BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam praktikum Geologi Teknik acara “Deskripsi Core (Logging)” ini kita melakukan analisis terhadap sample core yang di dapat dari hasil pemboran inti. Yang secara definisi pemboran inti (Coring) adalah suatu usaha untuk mendapatkan contoh batuan (core) dari formasi dibawah permukaan untuk dianalisa sifat fisik batuan secara langsung. Sedangkan analisis core adalah kegiatan pengukuran sifat-sifat fisik batuan yang dilakukan di laboratorium terhadap contoh batuan. Dengan adanya hal tersebut, maka pekerjaan pemboran inti dilaksanakan dengan latar belakang untuk memperoleh suatu data geologi teknik bawah permukaan tanah (insitu testing) yang akan digunakan untuk analisa serta kepentingan geologi teknik yang dibutuhkan. Analisa pada pemboran inti dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pengujian lapangan dan pengujian laboratorium. Untuk itu pada setiap pemboran inti yang dilakukan diusahakan agar diperoleh contoh inti tanah (Core recovery) mencapai 100%. Core Recovery merupakan presentasi tanah/batuan yang diperoleh selama proses pengeboran. Urutan stratigrafi tanah yang diperoleh sangat tergantung dari core recovery-nya. Untuk itu sangat jelas bahwa dengan dilakukannya pemboran inti serta dilakukannya analisis
terhadap
hasil
pemboran
inti
sangat
membantu
dalam
menginterpretasi data geologi teknik bawah permukaan tanah guna menunjang dalam kegiatan geologi teknik yang sedang dilakukan. 1.2 Maksud dan Tujuan
Mengetahui kondisi bawah permukaan serta melakukan pemerian batuan
melalui hasil pemboran inti Dapat mengetahui dan menganalisis data mengenai litologi dan struktur batuan melalui sampel inti batuan (core), baik sampel terganggu maupun yang tidak terganggu.
Geologi Teknik - Coring
| Page 1
Menentukan core recovery berdasarkan sifat batuan. Menentukan nilai RQD berdasarkan perhitungan sifat batuan, serta kualitasnya.
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 1.3.1 Pelaksanaan Presentasi Hari Tanggal Waktu Tempat Pelaksanaan
: Rabu : 20 November 2013 : 15.00 - 17.00 WIB : Ruang 201 Gedung Pertamina Sukowati Teknik Geologi Universitas Diponegoro 1.3.2 Pelaksanaan Pengamatan Core Hari : Selasa Tanggal : 26 November 2013 Waktu : 14.30 – 15.30 WIB Tempat Pelaksanaan : Ruang 1.02 Gedung Pertamina Sukowati Teknik Geologi Universitas Diponegoro
Geologi Teknik - Coring
| Page 2
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Pemboran Inti (Coring) Pemboran
inti (Coring) adalah suatu usaha untuk mendapatkan
contoh batuan (core) dari formasi dibawah permukaan untuk dianalisa sifat fisik batuan secara langsung.
Sedangkan analisis core adalah kegiatan
pengukuran sifat-sifat fisik batuan yang dilakukan di laboratorium terhadap contoh batuan. Pekerjaan pemboran inti dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh data geologi teknik bawah permukaan tanah (insitu testing) yang akan digunakan untuk analisa geologi teknik dengan melalui pengujian lapangan dan laboratorium. Pada setiap pemboran inti diusahakan agar perolehan contoh inti tanah (Core recovery) mencapai 100%. Core Recovery itu sendiri artinya adalah presentasi tanah/batuan yang diperoleh selama proses pengeboran. Urutan stratigrafi tanah yang diperoleh sangat tergantung dari core recovery-nya. Teknik meletakan titik lokasi pemboran inti ini agar didapatkan kedalaman yang maksimal, dilakukan dengan bantuan peta geologi dan peta topografi. Oleh sebab itu apabila di daerah tersebut belum atau tidak didapatkan peta topografi dengan skala yang memadai, maka perlu dibuat peta topografinya terlebih dahulu. Sedangkan alat untuk melakukan pemboran inti adalah Alat Bor Auger yang dioperasikan dengan manual (oleh tenaga manusia) dan Alat bor inti, yang dioperasikan dengan mesin.
