LAPORAN PENDAHULUAN KPD DAN DKP 1. Seksio sesarea a. Pengertian Seksio sesarea adalah : suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Harnawatiaj, 2008) Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Prawirohardjo, 2009) Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2004). b. Jenis-jenis Operasi Sectio Caesarea 1) Abdomen (Sectio Caesarea abdominalis) a) Sectio Caesarea transperitonealis : (1) Sectio Caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri. (2) Sectio Caesarea ismika atau profunda atau low cervikal dengan insisi pada segmen bawah rahim. b) Sectio Caesarea ekstraperitonealis yaitu : tanpa membuka peritonium peritealis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2) Vagina (Sectio Caesarea vaginalis) Menurut arah sayatan pada rahim, Section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut : a) Sayatan memanjang (longitudinal) b) Sayatan melintang (transversal) c) Sayatan hurup T (T-incision) c. Indikasi 1) Indikasi ibu a) Panggul sempit absolute b) Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi c) Stenosis serviks/vagina d) Plasenta previa e) Disproporsi sefalopelvik f) Ruptura uteri membakat g) Partus Tak Maju 2) Indikasi janin a) Kelainan letak b) Gawat janin (Prawiroharjo, 2011) d. Komplikasi 1) Pada Ibu a) Infeksi b) perdarahan c) Luka pada kandung kencing d) Embolisme paru-paru e) Ruftur Uteri 2) Pada bayi Kematian perinatal
KETUBAN PECAH DINI A. Pengertian Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan. Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviksKetuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm B. Etiologi Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: 1. Infeksi Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. 2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). 3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. 4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. 5. Keadaan sosial ekonomi 6. Faktor lain a. Faktor golonngan darah b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. e. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C). C. Faktor Resiko Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm 1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) 2. riwayat persalinan preterm sebelumnya 3. perdarahan pervaginam 4. pH vagina di atas 4.5 5. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban. 6. flora vagina abnormal 7. fibronectin > 50 ng/ml
8. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm 9. Inkompetensi serviks (leher rahim) 10. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) 11. Riwayat KPD sebelumya 12. Trauma 13. servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu 14. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm 1. iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatic 2. maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut, Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm. 3. fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, kematian janin. 4. cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik. 5. placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia. 6. uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas uterus idiopatik Menurut Taylor menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut : - Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakitpenyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini. - Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban ) - Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis ) - Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi, disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain. - Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini. D. Patofisiologi Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : - Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. - Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. - Banyak teori, yang menentukan hal – hal diatas seperti defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. - Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. E. Tanda dan Gejala Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. F. Komplikasi 1) Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin. 2) Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm. 3) Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang). 4) Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis. Komplikasi infeksi intrapartum - Komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu. - Komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin. G. Penatalaksanaan Konservatif 1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring. 2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin. 3) Umur kehamilan kurang 37 minggu. 4) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari. 5) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin. 6) Jangan melakukan periksaan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan. 7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin. 8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan. Aktif Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan. 1) Induksi atau akselerasi persalinan. 2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan. 3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan. H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4 - 4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1 - 7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. 1. Ultrasonografi Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis. 2. Amniosintesis Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin. 3. Pemantauan janin Membantu dalam mengevaluasi janin 4. ProteinC-reaktif Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis
