Nurseairlangga.org BAB II
Nurseairlangga.org
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi
Inkontinensia urin adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan hilangnya kendali pada kandung kemih yang berakibat pada kebocoran urin atau mengompol. Kondisi ini biasanaya merupakan gejala dari penyakit yang mendasari atau masalah fisik, seperti infeksi saluran kemih, konstipasi, diabetes, infeksi prostat, dan penyakit neurologi. (www.persify.com) Gambar 1. Gambaran Anatomis Kandung Kemih Normal (diunduh melalui www.womenshealth.gov)
Nurseairlangga.org Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal yang bersifat sementara atau permanen untuk mengontrol aliran urine dari kandung kemih. (Kozier, 2009) Gambar 2. Inkontinensi Urin (Diunduh melalui www,nwwomens.com) 2.2 Etiologi
Nurseairlangga.org
Penyebab Inkontinensi Urin ada beberapa macam berdasarkan jenisnya. Dalam Mark et al (2006), Etiologi inkontinensia Urin yakni: a) Inkontinensia dorongan. Pengeluaran urin involunter yang disebabkan oleh dorongan dan keinginan mendadak untuk berkemih. Hal ini berkaitan dengan kontraksi detrusor seca involunter. Penyebab gangguan neurologic serta infeksi saluran kemih. b) Inkontinensia tekanan. Pengeluaran urin involunter selama batuk, bersin, tertawa, atau peningkatan tekanan intraabdomen lainnya. Penyebabnya sering karena kelemahan dasar panggul dan kurangnya dukungan unit sfingter vesikouretra. Penyebab lainnya adalah kelemahan sfingter uretra intrinsic seperti akibat mielomeningokel, epispadia, prostatektomi, trauma, radiasi, atau lesi medulla spinalis bagian sacral.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org c) Inkontinensia aliran berlebih. Pengeluaran urin involunter akibat distensi kandung kemih yang berlebihan. Bisa terdapat penetesan urin yang sering atau berupa inkontinensia dorongan atau tekanan. Dapat diserta dengan kandung kemih, obat’’an, impaksi feses, nefropati diabetic, atau defisiensi vitamin b12 d) Inkontinensia fungsional. Imobilitas, deficit kognitif, paraplegia, atau daya kembang kandung kemih yang buruk.
Nurseairlangga.org
Gambar 3. Gambaran Perbedaan Etiologi Klasifikasi Inkontinensia Urin (Diunduh dari www.sketchmedicine.com) 2.3 Patofisologi
Nurseairlangga.org
Inkontinensia urin disebabkan oleh gangguan fungsi penyimpanan dan fungsi pengosongan traktus urinarius bagian bawah. Dalam Mark et al (2006), patofisiologi inkontinensia dibedakan berdasarkan jenisnya, yakni: a) Inkontinensia stress : kebocoran urin terjadi ketika tekanan intraabdomen melebihi tekanan uretra (misalnya batuk, mengedan, atau mengangkat beban), biasanya pada gejala inkompetensi uretra. b) Inkontinensia urgensi : ketidakstabilan otot detresor idiopatik menyebabkan peningkatan tekanan intravesika dan kebocoran urin c) Hiperrefleksia detrusor : hilangnya kontrol kortikal menyebabkan kandung kemih yang tidak dapat dihambat dengan kontraksi detrusor yang tidak stabil. Kandung kemih terisi, refleks sakralis dimulai dan kandung kemih melakukan pengosongan secara spontan d) Inkontinensia overflow : kerusakan pada serat eferen dari refleks sakralis menyebabkan atonia kandung kemih. Kandung kemih terisi oleh urin dan menjadi sangat membesar dengan menetesnya urin yang konstan, misalnya distensi kandung kemih kronis akibat obstruksi
Nurseairlangga.org
2.4 Manifestasi Klinis Gambaran klinis dari inkontinensia urin dapat kita temukan berdasarkan jenisnya. 1. Inkontinensia stress
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org Inkontinensia stress adalah keluarnya urin secara tidak disadari selama
Nurseairlangga.org
melakukan kegiatan yang meningkatkan tekanan intra abdominal, seperti batuk. (Budi Iman Santoso, 2008) 2. Inkontinensia urgensi Inkontinensia urgensi ialah IU yang disebabkan karena ketidakstabilan
otot destrusor idiopatik yang menyebabkan peningkatan tekanan intravesika dan kebocoran urin sehingga klien tidak mampu untuk menahan keluarnya urin dengan gambaran sering terburu-buru untuk berkemih. (Budi Iman Santoso, 2008 dan Pierce A. Grace dan Neil R. Borley, 2007) 3. Inkontinensia overflow Inkontinensia overflow adalah hilangnya kendali miksi involunter yang berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. (Budi Iman Santoso, 2008) Kandung kemih terisi oleh urin dan menjadi sangat membesar dengan menetesnya urin yang kostan, misalnya distensi
Nurseairlangga.org
kandung kemih kronis akibat obstruksi (Pierce A. Grace dan Neil R. Borley,2007)
4. Inkonrinensia detrusor adalah IU total yang merupakan hilangnya
Nurseairlangga.org
kendali miksi secara menetap dengan pengosongan kandung yang tidak
lengkap akibat gangguan kontraktilitas destrusor atau obstruksi kandung kemih. Kebocoran urin biasanya sedikit dan volume residual pascakemih (postvoid) biasanya meningkat. (Budi Iman Santoso, 2008)
Gambar 4. Manifestasi Klinis Inkontinensi Urin pada Pria (diunduh dari www.alilamedicalmedia.com)
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org 2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Nurseairlangga.org