Gambar 2.1 Pemboran Inti
Geologi Teknik - Coring
| Page 3
Gambar 2.2 Contoh core sample
2.2 Metode Pemboran Inti (Coring) Pada prinsipnya ada dua metode coring yang umum dilakukan di lapangan, yaitu :
Bottom Hole Coring
Sidewall Coring
a. Bottom Hole Coring Yaitu cara pengambilan core yang dilakukan pada waktu pemboran berlangsung. Pada metoda bottom hole coring mempergunakan core bit, sejenis pahat yang ditengahnya terbuka dan mempunyai sejenis pemotong pahat.
Gambar 2.3 Core Bit
Geologi Teknik - Coring
| Page 4
Gambar 2.4 Bottom Hole Coring
b. Sidewall Coring Yaitu cara pengambilan core yang dilakukan setelah operasi pemboran selesai atau pada waktu pemboran berhenti. Pengambilan core dengan teknik sidewall coring dilakukan pada dinding dari lubang bor.
Gambar 2.5 Sidewall Coring
Pengeboran pada setiap lokasi akan dilaksanakan dengan distribusi dan kedalaman yang disesuaikan dengan kondisi geologi tekniknya. Tetapi jika dibutuhkan, pengeboran dapat dilakukan lebih dalam lagi bila terjadi keraguan pengambilan sampel, misalnya terjadinya ketidakseragaman jenis tanah. Pengambilan contoh inti pemboran dilakukan dengan peralatan tabung penginti “single”, ”double” ataupun ”triple” core barrel, tergantung Geologi Teknik - Coring
| Page 5
kebutuhannya. Mata bor yang digunakan juga tergantung pada kondisi tanah yang akan dibor. Untuk type soil akan digunakan mata bor Tungsten atau Steel Bit dan untuk type batuan digunakan Diamond Bit.
Single tube core barrel Digunakan untuk pengeboran kering pada tanah berbutir halus dan berbutir kasar dan pada batuan yang setengah kompak
Double tube core barrel Digunakan untuk pengeboran pada batuan kompak dengan menggunakan sirkulasi air
Triple tube core barrel Digunakan untuk pengeboran pada batuan setengah kompak dengan menggunakan sirkulasi air
Gambar 2.6 Contoh Double Tube Core Barrel
Pada penyelidikan bawah permukaan, data geologi biasanya didasarkan atas pengamatan dan pendeskripsian conto inti bor pengintian penuh (full coring). Pengambilan inti dilakukan secara penuh dari permukaan sampai kedalaman akhir pemboran. Adapun langkah – langkah dari pelaksanaan pengeboran pengintian penuh (full coring) adalah : 1. Pengintian Setempat (Spot Coring). Pemboran dilakukan sebagai lubang terbuka (open hole) yang kemudian diikuti dengan pengintian hanya
Geologi Teknik - Coring
| Page 6
dilakukan pada selang kedalaman tertentu yang diinginkan, misalnya beberapa meter di atas zona cebakan dan beberapa meter dibawahnya. 2. Pengintian Sentuh (Touch Coring). Pengintian dimulai segera setelah matabor mencapai beberapa meter di atas target pengintian (bentuk pengintian setempat yang kurang dapat dipercayai). 3. Pengintian
Inti
Terorientasi
(Oriented
Core
Sample).
