laporan pendahuluan ensefalitis
A. Definisi Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak sampai dengan medula spinalis (Smeltzer, 2002). Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan infliltrasi limfositik yang kuat pada jaringa otak dan leptomeningen menyebabkan edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan kehancuran sel saraf difusi (Anania, 2008). Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Mansjoer, 2000) B. Etiologi Mikroorganisme penyebab terjadinya ensefalitis menurut Anania (2008) dan Smeltzer (2002) adalah sebagi berikut: 1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Macam-macam Encephalitis virus: a. Infeksi virus yang bersifat epidermik : 1) Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO. 2) Golongan arbovirus = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis. b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simplek, herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas. c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. 2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox. 3. Keracunan : arsenik, CO. C. Tanda dan Gejala Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut : 1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia 2. Kesadaran dengan cepat menurun 3. Muntah 4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka) 5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya. D. Patofisiologi
Ensefalitis menngenai parenkim otak. Mikroorganisme yan menginfeksi salah satunya adalah virus. Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna dan menggandakan dirinya diri pada bagian infeksi awal, setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara: 1. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut. 2. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf. Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak (Smeltzer, 2002).
E. Pathway
(Erfandi, 2002). F. 1. a. b. c. 2. a. b. c.
Komplikasi Akut : Edema otak. SIADH. Status konvulsi. Kronik : Cerebral palsy. Epilepsy. Gangguan visus dan pendengaran.
G. Pemeriksaan Penunjang 1. Biakan dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. Biakan dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. Biakan dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif. 2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul. 3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit. 4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa. 5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002) 6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal (Anania, 2002). H. Penatalaksanaan Medis 1. Isolasi : Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan. 2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter: a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus, agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan. d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi. 3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak a.
Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan; jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan untuk menghilangkan edema otak.
c.
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal. a.
Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama c.
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi :Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3 lt/menit). 6. Penatalaksanaan shock septik 7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral (Erfandi, ). I.
Pengkajian Data-data yang perlu dikaji meliputi (Doenges, 1999) : 1. Biodata. Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor , tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. 2. Keluhan utama. Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang. 3. Riwayat penyakit sekarang. Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadangkadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak. 4. Riwayat kehamilan dan kelahiran. Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, & apgar score. 5. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak. Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan. 6. Riwayat kesehatan keluarga. Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983). 7. Riwayat sosial. Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya. 8. Kebutuhan dasar (aktifitas sehari-hari). Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara lain: gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak. 9. Pemeriksaan fisik. Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad apemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi : a. Keadaan umum. Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak. b. Gangguan system pernafasan. c. Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan. d. Gangguan system kardiovaskuler. Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung. e. Gangguan system gastrointestinal. Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme. f. Pertumbuhan dan perkembangan. Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social anak. Tahuntahun pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk kehidupannya. Gangguan atau
keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas –tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST. J. Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermi b.d. penyakit: infeksi. 2. Mual b.d. peningkatan tekanan intrakranial, peradangan otak 3. Gangguan sensori persepsi (tipe: penglihatan, pendengaran, kinestetik, taktil, olfaktori) b.d. ketidakseimbangan biokimia. 4. Resiko trauma b.d. penurunan koordinasi otot.
K.
Perencanaan keperawatan Diagnosa Tujuan Intervensi Hipertermi b.d. Setelah dilakukan tindakan Monitor suhu sesering mungkin penyakit: infeksi keperawatan selama 3x24 jam pasien R: mencegah terjadinya menunjukkan suhu tubuh dalam hiperpireksia batas normal dengan kreiteria hasil: Monitor warna dan suhu kulit Indikator: R: kulit yn merah dan hangat 1. Suhu 36 – 37C menunjukkan kenaikan suhu 2. Nadi dan RR dalam rentang tubuh. normal Monitor tekanan darah, nadi dan RR 3. Tidak ada perubahan warna kulit R: mengetahui respon fisiologis dan tidak ada pusing, merasa dari kenaikan suhu tubuh nyaman Monitor WBC, Hb, dan Hct R; WBC yg tinggi menunjukkan hipertermi krn infeksi, Hb dan HCT yang rendah menunjukkan hipertermi karena kehilangan cairan. Monitor intake dan output cairan R: terkait dengan kenaikan suhu akibat kekurangan cairan. Berikan anti piretik R: menurunkan suhu tubuh secara farmakologis. Berikan antibiotik yang sesuai R: hipertermi karena infeksi dapat hilang jika infeksi hilang. Selimuti pasien R: lakukan jika pasien menggigil. Berikan cairan intravena R: mencegah kekurangan cairan akibat panas tubuh yg tinggi. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila R: memicu vasodilatasi pembuluh darah besar shg suhu perifer menjadi dingin. Tingkatkan sirkulasi udara Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa) Mual b.d. Setelah dilakukan tindakan Pencatatan intake output secara peningkatan keperawatan selama 3x24 jam, mual akurat tekanan pasien teratasi dengan kriteria hasil: R: untuk menentukan tambahan intrakranial, Indikator: cairan jika terjadi dehidrasi.