Dalam mendiagnosa inkontinensia urin, seorang perawat terlebih dahulu melakukan anamnesa tentang riwayat kesehatan dan kebiasaan hidup (termasuk asupan cairan). Pemeriksaan fisik diperlukan untuk memeriksa kemungkinan kondisi yang dapat berpengaruh terhadap masalah. Sampel urin diperlukan untuk menganalisa kemungkinan adanya infeksi. Jika diperlukan evaluasi yang lebih lanjut, tes yang lebih khusus (urodynamic studies) dapat dilakukan. Urodynamic studies digunakan untuk menguji seberapa baik kinerja kandung kemih dan uretra. Tes tersebut meliputi postvoid residual urine volume (PVR), cystometry, uroflowmetry, cystoscopy, dan electromyography. Tes penggambaran (video urodynamic tests) juga dapat digunakan. 1) Postvoid Residual Volume Urine Postvoid residual (PVR) uji volume urin untuk mengukur jumlah urine yang tersisa setelah buang air kecil. Sekitar 50 mL atau kurang dari. Lebih dari 200 mL adalah abnormal. Jumlah antara 50-200 mL mungkin memerlukan tes tambahan untuk interpretasi. Metode yang paling umum untuk mengukur PVR adalah dengan kateter, sebuah pipa kecil yang dimasukkan ke dalam uretra dalam beberapa menit buang air kecil. USG, yang non invasif, juga dapat digunakan. 2) Cystometry Cystometry juga disebut filling cystometry, mengukur seberapa banyak urin yang dapat ditahan kandung kemih dan tekanan yang terbentuk di dalam kandung kemih saat terisi. Cystometry dapat dilakukan pada waktu yang sama seperti tes PVR. Prosedur menggunakan beberapa kateter kecil , dengan cara : Sebuah kateter double-channel dimasukkan melalui uretra dan masuk ke kandung kemih. Hal ini digunakan untuk mengisi kandung kemih dengan air dan untuk mengukur tekanan. Kateter lain dimasukkan ke dalam rektum atau vagina, hal ini digunakan untuk mengukur tekanan perut. Selama prosedur pasien diminta untuk memberitahu bagaimana tekanan mempengaruhi kebutuhan untuk buang air kecil. Pasien mungkin diminta untuk batuk atau strain (regangan) untuk mengevaluasi perubahan tekanan kandung kemih dan tanda-tanda kebocoran. Otot detrusor dari kandung kemih normal tidak akan berkontraksi selama pengisian kandung kemih. Kontraksi yang keras pada jumlah rendah cairan menunjukkan inkontinensia. Stress Incontinence dicurigai ketika tidak ada peningkatan yang signifikan dalam tekanan kandung kemih atau otot detrusor kontraksi selama mengisi, tapi pasien mengalami kebocoran jika tekanan perut meningkat.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
3) Uroflowmetry Untuk menentukan apakah kandung kemih terhambat, tes elektronik yang disebut uroflowmetry mengukur kecepatan aliran urin. Untuk melakukan tes ini, pasien kencing ke dalam alat pengukur khusus. 4) Cystoscopy Cystoscopy, juga disebut urethrocystoscopy, dilakukan untuk memeriksa masalah pada saluran kemih bawah, termasuk uretra dan kandung kemih. Dokter dapat menentukan adanya masalah struktural termasuk pembesaran prostat, obstruksi uretra atau leher kandung kemih, kelainan anatomi, atau batu kandung kemih. Tes
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org ini juga dapat mengidentifikasi kanker kandung kemih, dan menyebabkan darah dalam urin dan infeksi. Dalam prosedur ini , tabung tipis dengan cahaya di ujung (cytoscope) dimasukkan ke dalam kandung kemih melalui uretra. kemudian disisipkan instrumen kecil melalui cytoscope untuk mengambil sampel jaringan kecil (biopsi) . Sitoskopi biasanya dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. Pasien dapat diberikan anestesi lokal , tulang belakang, atau umum. 5) Electromyography Electromyography, juga disebut electrophysiologic sphincter testing, dilakukan jika dokter menduga bahwa masalah saraf atau otot mungkin menyebabkan inkontinensia. Tes menggunakan sensor khusus untuk mengukur aktivitas listrik di saraf dan otot di sekitar sphincter. Tes ini mengevaluasi fungsi saraf yang membantu sfingter dan otot dasar panggul serta kemampuan pasien untuk mengendalikan otot-otot ini. 6) Video Urodynamic Tests Video urodynamic testing menggabungkan uji urodynamic dengan tes penggambaran seperti USG atau tipe khusus prosedur x-ray yang disebut fluoroscopy.Fluoroskopi melibatkan mengisi kandung kemih dengan pewarna kontras sehingga dokter dapat memeriksa apa yang terjadi ketika kandung kemih penuh dan dikosongkan. Ultrasound adalah tes yang tidak menyakitkan yang menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar. Dengan USG, kandung kemih diisi dengan air hangat dan sensor ditempatkan pada perut atau di dalam vagina untuk mencari masalah struktural atau kelainan lainnya.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org 2.6 WOC
(terlampir)
2.7 Penatalaksanaan
Nurseairlangga.org
Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Tonagho & Mc Anuch (2008) meliputi modifikasi lingkungan, terapi perilaku, terapi farmakologi, terapi pembedahan, dan alat bantu. 1) Modifikasi Lingkungan Bertujuan untuk memudahkan klien dalam melakukan urinasi, meliputi: a) Pemasangan bel di ruangan yang mudah dijangkau klien b) Penerangan yang cukup c) Toilet duduk portable, urinal dan bedpan atau pispot d) Hindari penggunaan restrain karena akan mempersulit klien ketika ingin berkemih e) Melatih ROM pasif dan aktif untuk meningkatkan kekuatan otot 2) Terapi non farmakologi Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, guladarah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktuberkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi berkemih 6-7 kali sehari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untukberkemih bila belum waktunya.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org Lansia dianjurkan untuk berkemih padainterval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjangsecara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2 hingga 3 jam. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuaidengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenalkondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas ataupengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengangangguan fungsi kognitif (berpikir). Latihan ini dilakukan dengan melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang. 3) Terapi farmakologi Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate,Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada saat sfingter relakasasi dapat diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol ataualfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, danterapi diberikan secara singkat. 4) Terapi pembedahan Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress danurgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untukmenghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita). 5) Terapi Modalitas lain Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yangmenyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagilansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pembalut urinal, kateter,dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