Dengan
menggunakan alat tertentu, dimungkinkan dimana orientasi kedudukan asli dari conto didalam tanah dapat ditentukan. Hal ini sering dilakukan untuk mempelajari kedudukan struktur geologi dari lapisan maupun dari rekahan atau jalur-jalur mineralisasi. 4. Perolehan Inti (Core Recovery). Dalam operasi pengambilan inti pemboran, tidak selalu seluruh kedalaman dapat diwakili oleh panjang inti yang diperoleh. Hal ini disebabkan kemungkinan runtuhnya bagian bawah dari inti sewaktu diangkat dalam bumbung inti (core barrel). Besarnya perolehan inti (core recovery) dinyatakan dalam persen (% core recovery), dengan
mengukur
panjang
conto
inti
yang
diperoleh
dan
membandingkannya dengan panjang bumbung. Perolehan inti yang buruk dapat disebabkan karena adanya jalur-jalur retak atau keadaan batuan yang rapuh dan dapat dipakai sebagai indikator untuk keadaan struktur dari batuan, dan menggunakan bumbung inti yang diperbaiki seperti pada triple tube core-barrel. 2.3 Mesin Pemboran Inti (Diamond Drilling Rigs) Alat pemboran ini adalah alat standart dan yang paling populer di dalam kegitan pengeboran inti. Nama Diamond Drilling Rig digunakan karena alat ada yang paling banyak dipakai untuk pengintian (coring) yang menggunakan matabor dari intan. Mesin ini berukuran relatif kecil dan dipasang pakai roda atau batang luncur (skids), ditarik dengan bulldozer, kendaraan 4-wheel drive atau ditarik dengan winch pada tempat yang sulit dijangkau, atau digantung dengan slung di bawah helicopter, atau juga dapat dipreteli menjadi bagian-bagian / komponen kecil dan dapat dipikul secara Geologi Teknik - Coring
| Page 7
manual.Gerakan putar dari mesin ditransmisikan pada pipa bor dengan chuck, dan oleh karenanya dapat membor ke semua arah, termasuk ke atas (dari terowongan). Untuk pengoperasiannya sering dipasang kaki tiga dari pipa besi untuk mengendalikan pemasangan/pencabutan batang bor dengan menggantungkannya pada sistem katrol dengan swivel yang disambungkan pada pipa selang untuk menyalurkan cairan pembilas dari pompa lumpur. Kelemahan dari alat bor ini adalah berkecepatan rendah, terutama sewaktu operasi pengambilan inti (coring operations).
Gambar 2.6. Contoh Mesin Diamond Drilling Rigs
Keunggulan Dan Kekurangan Dari Conto Inti Pemboran Keunggulan dari conto inti pemboran adalah : 1. Pengamatan litologi lebih lengkap dan terperinci sehingga perselingan berbagai jenis litologi, dapat dideskripsi secara rinci, centimeter demi centimeter. 2. Pengamatan rinci dapat dilakukan terhadap struktur maupun tekstur batuan dalam 3-Dimensi, terutama jika menggunakan conto yang terorientasikan, misalnya adanya rekahan, urat-urat kecil, penjaluran mineral (mineral zoning), dsb.
Geologi Teknik - Coring
| Page 8
3. Keuntungan conto inti bor ini adalah selain mendapatkan kedalaman conto yang lebih teliti, juga dimungkinkan untuk dilakukan uji kualitas yang berkisar luas (wide range of quality test), untuk menentukan sifat-sifat keteknikan batuan, misalnya kekuatan dari suatu cebakan ( pada pertambangan batubara) dan batuan penutup (overburden rocks). Kekurangan dari pengambilan conto inti adalah : 1. Operasi pengambilan inti bor sangat memperlambat operasi pemboran, karena prosesnya yang berlangsung relatif lebih lama. 2. Harus menggunakan matabor dari intan atau baja tungsten yang lebih mahal daripada matabor jenis lainnya. Secara keseluruhan pemboran inti jauh lebih mahal dan lebih lambat dari operasi pemboran lainnya, sehingga harus benar-benar diperhitungkan dalam menentukan taktik eksplorasi. 2.4 Hand Bor (Bor Tangan) Metode pemboran ini adalah metode untuk mendapatkan keadaan bawah pernukaan tanah dengan cara mengebor, dioperasikan dengan tenaga manusia yaitu dengan cara memutar mata bor tanah dengan menggunakan rod (pipa bor) yang terbatas hingga maksimum kedalaman 6 m sampai 10 m atau kurang tergantung tenaga menusia yang memutar bor tersebut (wekss..) Karena keterbatasan kedalaman yang dapat dicapai dengan metode ini sekitar 6m – 10m, maka metode ini cocok digunakan untuk pengetesan pada pembangunan rumah, ruko, bangunan bertingkat rendah, dan bangunan yang tidak terlalu besar lainnya. Peralatan yang digunakan : Mata bor tanah (nama noraknya Iwan/Bangka) Stang Bor Per 1m Pemutar dan T konektor Hasil yang diperoleh : Geologi Teknik - Coring
| Page 9
Stratifikasi tanah dengan hasil tanah yang terambil Sampel tanah Disturbed
Gambar 2.1 Peralatan Hand Bor
Jenis- jenis bor tangan: •
Auger Bor
: Bor tangan dengan mata bor spiral.