Monitor status nutrisi R:mempertahankan energi klien. Monitor status hidrasi (Kelembaban membran mukosa, vital sign adekuat) R: memanatau adanya dehidrasi Anjurkan untuk makan pelan-pelan R: makan pelen-pelan akan mencegah pasien memuntahkan makanan. Batasi minum 1 jam sebelum, 1 jam sesudah dan selama makan. R: mencegah rasa penuh di perut yang memicu muntah. Berikan terapi IV kalau perlu R: terapi IV untuk mengganti cairan yang hilang akibat muntah. Kolaborasi pemberian anti emetik R: menghentikan rasa mula secara farmakologis. Gangguan sensori Setelah dilakukan tindakan Evaluasi dan pantau secara teratur persepsi (tipe: keperawatan selama 3x24 jam perubahan orientasi, kemampuan penglihatan, gangguan sensori persepsi teratasi, berbicara, afektif, sensorik dan pendengaran, dengan kriteria hasil: proses fikir. kinestetik, taktil, R: perubahan motorik , persepsi olfaktori) b.d. Indikator: kognitif dan kepribadian dapat ketidakseimbangan 1. komunikasi jelas dan pantas bersifat menetap dan terus biokimia secara usia dan kemampuan menerus. Kaji kesadaran sensorik seprti 2. Perhatian sentuhanm panas dingin, benda 3. Konsentrasi tajam/tumpul. 4. penglihatan dan pendengaran R: informasi penting untuk 5.koordinasi motorik keamanan pasien, jika pasien merasakan panas dan dingin maka akan terhindar dari bahaya karena tubuh akan menghindar.. Catat adanya perubahan yang spesifik seperti mersusatkan kedua mata, atau mengatakan instruksi ya/tidak. R: membantu menentukan daerah lokalisasi yang mengalami infeksi. Hilangkan stimulus yang berlebihan sesuai dengan kebutuhan. R: menurunkan ansietas, respon peradangan otak
1. Melaporkan bebas dari mual 2. Mengidentifikasi hal-hal yang mengurangi mual 3. Nutrisi adekuat 4. Status hidrasi: hidrasi kulit membran mukosa baik, tidak ada rasa haus yang abnormal, panas, urin output normal, TD, HCT normal
Resiko trauma b.d. penurunan koordinasi otot
emosi yang berhubungan dengan sensasi yg berlebihan. Setelah dilakukan tindakan Sediakan lingkungan yang aman keperawatan selama 3x24 jam klien untuk pasien tidak mengalami trauma dengan R: mencegah cidera dari eksternal kriteria hasil: saat terjadi kejang. Identifikasi kebutuhan keamanan Indikator: pasien, sesuai dengan kondisi fisik 1. Pasien terbebas dari trauma fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien 2. Keluarga mampu mengontrol R: menyediakan lingkungan yg resiko trauma yang mungkin nyaman sesuai kebutuhan pasien. terjadi Memasang side rail tempat tidur R: mencegah pasien jatuh dari tempat tidur. Membatasi pengunjung Memberikan penerangan yang cukup R: pada pasien ensefalitis mengalamai fotofobia, shg penerangan harus lebih redup. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. R: keluarga dapat mencegah pasien dari cidera. Mengontrol lingkungan dari kebisingan Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit. R: agar keluarga pasien memahami keadaan pasien yang mengalami penurunan kesadaran dan disfungsi pada otaknya setidaknya hingga infeksi pada otak teratasi.