2.8 Komplikasi
Dalam Simon (2012), dampak akibat inkontinensia urin ada 3 yaitu: a) Dampak Emosional
Inkontinensia urin mempengaruhi emosional penderita cukup besar. Pada perempuan yang menderita inkontinensia sering kali mengalami depresi. Karena tanpa disadari urin keluar secara tidak sadar membuat penderita merasa bahwa ia sedang ngompol. Penderita merasa dirinya menyebabkan
bau
yang
tidak
sedap
sehingga
penderita
sering
menyalahkan dirinya sendiri, lalu menyendiri, dan akhirnya menarik diri dari pengaulan. b) Pengaruh spesifik Bila inkontinensia yang berat penderita memerlukan pemasangan kateter permanen, sehingga mobilitas penderita terganggu. Inkontinensia
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org juga akan membuat penderita tidak bisa hidup bebas dan terikat dengan
Nurseairlangga.org
orang lain. Pada penderita sering mengalami jatuh dan kecelakaan. Hal ini
berkaitan dengan keadaan di mana penderita tergesa-gesa untuk mencapai toilet sehingga bila tidak hati-hati bisa jatuh dan mengalami kecelakaan c) Gangguan Rasa nyaman Gangguan rasa nyaman ini disebabkan karena tanpa disadari urin keluar secara tiba-tiba. Hal ini juga akan mengganggu pola tidur klien. 2.9 Prognosis Prognosis dari inkontinensia uri bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi tipe inkontinensia, usia klien, jumlah faktor penyebab, dan respon klien terhadap pengobatan yang telah diberikan. (Moini,2013) BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian
A. Anamnesa 1) Data Demografi klien : Menanyakan Identitas klien seperti : nama, usia, jenis kelamin, suku / bangsa , alamat, agama, tanggal MRS, jam MRS, diagnosa. Inkontinensia pada umumnya sering terjadi pada lansia (Usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan la 2) Keluhan Utama: Keluhan utama yang dikeluhkan oleh sebagian besar klien dengan inkontinensia urin berupa nokturia, urgency, disuria, dan oliguri. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Merupakan gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan. 4) Riwayat Penyakit sebelumnya : Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit. 5) Riwayat Kesehatan Keluarga:
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
Nurseairlangga.org
B. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum :Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia. 1) B1 (breathing) Pada B1 perawat melakukan pengkajian adanya gangguan pada pola nafas klien, adanya sianosis dikarenakan suplai oksigen menurun, ekspansi dada klien. 2) B2 (blood) Pada B2 apakah terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah. Biasanya terjadi Frekuensi nadi klien meningkat menjadi 105x/menit. 3) B3 (brain) Pada B3 biasanya klien ditemukan dalam kesadaran biasanya sadar penuh. Namun tetap diperhatikan adanya tanda – tanda pasca trauma atau cedera pada SSP. 4) B4 (bladder) Perkusi : Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih. Inspeksi a. Daerah perineal: Kemerahan, lecet namun tidak ditemukan adanya pembengkakkan. b. Tidak ditemukannya adanya benjolan atau tumor spinal cord. c. Ditemukan adanya tanda obesitas dan sempitnya ruang gerak
Nurseairlangga.org pada pasien d. Periksa warna,
bau,
banyaknya
urine
biasanya
bau
Nurseairlangga.org
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri)
dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah. e. Apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi Palpasi a. Ditemukan adanya distensi kandung kemih dan nyeri tekan. b. Tidak teraba benjolan tumor daerah spinal cord Perkusi Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih. 5) B5(bowel) Pada pemeriksaan B5 dilakukan auskultasi bising usus klien adakah peningkatan atau penurunan, serta palpasi abdomen klien adanya nyeri tekan abdomen atau tidak ataupun ketidaknormalan ginjal. Pada perkusi abdomen ditemukan ketidaknormalan atau tidak. 6) B6(bone)
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org Pemeriksaan
kekuatan
otot
dan
membandingkannya
dengan
Nurseairlangga.org
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian. Biasanya terdapat kemerahan pada kulit daerah perianal
C. Pemeriksaan Diagnostik 1) Urinalisa Warna Urin apakah gelap, merah gelap atau terang (berdarah), penampilan keruh, PH 7 atau lebih besar (menunjukkan infeksi) bakteria, SDP, SDM, munkin ada secara mikroskopis. 2) Hematuria 3) Poliuria 4) Kultur Urin Digunakan untuk menunjukkan Staphylococus aureus, proteus, Klebsiella, Pseudomonas, atau escherichia coli. 5) Penentuan kecepatan aliran urin : Mengkaji derajat obstruksi kandung kemih. 6) Sistouretrografi berkemih Digunakan sebagai ganti IVP (intravenous pyelographi) untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras lokal. 7) Sistogram : Mengukur tekanan dan volume dalam kandungan kemih untuk mengidentifikasi disfungsi yang tak berhubungan dengan HPB.