•
Ship Auger
: Bor untuk tanah yang lengket, tidak diperlukan
contoh teratur. •
Flint Auger
: Untuk ukuran butir lempung-lanau.
•
Spiral Cutter Head
: Untuk memasang tiang pancang.
•
Bor Bangka
: Digerakkan dengan tenaga kuda.
•
Bor Tumbuk
: Prinsip seperti kerekan dengan beban tertentu yang
bergerak bebas. •
Closed Spiral Auger : Untuk batuan yang setengah keras dan berkerikil, seperti pada batulempung atau batupasir kerikilan.
•
Jamaica Open Spiral : Untuk endapan lepas.
2.5 Deskripsi Analisis Core a) Warna Geologi Teknik - Coring
| Page 10
Tanah dan batuan memiliki berbagai macam warna. Warna dari tanah dan batuan merupakan karakteristik yang penting di dalam kegiatan identifikasi material ini. Beberapa corak warna yang sering dimiliki tanah dan batuan antara lain seperti pada tabel di bawah ini. Warna dasar
Warna imbuhan
Merah
Kemerahan
Kuning
Kekuningan
Coklat
Kecoklatan
Hijau
Kehijauan
Biru
Kebiruan
Kelabu
Kekelabuan
Hitam
Kehitaman
Abu-abu
Keabu-abu-abu-abuan
Tabel 2.1 Warna tanah dan batuan b) Ukuran Butir Secara
sederhana
berdasarkan
ukuran
diameter
butirnya,
tanah
diklasifikasikan sebagai berikut (Canadian Foundation Eng. Manual-3rd ed.) : Lempung (clay)
< 0,002 mm
Lanau (silt)
0,002 - 0,060 mm
Yang terdiri dari : •
Halus
0,002 - 0,006 mm
•
Medium
0,006 - 0,020 mm
•
Kasar
0,020 - 0,060 mm
Pasir (sand) Yang terdiri dari : •
Halus
0,060 - 0,200 mm
•
Medium
0,200 - 0,600 mm
•
Kasar
0,600 - 2,000 mm
Geologi Teknik - Coring
| Page 11
Kerikil (gravel) Yang terdiri dari : •
Halus
2,000 - 6,000 mm
•
Medium
6,000 - 20
mm
•
Kasar
20 – 60
mm
Batuan (cobbles)
60 – 200 mm
Bongkahan (boulders)
> 200 mm
c) Tingkat Kepadatan Relatif Macam-macam tingkat kepadatan relatif yaitu : •
Sangat lepas
•
Lepas
•
Sedang
•
Padat
•
Sangat padat
d) Tingkat Kekompakan Macam-macam tingkat kekompakan antara lain : •
Lepas (loose) yaitu apabila dipegang, butirannya mudah terurai.
•
Agak lepas (slighly loose) yaitu apabila ditekan dengan tangan, butirannya baru terurai.
•
Agak kompak (moderate) yaitu apabila ditekan dengan tangan akan sukar terurai.
•
Kompak (compact) yaitu apabila dipukul dengan palu, butirannya baru terurai.
•
Sangat kompak (well compact) yaitu apabila dipukuyl dengan palu, butirannya sukar terurai.
e) Tingkat Kekerasan Macam-macam tingkat kekerasan antara lain : Geologi Teknik - Coring
| Page 12
•
Sangat lunak (very weak) yaitu bersifat plastis.
•
Lunak (weak) yaitu dapat digores dengan kuku.
•
Agak keras (moderate) yaitu tidak dapat digores dengan kuk, tetepai dapat digores dengan pisau baja.
•
Keras (hard) yaitu bila sukar digores dengan pisau baja.
•
Sangat keras (very hard) yaitu apabila tidak dapat digores dengan pisau baja.
