Apa yang Perlu Diketahui oleh Ahli Radiologi Mengenai Fraktur Scapula TUJUAN. Tujuan dari artikel ini adalah untuk membahas kembali tentang anatomi dan fungsi scapula, mendiskripsikan gambaran pencitraan dari cedera scapular traumatis, dan mendiskusikan peran dari pencitraan diagnostik dalam pengambilan keputusan klinis pada trauma bahu. KESIMPULAN. Pengetahuan tentang anatomi dan fungsi scapula, pola cedera, gambaran pencitraan, dan manajemen klinis merupakan hal yang penting bagi ahli radiologi untuk perawatan pasien trauma bahu akut. Fraktur scapula merupakan trauma yang jarang terjadi, jumlahnya hanya 3-5% dari fraktur tulang bahu dan kurang dari 1% dari semua fraktur. Trauma berenergi tinggi adalah penyebab yang paling umum dan fraktur scapular sering dikaitkan dengan cedera akut lainnya, termasuk fraktur tulang rusuk (53%), cedera paru (47%), cedera kepala (39%), fraktur tulang belakang (29%), dan fraktur klavikula (25%). Diagnosis awal dari fraktur scapula sering tertunda atau diabaikan, karena perawatan klinis dalam manajemen pasien akut difokuskan pada resusitasi pasien setelah adanya satu atau lebih cedera yang mengancam hidup pasien [3-5]. Pencitraan memiliki peran penting dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasikan fraktur skapula dan selanjutnya sebagai panduan dalam pengambilan keputusan klinis. Artikel ini akan membahas kembali penggunaan pencitraan diagnostik untuk mengevaluasi fraktur skapula traumatis dan menggambarkan temuan pencitraan terkait dengan indikasi manajemen operasi. Anatomi Scapula adalah tulang triangular tipis dengan beberapa daerah yang berbeda (Gambar 1). Fossa glenoid membentuk permukaan sendi dari scapula dan menghubungkan scapula melalui leher scapula. Scapula berfungsi sebagai tempat melekatnya 17 otot, yang memfasilitasi gerakan dan membentuk jaringan lunak fungsional yang menutupi bahu [6]. Otot-otot ini dibagi lagi menjadi scapulothoracic dan kelompok scapulohumeral (Lampiran 1). Otot-otot rotator cuff adalah subkomponen dari kelompok scapulohumeral.
Gambar 1. Anatomi scapula. 1= angulus superior, 2 = margo medialis, 3= collum scapula, 4= margo lateralis,5= angulus inferior, 6= prosesus coracoid, 7= fossa glenoid, 8= badan, 9= acromion, 10= spina scapula Biomekanik Normal Latar belakang Fungsi skapula pada bahu sebagai dasar pergerakan dan stabilitas dalam hubungannya dengan kompleks superior bahu dan sendi scapulothoracic, sendi glenohumeral, dan sendi acromioclavicular. Sendi ini menyediakan hubungan fungsional antara dada dan ekstremitas atas [7]. Kompleks suspensori superior bahu terdiri dari tulang dan ligamen yang dibentuk oleh scapula, distal klavikula, sendi acromioclavicular , dan ligamen coracoclavicular. Kontribusi scapular termasuk tempat melekatnya glenoid, prosesus coracoid, dan akromion [8]. Kompleks suspensori bahu superior, dalam hal ini m.scapulothoracic, berperan sebagai penaham ekstremitas atas dari dada. Skapula, melalui hubungannya dengan kompleks suspensori bahu superior, digantung dari klavikula oleh sendi acromioclavicular dan ligamen coracoclavicular [9]. Pergerakan
dan
stabilitas
scapula
tergantung
pada
sistem
sensorimotorik
untuk
mengkoordinasikan stabilisator statis dan dinamis pada bahu [10]. Koordinasi dari kontraksi m.scapulothoracic dan
m.scapulohumeral, yang merupakan umpan balik
dari kompleks
glenohumeral capsuloligamentous, memungkinkan terjadinya stabilitas gerakan normal dan fungsional [10].