Nurseairlangga.org 3.2 Diagnosa Keperawatan Umum
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan inkontinensia urin menurut menurut Lynda Jual Carpenito (2009) adalah sebagai berikut : 1) Inkontinensia fungsional berhubungan dengan penurunan isyarat untuk berkemih dan hambatan kemampuan untuk mengenali isyarat kandung kemih. 2) Inkontinensia refleks berhubungan dengan kerusakan konduksi impuls di atas level arkus refleks. 3) Inkontinensia stress berhubungan dengan saluran keluar kandung kemih yang inkompeten 4) Inkontinensia total berhubungan dengan obstruksi aliran keluar kandung kemih. 5) Inkontinensia urgency berhubungan penurunan kapasitas kandung kemih, sekunder akibat berkemih sering.
Nurseairlangga.org
3.3 Intervensi dan Rasional 1) Inkontinensia Fungsional berhubungan dengan gangguan mobilitas. Tujuan : Inkontinensia berhenti atau berkurang. Kriteria Hasil : a. Klien mampu menghilangkan atau meminimalkan hambatan lingkungan di rumah.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org b. Klien mampu menggunakan peralatan yang adaptif yang tepat untuk membantu klien berkemih, berpindah, dan berpakaian. c. Klien mampu menjelaskan faktor penyebab inkontinensia. Intervensi Rasional 1) Kaji faktor penyebab atau faktor 1) Mengetahui hambatan apa yang dialami penunjang inkontinensia antara lain : oleh klien. hambatan menuju toilet, defisit 2) Hambatan yang ada dapat sensori/kognitif, defisit memperlambat akses menuju toilet dan motorik/mobilitas. menyebabkan inkontinensia jika klien 2) Kurangi atau hilangkan faktor tidak dapat menunda berkemih. penunjang jika memungkinkan, antara Penundaan beberapa detik saja untuk lain : hambatan lingkungan, defisit berkemih dapat membedakan antara sensori/ kognitif, defisit antara kontinensia dan inkontinensia. motorik/mobilitas. 3) Dehidrasi dapat mencegah sensasi 3) Berikan faktor yang meningkatkan penuh pada kandung kemih dan dapat kontinensia: mengakibatkan penurunan tonus a. tingkatkan asupan cairan yang kandung kemih. Memberi jarak asupan teratur 2000-3000mL/hari. cairan akan membantu mendukung b. Kurangi konsumsi kopi, teh, kola, pengisian dan pengosongan kandung alkohol, dan jus buah anggur karna kemih yang teratur. efek diuretiknya. 4) Bakteri dapat berkembang secara cepat 4) Ajarkan cara pencegahan infeksi pada urin stagnan yang bertahan dalam saluran kemih. kandung kemih.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
2) Inkontinensia refleks berhubungan dengan kerusakan konduksi impuls di atas level arkus refleks. Tujuan : Inkontinensia berhenti atau berkurang. Kriteria Hasil : a. Volume urin pasien kurang dari 50 mL b. Pasien dapat menggunakan melkanisme pemicu untuk memulai refleks berkemih. Intervensi Rasional 1) Kaji kondisi penyebab dan penunjang 1) Mengetahui hambatan apa pasien. yang dialami oleh klien. 2) Ajarkan tehnik untuk merangsang reflek 2) Merangsang arkus refleks berkemih seperti mekanisme pemicu akan menggantikan kerja kutan. sfingter internal kandung kemih sehingga sehingga 3) Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai memungkinkan individu indikasi. berkemih. 3) Individu dengan refleks kandung kemih neurogenik dapat mempelajari berbagai metode untuk menstimulasi arkus reflek untuk merangsang pengosongan kandung kemih.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org 3) Inkontinensia stress berhubungan dengan saluran keluar kandung kemih yang inkompeten Tujuan : Inkontinensia berhenti atau berkurang. Kriteria hasil : a. Individu melaporkan berkurangnya atau hilangnya inkontinensia stress. b. Individu dapat menjelaskan penyebab inkontinensia dan rasional terapi.
