BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar hingga akhir tahun 2011. Negara Indonesia berada di urutan ke-4 penduduk terbanyak di dunia setelah Cina (1.346 juta jiwa), India (1.198 juta jiwa) dan Amerika Serikat (315 juta jiwa). Sensus Penduduk Indonesia 2010 menunjukan jumlah penduduk Indonesia 237.641.326 jiwa (united nation, 2009). Pertumbuhan penduduk di Indonesia disebebkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah fertilitas (kelahiran). Fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan misalnya berteriak, bernapas, jantung berdenyut dan sebagainya (Mantra, 2003). Upaya pemerintah dalam perencanaan jumlah penduduk dilakukan melalui program Keluarga Berencana (KB), yaitu suatu upaya yang mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas. Pengaturan kehamilan dalam KB tersebut dilakukan dengan bantuan alat kontrasepsi (Pusat dan Data Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014). Penggunaan kontrasepsi di Indonesia saat ini didominasi oleh wanita dan hanya sedikit partisipasi penggunaan kontrasepsi oleh pria (Anonim, 2014).
1
2
Penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia saat ini didominasi oleh wanita dan hanya sedikit pria yang berpartisipasi dalam penggunaan kontrasepsi. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 20022003 menunjukan hanya sekitar 1,3% pria menggunakan kontrasepsi diantaranya : 0,9% menggunakan kondom dan 0,4% menggunakan Metode Operasi Pria (MOP). Presentase penggunaan kontrasepsi pria ini sedikit meningkat pada tahun 2012 menjadi 2,7% (SDKI 2012), yakni 2,5% kondom dan 0,3% MOP (Anonim, 2013).Data tersebut menunjukan bahwa partisipasi pria dalam ber-KB masih rendah jika dibandingkan dengan sasaran nasional pada tahun 2014 yaitu 5%. Penyebab rendahnya partisipasi pria dalam berKB adalah keterbatasan pengetahuan suami tentang kesehatan reproduksi dan metode kontrasepsi yang dipakai oleh pria. Metode yang dilakukan pria selama ini adalah dengan menggunakan kondom, sanggama terputus dan vasektomi (Anonim, 2013). Metode tersebut tidak disukai oleh pria karena ketidak nyamana dan ad anya keterbatasan ireversibilitas (Pernoll, 2001). Oleh sebab itu, perlu dilakuk an pengembangan alat atau metode kontrasepsi untuk pria yang aman dan nya man dan dapat mencegah terjadinya fertilisasi, mempunyai kinerja cepat tanpa efek samping dan tidak mempengaruhi potensi seksual. Dari sekian banyaknya tanaman tradisional, beberapa diantaranya ada yang berpotensi sebagai antifertilitas yaitu bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L ), pare (Momordica charantia), biji pepaya (Carica papaya), kunyit (curcuma domestica), daun manggis (Garcinia mengostana), biji kapas
3
(Gossypium hirtusum), sitawar (Costus speciosus) dan gandarusa (Justicia gandarussa). Salah satu tanaman tradisonal yang diharapkan dapat berefek sebagai antifertilitas adalah daun mangkokan (polycsias scutellaria). Daun mangkokan adalah tanaman yang termasuk dalam family Araliaceae dan satu genus dengan daun pudding. Daun mangkokan dengan nama latin polyscias scutellaria memiliki kekerabatan dengan daun pudding (polyscias guilfoylei). Daun mangkokan mengandung senyawa alkaloid, saponin, polifenol, lemak, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, B dan C (Hariana, 2008). Tanaman ini bernilai ekonomis dan mudah didapat. Salah satu cara untuk mendapatkan ekstraknya yaitu dengan metode ekstraksi. Pemanfaatan ekstrak daun mangkokan belum dilakukan penelitian mengenai khasiatnya sebagai antifertilias, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengatahui uji aktivitas antifertilitas ekstrak daun mangkokan (polyscias scutellaria) sebagai obat KB pria kajian terhadap viabilitas spermatozoa mencit jantan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun mangkok (polyscias scutellaria) sebagai obat KB pria kajian terhadap viabilitas sperma ? 2. Berapakah dosis ekstrak daun mangkok (polyscias scutellaria) yang dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa mencit ?
