LAPORAN KASUS MYELITIS TRANSVERSALIS Disusun oleh :
Rayindra Dwi Rizky 030.07.210
Pembimbing :
dr. Julintari Indriyani Bidramnanta, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT BUDI ASIH PERIODE 04 NOVEMBER 2013 – 07 DESEMBER 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
0
PENDAHULUAN Myelitis Transversa adalah kelainan neurologis yang disebabkan oleh peradangan di kedua sisi dari satu tingkat, atau segmen, dari sumsum tulang belakang. Istilah myelitis mengacu pada radang sumsum tulang belakang; transversal hanya menggambarkan posisi peradangan, yaitu, di seberang lebar dari sumsum tulang belakang. Serangan peradangan bisa merusak atau menghancurkan myelin, substansi lemak yang meliputi isolasi sel serabut saraf. Ini menyebabkan kerusakan sistem saraf yang mengganggu impuls antara saraf-saraf di sumsum tulang belakang dan seluruh tubuh. Mielitis Transversalis (MT) adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis. Gangguan pada medulla spinalis ini biasanya melibatkan traktus spinotalamikus, traktus piramidalis, kolumna posterior, dan funikulus anterior. Myelitis Transversa terjadi pada orang dewasa dan anak-anak, di kedua jenis kelamin, dan di semua ras. Faktor predisposisi pada keluarga tidak jelas. Sebuah puncaknya pada tingkat insiden (jumlah kasus baru per tahun) tampaknya terjadi antara 10 dan 19 tahun dan 30 dan 39 tahun. Meskipun hanya beberapa studi telah meneliti tingkat insiden, diperkirakan bahwa sekitar 1.400 kasus baru didiagnosis myelitis melintang setiap tahun di Amerika Serikat, dan sekitar 33.000 orang Amerika memiliki beberapa jenis kecacatan akibat gangguan ini. Insidensi meningkat sebanyak 24,6 juta kasus per tahunnya jika penyebabnya merupakan proses demyelinisasi yang didapat, khususnya sklerosis multiple. Tidak ada pola yang khusus dari mielitis transversalis berdasarkan seks, distribusi geografis, atau riwayat penyakit dalam keluarga. Para peneliti tidak yakin mengenai penyebab pasti transversa myelitis. Peradangan yang menyebabkan kerusakan yang luas pada medulla spinalis dapat diakibatkan oleh infeksi virus, reaksi kekebalan yang abnormal, atau tidak cukup aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak di sumsum tulang belakang. Myelitis Transversa juga dapat terjadi sebagai komplikasi sifilis, campak, penyakit Lyme, dan beberapa vaksinasi, termasuk untuk cacar dan rabies serta idiopatik. Myelitis transversa sering berkembang akibat infeksi virus. Agen infeksi yang dicurigai menyebabkan myelitis transversa termasuk varicella zoster, herpes simpleks, sitomegalovirus, 1
Epstein-Barr, influenza, echovirus, human immunodeficiency virus (HIV), hepatitis A, dan rubella. Bakteri infeksi kulit, infeksi telinga tengah (otitis media), dan Mycoplasma pneumonia. MT telah dihubungkan dengan penyakit autoimmune sistemik seperti LES. Beberapa pasien dilaporkan mempunyai vaskulitis spinal fokal yang berhubungan dengan gejala LES yang aktif5. Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan, dan kebanyakan pasien menunjukkan pemulihan fungsi neuroya dalam 8 minggu. Pemulihan mungkin terjadi cepat selama 3–6 minggu setelah onset dan dapat berlanjut walaupun dapat berlangsung dengan lebih lambat sampai 2 tahun. Pada penderita ini kemajuan pengobatan tampak pada 2 minggu terapi6.