Sendi Scapulothoracic Adanya sendi scapulothoracic memberikan stabilitas dinamis pada bahu melalui dukungan biomekanis dari skapula dan otot rotator cuff [11]. Hubungan scapulothoracic cukup kongruen dan tanpa adanya koneksi tulang langsung antara scapula dan dada [12].
M.serratus anterior,
m.trapezius, m.rhomboid mayor dan minor serta m.levator scapula merupakan otot stabilisator utama. M.serratus anterior adalah otot yang paling penting untuk menjaga sudut scapula medial normal dan keselarasan dinding dada , dan
m.trapezius paling membantu untuk memfasilitasi
pergerakan scapular dalam hal ini yaitu sendi glenohumeral [6, 12]. Koordinasi kumpulan m.scapulothoracic dengan skapula akan menghasilkan sebuah gerakan protraksi atau retraksi dari posisi scapula normal saat istirahat [6, 13] (Gambar 2A). Protraksi adalah gerakan scapula menuju thorax anterior, sedangkan retraksi adalah gerakan skapula menuju vertebra kolumnalis [12].
2A Gambar 2A. Protraksi (solid arrows) dan retraksi (dashed arrow) Terdapat tiga jenis dari pergerakan Scapulothoracic yaitu rotasi internal-eksternal, rotasi superior-inferior dan anteroposterior obliq [14, 15] (Gambar. 2B-2D). Pergerakan scapulothoracic normal tergantung pada gerak simultan pada sendi acromioclavicular dan sternoklavikularis sendi, terutama rotasi ke atas; dan gerak obliq posterior yang normal sebagian besar dipengaruhi oleh gerak biomekanik dari sendi acromioclavicular [14]. Sendi scapulothoracic berkontribusi bersama untuk stabilitas sendi glenohumeral dan meningkatkan jangkauan gerak pada bahu melebihi yang telah disediakan oleh sendi glenohumeral saja [6, 16].
2B 2D Gambar 2B. Rotasi inferior (solid arrow) dan rotasi superior (dashed arrow) Gambar 2D. Rotasi eksternal (solid arrow) dan rotasi internal (dashed arrow) Sendi Glenohumeral Karena sendi glenohumeral melekat kurang stabil, sistem sensorimotorik harus terus menyeimbangkan antara kumpulan berbagai otot, ligamen dan tulang pada sendi bahu untuk semua tahapan gerak [6, 10]. Untuk mencapai ini, sendi glenohumeral bergantung pada kerjasama sinkronisasi
stabilisator statis dinamis. Cedera pada stabilisator statis atau dinamis dapat
menghasilkan ketidakstabilan secara fungsional pada sendi glenohumeral [10]. Tahanan statis tergantung pada tulang geometri pada scapula, disamping glenoid labrum, kompleks capsuloligamentous glenohumeral kompleks, dan tekanan negatif intraartikular negatif dari sendi [6, 11, 17]. Morfologi fossa glenoid penting untuk stabilitas dan biomekanik normal [6]. Permukaan sendi dari fossa glenoid seperti buah pir, dan setengah bagian bawah ukurannya lima kali lebih besar dari setengah superior [11,18]. Kedalaman gabungan anteroposterior fossa glenoid dan labrum yang normal adalah 5 mm, dan 9 mm untuk kedalaman superoinferior [19]. Posisi tulang glenoid yang rendah memberikan efek negatif pada stabilitas glenohumeral [6]. Hilangnya tulang glenoid lebih dari 21% pada kedalaman superoinferior atau lebih dari 25% dari glenoid anterior juga berisiko pada stabilitas [20-22]. Selain itu, fossa glenoid relatif retroversi 7° ke corpus scapula pada individu sehat [23]. Retroversi atau anteversion yang berlebihan dari glenoid juga berhubungan dengan ketidakstabilan sendi glenohumeral [11, 23, 24]. Stabilitas dinamis sendi glenohumeral selama gerakan lengan yang aktif diatur oleh suatu kompleks otot untuk menyeimbangkan kontraksi. Keseimbangan tersebut menjaga caput humerus