4
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun mangkok (polyscias scutellaria) sebagai obat KB pria kajian terhadap viabilitas spermatozoa mencit. 2. Untuk mengetahui dosis ekstrak daun mangkok (polyscias scutellaria) yang dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa mencit. 1.4 Manfaat Penelitian A. Masyarakat 1. Untuk meningkatkan nilai guna sumber daya alam yang ada di Indonesia 2. Mengetahui tingkat keamanan dan efek samping ekstrak daun mangkok sebagai salah satu obat tradisional yang dapat mengatasi KB pria B. Instansi Untuk menambah khasanah dan referensi penelitian di Fakultas Universitas Muhammadiah Mataram. C. Peneliti Untuk menambah pengetahuan penelitian tentang khasiat daun mangkok dan menjadi dasar untuk peneliti selanjutnya sehingga dapat dihasilkan produk ekstrak etanol daun mangkok sebagai obat KB pria.
5
1.5 Keaslian Penelitian Nama
Judul
Peneliti Ari
Nur Potensi Ekstrak Daun Pegagan Kristanti (centella asiatica (L.) Urban) Dosis (2010). Tinggi Sebagai Antifertilitas Pada Mencit (Mus Muscullus) Betina
Afina Almas Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Ghasani Daun Kelor (Moringa oleifera (2016) Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sparague-Dawley
Metode yang
Hasil
digunakan Penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 ulangan menggunakan mencit yang diberi ekstrak daun pegagan dengan 3 dois yang berbeda Penelitian ini bersifat eksperimental rancang acak lengkap (experimental completely randomized design) yang terbagi dalam 4 kelompok
Pemberian ekstrak daun pegagan berpotensi sebagai agen antifertilitas.
Ekstrak etanol 90% daun kelor memiliki potensi sebagai antifertilitas pada pria
Perbedan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian kali ini menggunakan hewan uji mencit jantan dengan ekstrak etanol 70% daun mangkokan pada dosis 1 mg/kgBB, 5 mg/kgBB dan dosis 10 mg/kgBB sedangkan penelitianAfina Almas Ghasani (2016) menggunakan Tikus jantan galur parague-Dawley, ekstrak yang digunakan ekstrak etanl 90% daun kelor pada dosis 200 mg/kgBB, 400mg/kgBB dan 600mg/kgBB. Sedangkan pnelitian ini dengan penelitian Ari Nur Kristanti (2010) sama menggunakan
6
mencit jantan tetapi Ari Nur Kristanti menggunakan ekstrak daun pegagan pada dosis 125 mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan dosis 275 mg/kgBB. Penelitian ini dan penelitian sebelumnya menggunakan metode yang sama yaitu eksperimental rancang acak lengkap (experimental completely randomized design). 1.1 Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu pemberian ekstrak daun mangkokan (polyscias scutellaria) dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit (Mus Musculus) jantan sehingga dapat digunakan sebagai obat KB pria.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah” sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha
itu
dapat
bersifat
sementara,
dapat
juga
bersifat
permane(Suratun dkk, 2008). Tujuan pemakaian kontrasepsi adalah: a.
Menunda kehamilan Kelompok kontrasepsi yang rasional adalah kontrasepsi sementara jangka pendek yaitu pil, kondom dan suntik.
b.
Mengatur jarak kehamilan Jenis kelompoknya adalah kelompok sementara jangka panjang, yaitu sutik, implant, spiral.
c.
Mengakhiri kesuburan Jenis kontrasepsinya yaitu kontasepsi mantap yaitu tubektomi (wanita) dan vasektomi (Pria).