Daftar Pustaka Anania, et all. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: Indeks. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. III, jilid 2. jakarta: Media Aeseolapius. McCloskey dan Bulechek 2000. “Nursing interventions classification (NIC)”. United States of America: Mosby. Meidean, JM. 2000. “Nursing Outcomes Classification (NOC)”. United States of America: Mosby. NANDA Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC. Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC
Askep Encephalitis
BAB 1 PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bagi penderita, selain menyebabkan penderitaan fisik, infeksi juga menyebabkan penurunan kinerja dan produktifitas, yang pada gilirannya akan mengakibatkan kerugian materil yang berlipat-lipat. Bagi Negara, tingginya kejadian infeksi di masyarakat akan menyebabkan penurunan produktifitas nasional secara umum, sedangkan dilain pihak juga menyebabkan peningkatan pengeluaran yang berhubungan dengan upaya pengobatannya. Sebagaimana diketahui, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur, dan dapat terjadi di masyarakat (community acquired) maupun di rumah sakit (hospital acquired). Pasien yang sedang dalam perawatan di rumah sakit memiliki resiko tertular infeksi lebih besar dari pada di luar rumah sakit. Lingkaran infeksi dapat terjadi antara pasien, lingkungan/vektor, dan mikroba. Sebagaimana uraian diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai salah satu masalah yang diakibatkan oleh terjadinya inveksi terhadap jaringan otak oleh virus, bakteri, cacing, protozoa, jamur, atau ricketsia, yang biasa disebut dengan ensefalitis. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Ada banyak tipe-tipe dari ensefalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat, sakit kepala, muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang. Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan menyebabkan ensefalitis.
Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri. Adapun pelaksanaan yang bisa dilakukan untuk menangani masalah ensefalitis adalah dengan pemberian antibiotik, isolasi untuk mengurangi stimuli dari luar, terapi anti mikroba, mengontrol terjadinya kejang dan lainlain. Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh sengan gejala sisa yang berat 2.
Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan ensefalitis ?
b.
Apa saja yang bisa menjadi faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
ensefalitis ? c. Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien dengan masalah ensefalitis ? d. Asuhan keperawatan apa saja yang bisa dilakukan terhadap pasien dengan masalah ensefalitis ? e. Apa yang dimaksud dengan legal etis dalam keperawatan serta prinsip-prinsip apa saja yang harus dipegang sebagai seorang perawat? 3.
Tujuan Tujuan Umum a. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai ensefalitis serta mampu menerapkan asuhan keperawatan yang dilakukan pada masalah ensefalitis. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari ensefalitis. b. Mahasiswa mampu mengetahui faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya ensefalitis. c. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan masalah ensefalitis. d. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang bisa dilakukan terhadap pasien dengan masalah ensefalitis. e. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari legal dan etis dalam keperawatan serta mengetahui prinsip-prinsip yang harus dipegang sebagai seorang perawat profesional.
BAB 2 PEMBAHASAN
A. DEFINISI Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent. Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian. B. ETIOLOGI Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab
ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau
vaksinasi terdahulu. Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemioya ialah: a. Infeksi virus yang bersifat endemik Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis. b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c.
Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia,
pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 1997). C. PATOFISIOLOGI
D. TANDA DAN GEJALA Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias
ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut : 1.
Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
2.
Kesadaran dengan cepat menurun
3.
Muntah
4.
Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di
muka) 5.
Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (hassan,1997). Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
Pemeriksaan penunjang : Secara klinik dapat di diagnosis dengan menemukan gejala klinik tersebut diatas: 1.
Biakan : dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. Dari likuor atau jaringan otak. Akan dapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. 2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi henaglutinasi dan uji teutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. 4.
Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan leukosit. Fungsi lumbal likuor serebospinalis sering dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan
sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa. 5. EEG / Electroencephalography EEG sering menunjukan aktivitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun, adanya kejang,koma,tumor,infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer,2002). 6. CT Scan, pemeriksaan CT Scan otak sering kali di dapat hasil normal, tetapi bisa juga didapat hasil edema diffuse.