2
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn. S
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 30 tahun
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
:-
Alamat
: Nabire, Papua
Pendidikan terakhir
: S1
Pekerjaan
: Pegawai Negeri
Tanggal masuk
: 19 November 2013
Tanggal keluar: No Rekam medis
: 90.46.73
ANAMNESIS Anamnesa dilakukan secara Autoanamnesis pada hari Jum’at, tanggal 22 November 2013 pukul 06 .00 WIB. KELUHAN UTAMA : Tidak bisa buang air besar dan buang air kecil sejak 3 hari SMRS KELUHAN TAMBAHAN : Kedua kaki lemas, demam, batuk RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : OS datang ke IGD RSUD Budhi Asih hari Selasa, tanggal 19 November 2013 karena tidak bisa buang air besar dan buang air kecil sejak hari Sabtu, 16 November 2013. OS merasa mual, kembung, dan muntah, buang air kecil hanya menetes. OS datang ke IGD diantar oleh temannya karena kedua kaki lemas sejak 1 minggu lalu dan hanya bisa tiduran saja, lemas tibatiba, tidak ada pusing, mual, dan muntah sebelumnya, dan tidak ada riwayat trauma. Sebelumnya 3
OS mengaku pernah demam tidak terlalu tinggi, batuk berdahak warna kuning, tidak ada darah. OS tinggal di Papua dan bekerja sebagai pegawai negeri, datang ke Jakarta sedang dalam pelatihan (Diklat) dan menetap di Kalibata. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat darah tinggi, kencing manis, alergi dan asma disangkal oleh pasien. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa, darah tinggi, kencing manis, alergi ataupun asma.
STATUS GENERALIS (tanggal 22/11/2013) KU
: TSS
Tensi
: 110/70 mmHg
Nadi
: 84 x/ menit
Pernapasan
: 18 x/menit
Suhu
: 37° C
Kepala Bentuk
: normosefali
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher
: trakea ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar
Thorax
Jantung
: pergerakan dada simetris, BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru – paru
: suara nafas vesikuler, Rhonki +/+ basah kasar di kedua paru,
Wheezing -/Abdomen
: cembung ,sedikit tegang, hipertimpani, nyeri tekan (+) ringan,
bising usus (+) normal, hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Ekstremitas
: akral hangat, tidak ada oedem
4
STATUS NEUROLOGIS : Kesadaran
: compos mentis
GCS
: E4M6V5
Doll’s eye
: tidak dilakukan pemeriksaan
1. RANGSANG MENINGEAL : Kaku kuduk
(-)
Laseque
> 70º/ >70º tidak ada nyeri
Kernig
>135º/ >135º tidak ada nyeri
Brudzinskiy I (-) Brudzinskiy II (-)/ (-) 2.NERVI CRANIALIS : N.I (Olfactorius)
Tidak
dilakukan
pemeriksaan N.II (Opticus) Visus Bedside
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Lapang Pandang
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Funduskopi N.III, IV, VI
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Ptosis
-
-
Lagoftalmus
-
-
Ortoforia
Ortoforia
-
-
Lateral
Tidak ada hambatan
Tidak ada hambatan
Medial
Tidak ada hambatan
Tidak ada hambatan
Atas
Tidak ada hambatan
Tidak ada hambatan
Bawah
Tidak ada hambatan
Tidak ada hambatan
Berputar
Tidak ada hambatan
Tidak ada hambatan
Sikap bola mata Posisi bola mata Deviation Conjugae Gerak Bola Mata