7
8
Secara umum, syarat metode kontrasepsi ideal adalah : a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan. b. Berdaya guna, dalam artian bila digunakan sesuai aturan, akan mencegah terjadinya kehamilan. c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh budaya masyarakat. d. Terjagkau harganya oleh masyarakat. e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali kontrasepsi mantap. 2.2. Tanaman Mangkokan (Polyscias scutellaria) 2.1.1. Deskripsi tanaman mangkokan Tumbuhan ini sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman pagar, walaupun dapat ditemukan tumbuh liar di ladang dan tepi sungai. Mangkokan di sini jarang atau tidak pernah berbunga, menyukai tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung, dan dapat tumbuh pada ketinggian 1 – 200 m dp1. Perdu tahunan, tumbuh tegak, tinggi 1- 3 m. Batang berkayu, bercabang, bentuknya bulat, panjang, dan lurus. Daun tunggal, bertangkai, agak tebal, bentuknya bulat berlekuk seperti mangkok, pangkal berbentuk jantung, tepi bergerigi, diameter 6-12 cm, pertulangan menyirip, warnanya hijau tua. Bunga majemuk, bentuk payung, warnanya hijau. Buahnya buah buni, pipih, hijau, biji kecil, keras, dan berwama cokelat.
9
Klasifikasi tanaman mangkokan (Anonim, 2007) sebagai berikut : Regnum
: Plantae
Devisi
: Spermatophyla
Sub Devisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Apiales
Famili
: Araliaceae
Genus
: Polyscias
Spesies
: P. Scutellaria
Gambar 1. Daun Mangkokan (Budhi Akbar, 2010).
10
2.1.2. Sejarah Tanaman Mangkokan Zaman dahulu, dalam keadaan darurat daunnya digunakan sebagai piring atau mangkok untuk makan bubur sagu sehingga dinamakan daun mangkok. Daun muda dapat dimakan sebagai lalap, urapan mentah, atau direbus dan dibuat sayur. Daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak. Perbanyakan dengan setek batang. Mamanukan (Sunda), godong mangkokan (Jawa). lanido, ndalido, ranido, ndari (Roti).ai lohoi, ai laun niwel, daun koin, daun papeda (Ambon). daun koin, d. mangkok, memangkokan, daun papeda, memangkokan, pohon mangkok (Sumatera) Daun mangkok (Menado), mangko-mangko (Makasar). Goma matari, sawoko (Halmahera), rau paroro (Ternate). Platitos (Tagalog), saucer leaf, shell leaf (Inggris). Bagian yang dimanfaatkan untuk obat antara lain bagian akar dan daun. Pada batang dan daun mengandung kalsium-oksalat, peroksidase, amygdalin, fosfor, besi, lemak, protein, serta vitamin A, B1, dan C. 2.1.3. Khasiat daun mangkokan Daun mangkokan memiliki khasiat dapat mengatasi : Radang payudara, pembengkakan dan melancarkan pengeluaran ASI, rambut rontok, sukar kencing, bau badan, dan luka. 2.1.4. Manfaat Daun Mangkokan Daun mangkokan memiliki Aroma khas, seperti daun kenikir, dapat mengurangi aroma amis pada hidangan ikan, jeroan maupun daging. Selain itu daun muda dapat dimakan sebagai lalap, urapan mentah, atau
11
direbus dan dibuat sayur. Di Sumatera daun mangkokan ini biasanya diiris tipis dan digunakan sebagai campuran Gulai Banak (otak) atau gulai ikan. Manfaat lainnya daun mangkokan juga dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak (Hartman dan Kester, 1983). 2.3.Hewan Uji Mencit (Mus Muscullus) 2.3.1 Pengertian Hewan Uji Hewan uji atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain), yang digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Hau & Hoosier, 2003). 2.3.2 Syarat Hewan Uji 1. Sedapat mungkin hewan percobaan yang akan digunakan bebas dari mikroorganisme patogen, karena adanya mikroorganisme patogen pada tubuh hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada pemeriksaan penelitian, sehingga dari segi ilmiah hasilnya kurang dapat
dipertanggungjawabkan.