E. MANIFESTASI KLINIS Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis adalah : a. Panas badan meningkat. b. Sakit kepala. c. Muntah-muntah lethargi. d. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. e. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. f. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang. Klasifikasi Ensefalitis diklasifikasikan menjadi : Ensefalitis Supurativa a. Patogenesis Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang, abses di dalam paru, bronkiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel. b. Manifestasi Klinis Secara umum gejala yang timbul dapat berupa trias ensefalitis seperti : Demam.
Kejang. Kesadaran menurun. Bila ensefalitis berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik dan progresif,
muntah, penglihatan kabur, kejang, dan kesadaran menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses. c. Terapi pada ensefalitis supurativa adalah dengan pemberian: Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari. Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari. Ensefalitis Siphylis a. Patogenesis Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat. b. Manifestasi Klinis Adapun gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu : 1) Gejala-gejala neurologis a) Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan. b) Afasia. c) Apraksia. d) Hemianopsia. e) Penurunan kesadaran f) Pupil Agryll- Robertson. g) Nervus opticus dapat mengalami atrofi. h) Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang bersifat progresif. 2) Gejala-gejala mental a) Timbulnya proses dimensia yang progresif. b) Intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja. c) Daya konsentrasi mundur. d) Daya ingat berkurang. e) Daya pengkajian terganggu. c. Terapi pada ensefalitis siphylis 1) Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari.
2)
Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskular + probenesid 4x500mg oral
14 hari. 3)
Bila alergi pada penisilin, maka bisa diberikan : a) Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari. b) Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari. c) Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu. d) Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari. Ensefalitis Virus Adapun virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia adalah sebagai berikut : a. Virus RNA Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili. Rabdovirus : virus rabies. Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue). Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A, B, echovirus). Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria. b. Virus DNA Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus, virus Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia. Retrovirus: AIDS. c. Manifestai Klinis Demam. Nyeri kepala Vertigo. Nyeri badan. Nausea. Kesadaran menurun. Kejang-kejang. Kaku kuduk. Hemiparesis dan paralysis bulbaris. d. Terapi pada ensefalitis karena virus 1) Pengobatan simtomatis a) Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg. b) Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari. 2) Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zostervaricella. 3) Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari. Ensefalitis Karena Parasit a. Malaria Serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Gejala-gejala yang timbul adalah demam tinggi, kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan yang terjadi. b. Toxoplasmosis Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak. c. Amebiasis Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun. d. Sistiserkosis Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan yang
terjadi. e. Terapi pada ensefalitis karena parasit Malaria serebral : Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak
perbaikan. Toxoplasmosi
a) Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan. b) Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan. c) Spiramisin 3 x 500 mg/hari. Amebiasis : Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
Ensefalitis Karena Fungus Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistem saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun. a. Terapi pada ensefalitis karena fungus Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu. Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu. Riketsiosis Serebri Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar. a. Terapi pada riketsiosis serebri 1) Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari. 2) Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari. F. KOMPLIKASI Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar antara 35-50 %, dari pada penderita yangb hidup 20-40 % mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa paralitis. Gangguan penglihatan atau gejala neurologik yang lain. Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologik yang nyata,dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental, gangguan tingkah laku dan epilepsi.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Biakan : Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif.
Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis
kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif . Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif. b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh,
IgM dapat
dijumpai pada awal gejala penyakit timbul. c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit. d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa. e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002). f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal (Victor, 2001). H. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis antara lain : a. Isolasi : isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan. b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter : Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan (Victor, 2001). Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi. c. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk
menghilangkan edema otak. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak. d. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat
yang diberikan ialah valium dan atau luminal. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam. e. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit). f. Penatalaksanaan shock septik. g. Mengontrol perubahan suhu lingkungan. h. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral (Hassan, 1997).
I. 1.
ASUHAN KEPERAWATAN ENCEPHALITIS Pengkajian a. Identitas : Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur. b. Keluhan Utama, berupa panas badan meningkat, kejang, dan kesadaran menurun. c. Riwayat Penyakit Sekarang : Mula-mula anak rewel, gelisah, muntah-muntah, panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala. d. Riwayat Penyakit Dahulu : Klien sebelumnya menderita batuk, pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan. e. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E, Coli, dan lain-lain. f. Imunisasi : Kapan terakhir diberi imunisasi DTP, karena ensefalitis dapat terjadi pada post imunisasi pertusis.
2.
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada masalah ensefalitis adalah : a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual. b. Hipertemi b/d reaksi inflamasi. c. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat. d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
3.
Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994). Intervensi keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis adalah : a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual. Tujuan : Nyeri teratasi. Kriteria hasil : 1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. 2) Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat. INTERVENSI Mandiri : Berikan tindakan nyaman.
RASIONAL Tindakan non analgetik dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memeperbesar efek
Berikan
lingkungan
yang
terapi analgetik. tenang, Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari
ruangan agak gelap sesuai indikasi.
luar atau sensitivitas terhadap cahaya dan
Kaji intensitas nyeri.
meningkatkan istirahat/relaksasi. Untuk menentukan tindakan yang akan
Tingkatkan
tirah
baring,
dilakukan kemudian. bantu Menurunkan gerakan
yang
dapat
kebutuhan perawatan diri pasien. meningkatkan nyeri. Berikan latihan rentang gerak Dapat membantu merelaksasikan ketegangan aktif/pasif secara tepat dan masase otot otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau daerah leher/bahu. Kolaborasi : Berikanan algesik sesuai indikasi.
rasa tidak nyaman tersebut. Obat
ini
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan kenyamanan /istirahat umum. b. Hipertermi b/d reaksi inflamasi. Tujuan : Suhu tubuh normal. Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
INTERVENSI Mandiri :
RASIONAL Suhu 38,9-41,1 C menunjukkan proses
Pantau
suhu
pasien,
perhatikan penyakit infeksius akut.
menggigil/ diaforesis. Pantau suhu lingkungan, batasi tambahkan linen
/ Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah
tempat tidur sesuai untuk
mempertahankan
suhu
mendekati
indikasi. normal. Berikan kompres mandi hangat, hindari Dapat membantu mengurangi demam. penggunaan alkohol. Kolaborasi : Berikan antipiretik sesuai indikasi.
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
c.
Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan
saraf pusat. Tujuan : Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual. Kriteria hasil : Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil. INTERVENSI
RASIONAL Kesadaran akan tipe/daerah yang
Mandiri : terkena
membantu.
dalam
Lihat kembali proses patologis mengkaji/ mengantisipasi defisit kondisi individual. spesifik dan keperawatan Munculnya gangguan penglihatan Evaluasi
adanya
dapat
berdampak
gangguan negatif
terhadap
kemampuan
pasien
untuk
menerima
penglihatan
Ciptakan
lingkungan
lingkungan. yang Menurunkan/ membatasi jumlah
stimuli yang mungkin dapat sederhana,
pindahkan
perabot menimbulkan kebingungan bagi
yang membahayakan. pasien. d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang. Tujuan : Tidak terjadi kontraktur. Ktiteria hasil : Tidak terjadi kekakuan sendi. Dapat menggerakkan anggota tubuh. INTERVENSI Mandiri:
RASIONAL Berikan
penjelasan pada keluarga klien tentang 4.
penyebab terjadinya spastik dan terjadi
Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan.
kekacauan sendi. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas Melatih jari secara bertahap.
melemaskan
otot-otot,
mencegah kontraktor. Dengan melakukan perubahan posisi
Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam.
diharapkan perfusi ke Jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh.
Kolaborasi
untuk
pemberian Diberi dilantin / valium , kejang /
pengobatan spastik dilantin / valium spastik hilang. sesuai Indikasi. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Implementasi keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis meliputi : a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual. NO 1 2 3
IMPLEMENTASI Memberikan tindakan nyaman. Memberikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi. Mengkaji intensitas nyeri.
4
Meningkatkan tirah baring, bantu kebutuhan perawatan diri pasien. Memberikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot
5 6
b.
daerah leher/bahu. Berkolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.
Hipertermi b/d reaksi inflamasi NO 1
IMPLEMENTASI Memantau suhu pasien, perhatikan menggigil/ diaforesis. Memantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai
2 3 4 c.
indikasi. Memberikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Berkolaborasi untuk pemberian antipiretik sesuai indikasi.
Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan
saraf pusat. NO 1 2
IMPLEMENTASI Melihat kembali proses patologis kondisi individual. Mengevaluasi adanya gangguan penglihatan Menciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan
perabot
yang
3 membahayakan.
d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang. NO
IMPLEMENTASI Memberikan penjelasan pada keluarga klien tentang penyebab terjadinya
1 2
spastik dan terjadi kekacauan sendi. Melakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap.