berpusat di fossa glenoid selama gerakan [11]. Pada pertengahan gerakan, ketika ligamen glenohumeral yang lemah, stabilisator dinamik adalah mekanisme utama untuk menjaga caput humerus berpusat di fossa glenoid [25]. Stabilisator dinamis utama pada sendi glenohumeral mencakup rotator cuff, caput dari biseps brachii, dan m.deltoid, dengan dukungan tambahan yang disediakan oleh m.latisimus dorsi, m.teres mayor dan m.pectoralis mayor. Sendi acromioclavicular Stabilitas pada sendi acromioclavicular juga diatur oleh stabilisator statis dan dinamis. Kapsul sendi acromioclavicular dan ligamen acromioclavicular, ligamen coracoclavicular, dan ligamen coracoacromial memberikan stabilitas statis, sedangkan fungsi m.deltoid dan m.trapezius sebagai stabilisator dinamis [26]. Pergerakan scapula berhubungan dengan sendi acromioclavicular dan didefinisikan sebagai derajat gerak (degree of motion) skapula terhadap klavikula. Pencitraan Radiografi Suatu set gambaran radiografi trauma scapula akut yang baik mencakup gambaran anteroposterior, Grashey, axilla dan gambaran lateral scapula, (Y) [1, 9]. Gambaran radiografi ini dapat memberikan diagnosis fraktur scapula, fraktur klavikula ipsilateral, dan cedera sendi acromioclavicular serta glenohumeral. Gambaran Grashey dan axilla khusunya sangat berguna untuk deteksi fraktur skapula intraartikular dengan memberikan visualisasi langsung dari fossa glenoid dan celah sendi glenohumeral. Adanya tambahan tampilan axilla meningkatkan sensitivitas diagnostik terhadap sulitnya untuk menilai proses fraktur akromion dan coracoid. CT Pemeriksaan 2D dan 3D CT konvensional biasanya dilakukan dalam keadaan trauma akut. CT memberikan karakterisasi rinci tentang tulang, sendi, otot, atau cedera ligamen di korset bahu dan sangat membantu identifikasi pada cedera yang tersembunyi secara radiografi [9, 27]. Dengan demikian, CT lebih handal dan akurat untuk mendeteksi dan staging pada cedera scapula dibandingkan radiografi terutama pada fraktur prosesus coracoid, glenoid, dan fraktur leher scapular [28-31]. Adanya CT bahu sering tidak diperlukan pada keadaan trauma, karena gambaran format CT 2D dan 3D umumnya diperoleh dari CT scan dada. Gambaran CT reformatting
juga
memungkinkan penciptaan gambar scapula 3D optimal yang menyerupai dengan scapular Y ideal,
Grashey, dan gambaran radiografi anteroposterior [28,32] (Gambar 3). Selain itu, gambaran CT 3D juga menambahkan nilai guna dengan mengurangi artefak yang dihasilkan oleh pasien kebiasaan tubuh pasien, posisi pasien, dan teknik pencitraan [28]. Fraktur Scapula Intraarticular Fraktur intraartikular merupakan 10-30% dari semua fraktur scapula [3, 33, 34]. Ideberg dkk [33] mengklasifikasikan fraktur intraartikular dari fossa glenoid (Tabel 1), dan metode klasifikasi ini telah dimodifikasi dari waktu ke waktu untuk mendefinisikan pola fraktur scapula lebih lanjut [35].