Oleh
karenanya,
berdasarkan
tingkatan kontaminasi mikroorganisme patogen, hewan percobaan digolongkan
menjadi
hewan
percobaan
specifiedpathogen free (SPF) dan gnotobiotic.
konvensional,
12
2. Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik. Hal ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama. 3. Kepekaan terhadap sesuatu penyakit. Hal ini menunjukkan tingkat suseptibilitas hewan terhadap penyakit. 4. Performa atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat genetiknya (Sulaksono, 1987). 2.3.3 Mencit Mencit (Mus Musculus) sering digunakan sebagai sarana penelitian biomedis, penelitian dan pendidikan. Diantara spesies hewan lainnya, mencitlah yang paling banyak digunakan untuk tujuan penelitian medis (60-80%) (Kusumawati, 2004). Hal tersebut karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme dan biokimianya cukup dekat dengan manusia (Hariadi, 2012). Sedangkan dalam penelitian ini, digunakan hewan uji mencit karena sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip dengan manusia (Pribadi, 2008). Penelitian ini, menggunakan mencit yang berjenis kelamin jantan, karena untuk mengetahui efek antifertilitas ekstrak daun mangkokan terhadap motilitas dari sperma. Klasifkasi ilmiah dari mencit adalah sebagai berikut (Hariadi, 2012) : Kingdong
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub-phylum : Verterbrata Class
: Mamalia
13
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Mus
Species
: Mus musculus L.
Gambar 2. Mencit (Hariadi, 2012)
2.3.4 Sistem Reproduksi Pada Mencit Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas sepasang kelenjar kelamin (testis) yang merupakan bagian alat kelamin utama, saluran reproduksi, kelenjar reproduksi dan alat kelamin bagian luar (Partodiharjo,
1992).
Dalam
testis
terdapat
sel
leydig
yang
menghasilkan hormon kejantanan yaitu androgen atau testosteron. Sel leydih ini sistem kerjanya dipengaruhi oleh hormon LH (luteinizing hormone) dari hipofisa. Testosteron yang akan dihasilkan akan berdifusi
masuk
ke
tubulus
seminiferus
untuk
mengontrol
spermatogenesis dan tugas pemeliharaan sel seroli (Yatim, 1994). Menurut Fradson, et al (2003) sel sertoli berfungsi untuk memberi nutrisi pada proses spermatogenesis dan sel ini sistem kerjanya
14
dipengaruhi oleh hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan testosteron di dalam testis. Di dalam testis mencit terdiri dari tubulus seminiferus dan jaringan stroma. Sel leydig berfungsi menghasilkan hormon testosteron.
Gambar 3. Sistem reproduksi mencit (Vista, 2010). Menurut yatim (1994) saluran reproduksi jantan terdiri dari : ductuli, epididimis, vas deverens, ductus ejakulatoris dan uretra. Terdapat dua macam sel epitel yang melapisi ductuli efferens yaitu sel epitel yang bersilia dan bermikrofili. Epididimis merupakan tempat pematangan dan penyimpan spermatozoa, di dalam epididimis terdapat lapisan epitel yang membentuk cairan lingkungan yang cocok bagi pematangan spermatozoa. Saluran vas deferen berlumen lebih besar dan berdinding lebih tebal dari saluran sebelumnya, lapisan terdalam disebut lapisan mukosa yang membentuk lipatan longitudinal. Menurut Turner (1985) duktus ejakulatoris memiliki otot-otot yang kuat dan berperan selama ejakulasi. Saluran ini bermuara pada uretra.