Nurseairlangga.org
Intervensi Rasional 1) Tentukan faktor penunjang 1) Pada inkontinensia stress, otot dasar inkontinensia antara lain : Penurunan panggul ( pubokoksigeus) dan otot tonus jaringan atau otot, Riwayat levator ani telah melemah atau pembedahan kandung kemih atau meregang akibat kelahiran anak, uretra disertai perlekatan pada obesitas, penuaan, dll. dinding vagina 2) Latihan otot dasar panggul menguatkan dan mengencangkan otot dasar panggul. 2) Ajarkan latihan otot dasar panggul Latihan ini dapat menberikan tekanan 3) Ajarkan cara untuk mengkaji tepat uretra atau tekanan tambahan yang tidaknya latihan yang telah dilakukan. memadai untuk mencegah inkontinensia 4) Gunakan cermin untuk mengamati. ringan 5) Konsultasikan dengan spesialis inkontinensia.
Nurseairlangga.org
4) Inkontinensia total berhubungan dengan obstruksi aliran keluar kandung kemih. Tujuan : Inkontinensia berhenti atau berkurang. Kriteria Hasil : a. Klien dapat mengidentifikasi penyebab inkontinensia dan rasional pengobatan. b. Klien dapat mengidentifikasi target harian untuk asupan cairan. Intervensi Rasional 1) Buat program pelatihan ulang kandung 1) Program pelatihan yang diberikan ada kemih atau program rekondisi. dua bentuk : diarahkan pada diri sendiri, dan diarahkan pada pemberi asuahan. 2) Jadwalkan program kateterisasi 2) Kateterisasi mandiri-intermitten, intermitten jika diindikasikan. drainase urin periodik yang dilakukan sendiri oleh individu dengan menggunakan kateter pada kandung kemih, diindikasikan bila kerusakan neurologis mengganggu kandung kemih. 3) Ajarkan individu tentang program 3) Komponen essensial pada setiap rekondisi urin. program pelatihan diarahkah pada diri sendiri atau parapemberi asuhan. 4) Apabila pelatihan kandung kemih gagal, 4) Kateterisasi intermitten menghasilkan pertimbangkan penggunaan kateter urin penurunan morbiditas akibat
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org tetap (Indwelling).
penggunaan kateter inwelling jangka panjang, peningkatan kemandirian dll
Nurseairlangga.org
5) KegawatdaruratanInkontinensia berhubungan penurunan kapasitas kandung kemih, sekunder akibat berkemih sering. Tujuan: Inkontinensia berhenti atau berkurang. Kriteria Hasil : a. Klien mampu menjelaskan penyebab inkontinensia. b. Klien mampu menguraikan iritan kandung kemih. Intervensi Rasional 1) Kaji faktor penyebab atau faktor 1) Komponen essential dari setiap penunjang inkontinensia antara lain : program pelatihan kontinen (yang iritan kandung kemih, penurunan diarahkan pada diri sendiri atau pada kapasitas kandung kemih, pemberi asuhan) meliputi motivasi, overdistensi kandung kemih, pengkajian pola berkemih dan dan kontraksi kandung kemih yang tak inkontinen, asupan cairan yang teratur terinhibisi akibat gangguan sebanyak 2000-3000 mL/hari, interval neurologis. Kaji pola berkemih dan berkemih 2-4 jam di tempat yang asupan cairan. sesuai,dan pengkajian terus-menerus 2) Kurangi atau hilangkan faktor (Miller,1999). penyebab atau faktor penunjang jika 2) Membantu proses penyembuhan. memungkinkan. 3) Mengajarkan idividu tentang cara 3) Lakukan penyuluhan kesehatan pencegahan infeksi saluran kemih.
Nurseairlangga.org 3.4 Kasus
Ny. R usia 65 tahun, masuk Rumah Sakit Universitas Airlangga dengan keluhan Kencing tak tertahankan. Keluhan ini pasien rasa sejak 2 bulan yang lalu sejak pasien bekerja di pasar sebaga buruh angkut karung beras dikarenakan suaminya tidak bisa bekerja akibat lumpuh. Keluhan tersebut semakin tidak tertahankan ketika Ny. M sedang batuk, bersin ataupun ketika mengangkat beras. Dengan keadaan yang demikian rumah pasien selalu tidak bisa melakukan kencing dikamar mandi sehingga pasien menggunakan pempers. Saat ini pasien terpasang kateter. Jumlah urin tertampung pada kantung urin ± 800cc/8jam. Konsistensi urin keruh, bewarna kuning pekat. Hasil laboratorium menunjukan Hb 15,1 gr/dl, Ht 43 % leukosit 10,6 rb/ul urem darah 23 mg/dl, kreatinin darah 0,6 mg/dl.
