Faktor Penyebab Terjadinya Tawuran Terdpat dua faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar yaitu faktor internal dan factor eksternal. Factor internal adalah faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi milieu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Adapun faktor eksternal adalah sebagai berikut. a. Faktor keluarga Faktor keluarga terdiri dari sebagai berikut. 1) Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga. 2) Perlindungan lebih yang diberikan orang tua. 3) Penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu. 4) Pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal, dan tindakan asusila. b. Faktor lingkungan sekolah Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukup luas, tanpa ruangan olahraga, minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat, ventilasi dan sanitasi yang buruk, dan sebagainya. c. Faktor milieu/lingkungan Lingkungan sekitar yang tidak baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan remaja. Terkait dengan konsep kelompok sosial, W.G. Summer membagi kelompok sosial menjadi dua yaitu in-group dan out-group. Menurut summer, dalam masyarakat primitif yang terdiri dari kelompok – kelompok kecil dan tersebar di suatu wilayah terdapat pembagian jenis kelompok yaitu kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out-group). Kelompok dalam (in-group) adalah kelompok sosial yang individu-individunya mengidentifikasikan dirinya dengan kelompoknya. Adapun kelompok luar (out-group) merupakan merupakan kelompok di luar kelompok in-group. Di kalangan kelompok dalam di jumpai persahabatan, kerja sama, keteraturan, dan kedamaian. Apabila kelompok dalam berhubungan dengan kelompok luar maka munculah rasa kebencian, permusuhan, atau perang. Rasa kebencian itu di wariskan dari satu generasi ke genarasi yang lain dan menimbulkan rasa solidaritas dalam kelompok (in-group feeling). Anggota kelompok menganggap kelompok mereka sendiri sebagai pusat gejala-gejalanya (etnosentrisme). Menurut saya, Guru,sekolah dan kepolisian itu hanya cukup memberikan motivasi atau masukan yang baik untuk para peserta tawuran pelajar, Orang Tua dirumah seharusnya mendidik sejak kecil dan ditambah menyediakan guru khusus(guru ngaji) yang dapat dipercaya oleh peserta tawuran itu sendiri. Karna rata2 para peserta tawuran pelajar itu sendiri, memiliki tujuan untuk mencari nama sekolah,tenar,takkabur dan baru merasakan ingin muda. Itu semua ada dari diri mereka masing2, jadi didik mereka dr dalam, untuk lebih mengenal murah senyum dan peace terhadap sekolah2 lain. Hanya acungkan 2 jari kepada mereka semua, dan carilaah teman2 yang banyak dari sekolah lain,bukannya tawuran untuk mencari musuh... Orang tua dan pelajar itu sendiri. Karna orang tua adalah sumber pendidikan pertama bagi anak anak nya, jadi apa yang orang tua lakukan atau ajarkan pasti akan melekat di pikiran anak mereka. Dan juga sebagai anak kita juga harus menyaring beberapa hal negatif yang ada di lingkungan sekitar kita. Dalam hal tawuran kita tidak bisa seenaknya saja menuduh secara sepihak siapa yang perlu disalah atas terjadinya tawuran. Beberapa pihak sering menuduh kepada sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan kurangnya komunikasi dengan orang tua yang menyebabkan terjadinya tawuran pelajar.