DKP a. Pengertian Cephalo pelpic Disproportion atau panggul sempit (DKP) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil (Prawirohardjo, 2001). Cephalo pelvic disproportion (D) yang berhubungan dengan ukuran janin yang berlebihan (4000 gram atau lebih) terjadi pada 5% kelahiran aterm. Ukuran janin yang besar atau makrosomia berhubungan dengan diabetes mellitus maternal, obesitas, multiparitas, atau ukuran besar pada salah satu atau kedua orang tua. Distosia bahu, kondisi dimana kepala janin dapat dilahirkan, tetapi bau anterior tidak dapat melewati bagian bawah arkus pubis, dapat terjadi pada makrosomia (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004). b. Etiologi Faktor-faktor terjadinya D: a. Faktor Ibu 1) Adanya kelainan panggul 2) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang 3) Perubahan bentuk karena penyakit 4) Adanya kesempitan panggul a) Kesempitan pada pintu atas panggul (PAP) dianggap sempit kalau conjurgata vera kurang 10 cm atau diameter tranvera kurang dari 12 cm biasanya terdapat pada kelainan panggul. b) Kesempitan bidang tengah panggul Dikatakan bahwa bidang tengah panggul sempit kalau; jumlah diameter spina kurang dari 9 cm, kesempitan pintu bawah perut. Dikatakan sempit kalau jarak antara tuberosis 15 cm atau kurang, kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa. b. Faktor Janin 1) Janin yang terlalu besar 2) Hidrocephalus 3) Kelainan letak janin c. Penatalaksanaan D Seksio sesarea dan partus percobaan merupakan tindakan utama untuk menangani persalinan pada disproporsi sefalopelvik. Di samping itu kadang-kadang ada indiksi untuk melakukan simfisiofomia dan kraniotomia akan tetapi simfisiotomia jarang sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya dikerjakan pada janin mati. (Wiknjosastro, 2007) d. Patofisiologi Panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transverra kurang dari 12 cm. Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang 91/2 cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka Conjugata vera yang kurang dari 10 cm dapat menimbulkan kesulitan persalinan lebih lama dari biasa kerena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak. Kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, mengakibatkan inersia uteri serta lambannya pendatera dan pembukaan serviks. Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, badian depan kurang menutup pintu atas panggul, selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan pada serviks karena tertahan pada pintu atas panggul. Pada panggul sempit seluruh kepala anak mengadakan hyperfleksi supaya ukuran-ukuran kepala yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya.
Conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter Transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera tidak dapat dilalui oleh diameter bipariatelis
Kepala tertahan oleh PAP
Inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaan serviks
Persalinan lama
vakum ekstraksi
gagal
Tindakan operatif
INTERVENSI KEPERAWATAN a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan Tujuan : Nyeri Berkurang Kriteria : Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri, klien tampak rileks. Intervensi dan Rasional Nyeri Intervensi 1. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri
Rasional
Dengan menentukan karakteristik dan lokasi nyeri diharapkan dapat membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya komplakasi. 2. Beri informasi dan petunjuk mengantisipasi Dengan mencari informasi dan petunjuk penyebab nyeri mengantisipasi penyebab nyeri diharapkan dapat membantu mengurangi nyeri. 3. Latih nafas dalam Dengan melatih nafas dalam diharapkan dapat menurunkan regangan dan ketegangan area luka operasi
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Dengan memberikan obat analgetik analgetik setiap 3-4 jam diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan, memperbaiki status psikologis dan dapat meningkatkan mobilitas (Doengoes, 2005) b.
Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit rusak Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak demam, tidak nyeri tekan, panas, urine jernih kuning. Intervensi dan Rasional Potensial Terjadinya Infeksi Intervensi
1.
Rasional
Dengan menganjurkan dan menggunakan teknik mencuci tangan dihrapkan membantu mencegah atau membantu 2. Infeksi balutan abdominal mengatasi penyebaran infeksi Dengan menginspeksi balutan abdominal diharapkan dapat melindungi luka dari 3. Kaji tanda-tanda infeksi cedera dan kontaminasi Dengan mengkaji tanda-tanda infeksi diharapkan dapat mengetahui penyebab 4. Beri antibiotik khusus untuk proses infeksi infeksi yang teridentifikasi Dengan memberi antibiotik diharapkan organisme penyebab infeksi dapat dimatikan (Doengoes, 2005) c.
Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan
Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan pemasukan makanan dan cairan yang tidak adekuat Tujuan : Pola eliminasi kuat Kriteria : Fungsi usus normal Intervensi dan Rasionalisasi Gangguan Pola Eliminasi BAB
Intervensi 1. Auskultasi adanya bising usus
2. Beri cairan peroral yang adekuat
Rasional Dengan mengauskultasi bising usus diharapkan dapat menentukan kesiapan terhadap pemberian makan peroral Dengan memberi cairan peroral yang adekuat diharapkan dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi
3. Berikan pelunak feses / pencahar Dengan memberikan pelunak peses/pencahar diharapkan dapat merangsang peristaltik dan membantu mengembalikan fungsi usus (Doengoes, 2005) d.
Gangguan Retensi Urine berhubungan dengan trauma/diversi mekanik Tujuan : Mendapatkan pola berkemih yang optimal Kriteria : Klien dapat BAK spontan dan dapat mengosongkan kandung kemih pada saat berkemih.
