LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Isolasi sosial merupakan suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa dia kehilangan hubungan akrab dan ditak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007 ). 2. Rentang Respon Respon adaptif
Respon maladaptif
Menyendiri Otonomi Bekerja sama interdependan
Merasa sendiri Depedensi curiga
Menarik diri Ketergantungan Manipulasi curiga
Gambar 1. Rentang respon isolasi sosial.
a. Respon Adaptif Solitude, merupakan respons yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana – rencana. Autonomy, merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan social. Individu mampu menerapkan
diri
untuk
interdependensi
dan
pengaturan
diri.
Bekerja sama atau mutuality, adanya kemampuan untuk saling bekerja sama saling memberi dan menerima, antara individu dengan individu lainnya. Saling ketergantungan atau interdependence, adanya saling ketergantungan
antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan. Awal Rentang Respon Maladptif Merasa sendiri atau Loneliness, suatu kepercayaan atas pengalaman menyakitkan yang disembunyikan, disamarkan, dipertahankan ataupun diekspresikan dengan cara lain, atau dapat juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu bila sendiri. Menarik diri atau With drawal, suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Seseorang merasa bahwa ia telah dirampas hubungan intimnya dengan orang lain sehingga ia tidak mempunyai kesempatan untuk bertukar pikiran, serta menumpahkan perasaannya maupun masalahnya. Ketergantungan atau Dependence, seseorang mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga tidak percaya akan kemampuan yang ada pada dirinya membuatnya tidak mampu mencapai keinginannya secara sukses dan akhirnya ketergantungan kepada orang lain. b. Respon Maladaptif Manipulation, merupakan gangguan social dimana individu memperlakukan orang lain sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung beorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain. Impulsivity, suatu sikap dari seseorang yang secara terus menerus mencari kesalahan orang lain. Narcissim, respon social ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egoisentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain 3. Psikopatologi a. Etiologi Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang diekspresikan secara langsung maupun tak langsung. 1)
Faktor Predisposisi Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang seorang individu, ada perkembangan tugas yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas perkembangan ini pada masing-masing tahap tumbuh kembang mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi, misalnya pada fase oral dimana tugas dalam membentuk rasa saling percaya tidak terpenuhi, akan menghambat fase perkembangan selanjutnya. 2)
Faktor komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial atau isolasi sosial. Dalam teori ini termasuk komunikasi yang tidak jelas (double blind) dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang sering bertentanggan dalam waktu bersamaan ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga untuk berhubungan di luar lingkungan keluarga (pingit). 3)
Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan satu faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma yang dianut oleh keluarga yang salah, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang lain (lingkungan sosial). Misalnya pada usia lanjut, penyakit kronis dan penyandang cacat. Tidak nyata harapan dalam hubungan sosial dengan orang lain merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial. 4)
Faktor biologi
Faktor keturunan juga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mengalami perubahan adalah otak misalnya : pada pasien schizofrenia terdapat abnormal dari organ tersebut adalah atropi otak, menurunkan berat otak secara dramatis,
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikol (Keliat, 1994) -
Faktor Presipitasi
1) Faktor perkembangan Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan akan mencetuskan seorang sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaptif. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain di luar keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua pecandu Alkohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi seseorang berespon sosial maladaptif. Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dengan stres keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga profesional. 2)
Faktor Biologi
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. 3)
Faktor Sosial-kultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena menghadapi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistik terhadap hubungan merupakan faktor yang berkaitan dengan gangguan ini. b. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala klien isolasi sosial yaitu: -
Kurang spontan.
-
Apatis (acuh terhadap lingkungan)
-
Ekspresi wajah kurang berseri.
-
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
-
Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
-
Mengisolasi diri
-
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
-
Asupan makanan dan minuman terganggu.
-
Retensi urine dan feses.
-
Aktivitas menurun.
-
Kurang energi atau tenaga.
-
Rendah diri.
-
Postur tubuh berubah.
c. Mekanisme koping. Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha untuk mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien menarik diri adalah regresi, represi, dan isolasi. Regresi yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya. Represi yaitu pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran
atau
memori
yang
menyatkan
atau
bertentangan
dengan
kesadaran. Isolasi yaitu memisahkan atau mengeluarkan dari komponen perasaan tentang pikiran, kenangan atau pengalaman tertentu. 4. Penatalaksanaan a. Psikofarmakologi Antipsikosis atau neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut dan kronik.Kegunaannya pada psikoneuresis dan penyakit psikosomatik belum jelas. Ciriterpenting obat neuroleptik ialah: 1) Berefek
antipsikosis,
yaitu
berguna mengatasi
agresivitas,
hiperaktivitas, danlabilitas emosional pada pasien psikosis. Efek ini tidak berhubunganlangsung dengan efek sedatif 2) Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam atau anestesia 3) Dapat meninmbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel 4) Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantunagan psikis dan fisik.
b. Non psikofarmakologi Terapi Psikososial Terapi psikososial pada umumnya lebih efektif diberikan pada saat penderita berada dalam fase perbaikan dibandingkan pada fase.