Nurseairlangga.org
3.5 Pengkajian Kasus Pada pengkajian data yang perlu di kaji adalah tanggal, jam, tempat pengkajian. 1) Data Subyektif a. Biodata Pada biodata yang perlu dikaji adalah : Nama : Ny. R Umur : 65 tahun Agama : Islam Pendidikan : SMP
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org Pekerjaan Nama suami Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat Adapun hal
: Kuli panggul di pasar : Tn. A (alm) : 70 tahun : Islam : SD : Tidak bekerja karena lumpuh : Surabaya – hal yang perlu ditanyakan mengenai gejala
Nurseairlangga.org
inkontinensia : 1. Berapa kali inkontinensia terjadi ? - Lebih dari 4 kali per hari 2. Apakah ada kemerahan, lecet, bengkak pada daerah perineal ? - Ada kemerahan dan lecet di area perineal 3. Apakah klien mengalami obesitas ? - Ya, BB klien 75kg dan TB klien 157cm sehingga IMT klien adalah 30,4 4. Apakah urine menetes diantara waktu BAK, jika ada berapa banyak ? - Tidak 5. Apakah inkontinensia terjadi pada saat-saat yang bisa diperkirakan seperti pada saat batuk, bersin tertawa dan mengangkat benda-benda berat ? - Ya, inkontinensia terjadi pada saat klien mengangkat benda-
Nurseairlangga.org
benda yang cukup berat. 6. Apakah klien menyadari atau merasakan keinginan akan BAK
Nurseairlangga.org
sebelum inkontinensia terjadi ? - Tidak 7. Berapa lama klien mempunyai kesulitan dalam BAK /
inkontinensia urine ? - Sebulan terakhir. 8. Apakah klien merasakan kandung kemih terasa penuh ? - Ya 9. Apakah klien mengalami nyeri saat berkemih? - Tidak 10. Apakah masalah ini bertambah parah? - Ya 11. Bagaimana cara klien mengatasi inkontinensia? - Klien menggunakan popok untuk mengatasi masalah inkontinensianya. b. Keluhan Utama Klien mengeluhkan sering buang air kecil tidak terkontrol saat batuk, bersin dan mengangkat benda berat. c. Riwayat Kesehatan
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org Klien tidak memiliki riwayat penyakit yang perlu dikhawatirkan. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Klien tidak memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit
Nurseairlangga.org
yang mungkin dapat diturunkan seperti DM atau hipertensi. e. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengeluhkan sering buang air kecil tidak terkontrol saat batuk, bersin dan mengangkat benda berat, hal ini sangat mengganggu aktivitas sehari-hari klien. Klien menggunakan pampers dalam sehari-harinya. Hingga klien merasa kondisinya semakin parah.
f. Riwayat Psikologi Klien adalah ibu dari 6 orang anak. Klien terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dikarenakan suami klien tidak dapat bekerja akibat kelumpuhan. 2) Data Obyektif a Pemeriksaan Umum KU : baik Kesadaran : Composmentis Tanda-tanda vital Tensi : 120/80 mmHg Nadi : 105x/menit Pernafasan : 23 x/menit Suhu tubuh : 370 C BB : 75kg TB : 157 cm IMT : 30,4 b Pemeriksaan Fisik 1. B1 (breathing) RR klien sedikit meningkat 23x/menit,namun masih dalam batas
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
normal. Klien terlihat gelisah. 2. B2 (blood) Tekanan drah klien normal dalam ambang normal 120/80 mmHg. Frekuensi nadi klien meningkat menjadi 105x/menit. 3. B3 (Brain) Tidak ditemukan tanda-tanda trauma atau cedera pada SSP. Tidak ditemukan masalah keperawatan. 4. B4 (Bladder) Inspeksi f. Daerah perineal: Kemerahan, lecet namun tidak ditemukan adanya pembengkakkan.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org g. Tidak ditemukannya adanya benjolan atau tumor spinal cord. h. Ditemukan adanya tanda obesitas dan sempitnya ruang gerak
Nurseairlangga.org
pada pasien Palpasi c. Ditemukan adanya distensi kandung kemih dan nyeri tekan. d. Tidak teraba benjolan tumor daerah spinal cord Perkusi Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih. 5. B5 (Bowel) Tidak ditemukan masalah keperawatan. 6. B6 (Bone) Terdapat kemerahan pada kulit daerah perianal. c
Pemeriksaan Diagnostik Darah lengkap : Hb 15,1 gr/dl, Ht 43 % leukosit 10,6 rb/ul urem darah 23 mg/dl, kreatinin darah 0,6 mg/dl.
3.6 Analisa Data Kasus Data DS: Sering mengeluh buang air kecil saat bersin dan batuk
Etiologi Tekanan intra abdominal meningkat ↓ Urin involunter ↓ Inkontinensia stress
Masalah Keperawatan Inkontinensia stress
Nurseairlangga.org DS: Klien merasa terganggu dan cemas dengan kondisinya DO: klien tampak cemas
DS: klien berkemih tanpa disadari saat batuk, bersin DO: kemerahan sekitar perianal Hygiene yang kurang sehubungan dengan aktivitas
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org inkontinensia ↓ Penegeluaran urin involunter ↓ Mengganggu aktivitas ↓ Ansietas inkontinensia ↓ Penegeluaran urin involunter ↓ Meninggalkan sisa di area perianal ↓ Risiko gangguan integritas kulit
Ansietas
gangguan integritas kulit
Nurseairlangga.org DO : klien terpasang kateter DS : -
inkontinensia stres
Nurseairlangga.org keluarnya urine involunter
pemasangan kateter urinary tract sulit dibesihkan Resiko infeksi
3.7 Diagnosa Keperawatan Kasus 1) Inkontinensia stress berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen dan otot panggul yang lemah, sekunder akibat obesitas. 2) Ansietas berhungan dengan perubahan lingkungan yang aktual dalam status sosialekonomi sekunder akibat pekerjaan baru. 3) Kerusakan integritas kulit : lecet dan kemerahan pada area perineal berhubungan dengan kelembapan area perineal. 4) Resiko infeksi berhubungan dengan saluran berkemih yang sulit dibersihkan. 3.8 Intervensi Keperawatan Kasus
Nurseairlangga.org 1) Inkontinensia
stress
Nurseairlangga.org
berhubungan
dengan
peningkatan
tekanan
intraabdomen dan otot panggul yang lemah, sekunder akibat obesitas. Tujuan : Inkontinensia berhenti atau berkurang. Kriteria hasil : - Klien melaporkan berkurangnya atau hilangnya -
inkontinensia stress. klien dapat menjelaskan penyebab inkontinensia dan rasional terapi.