3
melakukan perubahan posisi setiap 2 jam. Berkolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai
4
Indikasi.
5.
Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi pada pasien dengan masalah ensefalitis adalah : a. Pemenuhan nutrisi pasien adekuat. b. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol. c. Tidak mengalami kejang atau cedera lainnya.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Ensefalitis disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia. Ensefalitis diklasifikasikan menjadi : a. Ensefalitis supurativa. b. Ensefalitis siphylis. c. Ensefalitis virus. d. Ensefalitis karena parasit : malaria serebral, toxoplasmosis, amebiasis dan sistiserkosis. e. Ensefalitis karena fungus. f. Riketsiosis serebri. Penatalaksaan pada masalah ini dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya ensefalitis tersebut, antara lain seperti : pemberian antibiotik, antifungi, antiparasit, antivirus dan pengobatan simptomatis berupa pemberian analgetik antipiretik serta antikonvulsi. B.
Saran Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.
DAFTAR PUSTAKA 2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ensefalitis. (online). http://bkp2011. blogspot. com / 2011/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien_24.html, diakses tanggal 16 Oktober 2011 pukul 10.00 Arif, Mansur. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius Doengoes, Marilynn.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=18608 http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/ensefalitis/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bisa juga terjadi pasca infeksi campak, influenza, varicella, dan pasca vaksinasi pertusis. Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri
penyebab
ensefalitis
adalah
Staphylococcus
aureus,
Streptococus,
E.Colli,
Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus
Parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella. B. Rumusan masalah 1.Bagaimana konsep penyakit pada pasien dengan encephalitis 2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan encephalitis. C. Tujuan Pembuatan Makalah 1.
Tujuan Umum : Penulis menyusun makalah ini untuk mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan
keperawatan khususnya di mata kuliah keperawatan Neurobihavior II dengan bahan ajar asuhan keperawatan pada klien Ensefalitis. 2. Tujuan Khusus : Untuk mengetahui konsep dasar dari limfedema seperti : a. b. c. d. e.
Definisi Etiologi Patofisiologi Komplikasi Asuhan keperawatan BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis. Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis. Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus
Parotitis), virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella. B. Etiologi Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis: 1.
bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis
bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). 2. Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan 3.
chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemioya ialah: Infeksi virus yang bersifat endemic
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO. b. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis. Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pascamononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 1997) C. Tanda dan Gejala 1. 2. 3. 4. 5.
Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia Kesadaran dengan cepat menurun Muntah Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka) Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997) 6. Perubahan perilaku 7. Gelisah
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
D. Patofisiologi Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara : 1. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu. 2. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan 3.
berkembang biak di organ tersebut. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput lendir dan menyebar melalui system persarafan. Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntahmuntah, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
E. Komplikasi Komplikasi pada ensefalitis berupa : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Retardasi mental Iritabel Gangguan motorik Epilepsi Emosi tidak stabil Sulit tidur Halusinasi Enuresis
G. Pemeriksaan Penunjang 1. a. b. c. d. 2. 3. a. b. 4.
Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS) Cairan warna jernih Glukosa normal Leukosit meningkat Tekanan Intra Kranial meningkat Protein agak meningkat Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urin Sukar oleh karena uremia berlangsung singkat Dapat membantu mengidentifikasikan daerah pusat infeksi dan penyebab infeksi CT Scan/ MRI Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel, hematom, daerah cerebral, hemoragic, atau tumor.
H. Penatalaksanaan 1. 2. a. b. c.
Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter : Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan (Victor, 2001). d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi. 3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak a. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan yang diberikan b.
tergantung keadaan anak. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk
menghilangkan edema otak. c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak. 4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal. a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali. b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama. c. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam. 5. Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit). 6. Penatalaksanaan shock septik 7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
8.