15
Uretra tersusun atas sekelompok sel epitel transisional, jaringan ikat longgar, banyak terdapat pembuluh darah dan dibungkus lapisan otot lurik yang tebal. Menurut Ganong (1983) testis dibentuk dari lengkunglengkung tubulusseminiferus convolutus disepanjang dindingnya, yang merupakan tempatpembentukan sperma dengan suatu proses yang biasa disebut denganspermatogenesis. Kedua ujung tiap-tiap lengkung bermuara ke dalam jalajalasaluran epididimis. Dari sini spermatozoa masuk ke dalam saluran vasdeverens. Kemudian spermatozoa masuk melalui ductus ejakulatoris kedalam uretra dalam corpus prostat pada saat ejakulasi. 2.3.5 Spermatogenesis Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel sperma yang terjadi di epitelum (tubuli) seminefri dibawah kontrol hormon gonadothropin dan hipofisis (pituitaria bagian depan). Tubuli seminefri ini terdiri atas sel setroli dan sel germinalis. Spermatogenesis terjadi dalam tiga fase, yaitu fase spermatogonial, fase meiosis, dan fase spermiogenesis yang membutuhkan waktu 13-14 hari (Yuwanta, 2004).
16
Gambar 4. Morfologi Spermatozoa (Widodo, 2009).
Spermatogenesis pada mencit memerlukan waktu 35,5 hari atau spermatogenesis akan selesai menempuh 4 kali daur epitel seminiferus. Lama satu kali daur epitel seminiferus pada mencit adalah 207 jam ± 6,2 (Hasanah, 2009). Secara umum spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap proliferasi, tahap pertumbuhan, tahap pematangan
dan
tahap
transformasi/spermiogenesis.
Pada
spermatogenesis, folicle stimulating hormon(FSH) memiliki peranan penting,
yaitu
berperan
dalam
menstimulasi
kejadian
awal
spermatogenesis diantaranya proliferasi spermatogonia (Satriyasa, 2008).
17
Gambar 5. Proses spermatogenesis (Yuliyanti, 2004)
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa (tunggal : spermatozoon) yang terjadi di organ kelamin (gonad) jantan, yaitu testis tepatnya di tubulus seminiferus. Sel spermatozoa, disingkat sperma yang bersifat haploid (n) dibentuk di dalam testis melewati sebuah proses kompleks. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan dalam epididimis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel germinal yang disebut spermatogonia (jamak). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapis luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap – tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
18
2.3.6 Kualitas Spermatozoa Semen terdiri atas dua komponen, yaitu plasma semen dan spermatozoa. Plasma semen adalah cairan yang berfungsi sebagai medium bagi spermatozoa, diproduksi oleh kelenjar–kelenjar tambahan yaitu kelenjar bulbourethralis (kelenjar cowper), kelenjar prostat dan kelenjar vesikularis. Spermatozoa adalah sel kelamin (gamet) yang diproduksi di dalam testis melalui proses spermatogenesis, yang bersama-sama dengan plasma semen akan dikeluarkan melalui saluran kelamin jantan untuk membuahi sel telur (Soeharso, 1985).
Gambar 6. Sperma (Soeharso, 1985). Spermatozoa adalah sel kelaminyang memegang peranan penting dalam proses pembuahan. Cikal bakal spermatozoa sudah ada sejak embrio berupa sel-sel gonosit yang sudah aktif mengadakan pembelahan, sehingga menghasilkan spermatogonia (Hafez, 1987). Dijelaskan lebih lanjut bahwa pada masa pubertas, spermatogonia akan berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi Spermatosit I yang kemudian memasuki fase miosis,sehingga kromosom
membentuk
spermatid
yang
separuh dari jumlah kromosom
mempunyai sel
sebelum
jumlah miosis
19
(haploid).Spermatid kemudian akan mengalami proses perubahan bentuk melalui
tahap-tahap
yang panjang
yang disebut
dengan proses
spermiogenesis dan pada akhir spermiogenesis ini akan dihasilkan spermatozoa yang mempunyai struktur spesifik seuai dengan fungsinya untuk membuahi sel telur. Spermatozoa terdiri atas bagian kepala, leher dan ekor spermatozoa (Hafez, 1987). Soeharso (1985) melaporkan bahwa kepalaspermatozoa berasal dari
kondensasi
nukeus
spematid.