Berkomunikasi dengan anak bukan saja sabagai sarana saling tukar info, namun lebih dari itu yakni untuk memperakrab hubungan, juga bisa dipakai untuk memberi motivasi, mencari tahu apa sebenarnya yang diminati dan yang tidak disukai sang anak, sekaligus sebagai ajang untuk menyampaikan harapan orang tua serta memberikan bekal kepada anak dalam rangka menghadapi masa depannya. Dalam berkomunikasi dengan anak tidak jarang pula terjadi benturan, hal ini manakala sang anak sudah mulai bisa mengembangkan perasaan antara yang dia sukai atau hindari. Kekritisan sang anak oleh orang tua seringkali disebut sebagai anak bandel, tidak mau menuruti kehendak orang tua. Sementara si anak menuding orang tuanya sebagai orang bawel, galak dan tidak mau memahami dunia anak. Hal tersebut sebenarnya wajar, mangingat cara pandang maupun berfikir anak dengan orang tua tentang sesuatu hal sangat berbeda. Disinilah kebijakan orang tua benar-benar diuji, supaya si anak tidak terjebak pada prilaku negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranan komunikasi orang tua dengan anak sangat penting adanya. Sedangkan untuk memberikan pendidikan agama dan moral yang baik, tentunya bukan kewajiban sekolah saja, melainkan peran orang tua juga berpengaruh dalam memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Orang tua merupakan orang pertama dimana anak melakukan sosialisasi sejak ia lahir. Jadi bisa dipastikan bahwa seharusnya orang tualah yang secara mendasar memberikan pendidikan agama dan moral yang baik, lalu dilanjutkan dengan anak bersekolah. Di sinilah peran sekolah bertanggung jawab atas memberikan pendidikan agama dan moral yang baik, agar anak memiliki moral yang baik dan dapat berperilaku sesuai dengan ajaran agamanya. Di samping memberikan pendidikan agama dan moral yang baik, sekolah seharusnya memberikan pendidikan ketrampilan, agar anak tidak merasa bosan dengan adanya kurikulum pembelajaran di sekolah. Dengan begitu anak bisa menyalurkan hobi atau kegemarannya dengan terampil. Jadi dapat kita lihat bahwa peranan orang tua dan sekolah sangat bertanggung jawab atas pelajar yang terlibat dengan aksi tawuran. Sayangnya, banyak sekali orang tua yang tidak sadar, bahwa peran mereka sedemikian besarnya di dalam pembentukan karakter seorang remaja, yang notabene adalah darah daging mereka. Mereka berpikir bahwa sekolah formal adalah sebuah bengkel ketok-magic. Mereka berharap bahwa dengan memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah tertentu yang mereka anggap elit, maka anak-anak mereka bisa menjadi anak yang pintar dan berkelakuan baik. Tapi mereka lupa bahwa sekolah informal di kehidupan berkeluarga mereka lah yang paling berperan dalam pembentukan mental anak-anak mereka. Para orang tua yang lalai ini larut dalam pembenaran-pembenaran dari sikap mereka yang salah. Apakah mereka lupa bahwa hampir tidak mungkin mencetak seorang anak yang rajin berolah raga misalnya, jika mereka sendiri tidak rajin berolah-raga? Atau pun adalah sangat sulit untuk membesarkan seorang anak yang tidak merokok, jika rumahnya sendiri selalu dipenuhi oleh asap rokok sang bapak? Mereka terlalu asik di dalam dunia kerjanya, tanpa ingat, untuk siapa mereka bekerja. Bukankah mereka bekerja untuk anaknya? Bukankah seorang anak juga berhak mendapatkan pendidikan informal yang baik dari kedua orang tuanya? Terlalu berlebihankah untuk orang tua menyadari hal tersebut? Memang betul, dan saya pun setuju jika sekolah sebagai salah satu sarana pendidikan formal di dalam negara ini, harusnya mentransfer nilai-nilai luhur untuk para siswanya. Dan adalah hal yang patut pula jika kita mempertanyakan peran sekolah di dalam pencegahan fenomena tawuran siswa ini. Akan tetapi, apakah bijak jika semua tanggung jawab tentang tawuran ini kita lemparkan kepada mereka tanpa mempertanyakan peranan orang tua? Saya rasa tidak. 3. Dampak karena tawuran pelajar:
a. Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik itu cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai kematian b. Masyarakat sekitar juga dirugikan. Contohnya : rusaknya rumah warga apabila pelajar yang tawuran itu melempari batu dan mengenai rumah warga c. Terganggunya proses belajar mengajar d. Menurunnya moralitas para pelajar e. Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, dan saling menghargai 4. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi tawuran pelajar a. Memberikan pendidikan moral untuk para pelajar b. Menghadirkan seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar. Seperti hadirnya seorang guru, orangtua, dan teman sebaya yang dapat mengarahkan para pelajar untuk selalu bersikap baik c. Memberikan perhatian yang lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari jati diri d. Memfasilitasi para pelajar untuk baik dilingkungan rumah atau dilingkungan sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat diwaktu luangnya. Contohnya : membentuk ikatan remaja masjid atau karangtaruna dan membuat acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler disekolahnya Kartini kartono pun menawarkan beberapa cara untuk mengurangi tawuran remaja, diantaranya : 1. Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun 2. Memberikan kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat 3. Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan perkembangan bakat dan potensi remaja Cara menghindarkan diri dari tawuran: 1. Menjaga pergaulan dengan teman 2. Tidak ikut serta dalam geng ( koplotan ) 3. Ramah tamah tidak suka membenci atau bermusuhan 4. Hindari segala hal yg memicu tawuran seperti olok-olok antar genk 1)memiliki pengetahuan tentang agama 2)Hindari nongkrong habis pulang sekolah 3)Tanamkan sifatakan cinta perdamaian 4)Mengikuti kegiatan tambahan di sekolah 5)menghindari pengaruh2 buruk dari teman Ada beberapa cara mengatasi tawuran antar pelajar : 1. menjaga dan menjalin komunikasi yang baik antara anak dan orang tua 2. orang tua harus selalu memantau putranya terutama pada waktu pulang sekolah 3. memberikan pendidikan disiplin sedari dini 4. bagi orang tua sibuk saya menyarankan agar putra nya disekolahkan dengan reportasi baik 5. menjaga keharmonisan keluarga 6. diajarkan berprilaku yg sopan dan bertanggung jawab 7. selalu mengingatkan pada putra pada saat berangkat sekolah 8. pihak sekolah harus benar-benar tegas,dan memberikan sangsi seberat-beratnya bagi siswa yang terlibat tawuran 9. tidak membesar besarkan masalah sepele 10. jangan mudah terprovokasi 11. menyelesaikan masalah dengan cara kekeluargaan
REPUBLIK MALUKU SELATAN
Republik Maluku Selatan atau RMS adalah sebuah republik di Kepulauan Maluku yang didirikan tanggal 25 April 1950. Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon, dan Buru. RMS di Ambon dikalahkan oleh militer Indonesia pada November 1950, tetapi konflik di Seram masih berlanjut sampai Desember 1963. Kekalahan
di
Ambon
berujung
pada
pengungsian
pemerintah
RMS
ke
Seram,
kemudian
mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda pada tahun 1966. Ketika pemimpin pemberontak Dr. Chris Soumokil ditangkap militer Indonesia dan dieksekusi tahun 1966, presiden dalam pengasingan dilantik di Belanda. Pemerintahan terasing ini masih berdiri dan dipimpin oleh John Wattilete, pengacara berusia 55 tahun, yang dilantik pada April 2010. Pertahanan utama RMS di Pulau Ambon dipatahkan oleh militer Indonesia pada November 1950, sedangkan perjuangan gerilya kecil-kecilan masih berlanjut di Pulau Seram sampai 1962 diringkas jadi = RMS mendirikan pemerintah dalam pengasingan di belanda. Sebagian gerakan RMS melakukan serangan teror di Belanda. Serangan pertama dilancarkan tahun 1970 di rumah Duta Besar Indonesia di Wassenaar. Seorang polisi Belanda ditembak dan tewas. Serangan ini diikuti oleh pembajakan kereta api di Wijster tahun 1975. Pembajakan tersebut dibarengi oleh serangan buatan lain di konsulat Indonesia di Amsterdam. Pada tahun 1977, terjadi pembajakan kereta di De Punt yang dibarengi oleh penyanderaan sekolah dasar di Bovensmilde. Aksi-aksi ini diakhiri secara paksa melalui serbuan marinir Bijzondere Bijstands Eenheid (BBE) yang menewaskan enam teroris dan dua sandera. Aksi RMS terakhir terjadi tahun 1978 ketika balai provinsi di Assen diduduki anggota RMS. Aksi ini juga digagalkan oleh pasukan BBE.