3. Tinjauan Teori 3.1. Self-Esteem a. Pengertian Self Esteem Self-Esteem merupakan evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu, yang merupakan sikap seseorang terhadap diri sendiri dalam rentang yang positif-negatif (Baron & Byrne, 2004). Menurut Rosenberg (dalam Mark, 2006), self-esteem terbentuk dari proses perbandingan nilai diri dengan ketidaksesuaian. Dalam hal ini, derajat self-esteem seseorang tergantung dari kesesuaian diri saat ini dengan nilai yang dimiliki. Apabila ideal-self dengan kenyataan diri memiliki jarak yang tidak terlalu jauh, maka individu tersebut memiliki self-esteem yang tinggi. Namun apabila jarak antara kenyataan dengan ideal-self
jauh maka individu tersebut
memiliki self-esteem yang rendah. Minchinton (1996 dalam Khalid, 2011) menjelaskan bahwa self esteem merupakan suatu penilaian terhadap diri sendiri, tolak ukur harga diri sebagai seorang individu yang didasarkan pada kemampuan menerima diri serta perilaku sendiri. Selain itu, self esteem juga dijelaskan sebagai suatu penghormatan kepada diri sendiri atau perasaan tentang diri yang didasarkan pada keyakinan mengenai apa dan siapa diri kita sebenarnya. Menurut Maslow (dalam Nikmarijal) self esteem merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Kebutuhan akan penghormatan dan penghargaan diri sendiri, mencakup hasrat untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, edukasi, kemandirian, serta kebebasan. Dalam hal ini seorang indiviudu ingin meyakinkan dirinya bahwa ia berharga dan mampu mengatasi segala persoalan hidup. 2. Kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, antara lain dalam hal prestasi. Dalam hal ini individu membutuhkan penghargaan mengenai apa yang dilakukannya. Santrock (2003) menerangkan bahwa tidak semua remaja memiliki gambaran yang positif secara menyeluruh mengenai dirinya sendiri.
Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 122
b. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Self Esteem Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan self esteem dalam diri individu yaitu sebagai berikut: 1. Persepsi Terhadap Penampilan Fisik Harter (1989 dalam Santrock, 2003) menemukan adanya hubungan yang kuat antara penampilan diri dengan self esteem secara umum yang tidak hanya dialami pada masa remaja, namun juga sepanjang hidup. Penelitian lain dari Lord dan Eccles (1994 dalam Santrock, 2003) juga menegaskan bahwa ketertarikan fisik merupakan faktor terkuat untuk meramalkan rasa percaya diri keseluruhan dari remaja. 2. Persepsi Terhadap Keluarga Suatu penelitian yang dilakukan oleh Demo, Small, & Savin-William (1987 dalam Nikmarijal) mengatakan bahwa self esteem remaja lebih kuat berkorelasi dengan persepsi remaja berdasarkan perilaku orangtua dibandingkan dengan persepsi orangtua itu sendiri. Dalam hal ini, dukungan dari orangtua menunjukkan manfaat bagi self esteem remaja. Coopersmith (1967 dalam Santrock, 2003) menjelaskan beberapa atribut orangtua yang berhubungan dengan tingkat self esteem yang tinggi dari anak laki-laki: a. Ekspresi rasa kasih sayang b. Perhatian terhadap masalah yang dihadapi oleh anak c. Keharmonisan di rumah d. Partisipasi dan aktivitas bersama keluarga e. Kesediaan untuk memberikan pertolongan yang kompeten dan terarah kepada anak ketika anak membutuhkan f. Menetapkan peraturan yang jelas dan adil g. Mematuhi peraturan-peraturan tersebut h. Memberikan kebebasan pada anak dengan batas-batas yang telah ditentukan 3. Persepsi Terhadap Teman Sebaya dan Lingkungan Sekitar Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Harter (1987 dalam Santrock, 2003) menunjukkan bahwa dukungan dari teman sebaya lebih mempengaruhi tingkat self esteem pada masa remaja awal dan masa remaja akhir dibandingkan pada masa kanak-kanak. Dalam hal ini, dukungan dari teman sekelas lebih berpengaruh kuat terhadap self esteem dibandingkan dengan dukungan teman akrab. Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 123
Menurut Burn (1993 dalam Nikmarijal), self esteem mulai terbentuk sejak seorang anak lahir, tepatnya ketika anak tersebut berhadapan dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, suatu interaksi menimbulkan pengertian mengenai kesadaran diri, identitas, serta pemahaman mengenai diri. Ini akan membentuk suatu penilaian dari orang lain terhadap diri sebagai seorang yang berarti, berharga, serta menerima keadaan diri apa adanya, dan kondisi individu seperti ini dikatakan sebagai kondisi individu yang memiliki self esteem. c.Cara Mengukur Self Esteem Self esteem seringkali diukur sebagai sebuah peringkat dalam dimensi berkisar dari nilai positif hingga negatif atau rendah hingga tinggi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui self esteem seseorang