Kondensasi
tersebut
meliputi
perubahan-perubahan kromatid menjadi lebih ringkas, pemantapan membran luar menjadi kuat dan pembentukan tudung depan (akrosom). Akrosom merupakan suatu kantung kecil yang mengandung enzim-enzim yang sangat penting untuk menembus dinding sel telur pada saat pembuahan. Enzim hialuronidase berfungsi membuka dinding luar telur. Bagian leher spermatozoa merupakan bagian yang menghubungkan kepala dan ekor. Soeharso (1985) melaporkan bahwa bagian ekor spermatozoa terdiri dari dua bagian ujung (end piece). Pada bagian pangkal (middle piece) terdapat mitokondria yang telah memanjang dengan susunan teratur membentuk
spiral
yang
berfungsi
dalam
kegiatan
metabolisme
spermatozoa dalam menghasilkan energi berupa ATP (Adhenosin Tri Phophate) melalui proses respirasi. Gadjahnata (1989) menyatakan bahwa bagian ujung (end piece) berfungsi sebagai alat menarik untuk pergerakan spermatozoa.
20
2.3.7 Viabilitas Spermatozoa Mencit Viabilitas spermatozoa merupakan proporsi spermatozoa hidup dalam semen. Uji viabilitas dilakuan dengan pewarnaan supravital yaitu sel mati memiliki membrane sel yang rusak sehingga dapat dimasuki zat warna (Nuraini, 2012). Persentase spermatozoa yang hidup ditentukan berdasarkan penyerapan zat warna eosin yang dicampurkan pada sperma. Apabila spermatozoa mati akan menyerap zat warna
yang ada
disekitarnya, karena permeabilitas membrannya meningkat sehingga warnanya menjadi merah gelap, sedangkan yang hidup tidak akan menyerap zat warna. Pada sel yang mati akan terjadi kerusakan membran plasmanya, selanjutnya akan menyerap warna, sel yang telah menyerap warna akan terjadi pembengkakan (Arsetyo, 2012). 2.4. Karakteristik spermatozoa Semen terdiri atas dua bagian yaitu sel spermatozoa dan cairan plasma seminalis. Spermatozoa adalah sel gamet yang diproduksi di dalam testis melalui proses spermatogenesis (Setyadi, 2006). Cairan plasma seminalis merupakan suatu buffer yang berisi makanan untuk spermatozoa dan berfungsi sebagai medium bagi spermatozoa, diproduksi oleh kelenjar-kelenjar tambahan yaitu kelenjar bulbourethralis (kelenjar cowper), kelenjar prostat dan kelenjar vesikularis (Muchtaromah,2010). Setyadi (2006) menyatakan bahwa primodial spermatozoa sudah terbentuk sejak embrio berupa sel-sel gonosit yang aktif mengadakan pembelahan yang kemudian akan menjadi spermatogonia pada masa
21
pubertas. Pada masa pubertas, spermatogonia akan berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi spermatosit I yang kemudian memasuki fase meiosis, sehingga membentuk spermatid yang mempunyai jumlah kromosom separuh dari jumlah kromosom sel sebelum meiosis (haploid). Spermatid kemudian akan mengalami proses spermiogenesis dan pada akhir spermiogenesis ini akan dihasilkan spermatozoa yang mempunyai struktur spesifik yang terdiri atas bagian kepala, leher dan ekor spermatozoa. 2.5. Penilaian Kualitas Spermatozoa Penilaian kualitas spermatozoa meliputi motilitas, viabilitas, abnormalitas dan gerakan massa spermatozoa. Menurut Toelihere 1985), perhitungan persentase daya hidup (viablitas) spermatozoa menggunakan preparat ulas berdasarkan afinitas zat warna antara sel-sel sperma yang mati dan hidup. Jumlah sperma yan hidup dihitung secara objektif. 2.6. Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan oleh. Simplisia merupakan bahan yang dikeringkan dan dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral. a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secra spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainya ynag dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamanya.