Penyebab paling umum adalah trauma tumpul pada kecelakaan kendaraan berenergi tinggi. Tabrakan mobil dan sepeda motor adalah yang khas, tubrukan sepeda, kendaraan segala medan, mobil salju, dan Jet Ski serta jenis lain dari kecelakaan kendaraan juga dapat menyebabkan fraktur skapula [32, 36-38] (Gambar. 4). Jatuh dari ketinggian atau pejalan kaki yang tertabrak kendaraan yang bergerak adalah mekanisme umum lainnya [36, 38]. Fraktur intraartikular glenoid menjadi alasan sebagian besar dari prosedur reduksi terbuka dan fiksasi internal (ORIF) yang dilakukan untuk pengelolaan fraktur scapular [39]. Dislokasi bahu anterior adalah tambahan mekanisme yang terkait dengan fraktur intraartikular glenoid anterior [40] (Gambar 5). Fraktur glenoid tipe 1 Ideberg ini adalah pola fraktur skapula yang paling khas ditemui setelah dislokasi bahu, dengan dislokasi bahu menjadi alasan dua pertiga dari fraktur tipe 1 [33]. Sebagian besar fraktur glenoid intraartikular nondisplaced dikelola secara non operatif. Namun, fraktur displaced menuntut pertimbangan untuk fiksasi operatif, karena berbagai unit myotendinous melekat ke tarikan scapula ke arah yang berbeda dan berkontribusi untuk gangguan dan rotasi malalignment [35]. Namun, kriteria untuk manajemen bedah tetap kontroversial, dan keputusan apakah untuk melakukan ORIF tergantung pada dokter bedah, preferensi dan komorbiditas pasien, usia, dominansi tangan, kesehatan secara keseluruhan, kegiatan hidup seharihari, dan tingkat aktivitas fisik [1].
Tujuan ORIF yang paling pada fraktur intraartikular skapula adalah untuk mengurangi ketidaksesuaian sendi dan mencegah osteoarthritis post traumatik jangka panjang, ketidakstabilan, nyeri kronis, dan penurunan rentang gerak (range of motion) [32, 36, 38]. Indikasi operasi mencakup setidaknya 4 mm perpindahan di permukaan artikular dan setidaknya 20% keterlibatan glenoid, meskipun intervensi operatif masih disarankan untuk mengatasi ketidakstabilan bahkan ketika kriteria ini tidak terpenuhi [1, 35] (Lampiran 2). Indikasi relatif lainnya mencakup fraktur rim anterior lebih besar dari 25% dari permukaan artikular atau fraktur rim posterior yang lebih besar dari 33%, fraktur meluas ke perbatasan medial skapula dengan perpindahan, fraktur glenoid dengan ketidakstabilan glenohumeral persisten, dan fraktur terbuka [1, 35]. Fraktur Scapula Ekstraartikular Fraktur ekstraartikular dari prosessus coracoid, prosessus akromion, leher, tubuh, dan spina scapula adalah sebagian besar fraktur scapula. Secara tradisional, penatalaksanaan fraktur scapula nonarticular adalah secara konservatif. ORIF pada fraktur skapula extraarticular telah jarang dilakukan karena keyakinan bahwa luasnya rentang gerak (range of motion) korset bahu cukup memungkinkan pemeliharaan aktivitas sehari-hari hidup meskipun deformitas pasca trauma scapula [1]. Fraktur extraarticular tertentu, apakah terjadi sendiri atau dalam kombinasi dengan cedera lainnya, baru-baru ini telah ditantang dogma ini (Lampiran 2). ORIF dari fraktur yang berpindah telah disebut-sebut sebagai jalan untuk menguranginyeri jangka panjang, kelemahan, dan cacat fungsional [4, 8, 9, 41-43]. Namun demikian, indikasi relatif untuk fraktur scapula extraarticular tetap kontroversial [1]. Prosessus Coracoid Fraktur prosessus coracoid mewakili 2-13% fraktur scapular [37, 42, 44]. Fraktur ini paling sering terjadi di dasar dengan pergeseran minimal [37, 45, 46]. Beberapa