5
Pupil
Bulat, ø 3mm
Bulat, ø 3mm
RCL
+
+
RCTL N.V
+
+
Membuka mulut
Baik
Baik
Gerakan rahang
Baik
Baik
Menggigit
Baik
Baik
Nyeri
Baik
Baik
Raba
Baik
Baik
Suhu N. VII
Baik
Baik
Angkat alis
Dapat mengangkat alis
Dapat mengangkat alis
Kerut dahi
Dapat mengerutkan dahi
Dapat mengerutkan dahi
Lagoftalmus
-
-
Menyeringai
Gerak Mulut simetris
Gerak Mulut simetris
Nistagmus
-
-
Romberg test
Tidak dapat dilakukan
Tandem gait
Tidak dapat dilakukan
Motorik
Sensorik
Sikap wajah
N. VIII Vestibularis
Koklearis Gesekan jari
Tidak dilakukan
Tes berbisik
Tidak dilakukan
Uji garpu tala Rinne
Tidak dilakukan
Uji
garpu
tala Tidak dilakukan
Schwabach
Tidak dilakukan
Uji garpu tala Webber 6
N. IX & N. X Disfagia
-
-
Disfoni
-
-
Disartria
-
-
Arcus faring
Simetris
Posisi uvula N. XI
Di tengah
Angkat bahu N. XII
Tidak dilakukan
Tidak diakukan
Tremor
-
-
Atrofi
-
-
Lidah
Ujung
lidah
saat Tidak ada lateralisasi
Tidak ada lateralisasi
dijulurkan 3. Motorik Tonus
hipotonus tungkai
hipotonus tungkai
Kekuatan 555
555
000
000
Reflex Fisiologis Ekstremitas atas
+
+
Ekstremitas bawah
-
-
Reflex patologis
babinski (-)
babinski (-)
Chaddok (-)
chaddok (-)
4. Sensibilitas Eksteroseptif 7
Raba
lesi setinggi Th 9-10
Nyeri
lesi setinggi Th 9-10
Suhu
tidak dilakukan
5. Vegetatif -Miksi
: tidak dapat mengeluarkan urin, produksi urin (+)
-Defekasi
: tidak bisa BAB, bisung usus (+), Flatus (+)
- Salivasi
: baik
PEMERIKSAAN PENUNJANG i.
Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 19 November 2013 didapatkan bisitopenia (Hb : 10.8 gr/dL, Ht : 34%, Trombosit : 131000/µL), peningkatan enzim transaminase (SGOT : 50 mU/dl), hiperglikemia (GDS : 114 mg/dL), uremia (ureum : 56 mg/dL), hiponatremia (Na : 134 mmol/L), mikroalbuminuria (albumin urin : +1), dan mikrohematuria (darah urin : +2 dan eritrosit pada sedimen urin : 5-8/LPB). Dilakukan juga pemeriksaan Widal dengan hasil negatif. Pemeriksaan tanggal 20 November 2013 didapatkan bisitopenia (Hb : 10.3 gr/dL, Ht : 32%, Trombosit : 88000/µL), dan alkalosis respiratorik (pH : 7.56, pCO 2 : 28 mmHg, pO2 : 72 mmHg) Pemeriksaan tanggal 21 November 2013 didapatkan bisitopenia (Hb : 10.1 gr/dL, Ht : 31%, Trombosit : 105000/µL). Dilakukan juga pemeriksaan malaria dengan hasil negatif. Pemeriksaan tanggal 23 November 2013 didapatkan anemia (Eritrosit : 3.4 juta/µL, Hb : 9.6 gr/dL, Ht : 30%), peningkatan LED (60 mm/jam), shift to the right pada hitung jenis leukosit (netrofil segmen : 77%, monosit : 12%).
ii.
Pemeriksaan foto vertebrae thorakal AP tanggal 21 November 2013
8
Kesan
: cor baik
Pleuropneumonia Tulang intak, tidak ada kompresi
iii.
Pemeriksaan foto vertebrae lumbo-sacral AP tanggal 21 November 2013 Kesan
: Tulang intak, tidak ada kompresi Kontur ginjal tidak terlihat Meteorismus
9
iv.
Pemeriksaan EMG dan SSEP tanggal 23 November 2013 Pemeriksaan SSEP menunjukan blok total jaras somatosensoris di atas Th 12 bilateral. Pemeriksaan NCS dalam batas normal. Korelasi klinis : gambaran ini dapat ditemukan pada Myelitis Transversa (fase Shock). Gambaran NCS tidak didapatkan tanda neuropati demyelinating.