2.6 Rock Mass Rating ( RMR ) Bieniawski ( 1976 ) dalam Manik ( 2007 ) mempublikasikan suatu metode klasifikasi massa batuan yang dikenal dengan Geomechanics Classification atau Rock Mass Wasting ( RMR ). Metode rating digunakan pada klasifikasi ini. Besaran rating tersebut didasarkan pada pengalaman Bieniawski dalam mengerjakan proyek – proyek terowongan dangkal. Metode ini telah dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda – beda seperti tambang pada batuan kuat, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng, dan kestabilan pondasi. Klasifikasi ini juga sudah dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan adanya data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan standar internasional. 2.6.1 Parameter – parameter Rock Mass Rating ( RMR ) Sistem
klasifikasi
massa
batuan
Rock
Mass
Rating
(RMR)
menggunakan enam parameter berikut ini dimana rating setiap parameter dijumlahkan untuk memperoleh nilai total dari RMR : 1. Kuat tekan batuan utuh ( Strength of intact rock material ) 2. Rock Quality Design ( RQD ) 3. Jarak antar diskontinuitas ( Spacing of discontinuities ) 4. Kondisi diskontinuitas ( Conditon of discontinuities ) 5. Kondisi air tanah ( groundwater condition ) 6. Orientasi diskontinuitas ( Orientation of discontinuities )
Geologi Teknik - Coring
| Page 13
2.7 RQD (Rock Quality Design) Pada tahun 1967 D.U.Deere memperkenalkan Rock Quality Design ( RQD ) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan secara kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai presentasi dari perolehan inti bor ( core ) yang secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak dari massa batuan yang diamati dari inti bor ( core ). Hanya bagian yang utuh dengan panjang lebih besar dari 100 mm (4 inchi) yang dijumlahkan keudian dibagi panjang total pengeboran (core run).
RQD = Length of core pieces > 10 cm length X 100% Total length of core run
Dalam menghitung nilai RQD, metode langsung digunakan apabila core los tersedia. Tata cara untuk menghitung RQD menurut Deere diilustrasikan pada gambar 1. Call & Nicholas, Inc (CNI), konsultan geoteknik asal Amerika, mengembangkan koreksi perhitungan RQD untuk panjang total pengeboran yang lebih dari 1,5 m. CNI mengusulkan nilai RQD diperoleh dari persentase total panjang inti bor utuh yang lebih dari 2 kali diameter inti (core) terhadap panjang total pengeboran (core run).
RQD = Panjang >2 x diameter core X 100% Panjang core total
RQD gambar
Geologi Teknik - Coring
Metode
pengukuran
menurut
CNI
diilustrasikan
pada
dibawah.
| Page 14
Panjang total pengeboran ( core run ) = 100 cm Diameter core = 61.11 cm RQD =
RQD = RQD = 84 %
Panjang total pengeboran ( core run ) = 100 cm Diameter core = 61.11 cm Geologi Teknik - Coring
| Page 15
RQD = RQD = 73 % Hubungan antara nilai RQD dan kualitas dari suatu massa batuan diperkenalkan oleh Barton, 1975 dalam Bell, 1992 seperti Tabel 2.2 Tabel 2.2 Hubungan RQD dan kualitas massa batuan (Barton, 1975 dalam Bell, 1992)
RQD (%)
Kualitas Batuan
< 25 25 – 50 50 – 75 75 – 90 90 - 100
Sangat jelek (very poor) Jelek (poor) Sedang (fair) Baik (good) Sangat baik (excellent)
Pada perhitnugan nilai RMR, parameter Rock Quality Designation (RQD diberi bobot berdasarkan nilai RQD-nya seperti tertera pada tabel 2.3. Tabel 2.3
Pembobotan Rock Quality Designation RQD (Bieniawski, 1989)
RQD (%)
Kualitas Batuan
Rating
< 25 25 – 50 50 – 75 75 – 90 90 - 100
Sangat jelek (very poor) Jelek (poor) Sedang (fair) Baik (good) Sangat baik (excellent)
3 8 13 17 20
2.7 Core Recovery
Geologi Teknik - Coring
| Page 16
Core recovery dapat diartikan sebagai perbandingan panjang material inti bor dengan panjang pengeboran yang dilakukan. Secara umum dapat ditulis persamaan sebagai berikut: Core Recovery = Panjang core terambil X 100% Panjang pemboran
Sumber : (Garcia, Juan dan House, Chris: 2006)
BAB III Geologi Teknik - Coring
| Page 17
METODOLOGI a.
Alat dan Bahan i.
b.