22
b. Simplisiahewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagia hewan atau zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan berupa zat kimia murni.
2.7. Ekstrak dan Ekstraksi Ekstrak adalah sedian kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Metode ekstraksi dibagi menjadi tiga cara yaitu : ekstraksi dengan menggunakan pelarut, destilasi uap dan cara ekstraksi lainya meliputi ekstraksi berkesinambungan, superkritikal karbondioksida, ekstraksi ultrasonik serta ekstraksi energi listrik (Depkes RI, 2000). 2.7.1
Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut Cara Dingin
1. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunaka beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
23
(kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsetrasi pada keseimbanga. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserasi pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
Gambar. 7 Metode Maserasi (Depkes RI, 2000). 2. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhausive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperautr ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi
antara,
tahap
perkolasi
sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000).
24
2.7.2
Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut Cara Panas
1. Refluks Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didih, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkses RI, 2000). 2. Soklet Soklet adalah ekstraksi menggunaka pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000). 3. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50C (Depkes RI, 2000). 4. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98C) selamawaktu tertentu (15-20 menit) (Depkse RI, 2000).
25
5. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
dilakukan
di
Laboratorium
Farmakognosi
dan
Farmakologi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Mataram, penelitian dilakukan selama 4 minggu. Perlakuan hewan uji analisis kualitas sperma yang terkait dengan viabilitas spermatozoa. Pengamatan viabilitas spermatozoa dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Mataram. 3.2. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian true eksperimental dengan pendekatan posttest only control group design secara in vivo terhadap 24 ekor mencit jantan yang dibagi dalam 4 kelompok secara acak. 3.3. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini adalah mencit jantan umur 12-16 minggu dengan berat 15-20 gram sebanyak 24 ekor dibagi menjadi 4 kelompok. Mencit diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Mataram. 3.4. Instrumen Penelitian 3.4.1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu alat maserasi, alat gelas, ayakan no.60 Mesh, blender, disposable syiringe 1 ml, kandang
26
27
dan tempat minum hewan uji, oven, pisau bedah, rotary evapolator, stopwatch, sarung tangan, masker, timbangan analitik, waterbath, mikroskop cahaya dengan sumber arus listrik, Hemasitometer (Neubauev), sonde lambung. 3.4.2. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian in yaitu ekstrak etanol daun mangkokan. Etanol 70%, mencit jantan, eter, aluminium foil, eosin, aquadest, CMC (Carboxymethylcelluolsse) 0,5%, larutan Natrium Klorida 0,9% (NaCl), makanan hewan uji, dan kertas saring. 3.5. Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah daun mangkokan yang diperoleh dari Desa Jati Sela Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dibuat dalam bentuk ekstrak menggunakan metode maserasi yang diberikan dalam 3 variasi dosis yaitu dosis 1, 5 dan 10 mg/KgBB. 3.6. Variabel Penelitian 3.6.1. Variabelbebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mangkokan dosis 0,14 mg/KgBB, 0,7 mg/KgBB, 1,4 mg/KgBB
