Cenderung untuk dapat
Suatu kejadian mungkin akan terjadi
terjadi
pada hampir semua kondisi
Mungkin dapat terjadi
Suatu kejadian akan terjadi pada beberapa kondisi tertentu Suatu kejadian mungkin terjadi pada
2
Kecil kemungkinan terjadi
beberapa kondisi tertentu, namun kecil kemungkinan terjadi Suatu kejadian mungkin dapat terjadi
1
Sangat jarang terjadi
pada suatu kondisi yang khusus/luar biasa/setelah bertahun-tahun
Tabel 1. Nilai Peluang 2) Frekuensi (frequency) Frekuensi menunjukkan tingkat keseringan suatu bahaya atau paparan terjadi dalam suatu waktu tertentu. Nilai frekuensi yang ditetapkan sebagai standar HIRADC dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 2. Nilai Frekuensi Frekuensi Sekali dalam setahun Sekali dalam sebulan Sekali dalam seminggu Sekali sehari Berkali-kali dalam sehari
Nilai 1 2 3 4 5
3) Keparahan (severity) 23
Severity menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita jika kecelakaan benar-benar terjadi, baik terhadap manusia, property maupun lingkungan. Nilai risiko akan mempengaruhi tingkat risiko. Tingkatan
Kriteria
Penjelasan
1
Tidak Signifikan
Tidak ada cedera, tidak ada gangguan kesehatan, kerugian material kecil. Cedera ringan, memerlukan perawatan P3K, ada
2
Minor
gangguan kesehatan ringan, langsung dapat ditangani, kerugian material sedang. Memerlukan perawatan medis, dan dapat ditangani
3
Sedang
dengan bantuan pihak luar, hilang hari kerja, kerugian material cukup besar. Cedera yang mengakibatkan cacat/hilang fungsi tubuh
4
Mayor
secara
total,
memerlukan
perawatan
medis/penanganan khusus, kerugian material besar.
Menyebabkan kematian / fatal, bahan toksik dan 5
Bencana
efeknya
merusak,
menyebabkan
ketergantungan
perawatan medis yang intensif & khusus, kerugian material sangat besar.
Tabel 2. Penggolongan Nilai Risiko
4) Matriks penilaian risiko PROBABILITY/
SEVERITY/ DAMPAK
24
PELUANG
1
2
3
4
5
5
MEDIUM
HIGH
HIGH
EXTRIM
EXTRIM
4
MEDIUM
MEDIUM
HIGH
HIGH
EXTRIM
3
LOW
MEDIUM
MEDIUM
HIGH
HIGH
2
LOW
LOW
MEDIUM
MEDIUM MEDIUM
1
LOW
LOW
LOW
MEDIUM MEDIUM
E H M L
Tabel 3. Matriks PenilaianRisiko : EXTRIM RISK, memerlukan penanganan /tindakan segera : HIGH RISK, memerlukan perhatian pihak senior manajemen : MEDIUM, harus ditentukan tanggung jawab manajemen terkait : LOW RISK, Kendalikan dengan prosedur rutin & inspeksi K3
Tabel 5. Penggolongan Nilai Risiko Tingkat Risiko Very high High Medium Low
Kriteria Risiko Tidak dapat diterima Dapat diterima
Adapun hasil penilaian risiko dan penggolongan kriteria risiko terhadap bahaya yang ada di puskesmas Kedawung I dapat dilihat pada lampiran.
c. Pengendalian Risiko 1) Bahaya terpeleset dan terjatuh a) Bersumber pada air kran yang tercecer di lantai akibat tidak dibuatnya
saluran-saluran
penampung
air. Hal
ini
sangat
memungkinkan menyebabkan terpeleset ataupun terjatuh pada pasien, karyawan maupun pengunjung lainnya yang kurang berhati-hati.. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 3, severity : 2 dan tingkat risiko medium.