RESUME Seorang pria 30 tahun, datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan tidak bisa buang air kecil dan buang air besar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat datang pasien mengeluh buang air kecil hanya menetes, mual, muntah, dan perut kembung. Pasien juga lemas kedua kaki tiba-tiba sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pada status generalis didapatkan rhonki basah kasar di kedua paru, abdomen cembung, sedikit tegang, nyeri tekan ringan, dan hipertimpani pada perkusi. Pada status neurologis didapatkan paraplegia inferior dengan hipotonus dan hiporefleks, serta hypoesthesia dengan lesi setinggi Th 9-10. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 19 November 2013 didapatkan bisitopenia (Hb : 10.8 gr/dL, Ht : 34%, Trombosit : 131000/µL), peningkatan enzim transaminase (SGOT : 50 mU/dl), hiperglikemia (GDS : 114 mg/dL), uremia (ureum : 56 mg/dL), hiponatremia (Na : 134 mmol/L), mikroalbuminuria (albumin urin : +1), dan mikrohematuria (darah urin : +2 dan eritrosit pada sedimen urin : 5-8/LPB). Pemeriksaan tanggal 20 November 2013 didapatkan bisitopenia (Hb : 10.3 gr/dL, Ht : 32%, Trombosit : 88000/µL), dan alkalosis respiratorik (pH : 7.56, pCO2 : 28 mmHg, pO2 : 72 mmHg). Pemeriksaan tanggal 21 November 2013 didapatkan bisitopenia (Hb : 10.1 gr/dL, Ht : 31%, Trombosit : 105000/µL). Pemeriksaan tanggal 23 November 2013 didapatkan anemia (Eritrosit : 3.4 juta/µL, Hb : 9.6 gr/dL, Ht : 30%), peningkatan LED (60 mm/jam), shift to the right pada hitung jenis leukosit (netrofil segmen : 77%, monosit : 12%). Pada pemeriksaan penunjang yaitu EMG dan SSEP didapatkan blok total jaras somatosensoris di atas Th 12 bilateral.
10
DIAGNOSIS Diagnosis klinis
: paraplegia inferior disertai hipoestesia dengan konstipasi dan retensi urin
Diagnosis etiologi
: idiopatik
Diagnosis topis
: Myelitis transversalis dengan blok total jaras somatosensoris di atas Th
12 bilateral Diagnosa patologis
: Inflamasi fokal medula spinalis
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa -
Edukasi kepada pasien mengenai penyakit dan pengobatan yang diberikan.
Medikamentosa -
IVFD Asering /12 jam
-
Injeksi acyclovir 1 x 500 mg (tidak pernah ditebus)
-
Injeksi methylprednisolon 3 x 250 mg
-
Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr
-
Injeksi ranitidine 2 x 1 amp
-
Injeksi ondansentron 2 x 1 amp
-
Paracetamol 3 x 500 mg tablet
-
Adenosin Triphospate 3 x 1 tablet
-
Bisacodyl 1 x 1 tablet
-
Metampyrone 1 x 1 tablet
-
Codeine 2 x 1 tablet
-
Sucralfate syrup 3 x 1 cth
-
Kapsul racikan 3 x 1 capsul
PROGNOSIS Ad vitam
: Dubia ad malam
Ad fungsionam
: Dubia ad malam
Ad Sanationam
: Dubia ad malam
11
FOLLOW UP Pada hari kedua perawatan (tanggal 20 November 2013), pasien mengeluh perutnya tidak enak, mual, tidak muntah. Pasien tidak bisa menggerakan kedua kakinya. Pasien juga belum bisa buang air kecil dan buang air besar. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 80 x/min, pernapasan 20x/min. Pada status generalis didapatkan nyeri tekan ringan seluruh regio abdomen, bising usus (+) normal, dan perkusi abdomen timpani. Pada status neurologis didapatkan paraplegia inferior dengan hypoesthesia. Pasien sudah terpasang DC dan mendapatkan terapi IVFD asering 500cc /8 jam, injeksi ranitidin 2 x 1 amp, injeksi ceftriaxone 2x 1gr, injeksi ondansentron 2 x 1 amp, dan paracetamol 3 x 500 mg. Pasien juga dikonsulkan ke spesialis saraf dengan jawaban kesan paraplegi, gangguan autonom, gangguan sensibilitas, dan demam. Diagnosa banding dari spesialis saraf adalah Guillian Barre Syndrome (GBS), myelitis fase spinal