mekanisme menjelaskan prosessus fraktur coracoid termasuk trauma tumpul langsung atau trauma tidak langsung dari dislokasi bahu [47-49] (Gambar.6). Fraktur terisolasi dari prosessus coracoid yang berkaitan dengan dislokasi anterior sering diabaikan pada radiografi [48]. Penyebab tambahan trauma termasuk beban aksial berkaitan denban fraktur klavikula ipsilateral, avulsion oleh perlekatan myotendinous, atau avulsi oleh perlekatan ligamen coracoclavicular selama pemisahan sendi acromioclavicular[50-54]. Fraktur prosessus coracoid telah diklasifikasikan ke dalam lima jenis berdasarkan anatomi [45] (Gambar 7). Ogawa dkk [55, 56] menjelaskan sebuah metode fungsional alternatif klasifikasi berdasarkan hubungan anatomi fraktur pada ligamentum coracoclavicular: fraktur prosessus coracoid tipe 1 ogawa adalah posterior ke ligamen coracoclavicular, sedangkan fraktur tipe II adalah anterior
ke coracoclavicular ligamen [55, 56]. Fraktur tipe 1 Ogawa lebih umum dan memiliki lebih besar kecenderungan untuk menjadi tidak stabil [55-57]. Manajemen konservatif adalah pengobatan yang paling umum dari fraktur prosessus coracoid terisolasi. Manajemen bedah disarankan untuk fraktur dengan lebih dari 1 cm dari pergeseran atau ekstensi intraartikular [37, 45]. Indikasi tambahan untuk manajemen bedah termasuk pasien dengan tuntutan biomekanik yang signifikan, seperti atlet dan pekerja kasar [37, 46]. ORIF juga mungkin disarankan setelah gagal manajemen konservatif jika fragmen tulang yang terlepas menghasilkan iritasi kronis dari jaringan lunak yang berdekatan atau jika fragmen coracoid atau fragmen-fragmen menyebabkan halangan untuk reduksi dislokasi bahu [46, 49]. Prosessus Akromion Fraktur prosessus akromion mewakili 8-16% dari fraktur scapular [3, 44, 58]. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab paling umum terjadi [37]. Selain trauma tumpul langsung, mekanisme langsung fraktur prosessus akromion yaitu trauma tidak langsung setelah dislokasi bahu dan avulsi oleh m.deltoid [37, 46]. Fraktur prosessus akromion telah diklasifikasikan hubungan lokasi anatomi relatif ke sendi acromioclavicular, sudut acromial angle, atau spina scapular [59]. Kuhn dkk [60], menggambarkan sebuah metode fungsional alternatif berdasarkan ada atau tidak adanya tubrukan subacromial: fraktur Kuhn tipe 1 yaitu pergeseran yang minimal, fraktur tipe
II yaitu pergeseran signifikan tanpa
penyempitan ruang subacromial, dan fraktur tipe III yaitu pergeseran signifikan dengan penyempitan ruang subacromial menyempit. Pasien dengan fraktur akromion Kuhn tipe III cenderung berkembang menjadi menurunnya range of motion (ROM) dan cedera rotator cuff [60]. Fraktur prosessus akromion nondisplaced paling sering diobati dengan manejemen konservatif dan memberikan hasil yang baik [58]. Namun, potensi komplikasi dari manajemen nonoperative mencakup nyeri fraktur nonunion atau meningkatkan pergeseran fragmen [37, 61] (Gambar 8A). Tambahan komplikasi jangka panjang termasuk penurunan range of motion (ROM), tubrukan subacromial rotator cuff, nyeri, dan kelemahan bahu [37, 58, 60-62] (Gambar 8B). Dengan demikian, manajemen bedah disarankan untuk fraktur dengan pergeseran lebih dari 1 cm, fraktur terbuka dalam kondisi akut, atau nyeri nonunion setelah manajemen konservatif [1, 37, 58, 63]. Namun, pengobatan optimal masih kontroversial, dan tidak ada algoritma tunggal yang diterima secara luas untuk fraktur proses akromion [58].