Terapi
ini
meliputi terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapikelompok, dan psikoterapi individual -
Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilansosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi dirisendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yangdiharapkan, seperti hak istimewa di rumah sakit, dengan demikian frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. Terapi perilaku memiliki tiga model pelatihan keterampilan sosial pada penderita skizofrenia. 1) Model keterampilan dasar Model keterampilan dasar sering juga disebut dengan
istilahketerampilan
yangmengidentifikasi
motorik,
disfungsi
merupakan
perilaku
sosial,
model
pendekatan
kemudian
dipilah
menjaditugas-tugas yang lebih sederhana, dipelajari melalui pengulangan, danelemen-elemen
terasebut
dikombinasikan
menjadi
perbendaharaan
fungsional yang lebih lengkap. 2) Model pemecahan masalah sosialModel pemecahan masalah sosial dilaksanakan
melalui
modul-modul pembelajaran
seperti
manajemen
medikasi, manajemen gejala, rekreasi, percakapan dasar, dan pemeliharaan diri. 3) Cognitive remediation Penatalaksaanaan gangguan kognitif pada penderita skizofrenia bertujuan meningkatkan kapasitas individu untuk mempelajari berbagaivariasi dari keterampilan sosial dan dapat hidup mandiri. strategi penatalaksanaan meliputi langsung pada defisit kognitif yang mendasari
dan
terapi
psikotik.Penatalaksanaan
kognitif
langsung
perilaku
terhadap
defisit
terhadap kognitif
gejala yang
mendasarimeliputi instruksilengkap
pengulangan dengan
isyarat
latihan, dan
modifikasi umpan
instruksi
berupa
segera
selama
balik
latihan.Sedangkan terapi kognitif perilaku terhadap gejala psikotik bertujuan mengidentifikasikan coping kognitif
gejala
untuk
spesifik
mengatasinya.
dan
menggunakan
Contohnya
strategi
seperti
strategi
distraksi,reframing, self reinforcement, test realita, atau tantangan secara verbal.Penderita skizofrenia menggunakan strategi ini untuk menemukan danmenguji kualitas disfungsi dari keyakinan yang irasional.
-
Terapi berorintasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkalidipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Keluarga tempat pasienskizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluargayang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluargaadalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringk ali, anggotakeluarga mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan
aktivitas
teratur
terlalu cepat.
Rencana
yang
terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya Terapi
keluarga
bertujuan
untuk
memberikan
pengetahuan
mengenaiskizofrenia. Materi yang diberikan berupa pengenalan tandatandakekambuhan secara dini, peranan dari pengobatan, dan antisipasi dari efek samping
pengobatan,
dan
peran
keluarga
terhadap
penderita
skizofrenia(Sinaga, 2007). Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofreniatanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian
telah
menemukan bahwa terapi
dalam menurunkan relaps.
keluarga
adalah efektif
Didalam penelitian
terkontrol, penurunan angka relaps adalahdramatik.
Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 %dan 5-10 % dengan terapi keluarga. -
Terapi kelompok
Terapi
kelompok
bagi
skizofrenia
biasanya
memusatkan
perhatian
padarencana, masalah,dan hubungan dalamkehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasisecara perilaku, terorientasi secara psikodinamika, tilikan, atau if. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasisosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara if, buk annya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia (Kaplan, 1997).Terapi kelompok meliputi terapi if, terstruktur, dan anggotanya terbatas, umumnya 3-15 orang. Kelebihan terapi kelompok adalahkesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dari teman kelompok,dan dapat mengamati respon psikologis, emosional, dan perilaku penderitaskizofrenia terhadap berbagai sifat orang dan masalah yang timbul(Sinaga, 2007). -
Psikoterapi individual
Psikoterapi
individual
bertujuansebagai
yang
promosi
diberikan terhadap
pada
penderita
kesembuhan
skizofrenia
penderita
atau
mengurangi penderitaan pasien. Psikoterapi ini terdiri dari fase awal yang difokuskan pada hubungan antara stres dengan gejala, fase menengah difokus kan pada relaksasi dan kesadaran untuk mengatasi stres kemudian fase lanjut difokuskan
pada
inisiatif
umum
dan
keterampilan
denganmempraktekkan apa yang telah dipelajari
di
masyarakat
B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Data yang perlu dikaji. Masalah
Data yang perlu dikaji
keperawatan Isolasi sosial
Data subyektif -
Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
-
Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk sendirian.