shock, kelainan vaskuler, SOL dan mendapatkan saran pemberian injeksi metilprednisolon dosis tinggi dengan dosis titrasi yaitu 3 x 125 mg pada 2 hari pertama, 2 x 125 mg pada 2 hari berikutnya, dan 1 x 125 mg untuk 1 hari berikutnya. Selain itu diberikan juga IVFD asering/ 8 jam dengan neulin/drip, ATP 3 x 1 tablet, dan direncanakan roentgen vertebra thorakal. Pada perawatan hari ke 3 (tanggal 21 November 2013), pasien sudah tidak demam, kedua kaki masih belum bisa digerakan, belum bisa BAB, selain itu pasien mengeluh batuk berdahak, dan pasien meminta rujukan ke RS di Nabire, Papua. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaan compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/min, suhu 36.8°C, pernapasan 18x/min. Pada status generalis didapatkan suara napas vesikuler, rhonki basah kasar di kedua paru, dan abdomen cembung, perabaan sedikit tegang, nyeri tekan epigastrium, dan timpani pada perkusi di seluruh regio abdomen. Pada status neurologis didapatkan paraplegia inferior dengan hypoestesia. Pasien mendapatkan terapi IVFD asering dengan neulin/drip/8 jam, injeksi metilprednisolon dengan dosis sesuai saran spesialis saraf, dan ATP 3 x 1 tablet. Pasien direncanakan untuk pindah ruangan rawat ke ruang observasi ketat lantai 9 kamar 907 dengan suspek GBS setelah dilakukan roentgen vertebra thorakal dan lumbo-sacral AP dan Lateral, dan dijadwalkan pemeriksaan EMG dan SSEP di RS Pondok Indah. Pada perawatan hari ke 4 (tanggal 22 November 2013), pasien sudah pindah ke ruang observasi ketat lantai 9 pasien masih belum bisa menggerakan kedua kakinya, masih batuk, dan 12
sudah bisa flatus sebanyak 4 kali. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah 132/71 mmHg, nadi 75x/min, suhu 37.0°C, pernapasan 28x/min. Pada status generalis didapatkan suara napas vesikuler, sudah tidak ada rhonki, abdomen cembung, perabaan lemas, tidak ada nyeri tekan, bising usus normal, pada perkusi didapat suara hipertimpani. Pada status neurologis didapatkan paraplegia inferior dengan hypoestesia setinggi thorakal 9-10. Pasien dikonsulkan ke speisialis rehabilitasi medik dan mendapat jawaban untuk dilakukan latihan gerak pada ekstremitas bawah dan perubahan posisi dengan miring ke kiri dan ke kanan. Selain itu pasien juga dikonsulkan ke spesialis bedah umum tetapi belum diberikan jawaban. Pada perawatan hari ke 5 (tanggal 23 November 2013), pasien masih belum menunjukan perubahan. Sudah dilakukan pemeriksaan EMG dan SSEP di RS Pondok Indah dan mendapat perubahan terapi yaitu IVFD acyclovir 500 mg drip dalam 2-3 jam, injeksi metilprednisolon 3 x 250 mg, injeksi ranitidine 2 x 1 amp, propepsa sirup 3 x 1 cth, dan neulin dihentikan. Selain itu pasien juga dianjurkan untuk dirujuk ke RSCM untuk dilakukan plasmaparesis. Pasien dikonsulkan ke spesialis paru dan mendapat jawaban kesan pleuro pneumonia dengan diagnosis banding efusi pleura, direncanakan pemeriksaan BTA 3x, darah lengkap, dan USG thoraks dengan marker. Pasien mendapat tambahan terapi injeksi ceftriaxone 1 x 2 gram, dan codein 2 x 1 tablet. Pada perawatan hari ke 9 (tanggal 27 November 2013), pasien masih batuk, belum bisa BAB, dan belum bisa menggerakan kedua kakinya. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/46 mmHg, nadi 67x/min, suhu 36.8ºC, pernapasan 16x/min. Pada status generalis didapatkan suara napas vesikuler dengan rhonki basah kasar di kedua paru, abdomen cembung, pada perabaan lemas, tidak ada nyeri tekan, bising usus meningkat. Pada status neurologis didapatkan paraplegia inferior dengan hypoestesi setinggi thorakal 9-10. Terapi pada pasien dilanjutkan.