1
2
Intervensi Rasional Tentukan faktor penunjang 1 Pada inkontinensia stress, otot inkontinensia antara lain : kelahiran dasar panggul (pubokoksigeus) anak, obesitas, penuaan, dll. Pada dan otot levator ani telah kasus Ny. M faktor penunjang yang melemah atau meregang akibat ditemukan adalah obesitas dengan kelahiran anak, obesitas, IMT : 30,4 penuaan, dll. Ajarkan latian otot dasar panggul 2 Latihan otot dasar panggul
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org menguatkan dan mengencangkan otot dasar panggul. Hasil studi telah menunjukkan bahwa latian otot panggul meningkatkan atau sepenuhnya mengendalikan inkontinensia stress (Dougherty,1998).
Nurseairlangga.org 2) Ansietas berhungan dengan perubahan lingkungan yang aktual dalam status sosialekonomi sekunder akibat pekerjaan baru. Tujuan : Ansietas berkurang dibuktikan dengan kontrol ansietas. Kriteria Hasil : a. Melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik. b. Manifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada. c. Klien dapat menjalankan aktivitas sehari – harinya.
1 2 3
Intervensi Lakukan pengkajian untuk mengetahui tingkat ansietas klien. Observasi tanda-tanda vital (keadekuatan nadi, tekanan darah) Beri dorongan klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietasnya. Kolaborasikan dengan dokter pengobatan untuk mengurangi ansietas klien sesuai kebutuhan klien.
Nurseairlangga.org 4
1
2 3
Rasional Untuk mengetahui kondisi klien dan sebagai langkah awal sebelum mengambil keputusan. Tanda – tanda vital adalah indikator kondisi yang dialami klien. Untuk mengetahui penyebab ansietas klien. Pengobatan medis untuk mengurangi ansietas klien.
Nurseairlangga.org 4
3) Gangguan Integritas Kulit Tujuan : lecet dan kemerahan pada area perineal dapat berkurang atau menghilang. Kriteria Hasil : a. Iritasi kulit berkurang atau sembuh. b. Terjadi penyembuhan luka pada klien. Intervensi
Nurseairlangga.org
Rasional
Nurseairlangga.org 1. Menjaga kebersihan kulit, kulit tetap dalam 1.Menghindari iritasi dan lecet keadaan kering, ganti sprei atau pakaian bila yang lebih parah pada klien basah Berikan penjelasan tentang pentingnya 2.Bladder training digunakan personal hygiene untuk mengembalikan fungsi 2. Anjurkan klien untuk bladder training kandung kemih ke dalam 3. Anjurkan klien untuk latihan perineal atau kondisi normal. pelvic muscle excercise : 3.Membantu menguatkan kontrol a. Kontraksikan otot perineal untuk muskuler (jika di menghentikan pengeluaran urine. indikasikan ) b. Kontraksi dipertahankan selama 5-10 detik dan kemudian mengendorkan atau lepaskan. c. Ulangi sampai 10 kali, 3-4 x / hari.