adalah
dengan
mengevaluasi
diri
sendiri
yaitu
klien
mengidentifikasikan diri idealnya, kemudian identifikasi diri mereka sebenarnya saat ini, kemudian dilihat perbedaan anatar keduanya. Semakin besar perbedaan antara self dengan diri idealnya, maka semakin rendah self esteem yang dimiliki (Baron & Byrne, 2004). Dalam mengevaluasi diri, seseorang membandingkan dirinya dengan lingkungan sosial sebagai tolak ukur (social comparison) (Browne, 1992; Waymen & Taylor, 1995 dalam Baron & Byrne, 2004). Dalam hal ini, ketika individu membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang dirasa tidak lebih baik dari diri sendiri, maka individu tersebut menciptakan perasaan positif dan meningkatkan self-esteem (Crocker, 1993 dalam Baron & Byrne, 2004). d. Karakteristik Self-Esteem Tinggi Dengan Self-Esteem Rendah Seseorang yang memiliki self-esteem tinggi akan menyukai dirinya sendiri. Hal ini didasarkan oleh orang lain serta sebagian berasal dari pengalaman spesifik (Baron & Byrne, 2004). Sebaliknya, seseorang yang cenderung tidak menyukai dirinya sendiri memiliki self esteem yang Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 124
rendah. Dalam hal ini, evaluasi diri yang negatif berkaitan dengan keterampilan sosial yang tidak memadai, kesepian, depresi, serta performance kerja yang buruk disertai dengan pengalaman kegagalan (Olmstead, dkk, 1991; McWhirter, 1997; Jet, dkk, 1994; Taforodi & Vu, 1997 dalam Baron & Byrne, 2004). Hogg dan Vaughan (2011) menyebutkan perbedaan antara individu dengan self-esteem tinggi dan individu dengan self-esteem rendah yaitu sebagai berikut: No. 1 2 3 4 5
6 7
8
Individu dengan self-esteem tinggi Ulet dan mampu dalam menghadapi kegagalan Memiliki mood dan emosi yang stabil
Individu dengan self-esteem rendah Seringkali menganggap kejadian sehari-hari merupakan masalah Memiliki mood yang tidak stabil serta terlihat sangat signifikan Tidak terlalu fleksibel serta tidak Fleksibel dan mudah ditundukkan mudah ditundukkan Tidak mudah dipersuasi dan Mudah dipersuasi dan mudah dipengaruhi dipengaruhi Tidak memiliki masalah dalam Ingin sukses dan memperoleh mencapai kesuksesan dan pengakuan namun dipenuhi perasaan memperoleh pengakuan kurang percaya dan menerima diri sendiri apa adanya Memiliki reaksi positif terhadap Memiliki reaksi negatif terhadap kehidupan yang bahagia dan sukses hidup yang bahagia dan sukses Memiliki konsep diri yang mantap, Memiliki konsep diri yang kurang konsisten, dan stabil mantap, tidak konsisten, dan tidak stabil Memiliki orientasi untuk selalu Memiliki orientasi untuk selalu mempesona melindungi diri Selain itu, Savin-Williams dan Demo (Dalam Santrock, 2003)
mendeskripsikan indikator perilaku positif dan negatif dari self esteem berikut ini: No. 1
2 3
Indikator Positif Indikator Negatif Mengarahkan atau memerintah orang Merendahkan orang lain dengan cara lain menggoda, memberi nama panggilan, menggosip Menggunakan kualitas suara yang Menggerakkan tubuh secara dramatis disesuaikan dengan situasi atau tidak sesuai konteks Mengekspresikan pendapat Melakukan sentuhan yang tidak sesuai atau menghindari kontak fisik
Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 125
4
Duduk dengan orang lain dalam Memberikan alasan-alasan ketika aktivitas sosial gagal melakukan sesuatu 5 Bekerja secara kooperatif dalam Melihat sekeliling untuk memonitor kelompok orang lain 6 Memandang lawan bicara ketika Membual secara berlebihan tentang mengajak dan diajak bicara prestasi, keterampilan, dan penampilan fisik 7 Menjaga kontak mata selama Merendahkan diri sendiri secara pembicaraan berlangsung verbal; depresiasi diri 8 Memulai kontak yang ramah dengan Berbicara terlalu keras, tiba-tiba, atau orang lain dengan nada suara yang tanpa toleransi 9 Menjaga jarak yang sesuai antara diri Tidak mengekspresikan pandangan sendiri dengan orang lain atau pendapat, terutama ketika ditanya 10 Berbicara dengan lancar, hanya Memposisikan diri secara pasif dan mengalami sedikit keraguan tidak berdaya Self esteem yang tinggi memiliki keuntungan bagi diri, sedangkan self esteem rendah memiliki berbagai efek negatif, antara lain (dalam Baron & Byrne, 2004): 1. Melemahkan daya tahan tubuh (Strauman, Lemieux, & Coe, 1993) 2. Menyebabkan keadaan emosi yang tidak stabil (Butler, Hokanson, & Flynn, 1994 dalam Baron & Byrne, 2004).