Alat dan Bahan
Alat tulis
Kamera
Komparator sedimen
Core Ringin Agung Box BH 2 box 2
Lembar deskripsi Geomechani Log
Diagram Alir Mulai Persiapan alat dan bahan meliputi : lembar deskripsi core, core Ringin Agung Box BH 2 box 2 Melakukan pendeskripsian litologi core yang meliputi: warna, ukuran butir, kepadatan, tingkat pelapukan dll, dan melakukan pengukuran RQD Perhitungan nilai RQD, dengan menggunakan rumus : RQD = Jumlah panjang core yang ≥ dua kali diameter core x 100% Jumlah panjang keseluruhan core Pembuatan laporan Selesai
Geologi Teknik - Coring
| Page 18
BAB IV HASIL DESKRIPSI DAN KOLOM LITOLOGI
LOGGED BY
GEOMECHANICAL LOG
Exploration Unit
Ali Rahmat Iqbal
DATE LOGGED
0,68
68%
LSM
Soil lanau, coklat muda, non struktur (massif)
Tingkat < 30% batuan
sortasi buruk, tingkat kekerasan lemah, lapuk Semua (<30% Batuan)
STRENGTH
U.High, High, Medium, Low, U. Low
Low
RQD
%
DESCRIPTION (Rock type, colour, grain size, alteration, etc)
TYPE
Measured Length > 0.1 m
GRAPICH GEOL0GY
Complete High Moderate Shight Fresh
1
LITHOLOGY Weather Ing
% RECOVERY
DRILL LENGTHS
5-6
MEASURED RECOVERY
drill interval
METERAGE
returnWater depth % Water
DRILL HOLE NO Ringin Agung BH2 Box 2
0,6
89,4
6-7
1
0,71
71%
LSM Batuan < 30%
Soil lanau, coklat muda, non struktur (masif), sortasi buruk, tingkat kekerasan lemah, lapuk Semua (<30% Batuan)
Low
0,56
78,8
7-8
1
0,76
76%
LSM
0-37 Soil batupasir halus, coklat muda, non Struktur (masif), sortasi buruk, tingkat kekerasan lemah, lapuk semua (<30% Batuan) 38-54,5 Batuan beku, abu-abu, non struktur (masif), sortasi buruk, tingkat kekerasan
Low
0,605
79,60
SSL
Geologi Teknik – Coring
High
| Page 19
LSM
8-9
1
0,4
40%
LSM
tinggi, sedikit lapuk 55,5-76 soil tuff, coklat kemerahan, struktur masif, ukuran butir pasir sedang, lapuk semua, sortasi buruk, kekerasan lemah Soil lanau, coklat muda, struktur masif, sortasi buruk, tingkat kekerasan lemah, lapuk Semua (<30% Batuan)
Low
Low
4.1 Hasil Deskripsi
4.2 Kolom Litologi
Geologi Teknik – Coring
| Page 20
0,23
56,7
Geologi Teknik – Coring
| Page 21
BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum geologi teknik kali ini yaitu acara analisis core. Panjang core yang diukur tidak 1 box penuh hanya sekitar 4 meter (dari meter ke 5 sampai meter ke 9). Pada core kali ini yang akan di bahas adalah box dengan kode BH-2 RINGIN AGUNG BOX 2 pada kedalaman 5 - 9 meter. Berdasarkan hasil deskripsi pada kedalaman 5-9 meter pada Core BH-2 RINGIN AGUNG BOX 2, core yang memiliki litologi berupa batupasir terdapat pada core meter ke 5-6, meter ke 6-7, serta sebagian dari meter ke 7-8 ( pada kedalaman 7 m – 7,37 m). Berdasarkan hasil pengamatan serta deskripsi pada core, litologi berupa batupasir halus (1/8-1/4 mm) memiliki karakteristik berupa soil (artinya sudah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif), dengan kenampakan warna coklat muda, serta memiliki ukuran butir berupa pasir halus (1/8 – 1/4 mm), dengan kenampakan non struktur (masif), serta memiliki sortasi yang buruk dan memiliki kemas terbuka. Pada litologi ini memiliki tingkat pelapukan yaitu pelapukan tingkat tinggi (lapuk semua) serta memiliki tingkat kekerasan yaitu kekerasan lemah (low) karena litologi sangat mudah untuk dihancurkan, litologi terlihat sudah tidak masif dan kompak lagi. Berdasarkan perhitungan nilai RQD serta nilai persen recovery pada masing – masing satuan meter tiap box didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut, pada meter 5-6 memiliki nilai measured recovery sebesar 0,68 m dengan persen recovery sebesar 68 % serta memiliki nilai RQD sebesar 89,4 %. Pada meter ke 6-7 