Intervensi dan Rasional Gangguan Retensi Urine Intervensi 1. Berikan cairan peroral 6-8 gelas 2. Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK)
3. Anjurkan latihan kegel
4. Beri infus intravena selama 24 jam setelah pembedahan
Rasional Dengan memberikan cairan peroral diharapkan dapat meningkatkan fungsi ginjal Dengan memperhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih diharapkan ISK tidak terjadi karena kapiler dapat mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri Dengan menganjurkan latihan kegel diharapkan dapat meningkatkan sirkulasi ke perineum Dengan memberi infus diharapkan untuk mengganti kehilangan dan mempertahankan aliran ginjal
(Doengoes, 2005) e.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akibat proses persalinan Tujuan : Istirahat klien terpenuhi Kriteria : Mencapai sedikitnya 8 jam setiap malam dan tidur siang setiap hari Intervensi dan Rasional Gangguan Pola Tidur
Intervensi Rasional Kaji persepsi klien tentang kelelahan, kebutuhan Dengan mengkaji persepsi klien tentang tidur, dan kekurangan tidur kelelahan, kebutuhan tidur, dan kekurangan tidur diharapkan dapat mengidentifikasi persepsi klien tentang 2. Diskusikan perlunya istirahat masalah Dengan mendiskusikan perlunya istirahat diharapkan klien mengerti akan perlunya 3. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman istirahat Dengan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman diharapkan dapat memberikan suasana yang nyaman, sehingga klien dapat tidur dengan tenang (Doengoes, 2005) 1.
f.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan diri Tujuan : Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan perawatan diri Kriteria : Memenuhi kebutuhan ADL Intervensi dan Rasional Kurangnya Perawatan Diri
1.
Intervensi Pastikan berat/durasi ketidak-nyamanan
2.
Ubah posisi klien setiap 1-2 jam
Rasional Dengan memastikan berat/durasi ketidaknyamanan diharapkan mampu berfokus pada aktifitas perawatan diri sampai kebutuhan fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi Dengan mengubah posisi klien diharapkan dapat mencegah komplikasi
3.
Berikan bantuan dengan hygiene
sesuai
kebutuhan Dengan memberi bantuan sesuai kebutuhan diharapkan dapat memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan
(Doengoes, 2005)
g.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi tentang penyakit Tujuan : Dapat mengungkapkan pemahaman tentang perubahan-perubahan Kriteria : Memahami perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu dan hasil yang diharapkan
Intervensi dan Rasional Kurangnya Pengetahuan Intervensi
Rasional
1. Beri penyuluhan tentang perubahan fisilogis, Dengan memberi penyuluhan tentang psikologis yang normal perubahan psikologis yang normal diharapkan dapat membantu klien mengenai 2. Diskusikan rencana untuk penatalaksanaan perubahan normal rumah Dengan mendiskusikan rencana untuk penatalaksanaan di rumah diharapkan klien dapat menjalani tugasnya setelah kelahiran 3. Motivasi klien untuk belajar, sisarea mengidentifikasikan kebutuhan Dengan memotivasi klien untuk belajar mengidentifikasikan kebutuhan diharapkan klien mampu mengidentifikasikan kebutuhan setelah melahirkan. (Doengoes, 2005)
DAFTAR PUSTAKA Mitayani, S.ST. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas, Salemba Medika, Jilid I, Jakarta. Prawirohardjo, S. (2006). Buku Acuan Nasional : Pelayanan Kesehatan Maternal dan Naternal, Yayasan Bina Pustaka, sarwono Prawirohardjo. Sujiyatini, DKK. (2010). Asuhan Ibu Nifas ASKEB II, Cetakan I, Yogyakarta Varney. (2008). Buku Ajar Asuhan kebidanan, Edisi 4, Volume 1. Jakarta : EGC Doengoes, M, and s, M.F. (2005). Rencana Keperawatan maternal Bayi, Edisi III, Jakarta : EGC.
Skema 2.1 Patofisiologis KPD
Infeksi inflamasi
Terjadi peningktan aktivitas interleukin1dan portaglandin
Kologenase jaringan
Depolimerasi kolagen pada selaput korion atau amion
Ketunban tipis, lemah dan mudah pecah spontan
Ketuban Pecah Dini (KPD)