28
3.6.2. Variabelterikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah efek pemberian ekstrak daun mangkokan (polysciasscutellaria) terhadap peningkatan abnormalitas pada mencit jantan. 3.6.3. Variabel terkendali Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah mencit jantan umur 12-16 minggu, dengan berat badan 15-20 gram. 3.7. Pembuatan ekstrak etanol daun mangkokan Pembuatan ekstrak etanol daun mangkokan menggunakan metode maserasi mengacu pada penelitian oleh Berna Elya dan Dadang Kusmana (2002), yang dimodifikasi. Sebanyak 500 gram simplisia daun kemangi direndam dalam 1000 ml etanol 70 % selama 24 jam. Proses maserasi setiap simplisia dilakukan remaserasi sebanyak 3 kali. Maserat yang telah terkumpul dikentalkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 700C. 3.8. Perlakuan Hewan uji Hewan uji diperlakukan sesuai dengan norma-norma etik dan pedoman perawatan hewan uji yang dikeluarkan oleh Komite Etik Hewan Uji Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.Hewan uji jantan umur 12 – 16 minggu dengan berat 15-20 gram terbagi dalam 4 kelompok uji masing-masing 10 ekor. Kelompok 1 (diberi perlakuan CMC-Na), kelompok 2,3, dan 4 (diberi perlakuan dosis 1, 5, dan 10 mg/kg BB). Selanjutnya hewan uji diberi perlakuan sesuai pembagian kelompok
29
masing-masing selama 4 minggu. Pada minggu ke-5 kedua testis diambil sebagai sampel uji kualitas sperma, khususnya viabilitas spermatozoa. 3.9. Pemeriksaan kualitas spermatozoa Pemeriksaan awal berupa cek pH, warna, dan bau. Parameter kualitas berupa viabilitas spermatozoa, Sebelum pemeriksaan kualitas, sperma dibuat dalam suspensi NaCl 0,9% dengan cara Bagian caudae pididimis diiris kecil sampai sperma keluar dan dihisap menggunakan pipet hematokrit sampai tanda 0,5μl kemudian diencerkan dengan NaCl 0,9% sampai tanda 11μl (pengenceran 20x) dan digojog sampai homogen (jumlah penggojogan harus sama setiap sampel). 3.9.1. Viabilitas Spermatozoa Untuk
mengamati
viabilitas
spermatozoa,
menggunakan
hapusan spermatozoa yang telah ditetesi oleh 1 tetes perna eosin 1% dan 1 tetes Nigrosi 10%. Viabilitas spermatozoa diamati dibawah mikroskop cahaya dngan pembesaran 400x. spermatozoa yang berwarna merah menunjukkan spermatozoa yang mati dan sebaliknya yang tidak berwarna adalah yang masih hidup. Perhitungann persentase viabilitas spermatozoa dilakukan pada 100 sel spermatozoa mencit, dengan pengulangan sebanyak sepuluh kali (Anonim, 2010). Persentase (%) sperma hidup =
jumlah sperma yang tidak terwarnai total jumlah sperm yang dihitung
×100%
30
3.10. Analisis Data Data dianalsis menggunakan program SPSS 16.0 for Windows mencari hubungan dari setiap kelompok perlakuan. Uji statistic parametric One Way ANOVA, dan jika didapatkan perbedaan yang bermakna, maka dilanjutkan dengan uji statistic Post Hoc (Tukey HSD). 3.11. Alur Penelitian Alur pembuatan ekstrak dengan metode maserasi dan uji aktivitas secra in vivo
Pembuatan ekstrak mangkokan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol sebanyak 500 g simplisia dengan perbandingan 1:6, 1:4, 1:2. Hasil maserasi diuapkan menggunakan Water Bath sampai mendapatkan ekstrak kental.
mencit dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekormencit) dan mencit diadaptasi selama 3 hari dan sipuasakan selama 1× 24 jam.
Kelompok I kontrol sehat (CMC)
Kelompok II dosis 1 mg/Kg BB
Kelompok III dosis 5 mg/Kg BB
Kelompok IV dosis 10 mg/Kg BB
Kemudian diberi perlakuan selama 4 minggu, pada minggu ke-5 hewan uji di korbankan dan diambil testisnya dan dibuat suspensi spermatozoa Analisis viabilitas spermatozoa
Analisis data menggunakan SPSS 16.0 for windows