Leher, Badan, dan Spina Scapula Sebagai suatu kelompok, fraktur extraarticular dari leher, badan, dan spina scapula merupakan kelompok terbesar dari fraktur scapular [5]. Leher scapula adalah lokasi kedua setelah tubuh sebagai tempat fraktur yang paling umum, yaitu masing-masing 26-29% dan 35-45% dari fraktur scapula, [3, 5, 42]; fraktur spina scapula jarang terjadi yaitu 6-11% dari fraktur scapula [3, 5, 42]. Mekanisme cedera biasanya adalah kekerasan dan paling sering hasil dari kecelakaan kendaraan bermotor dengan energi, meskipun jatuh dan pejalan kaki yang tertabrak kendaraan yang bergerakjuga merupakan mekanisme umum [3]. Sebagian besar fraktur extraarticular di tatalaksana secara konservatif. Fraktur badan scapula terisolasi biasanya diobati secara konservatif memberikan hasil yang baik, bahkan fraktur dengan pergeseran signifikan [5, 42]. Fraktur leher dan spina scapula nondisplaced juga memiliki hasil jangka panjang yang baik dengan manajemen nonoperatif [5, 8]. Meskipun manajemen konservatif juga merupakan pengobatan andalan untuk fraktur dengan pergeseran leher dan spina scapula, ahli bedah dapat memilih untuk melakukan ORIF pada saat tertentu. Fraktur leher scapula dengan pergeseran telah menerima perhatian yang besar, karena malunion telah berakibat atas hilangnya biomekanik normal pada bahu, berasal disfungsi rotator cuff, cedera m.scapulothoracic, cedera otot, fibrosis otot, dan berubahnya efisiensi otot [1, 5, 43]. Penelitian biomekanik juga menunjukkan bahwa fraktur leher scapula dengan pergeseran secara negatif mempengaruhi stabilitas sendi glenohumeral dengan mengubah panjang otot rotator cuff selama fase gerakan tertentu [43]. Nyeri dan kelemahan juga telah dilaporkan pada pasien dengan pergeseran signifikan dan malalignment dari fraktur leher scapula [5, 41, 42]. Grading dari pergeseran leher scapula dan rotasi malalignment dapat ditentukan dari radiografi atau CT (Gambar. 3). Gambaran Grashey berguna untuk pengukuran sudut glenopolar yang dan batas lateral [1]. Sudut glenopolar yang adalah ukuran malalignment rotasi dari glenoid yang kaitannya dengan sumbu anteroposterior yang tegak lurus terhadap bidang skapula [4, 32]. Normal sudut glenopolar adalah 30-45°, dan sudut glenopolar sampai 20-22°, pada cedera korset bahu terisolasi atau dalam kombinasi lainnya, digunakan sebagai indikasi relatif untuk operasi untuk menghindari nyeri jangka panjang, kelemahan, dan mengurangi kapasitas aktivitas hidup harian [1, 4, 38, 41]. Sudut glenopolar dibentuk oleh persimpangan dua baris: baris pertama ditarik melalui kutub superior dan inferior fossa glenoid, dan yang kedua ditarik melalui puncak dari superior fossa glenoid ke sudut inferior skapula. Batas lateral ditentukan oleh jarak pergeseran mediolateral antara margin lateral superior dan inferior fraktur leher scapula. Batas lateralis sedikitnya 1-2 cm adalah indikasi relatif lain untuk ORIF [1, 9, 28, 38]. Angulasi dan translasi adalah metrik tambahan untuk malalignment leher
scapula yang diperoleh gambaran radiografi tampilan [1]. Angulasi adalah ukuran deformitas rotasi yang diperoleh pada sumbu sejajar dengan sumbu mediolateral dari scapula , dan kelainan sudut minimal 40-45 ° merupakan indikasi relatif untuk operasi [1, 9, 38, 42]. Angulation ditentukan dengan menggambar garis sejajar ke korteks fragmen leher superior dan garis sejajar korteks fragmen. Translasi didefinisikan sebagai jarak pergeseran anteroposterior antara fragmen fraktur leher scapular superior dan inferior. Translasi diukur sebagai jarak antara korteks anterior dari fragmen superior dan korteks anterior dari fragmen inferior. Translasi minimal 1 cm adalah indikasi relatif untuk operasi [9]. Cedera Bahu Floating Deskripsi sebenarnya dari "cedera bahu floating" meliputi simultan leher scapular dan fraktur klavikula ipsilateral [8] (Gambar 9.). Namun, arti dari istilah ini telah lebih baru-baru ini diperluas untuk mencakup dua atau lebih gangguan dari kompleks bahu superior suspensori [9]. Cedera bahu floating adalah jenis