Nurseairlangga.org
4) Resiko infeksi berhubungan dengan saluran berkemih yang sulit dibersihkan Tujuan : klien dapat menyebutkan faktor resiko dan tindakan kewaspadaan untuk mencegah Kriteria hasil:
Nurseairlangga.org
a. aktif berperan dalam pengkajian resiko b. tidak ada gejala yang menunjukkan infeksi selama 3x24 jam masa
Nurseairlangga.org
perawatan seperti demam, kemerahan. Intervensi
Rasional
1. Kaji setiap area invasif setiap 24 jam untuk melihat adanya kemerahan, inflamasi, bengkak serta pantau suhu minimal 24 jam sekali 2. Pertahankan teknik septik untuk vulva/peritoneal higiene 3. Evaluasi adanya sekunder
area
infeksi
4. Edukasikan pentingnya menjaga higiene diri
Nurseairlangga.org
1. dengan mengkaji tanda tanda infeksi maka bisa diketahui dengan segera bila terjadi infeksi 2. dengan mempertahankan teknik septik selama perawatan diharapkan bisa memperkecil resiko 3. diharapkan resiko infeksi dari area sekunder bisa dideteksi lebih dini 4. hygiene diri memperkecil faktor resiko
Nurseairlangga.org Nurseairlangga.org BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal yang bersifat sementara atau permanen untuk mengontrol aliran urine dari kandung kemih. (Kozier, 2009) Etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis Inkontinensi Urin ada beberapa macam berdasarkan jenisnya. Inkontinensi Urin dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan golongannya, yakni Inkontinensia dorongan, Inkontinensia tekanan, Inkontinensia aliran berlebih(overflow) dan Inkontinensia fungsional. Dalam mendiagnosa inkontinensia urin, seorang perawat terlebih dahulu melakukan anamnesa tentang riwayat kesehatan dan kebiasaan hidup (termasuk asupan cairan). Pemeriksaan fisik diperlukan untuk memeriksa kemungkinan kondisi yang dapat berpengaruh terhadap masalah. Sampel urin diperlukan untuk menganalisa kemungkinan adanya infeksi. Jika diperlukan evaluasi yang lebih lanjut, tes yang lebih khusus (urodynamic studies) dapat dilakukan. Urodynamic studies digunakan untuk menguji seberapa baik kinerja kandung kemih dan uretra. Tes tersebut meliputi postvoid residual urine volume (PVR), cystometry, uroflowmetry, cystoscopy, dan electromyography. Tes penggambaran (video urodynamic tests) juga dapat digunakan. Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Tonagho & Mc Anuch (2008) meliputi modifikasi lingkungan, terapi perilaku, terapi farmakologi, terapi pembedahan, dan alat bantu. Inkontinensia urin mempengaruhi emosional penderita cukup besar. Bila inkontinensia yang berat penderita memerlukan pemasangan kateter permanen, sehingga mobilitas penderita terganggu. Selain itu, inkontinensia urin juga dapat menyebabkan gangguan rasa nyaman yang dapat disebabkan karena tanpa disadari urin keluar secara tiba-tiba. Hal ini dapat mengganggu pola tidur klien.
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org
4.2 Saran Sebagai perawat tentunya kita harus melaksanakan asuhan keperawatan yang tepat untuk menangani kasus urinary incontinencyagar nantinya tidak terjadi komplikasi lebih lanjut pada ginjal dan organ tubuh yang lainnya.Sehubungan dengan rumitnya kondisi pasien dengan urinary incontinencymaka diharapkan dalam pelaksanaan perawatan dalam hal ini pemberian asuhan keperawatan memperhatikan beberapa hal berikut: a) Perubahan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sangat dipengaruhi oleh persepsi individu yang berbeda antara satu dengan yang lain. Hal
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org ini akan membawa konsekuensi terhadap permasalahan keperawatan
Nurseairlangga.org
yang ditegakan pada setiap individu. Meskipun sumber masalah yang dihadapinya sama, akan tetapi setiap individu memiliki persepsi dan
respon yang berbeda-beda. Misalnya, walaupun kedua pasien mengalami
penyakit
atau
masalah
yang
sama,
akan
tetapi
permasalahan keperawatan yang dihadapi tidak mesti sama. b) Untuk merencanakan asuhan keperawatan yang tepat untuk seseorang, harus mengadakan pendekatan melalui karakteristik individu yang mempersepsikan dalam situasi yang memunyai makna bagi kita. Makna di sini mengandung arti penjabaran dari persepsi, ingatan, dan tindakan. Dengan demikian persepsi memiliki arti penting dalam kehidupan, dimana kira bisa mengumpulkan data dari informasi tentang diri sendiri, kebutuhan manusia, dan lingkungan sekitar terutama pasien dalam membuat asuhan keperawatan yang tepat dan berkualitas. DAFTAR PUSTAKA
Nurseairlangga.org
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
Nurseairlangga.org
Brooker, Christ. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta:EGC
Darmojo B. 2009. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut. Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Doengoes, E Marilynn, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC E. Suparman dan J. Rompas. 2008. Inkontinensia urin pada perempuan menopause. Manado:Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Grace, Pierre A.2006. At a glance Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Airlangga
Kozier, Barbara, Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & ERB, ed. 5, 2009, Jakarta: EGC Mark A.Graber, Peter P. Toth, Robert L. Herting. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga. Jakarta : EGC
Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org Moini, Jahangir. 2013. Introduction To Pathology For The Physical Therapist
Nurseairlangga.org
Assistant. Burlington, MA: JB Learning
Morgan, Geri.2009. Obstetri & Ginekologi Panduan Praktik Ed 2. Jakarta:EGC
Santoso, Budi Iman, Inkontinensia Urin pada Perempuan, 2008, Jakarta. Diunduh dari URL www.indonesia.digitaljournals.org pada 5 maret 2014 Simon,
Harvey.
2012.
Urinary
incontinence
diakses
melalui
http://umm.edu/health/medical/reports/articles/urinary-incontinence pada 5 maret 2014 : University of Maryland Medical Center Soetoyo,
2009.
Inkontinensia
Urine
perlu
Penenganan
MultiDisiplin.
http://soetojo.blog.unair.ac.id/2009/03/13/inkontinensia-urine-perlupenanganan-multi-disiplin-2/. Diakses tanggal 5 maret 2014 pukul 20.00
Nurseairlangga.org Nurseairlangga.org
Nurseairlangga.org