13
ANALISA KASUS Pada anamnesis didapatkan lemas kedua kaki tiba-tiba disertai demam dan batuk berdahak, tidak bisa buang air besar dan buang air kecil hanya menetes, mual dan muntah. Dapat disumpulkan bahwa gejala kelemahan mendadak pada pasien ini dan disertai gangguan pada sistim otonom menandakan adanya lesi pada medula spinalis yang mengenai jaras motorik dan sensorik. Gejala demam dan batuk berdahak menandakan adanya infeksi yang dapat dijadikan penyebab dari penyakit ini atau dapat juga sebagai komplikasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara napas rhonki basah kasar di kedua paru yang menandakan adanya infeksi pada paru yang mendukung dugaan awal GBS yang dapat muncul post ISPA akibat proses autoimun. Abdomen cembung, hipertimpani dengan nyeri tekan mendukung adanya gangguan otonom pada saluran pencernaan pasien. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan paraplegia inferior dengan hypoestesia dapat diambil diagnosa banding yaitu GBS, myelitis, trauma medula spinalis, dan SOL. Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu roentgen vertebrae thorakal dan lumbo-sacral dapat menyingkirkan adanya kompresi medula spinalis dan hasil pemeriksaan EMG dan SSEP tidak didapatkan tanda neuropati demyelinating yang dapat menyingkirkan diagnosa GBS, selain itu terdapat blok total jaras somatosensoris di atas Th 12 bilateral yang lebih mengarah pada myelitis transversalis. Myelitis transversalis dapat bersifat akut (berkembang selama jam sampai beberapa hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga 6 minggu). Gejala awal biasanya mencakup lokal nyeri punggung bawah, tiba-tiba paresthesias (sensasi abnormal seperti membakar, menggelitik, menusuk, atau kesemutan) di kaki, hilangnya sensorik, dan paraparesis (kelumpuhan parsial kaki). Paraparesis sering berkembang menjadi paraplegia. Dan mengakibatkan gangguan genitourinary dan defekasi. Banyak pasien juga melaporkan mengalami kejang otot, perasaan umum tidak nyaman, sakit kepala, demam, dan kehilangan nafsu makan. Tergantung pada segmen tulang belakang yang terlibat, beberapa pasien mungkin juga akan mengalami masalah pernapasan. Simptom otonom bervariasi terdiri dari peningkatan urinary urgency, inkontinesia urin dan alvi (kesulitan atau tak dapat buang air), pengosongan yang tidak sempurna atau konstipasi perut. Juga sering didapatkan sebagai akibat keterlibatan sistem saraf sensoris dan otonom adanya disfungsi seksual. Lebih dari 80% pasien mendapatkan tanda klinis pada tingkat yang 14
paling parah dalam 10 hari sesudah onset dari simptom, walaupun perburukan fungsi neurologis bervariasi dan berlangsung progresif, biasanya berlangsung dalam 4-21 hari6. Myelitis transversalis dapat disebabkan oleh beberapa hal, tapi sering muncul sebagai reaksi autoimun pasca infeksi atau vaksinasi. Myelitis transversalis memang tidak memiliki gejala yang khas, tetapi dari beberapa penilitian telah dibuat kriteria diagnosis9, yaitu :
Gangguan jaras sensorimotor dan otonom bilateral medula spinalis (tidak harus simetris),
Perbedaan tingkat sensibilitas yang jelas,
Defisit klinis antara 4 jam dan 21 hari setelah onset gejala,
Gambaran inflamasi medula spinalis: LCS pleocytosis atau peningkatan IgG index, atau MRI dengan kontras yang menunjukan lesi medula spinalis,
Tidak adanya gambaran kompresi, post-radiasi, neoplasma, dan penyebab vaskuler Myelitis transversalis harus dibedakan dari mielopati komprensi medula spinalis baik