e. Perkembangan Self Esteem Remaja Guindon (2010) mengatakan bahwa self esteem cenderung mengalami penurunan di masa remaja, terutama bagi remaja perempuan. Hurlock (1980) menambahkan bahwa pada masa ini seseorang mengalami pembentukan identitas dan cara pandang yang tidak realistis seringkali membuat para remaja seringkali tidak puas terhadap dirinya sendiri. Selin itu para remaja seringkali membandingkan dirinya dengan figur ideal, dan ini membuat self esteem remaja menjadi bermasalah. Oleh karena itu, intervensi terhadap permasalahan self esteem perlu dilakukan terutama pada masa remaja, dimana pada masa ini self esteem cenderung lebih Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 126
mudah diubah sejak masa kanak-kanak dan remaja (Guindon, 2010). 3.2.
Metode Intervensi Untuk Meningkatkan Self Esteem Self esteem penting dalam menentukan kesehatan fisik, mental, serta kebahagiaan seseorang (Simpson-Scott, 2009 dalam Larasati, 2012). Oleh karena itu, intervensi perlu dilakukan sedini mungkin. Berikut ini terdapat beberapa penelitian yang menggunakan metode intervensi untuk meningkatkan self esteem antara lain: a. Rasional-Emotif Perilaku; yang digunakan untuk meningkatkan self-esteem
remaja
yang
merupakan
siswa
SMA dengan
pendekatan konseling kelompok (Trupamungkas & Pratiwi, 2013). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa konseling kelompok dengan metode rasional emotif perilaku dapat meningkatkan self esteem. b. Pelatihan Pengenalan Diri; yang dapat meningkatkan penerimaan diri dan harga diri mahasiswa dengan memberikan pelatihan untuk lebih menyadari dan mengenal diri sendiri (Handayani, Ratnawati, & Helmi, 1998). c. Bimbingan konseling kelompok dengan metode role-play, yang digunakan
untuk
meningkatkan
self-esteem
remaja
yang
merupakan siswa SMA (Awlawi, 2013). Metode ini mengajak para remaja agar mampu menyadari dampak dari perilaku mereka. d. Pendekatan kognitif perilaku dengan metode self-instruction; yang merupakan intervensi individu dengan subjek remaja (Larasati, W.P., 2012). Metode ini dilakukan dengan menggunakan empat tahap utama yaitu identifikasi keyakinan negatif, formulasi positive self-statement, melakukan self-instruction untuk mengarahkan perilaku, dan self-reinforcement ketika berhasil mengatasi situasi. Dalam hal ini, Guindon (2010 dalam Larasati, 2012) menyatakan bahwa strategi yang terbukti paling efektif dalam meningkatkan self esteem yaitu dengan kognitif-perilaku self-instruction. Metode ini memiliki keunggulan, yaitu selain dapat mengganti pandangan negatif Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 127
individu menjadi positif, metode ini juga dapat mengarahkan individu untuk mengubah kondisi dirinya agar memperoleh konsekuensi efektif dari lingkungan. Metode self instruction melibatkan identifikasi keyakinan-keyakinan disfungsional yang dimiliki seseorang dan mengubahnya menjadi lebih realistis serta melibatkan berbagai teknik modifikasi perilaku (Bos, dkk, 2006 dalam Larasati, 2012). Tahapan serta jumlah sesi yang digunakan dalam intervensi menggunakan metode self instruction ini dapat disesuaikan dengan tujuan dan permasalahan yang dihadapi klien (Rock, 1977 dalam Larasati, 2012). 3.3.