memiliki nilai measured recovery sebesar 0,71 m dengan persen recovery sebesar 71 % serta memiliki nilai RQD sebesar 78,8 %. Pada meter ke 7-8 memiliki nilai measured recovery sebesar 0,76 m dengan persen recovery sebesar 76 % serta memiliki nilai RQD sebesar 79,60 %. Berdasarkan hasil deskripsi core yang memiliki litologi berupa batuan beku terdapat pada core meter 7-8 ( tepatnya pada kedalaman 7,38 m – 7,54 m). Berdasarkan hasil pengamatan serta deskripsi pada core, litologi berupa batuan beku memiliki karakteristik berupa kenampakan batuan yang masih utuh atau Geologi Teknik – Coring
| Page 22
fresh (artinya batuan tersebut belum mengalami proses pelapukan yang cukup intensif atau dapat dikatakan sedikit sangat lapuk), dengan kenampakan warna berupa abu-abu serta terdapat kenampakan butiran mineral yang relatif kecil-kecil, memiliki kenampakan non struktur (masif). Pada litologi ini memiliki tingkat pelapukan yaitu pelapukan tingkat rendah (sedikit sekali lapuk) serta memiliki tingkat kekerasan yaitu kekerasan tinggi (high) karena batuan masih sangat susah untuk dihancurkan, terlihat sangat masif dan kompak. Berdasarkan perhitungan nilai RQD serta nilai persen recovery pada satuan meter tiap box didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut, pada meter 7-8 ini memiliki nilai measured recovery sebesar 0,76 m dengan persen recovery sebesar 76 % serta memiliki nilai RQD sebesar 79,60 %. Berdasarkan hasil pengamatan kepada core yang memiliki litologi berupa tuff terdapat pada core meter ke 7-8 ( pada kedalaman 7,55 m – 7,76 m). Berdasarkan hasil pengamatan serta deskripsi pada core, litologi berupa tuff memiliki karakteristik berupa soil (artinya sudah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif), dengan kenampakan warna coklat kemerahan, serta memiliki ukuran butir berupa pasir sedang (1/4 – 1/2 mm), dengan kenampakan non struktur (masif), serta memiliki sortasi yang buruk dan memiliki kemas terbuka. Pada litologi ini memiliki tingkat pelapukan yaitu pelapukan tingkat tinggi (lapuk semua) serta memiliki tingkat kekerasan yaitu kekerasan lemah (low) karena litologi sangat mudah untuk dihancurkan, litologi terlihat sudah tidak masif dan kompak lagi. Berdasarkan perhitungan nilai RQD serta nilai persen recovery pada masing – masing satuan meter tiap box didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut, pada meter 7-8 ini memiliki nilai measured recovery sebesar 0,76 m dengan persen recovery sebesar 76 % serta memiliki nilai RQD sebesar 79,60 %. Berdasarkan hasil deskripsi core yang memiliki litologi berupa lanau terdapat pada core meter ke 8-9. Berdasarkan hasil pengamatan serta deskripsi pada core, litologi berupa lanau memiliki karakteristik berupa soil (artinya sudah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif), dengan kenampakan warna coklat muda, serta memiliki ukuran butir berupa lanau (1/256 – 1/16 mm), dengan
Geologi Teknik – Coring
| Page 23
kenampakan non struktur (masif), serta memiliki sortasi yang buruk dan memiliki kemas terbuka. Pada litologi ini memiliki tingkat pelapukan yaitu pelapukan tingkat tinggi (lapuk semua) serta memiliki tingkat kekerasan yaitu kekerasan lemah (low) karena litologi sangat mudah untuk dihancurkan, litologi terlihat sudah tidak masif dan kompak lagi. Berdasarkan perhitungan nilai RQD serta nilai persen recovery pada masing – masing satuan meter tiap box didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut, pada meter 8-9 ini memiliki nilai measured recovery sebesar 0,405 m dengan persen recovery sebesar 40,5 % serta memiliki nilai RQD sebesar 56,79 %.