karena proses neoplasma medula spinalis intrinsik maupun ekstrensik, ruptur diskus intervertebralis akut, infeksi epidural dan polineuritis pasca infeksi akut (Sindrom Guillain Barre). Pungsi lumbal dapat dilakukan pada myelitis transversalis biasanya tidak didapati blokade aliran likuor, pleositosis moderat (antara 20-200 sel/mm3) terutama jenis limfosit, protein sedikit meninggi (50-120 mg/100 ml) dan kadar glukosa normal. Berbeda dengan sindrom Guillain Barre di mana dijumpai peningkatan kadar protein tanpa disertai pleositosis. Dan pada sindrom Guillain Barre, jenis kelumpuhannya adalah flaksid serta pola gangguan sensibilitasnya di samping mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan. Penatalaksanaan pada myelitis transversalis bersifat empiris selagi menunggu pemeriksaan diagnostik definitif dengan pemberian glukokortikoid dosis tinggi dan acyclovir intravena. Plasmaperesis dilakukan jika pemberian farmakoterapi tidak memberikan respon. Selain itu terapi simtomatis, fisioterapi, dan psikoterapi juga dapat membantu pemulihan pasien. Pada pasien ini didapatkan defisit sensorimotoris dan otonom bilateral disertai tandatanda infeksi sehingga didiagnosis sementara sebagai myelitis transversalis, maka pada pasien ini sudah diberikan metilprednisolon 250 mg dengan dosis titrasi selagi menunggu pemeriksaan penunjang EMG dan SSEP untuk memastikan diagnosa. 15
Keluhan demam dan batuk berdahak, serta rhonki basah kasar yang ditemukan pada pasien ini ditatalaksana menurut hasil konsultasi dengan spesialis paru. Pasien ini dipasang dauer catheter untuk mengatasi retensi urin, dan untuk gangguan saluran pencernaan dikonsulkan ke spesialis bedah umum karena adanya peningkatan volume udara di usus yang dicurigai sebagai ileus. Konsultasi pada rehabilitasi medik bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat imobilisasi lama pada pasien ini. Sehingga perlu dianjurkan pada pasien untuk melakukan fisioterapi dan peran serta keluarga untuk aktif melakukan latihan-latihan yang diberikan oleh terapis untuk dilakukan dirumah.
16
DAFTAR PUSTAKA 1. Diagnosing Transverse Myelitis (TM), 2013. Accessed on: 24 November 2013. Available from: http://www.hopkinsmedicine.org/neurology_neurosurgery/specialty_areas/transvers e_myelitis/about-tm/diagnosis.html 2. Hidayat Achmad. Mielitis. November 23rd 2011. Accessed on: 24 November 2013. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3468/1/tht-andrina1.pdf 3. Jani Orthoprost. Mielitis. March 6th 2013. Accessed on: 24 November 2013. Available from: http://jani-orthoprost.com/mielitis.html 4. Johnson
et
all.
2001.
Transverse
Myelitis.Available
from
:
http://www.idoub.com/doc/2581918/KerrCurrent-therapy-chapter-with-figures? secret_=&autodown=pdf 5. National Institute of Neurological disorder and stroke. 2009. Transverse Myelitis Fact Sheet
Available
from
:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/transversemyelitis/
detail_transversemyelitis.htm 6. The Merck Manuals Online Medical Library: The Merck Manual for Healthcare Professionals.
2008.
Acute
transverse
myelitis.
Available
from
:
http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch224/ch224b.html 7. Sidharta, Priguna. 1985. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum,Cetakan ke 2 . Jakarta. 8. Victor and Adam. 2000. Adam and Victor`s Principals of Neurology 7th Edition. McGrawHill. 9. Frohman Elliot M, Wingerchuk Dean M. New England Journal of Medicine. 2010. Transverse Myelitis. 10. Brust John C. M. 2012. Current Diagnosis & Treatment : Neurology 2 nd Edition. McGraw-Hill, Lange. New York.
17