Analisa Teoritik Terhadap Kasus
Permasalahan self esteem rendah yang dimiliki DS dipengaruhi oleh persepsi mengenai kondisi ekonomi keluarga yang tidak sesuai harapan. Sang ibu yang biasa menuruti keinginan DS saat ini telah meninggal dunia dan kakak yang saat ini merawat DS tidak mau menuruti keinginan DS yang dianggap terlalu mewah, bahkan sang kakak melarang keras DS untuk bepergian bila bersama teman. Perlakuan almarhumah ibu terhadap DS tersebut sesuai dengan pernyataan Demo, Small, & Savin-William (1987 dalam Nikmarijal) yang menyebutkan bahwa dukungan dari orangtua menunjukkan manfaat bagi self esteem remaja. Sayangnya saat ini DS seringkali mendapat larangan keras dari sang kakak dan ini merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi DS dan kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi ketika sang ibu masih hidup. Hal ini yang kemudian membuat DS tidak sebanding dengan teman-teman sekelasnya. Selain itu DS memiliki perasaan bahwa ia tidak disukai oleh teman sekolah saat ini, dimana DS sedang berada pada usia remaja. Perasaan ini juga makin memperkuat kondisi self esteem yang rendah dalam diri DS. Ini sesuai dengan pernyataan Harter (1987 dalam Santrock, 2003) yang menyatakan bahwa dukungan dari teman sebaya lebih mempengaruhi tingkat self esteem pada masa remaja awal dan akhir dibandingkan dengan masa kanak-kanak. Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 128
Bila dikaitkan dengan karakteristik individu dengan self esteem rendah menurut Hogg dan Vaughan (2011), dapat terlihat kesesuaian karakteristik dengan pribadi DS. DS seringkali menganggap kejadian sehari-harinya penuh masalah, memiliki suasana hati yang tidak stabil, mudah ditundukkan dan dipengaruhi oleh orang lain, merasa ingin sukses namun kurang percaya diri, memiliki konsep diri yang tidak stabil, serta selalu merasa takut dan berusaha untuk melindungi diri dari hal yang tidak diinginkan terutama dalam hubungan sosial. Selain itu, DS pribadi yang seringkali mengkritik dirinya sendiri. Ia merasa bahwa dirinya lebih rendah secara status sosial ekonomi sehingga tidak disukai oleh teman-teman sekelas. Hal ini pun seringkali disampaikan DS ketika teman mengajaknya bercanda. Ini sesuai dengan penjelasan SavinWilliams dan Demo (Dalam Santrock, 2003) yang menjabarkan indikator negatif dari self esteem, salah satuya yaitu merendahkan diri sendiri secara verbal sebagai bentuk depresiasi diri. Di sekolah pun DS memiliki ketakutan untuk dijauhi teman, oleh sebab itu ia berusaha menutup diri dan pasif, ini pun sesuai dengan indikator negatif memposisikan diri secara pasif dan tidak berdaya menurut Savin-Williams dan Demo (Dalam Santrock, 2003).
Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 129
3.4. Psikodinamika (Marsella & Snyder dalam Sukadji, 2000)
Biologis Tidak ada faktor biologis yang mempengaruhi persoalan subjek.
3.5. Fisik Lingkungan Sejak ibu meninggal tinggal bersama kakak perempuan dan keluarganya di 3.6.padat penduduk. perumahan 3.7. Lingkungan Sosial-Budaya 3.8. 1.
2.
3.
DS 15 tahun
Ketika ibu masih hidup, segala keinginan DS untuk memiliki 3.9. barang yang up to date seperti pakaian, handphone dan gaya hidup selalu berusaha dituruti oleh ibu. 3.10. Sejak ibu meninggal, tidak ada yang menuruti segala keinginan DS sehingga DS harus 3.11. memahami kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan. Dulu DS 3.12. dibebaskan oleh ibu untuk pergi bergaul dengan teman-teman namun sekarang sang kakak melarang keras.
3.13.
Psikologis 1. Kurang realistis 2. DS peka terhadap kritikan sehingga seringkali tersinggung pada ucapan atau sikap teman yang bermaksud mengajak bercanda. 3. Merasa bahwa teman-teman sekelas berpikiran negatif tentangnya. 4. Memiliki kekhawatiran bahwa orang lain tidak suka terhadapnya. 5. Memiliki suasana hati yang berubah-ubah, bila ada masalah terlihat murung namun bila bertemu teman di rumah terlihat ceria dan suka pamer barang kepunyaannya 6. Mudah ditundukkan dan dipengaruhi orang lain. 7. Ingin populer dan sukses tapi merasa tidak mampu dan minder.
3.14. 3.15.
Individu dengan self-esteem rendah
3.16. Perilaku 1. DS jadi merasa kurang percaya diri. Hal ini membuat DS merasa tidak disukai oleh temanteman. 2. DS menjauhkan diri dari teman-teman sekelas.
Situasi 1.
Gaya hidup yang berubah drastis dari mewah menjadi serba kekurangan 2. DS bersekolah di SMA yang menurutnya penuh dengan siswa populer 3. Mayoritas siswa di SMA DS memiliki status sosial ekonomi menengah keatas.
3. DS lebih memilih untuk tidak masuk sekolah Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 130
3.17. Aposteriori Hypothesis (Diagnosa Akhir) 3.18. Berdasarkan hasil asesmen dapat disimpulkan bahwa DS memiliki permasalahan pada self esteem yang rendah yang dipengaruhi oleh persepsi negatif DS terhadap kondisi perekonomian keluarga yang serba kekurangan. Hal ini berakibat pada pandangan DS bahwa teman sekelas tidak menyukainya.
Nurdila Triastuti – 111414153036 – PKPP 1 131