cedera yang langka dan mewakili kurang dari 0,2% pola fraktur korset bahu [64]. Suatu bahu korset yang tidak stabil terjadi dengan dua atau lebih displaced fraktur yang melibatkan leher scapular dan clavikula, prosessus akromion, atau prosessus coracoid atau gangguan sendi acromioclavicular dan ligamen coracoclavicular [7, 8] (Gambar 10 dan 11). Gangguan ganda kompleks suspensorii bahu superior nondisplaced; misalnya, patah klavikula atau pemisahan sendi acromioclavicular lengkap dapat memperburuk pergeseran fraktur scapula, atau sebaliknya [8 9]. Diskinesis scapula terjadi pada disassosiasi klavikularis dan scapula setelah fraktur klavikula atau pemisahan sendi acromioclavicular [65, 66]. Cedera tunggal dari kompleks suspensory bahu superior biasanya ditatalaksana secara konservatif. Namun, dua atau lebih gangguan mungkin memiliki dampak negatif pada fungsi dan penyembuhan jangka panjang [27, 37]. CT sangat membantu untuk mengidentifikasi cedera yang tidak jelas pada radiografi [27]. Pergeseran yang lebih kecil dari 1 cm pada gangguan ganda dari kompleks suspensori bahu superior memiliki hasil yang baik dengan pengobatan konservatif [67, 68]. Hasil yang buruk yang paling mungkin terjadi yaitu pada pergeseran signifikan pada satu atau lebih lokasi ring [5, 7, 8]. Pergeseran fraktur yanh lebih dari 1 cm dianggap signifikan dan menyebabkan floating bahu melalui disassosiasi fungsional dari kerangka aksial dan apendikularis [1, 5, 8, 69]. Komplikasi Bony termasuk delayedt unit, malunion,
atau nonunion, dan defisit
fungsional jangka panjang yang muncuk sebagai nyeri, tubrukan subacromial, disfungsi rotator cuff, dan osteoarthritis post traumatik [8, 9, 42]. Keseimbangan fungsional antara gabungan
m.glenohumeral dan scapulothoracic dinamis di korset bahu terjadi kemudian setelah gangguan multipel pada kompleks suspensory bahu superior [57, 62, 70]. Kriteria ORIF untuk gangguan ganda kompleks suspensory bahu superior ORIF tetap kontroversial karena tidak ada standar yang seragam, dan manajemen nonoperatif dari fraktur extraarticular scapula telah ada secara tradisional. Ukuran minimum pergeseran untuk indikasi manajemen bedah masih diperdebatkan [9, 71]. Keputusan untuk melakukan ORIF dalam keadaan ini tergantung preferensi dokter bedah dan komorbiditas pasien, usia, dominansi tangan, kesehatan keseluruhan, aktivitas sehari-hari, dan tingkat aktivitas fisik [1]. Tujuan dari intervensi bedah untuk cedera bahu floating adalah untuk mengurangi pola fraktur tidak stabil, mendukung pogram awal rehabilitasi fisik, dan mencegah defisit fungsional jangka panjang [58, 69]. Kesimpulan Pengetahuan tentang anatomi scapula, fungsi, pola cedera, gambaran pencitraan, dan manajemen klinis penting untuk ahli radiologi untuk memandu perawatan pasien dengan trauma bahu akut. Lampiran 1. Otot yang Melekat pada Scapula Scapulothoracic group Serratus anterior Trapezius Pectoralis minor Rhomboid major Rhomboid minor Levator scapulae Latissimus dorsi Scapulohumeral group Rotator cuff Supraspinatus Infraspinatus Subscapularis Teres minor Deltoid Long head of the biceps brachii Short head of the biceps brachii Coracobrachialis Teres major Triceps brachii
Lampiran 2. Indikasi Relatif untuk Manajemen Fraktur Scapula Intraarticular fractures: glenoid fossa Displacement of at least 4 mm Articular surface fracture involving at least 20% Anterior rim fracture involving at least 25% of articular surface Posterior rim fracture involving at least 33% of articular surface Extension to medial scapular border Extraarticular fractures Coracoid process (isolated) Displacement of at least 10 mm Intraarticular extension Significant future biomechanical demands Acromion process (isolated) Displacement of at least 10 mm Painful nonunion Associated subacromial impingement Scapular neck Glenopolar angle up to 22° Lateral border offset of at least 10 mm Angulation of at least 40° Translation of at least 10 mm Superior shoulder suspensory complex At least two disruptions with displacement of at least 10 mm