25
Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik dan subtitusi. Rekayasa Teknik Pengendalian dengan cara rekayasa teknik yaitu dengan membuat alur penampungan jalan keluar air dan pemasangan rambu peringatan untuk tidak melewati area jalan yang licin. b) Bersumber pada lantai kamar mandi yang agak licin dan tidak terdapat pegangan. Hal ini dapat menyebabkan menyebabkan luka ringan sampai dengan patah tulang ringan. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 4, frequency : 2, severity : 2 dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik dan subtitusi. Rekayasa Teknik Pengendalian dengan cara rekayasa teknik yaitu
dengan pemasangan alat bantu berpegangan di kamar mandi. Subtitusi Pengendalian secara subtitusi yaitu ihkan lantai kamar mandi secara rutin. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya
terjatuh termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin a yang menyatakan “Mencegah dan mengurangi kecelakaan”. 2) Bahaya tertimpa genting Bersumber pada genting yang sudah mulai goyah. Hal ini dikarenakan usia bangunan yang sudah tua sehingga perlu dilakukan renovasi. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan pasien, karyawan maupun pengunjung lainnya cidera. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 4, frequency : 1, severity : 2 dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode subtitusi. Metode substitusi
26
Pengendalian dengan cara metode substitusi yaitu dengan memperbaiki genting yang sudah mulai goyah. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya tertimpa genting tersebut termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima 3) Bahaya tersandung kabel yang berada dilantai Bersumber dari kabel yang terdpat di lantai di jalan menuju kamar mandi petugas.. Hal ini dapat menyebabkan orang yang akan menuju kamar mandi tersandung. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa luka ringan. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 4, severity : 1 dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik.
Rekayasa Teknik Pengendalian dengan cara rekayas teknik yaitu dengan ditempelkan kabel yang berserakan tersebut di tembok. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya tersandung kabel tersebut termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima.
4) Bahaya terkena bahan yang infeksius dan iritatif pada petugas laboratorium Bersumber pada petugas laboratorium yang tidak mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoon saat bekerja. Hal ini dapat memungkinkan
apabila
petugas
laboratorium
tidak
memakai
handscoon dan tidak berhati-hati dalam bekerja yang dapat menyebabkan terkena bahan infeksius dan iritatif. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 1, severity : 4 dan tingkat risiko high. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik.
Rekayasa Teknik a) Menggunakan
Alat
Pelindung
Diri
(APD)
berupa
handscoen saat bekerja di laboaratorium.
27
b) Edukasi kepada tenaga kesehatan tentang bahaya tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoen saat bekerja di laboratorium c) Membuat peraturan yang tegas mengenai penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya terkena bahan yang infeksius dan iritatif termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. 4) Bahaya tertusuk jarum pada petugas imunisasi Bersumber pada petugas imunisasi yang tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoon saat melakukan tindakan imunisasi. Apabila petugas imunisasi tidak berhati-hati akan menimbulkan cedera tertusuk jarum. Penilaian resiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 1, severity : 2 dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik. Rekayasa Teknik a) Menggunakan
Alat
Pelindung
Diri
(APD)
berupa
handscoen saat melakukan imunisasi. b) Edukasi kepada tenaga kesehatan tentang bahaya tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoen saat melakukan imunisasi. c) Membuat peraturan yang tegas mengenai penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini tertusuk jarum pada petugas imunisasi termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. 5) Bahaya tertusuk jarum dan tertular penyakit pada petugas pengambil darah Bersumber pada petugas pengambil darah yang tidak mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoon saat mengambil darah pasien. Jika kurang hati-hati, bias menimbulkan tertusuknya jarum 28
dan beresiko menularkan penyakit dari pasien kepada petugas pengambil darah.. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 1, severity : 2 dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode subtitusi Rekayasa Teknik a) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
berupa
handscoen saat mengambil darah. b) Edukasi kepada tenaga kesehatan tentang bahaya tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoen saat mengambil darah c) Membuat peraturan yang tegas mengenai penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya tertusuk jarum dan tertular penyakit pada petugas pengambil darah termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. 6) Bahaya kejatuhan barang Bersumber pada barang-barang yang terkesan bertumpuk-tumpuk dan tidak teratur di dalam lemari. Apabila petugas tidak berhati-hati dalam mengambil barang di lemari, akan menyebabkan barang yang lain ikut tertarik sehingga bisa menyebabkan terjatuhnya barang tersebut mengenai petugas. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 1, severity : 3 dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik. Rekayasa Teknik Pengendalian dengan cara mengatur barang-barang di dalam lemari sedemikian rupa sehingga tidak terkesan bertumpuk-tumpuk. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya kejatuhan barang termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. 7) Bahaya pasien jatuh dari bed Bersumber dari tidak adanya pembatas yang ada di samping kanan kiri bed pasien. Hal ini dapat menyebabkan luka ringan sampai dengan patah tulang. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 5,
29
frequency : 4, severity : 3 dan tingkat risiko high. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik. Rekayasa Teknik Pengendalian dengan cara memasang pembatas bed di samping kanan kiri bed pasien. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya pasien jatuh dari bed termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima 8) Bahaya tidak dapat melakukan penanganan awal kebakaran jika terjadi kebakaran Bersumber pada tidak tersedianya alat pemadam kebakaran di puskesmas. Hal ini menyebabkan sulitnya melakukan penanganan awal jika terjadi kebakaran. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency : 1, severity : 3 dan tingkat risiko medium.
Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik. Rekayasa teknik meliputi : a) Pengadaan
alat
pemadam
kebakaran
dan
petunjuk
penggunaannya Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya tertular infeksi termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima.
30
BAB V PENUTUP A. Simpulan Beberapa sumber bahaya yang teridentifikasi di Puskesmas Kedawung I yang berasal dari lingkungan kerja fisik diantaranya air kran yang tercecer di lantai, genting yang sudah mulai goyah, dan lantai kamar mandi yang licin serta dindingnya tidak dilengkapi pegangan. Sedangkan sumber bahaya yang berasal dari peralatan antara lain kabel yang tergeletak di lantai, tumpukan barang di dalam lemari yang tidak teratur. Manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC terdiri dari 3 langkah pelaksanaan yaitu identifikasi bahaya, penilaian risiko yang mempertimbangkan 3 aspek penting yaitu peluang (probability), frekuensi (frequency) dan keparahan (severitas) dan pengendalian risiko yang terdiri dari rekayasa tehnik dan substitusi. Dua aspek penilaian risiko berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri, artinya semakin tinggi nilai peluang dan keparahan maka nilai risiko pun akan semakin tinggi. Hasil dari penilaian risiko tersebut dapat dinilai dengan menggunakan matriks penilaian risiko, dimana hasil extrim risk memerlukan penanganan /tindakan segera, high risk memerlukan perhatian pihak senior manajemen, medium harus ditentukan tanggung jawab manajemen terkait dan low risk memerlukan pengendalian dengan prosedur rutin & inspeksi K3.
31
B. Saran 1. Perlu adanya tim khusus untuk menangani masalah manajemen risiko di Puskesmas Kedawung I. 2. Pengendalian risiko di Puskesmas Kedawung I dapat dilakukan dengan rekayasa teknik dan substitusi. Pengendalian risiko dengan rekayasa teknik berupa Memakai Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja di laboratorium,
melakukan imunisasi dan mengambil darah. Pemasangan alat bantu berpegangan di kamar mandi, Menempelkan kabel di dinding yang berserakan di lantai Memasang pembatas bed di samping kanan kiri bed pasien. Mengatur barang-barang di dalam lemari sedemikian rupa sehingga
tidak terkesan bertumpuk-tumpuk Pengadaan alat pemadam kebakaran dan petunjuk penggunaannya 3. Pengendalian risiko dengan substitusi berupa ihkan lantai kamar mandi secara rutin, memperbaiki kondisi genting yang sudah mulai 4.
goyah. Perlu waktu yang cukup panjang untuk melakukan manajemen risiko di Puskesmas Kedawung I dengan menggunakan HIRADC agar hasil dari pengendalian risiko lebih maksimal sehingga dapat diterapkan sesuai
5.
standar keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. Hasil HIRADC sebaiknya dijadikan acuan pembuatan program keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan di Puskesmas Kedawung I.
DAFTAR PUSTAKA
32
Anwar Prabu Mangkunegara, (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Cipta
Kridatama.
2010. Prosedur
Idenifikasi
Bahaya
Penilaian
dan
Pengendalian Risiko.Jakarta : PT. Cipta Kridatama Depkes RI, 2005, Pedoman Pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas, Jakarta. Ramli, Soehatman. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta : Dian Rakya Suma’mur P.K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.PT. Toko Gunung Agung.Cetakan ketiga belas. Jakarta. Hal.82-93. Suma’mur PK. 1993. “Ergonomi untuk Produktifitas Kerja”. Jakarta: CV. Haji Masagung. Suma’mur. 2001. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV Haji Masagung, jakarta. Suma'mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). 2009, Jakarta: Sagung Seto Syukri, Sahab. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Bima Sumber Daya Manusia Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA PRESS. Cetakan Pertama. Surakarta. Hal. 35; 97101; Tarwaka. 2008, “Keselamatan Dan Kesehatan Kerja”. Harapan Press, Surakarta. Undang-undang No.1 tahun 1997 Tentang Tujuan Keselamatan Kerja
DOKUMENTASI
33
Air kran yang tercecer di lantai
Lantai kamar mandi yang agak licin dan tidak terdapat pegangan
Kabel yang tergeletak di lantai
Genting yang sudah mulai goyah
34
Bed pasien yang tidak ada pembatas kanan kiri
Petugas laboratorium yang tidak mengenakan APD
Barang-barang yang tertumpuk di dalam lemari
Petugas imunisasi yang tidak mengenakan APD
Petugas pengambil darah yang tidak mengenakan APD
35