Geologi Teknik – Coring
| Page 24
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan
Dengan adanya pemboran inti, maka kita dapat mengetahui kondisi lapisan tanah daerah penelitian, dengan begitu dapat mengetahui aplikasi geologi
teknik yang tepat untuk daerah ini Pada Core BH-2 RINGIN AGUNG BOX 2 core yang memiliki litologi berupa batupasir terdapat pada core meter ke 5-6, meter ke 6-7, serta sebagian dari meter ke 7-8 ( pada kedalaman 7 m – 7,37 m). Berdasarkan hasil pengamatan serta deskripsi pada core, litologi berupa batupasir halus (1/8-1/4 mm) memiliki karakteristik berupa soil, warna coklat muda, ukuran butir berupa pasir halus (1/8 – 1/4 mm), non struktur (masif), serta memiliki sortasi yang buruk dan memiliki kemas terbuka. tingkat pelapukan yaitu pelapukan tingkat tinggi (lapuk semua), tingkat kekerasan
yaitu kekerasan lemah (low). Pada Core BH-2 RINGIN AGUNG BOX 2, core yang memiliki litologi berupa batuan beku terdapat pada core meter 7-8 (tepatnya pada kedalaman 7,38 m – 7,54 m). Berdasarkan hasil pengamatan serta deskripsi pada core, litologi berupa batuan beku memiliki karakteristik berupa kenampakan batuan yang masih utuh atau fresh, warna abu-abu terdapat kenampakan butiran mineral yang relatif kecil-kecil, non struktur (masif), tingkat pelapukan yaitu pelapukan tingkat rendah (sedikit sekali
lapuk), tingkat kekerasan yaitu kekerasan tinggi (high). Pada Core BH-2 RINGIN AGUNG BOX 2, core yang memiliki litologi berupa tuff terdapat pada core meter ke 7-8 ( pada kedalaman 7,55 m – 7,76 m). Berdasarkan hasil pengamatan serta deskripsi pada core, litologi berupa tuff memiliki karakteristik berupa soil, warna coklat kemerahan, ukuran butir pasir sedang (1/4 – 1/2 mm), non struktur (masif), sortasi yang buruk, kemas terbuka. tingkat pelapukan yaitu pelapukan tingkat tinggi (lapuk semua), tingkat kekerasan yaitu kekerasan lemah (low)
Geologi Teknik – Coring
| Page 25
Pada Core BH-2 RINGIN AGUNG BOX 2, core yang memiliki litologi berupa lanau terdapat pada core meter ke 8-9. Berdasarkan hasil pengamatan serta deskripsi pada core, litologi berupa lanau memiliki karakteristik berupa, warna coklat muda, ukuran butir lanau (1/256 – 1/16 mm), non struktur (masif), sortasi buruk dan kemas terbuka, tingkat pelapukan yaitu pelapukan tingkat tinggi (lapuk semua), tingkat kekerasan
yaitu kekerasan lemah (low). Nilai RQD sampel core yang hanya mencapai 76 % menandakan bahwa batuan memiliki kualitas yang baik berdasarkan klasifikasi Barton, 1975
dalam Bell (1992). Tanah tempat sampel core Ringin Agung BH 2 Box 2 berasal dapat direkomendasikan sebagai lokasi pembangunan infrastruktur yang memadai dan berkapasitas besar, seperti Stadion, Gedung bertingkat, Rumah susun, dan lain lain.
Geologi Teknik – Coring
| Page 26
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Penyelidikan Geologi Teknik Lapangan Badan Geologi. 2010. Peralatan Survei Geofisika.. Siregar, Yohanes. 2009. Penyelidikan Geoteknik Lapangan dan Laboratorium Sukartono. 2010. Buku Pengantar Kuliah Geologi Teknik. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Teknologi Nasional. Zakaria, Zufialdi. 2010. Buku Panduan Praktikum Geologi Teknik. Bandung: Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran.
Geologi Teknik – Coring
| Page 27
LAMPIRAN
Geologi Teknik – Coring
| Page 28
Foto Sample Core BH-2 Ringin Agung, BOX 2
Geologi Teknik – Coring
| Page 29