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral. (Hassan, 1997)
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Biodata Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua usia, insiden tertinggi terjadi pada anak-
2. a. b. 3.
anak Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak mengenal suku bangsa, ras. Keluhan utama Demam Kejang Riwayat kesehatan sekarang Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, pucat,
gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan kesadaran. 4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan. 5. Riwayat penyakit keluarga Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E Coli dan lain-lain. Pola-Pola Fungsi Kesehatan 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat a. Kebiasaan. Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur, kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesaan (daerah kumuh) b. Status Ekonomi. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah. 2. Pola fungsi kesehatan a. Pola nutrisi dan metabolisme. Nafsu makan menurun (anoreksia) nyeri tenggorokan dan Berat b.
badan menurun. Pola aktivitas. Nyeri ekstremitas dan keterbatasan rentang gerak akan mempengaruhi pola
aktivitas. c. Pola istirahat dan tidur. Kualitas dan kuantitas akan berkurang oleh karena demam, sakit kepala d.
dan lain-lain, yang sehubungan dengan penyakit ensefalitis. Pola eliminasi. Kebiasaan Defekasi sehari-hari, Biasanya pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstivasi. Kebiasaan BAK sehari-hari, Biasanya pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal. Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun
e.
,konsentrasi urine pekat. Pola hubungan dan peran. Efek penyakit yang diderita terhadap peran yang diembannya sehubungan dengan ensefalitis, bisanya Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada
f.
klien dengan Ensefalitis kurang, karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma. Pola penanggulangan stress. Akan cenderung mengeluh dengan keadaaan dirinya (stress).
Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dumulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39-49°C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah menggangu pusat
pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernapasan sebelum mengalami ensefalitis. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. a. B1 (Breathing) Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan sperti ronkhi pada klien dengan ensefalitis berhubungan akulasi sekreet dari penurunan kesadaran. b. B2 (Blood) Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis. c. B3 (Brain) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya. 1. Tingkat Kesadaran Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan. 2. Fungsi Serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. 3. Pemeriksaan Saraf Kranial 1) Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien ensefalitis 2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutma pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang 3)
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK. Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.
Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya. 4) Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu proses mengunyah. 5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis unilateral. 6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi. 7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral. 8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk. 9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal. 10) Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan. 4. Pemeriksaan Refleks Pemeriksaan reflex dada, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma. 5. Gerakan Involunter Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. 6. Sistem Sensorik Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal. Peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.\ d. B4 (Bladder) Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. e.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. f. B6 (Bone) Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu orang lain. B. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Terjadi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf
pusat. 8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual. 9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun. 10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang. C. Intervensi 1. Diagnosa Keperawatan I. Resiko tinggi infeksi
b/d
daya
tahan
tubuh
terhadap
infeksi
turun
Tujuan: tidak terjadi infeksi Kriteria hasil: Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen. Intervensi : a. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau
dan
batasi
pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder. mengontrol penyebaran Sumber infeksi, b.
mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis
c.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia . Berikan antibiotika sesuai indikasi R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas
individu. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN II Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum. Tujuan : Tidak terjadi trauma Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain Intervensi :
dari
infeksi.
a.
Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan, penghalang tempat tidur tetap terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas. R/. Melindungi px jika terjadi kejang, pengganjal mulut agar lidah tidak tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal
mulut hanya saat mulut relaksasi. b. Pertahankan tirah baring dalam fase akut. R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo. c. Kolaborasi. Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dan sebagainya.R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang. d. Abservasi tanda-tanda vital R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan. 3. DIAGNOSA KEPERAWATAN III Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang. Tujuan : Tidak terjadi kontraktur. Ktiteria hasil : Tidak terjadi kekakuan sendi. Dapat menggerakkan anggota tubuh. Intervensi : a. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik, terjadi kekacauan sendi R/. Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan. b. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap R/. Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor. c. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam R/. Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan d.
perfusi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam R/. Dengan melakukan observasi dapat melakukan
e.
deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan intervensi segera. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi R/. Diberi dilantin / valium , bila terjadi kejang spastik ulang.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Dari makalah di atas dapat disimpulkan : a. Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis. b. Etiologi : Virus, Bakteri, dan Jamur. Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus c.
aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks
tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah. d. Patofisiologi : Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh. e. Manifestasi klinis : Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Kemudian di f. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
ikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron. Komplikasi pada ensefalitis berupa : Retardasi mental Iritabel Gangguan motorik Epilepsi Emosi tidak stabil Sulit tidur Halusinasi
DAFTAR PUSTAKA Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986. Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta ,1993. Arif mansjoer suprohaita,penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia,kapita selekta kedokteran,edisi 2 jilid 3,jakarta,2000.