-
Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
-
Tidak mau berkomunikasi.
-
Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui keterbatasan klien.
Data Obyektif -
Kurang spontan.
-
Apatis (anti terhadap linglungan)
-
Ekspresi wajah kurang berseri.
-
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
-
Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
-
Mengisolasi diri.
-
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
-
Asupan makanan dan minuman terganggu.
-
Retensi urine dan feses.
-
Aktivitas menurun.
-
Kurang berenergi atau bertenaga.
-
Rendah diri.
-
Postur tubuh berubah.
b. Masalah keperawatan
c.
-
Isolasi Sosial: menarik diri.
-
Harga Diri Rendah Kronis.
-
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
-
Resti mencederai diri, keluarga, dan lingkungan
Pohon masalah Resti mencederai diri, orang lain dan lingkungan
PPS : Halusinasi
Isolasi Sosial: menarik diri
Harga Diri Rendah Kronis Gambar 2 : Pohon Masalah Isolasi Sosial : menarik diri
2.
Diagnosa Keperawatan -
Isolasi Sosial : menarik diri
-
Harga Diri Rendah Kronis.
-
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
-
Resti mencederai diri, keluarga, dan lingkungan
3. Perencanaan a. Prioritas diagnosa. Isolasi Sosial : menarik diri b. Rencana keperawatan Tujuan Umum: klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
Tujuan Khusus: 1) Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi: -
Klien dapat mengungkapkan perasaan dan keberadaannya secara verbal. Intervensi:
-
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri. Kriteria evaluasi: -
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Intervensi :
-
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
-
Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
-
Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda dan gejala.
-
Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaanya.
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Kriteria Evaluassi: -
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain. Intervensi.
-
Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan dan manfaat bergaul dengan orang lain.
-
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
-
Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
-
Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
-
beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
-
Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
-
Beri reinforsement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
4) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap. Kriteria Evaluasi: -
Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Intervensi.
-
Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
-
Dorong dan ban bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain.
-
Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
-
Bantu klien mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain.
-
Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
-
Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
-
Beri reinforcement atas kegiatan klien.
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain. Kriteria Evaluasi: -
Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap. Intervensi
-
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
-
Diskusikan dengan klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
-
Beri reinfocement positif.
6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain. Kriteria evaluasi: -
Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi -
BHSP dengan keluarga.
-
Diskusikan dengan angota keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab, dan cara keluarga menghadapi klien.
-
Dorong anggota keluaga untuk memberikan dukungan kepada klien berkomunikasi dengan orang lain.
-
Anjurkan angota keluarga secara rutin dan bergantian mengunjungi klien minimal 1 kali seminggu.
-
Beri reinforcemen positif.
4. Implementasi Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi seringkali jauh berada dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulus dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa dilakukan perawat adalah menggunakan rencana tidak tertulis, yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahahayakan klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal. 5. Evaluasi Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai asfek dari tindakan keperatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus – menerus pada respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respons klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan. Evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan S.O.A.P
diantaranya sebagai berikut: S: resposns subjutif klien terhadap tirhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan: “bagaimana perasaan bapak setelah latihan nafas dalam?” O: respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat
tindakan dilaksanakan, atau mananyakan kembali apa yang telah diajarkan atau member umpan balik sesuai dengan hasil observasi. A: analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap aatau muncul masalah baru atau ada data yang kontraindikasi dengan masalah yang ada. Dapat pula membadingkan hasil dengan tujuan. P: perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tidak lanjut oleh perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa: 1. Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah. a.
Rencana modifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan
tetapi belum memuaskan. b.
Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada serta diagnosa yang lama dibatalkan. c.
Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang
diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru. Pada klien dengan kerusakan interaksi sosial: menarik diri, evaluasi keperawatan yang diharapkan sebagai berikut: 1)
Klien dapat membina hubungan saling percaya
2)
Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan menarik diri
3)
Klien dapat mengenal keuntungan dan kerugian dari menarik diri
4)
Klien dapat berhubungan sosial dengan orang lain secara bertahap
5)
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998 Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999 Townsed, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri:pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Edisi ketiga.
Alih
Bahasa:
Novi
Helera
C.D.
Jakarta.
Jakarta1998. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999 http://askep45kesehatan.blogspot.com/2011/11/lp-kerusakan-interaksisosial.html
EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN PERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI BALI DI BANGLI
NAMA
:
GUSTI NGURAH ARDY WIGUNA
NIM
: 13.901.0001
PROGRAM PROFESI NERS STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI 2013
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN PERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI BALI DI BANGLI
NAMA
: NI PUTU PUJAYANTI
NIM
: 13.901.0018
PROGRAM PROFESI NERS STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI 2013