1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan dalam praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang menggunakan proses keperawatam dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Asuhan keperawatan yang berkualitas dan profesional melalui lima tahapan proses keperawatan, yaitu pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Asuhan keperawatan yang profesional
akan terwujud jika perawat sendiri benar-benar memahami ilmu keperawatan secara benar dan baik. Pemahaman yang baik dan benar tentunya merujuk kepada ilmu keperawatan yang dijadikan dasar dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien baik di rumah sakit, keluarga maupun di masyarakat. Mutu pelayanan keperawatan dapat meningkat didukung oleh pengembangan teori keperawatan. Perkembangan teori keperawatan dapat menjadi keuntungan yang tepat untuk menjadi perawat yang lebih berkualitas dengan menerapkan atau digunakan dalam praktek keperawatan pada klien secara nyata. Salah satu teori keperawatan yang dapat dikembangkan untuk praktek keperawatan d Indonesia adalah teori “Pemenuhan 14 Kebutuhan Dasar Manusia” dari Virginia Henderson. Teori ini menerapkan bagaimana seorang perawat membantu individu baik dalam keadaan sakit maupun sehat melalui upayanya melaksanakan berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu
atau proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara
mandiri oleh individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan atau pengetahuan untuk itu. Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menyusun makalah tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien stroke dengan menggunakan pendekatan model keperawatan pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia.
2
1.2 Tujuan 1. Tujuan Umum: Untuk memahami penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien stroke dengan menggunakan pendekatan model keperawatan pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson. 2. Tujuan Khusus: a. Memahami pengkajian menurut konsep model keperawatan pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson b. Menerapkan proses keperawatan pada pasien stroke dengan menggunakan NOC dan NIC c. Menganalisis kesesuaian asuhan keperawatan yang diberikan dan kesenjangan yang terjadi. 1.3 Manfaat Manfaat penuliisan makalah ini adalah memberikan arahan bagi penulis untuk penerapan model teori keperawatan menurut Virginia Henderson dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien stroke.
3
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Pemenuhan 14 Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Virginia Henderson Definisi keperawatan menurut henderson harus menyertakan prinsip kesetimbangan fisiologis. Menurutnya tugas unik perawat adalah membantu individu baik dalam keadaan sakit maupun sehat melalui upayanya melaksanakan berbagai ativitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara mandiri oleh individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan atau pengetahuan untuk itu (Asmadi, 2008). Dukungan kesehatan dalam tercapainya kesehatan klien, penyembuhan maupun meninggal dengan tenang dilakukan dengan pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia sehingga perawat tidak hanya sekedar mengikuti perintah doketr akan tetapi lebih pada bagaimana perawat berkontribusi dalam membantu seseorang dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Akan tetapi, perawat tetap menyampaikan rencananya pada dokter ketika mengunjungi pasien. Pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia dilakukan oleh perawat dengan tetap memperhatikan sumber kesulitan yang dialami pasien baik karena kurangnya kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Sehingga tujuan keperawatan untuk mencapai kemandirian dapat mencapai hasil yang optimal. Menurut Potter & Perry (2002), Henderson mengusulkan komponen keperawatan dasar manusia sebagai berikut: 1. Bernafas secara normal Bernafas secara normal dapat diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan oksigenasi pasien dimana inspirasi dan ekspirasi tidak mengalami gangguan atau hambatan.
Berkaitan
dengan
bernafas
secara
normal,
perawat
harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: karakteristik pernapasannya, kesimetrisan struktur dan pergerakan dada, abdomen dan hidung, bunyi yang menyertai pernapasan, posisi pasien, ekspresi, dan perubahan dalam warna, dan keluhan pasien saat ini yang mengindikasikan kesulitan bernapas, frekuensi pernafasan pasien yang normal (16-20x/mnt), kemampuan pasien dalam melakukan inspirasi dan ekspirasi, pernafasan regular/ireguler, pernafasan dangkal/dalam, ekspansi
4
dada, penggunaan otot bantu napas & cuping hidung, sianosis perifer, tidal volume, capillary refill time (CRT), hambatan (alat bantu pernafasan). 2. Makan dan minum yang cukup Makan dan minum yang cukup diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang memenuhi standar kecukupan nutrisi, yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Berat Badan (BB) ideal. Hal-hal yang pelu dikaji berkaitan dengan makan dan minum yang adekuat adalah pola makan, frekuensi makan, jenis makanan (terpenuhinya kebutuhan makanan : kebutuhan kalori, buah, sayur, vitamin, mineral, dan air), kuantitas (porsi makan yang dihabiskan), BB dan Tinggi Badan (TB) pasien yang dihubungkan dengan BB Ideal dan IMT. Dalam hal ini perawat perlu mengkaji tentang kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum, tentang perilaku makan dan minum, kemampuan menentukan makan dan minum yang memenuhi syarat kesehatan, kemampuan memasak dan menyiapkan makanan sendiri. Perawat juga harus mengobservasi adanya nafsu makan, makanan kesukaan, permintaan pasien untuk makanan yang ingin dimakan saat itu, dan fobia, serta mengkaji apakah ada radang pada mukosa mulut, nyeri pada gigi, kesulitan menelan atau kelemahan yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien setelah makan. 3. Eliminasi Eliminasi dapat diartikan sebagai pembuangan sampah tubuh. Manusia membuang air besar dan kecil, dan mengeksresi cairan tubuh yang lain adalah cara untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh mereka, dan merupakan sebuah kepuasan. Perawat mengkaji kemampuan mengeliminasi, misalnya kemampuan buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK), jumlah, frekuensi, konsistensi, kesulitan dalam BAK dan atau BAB dan bagaimana pasien mempertahankan fungsi normal dari BAB dan atau BAK, serta kebiasaan eliminasi. Adanya nyeri yang menyertai tindakan ini, keringat yang banyak atau kondisi kulit kering yang abnormal juga harus dikaji oleh perawat. Keseimbangan masukan dan haluaran cairan harus menjadi prioritas perhatian perawat. Mata yang cekung, mukosa mulut kering, kulit yang tidak elastis dan urine dengan konsentrasi tinggi adalah karakteristik dehidrasi dan merupakan tanda-tanda bahaya. Mata yang bengkak, clubbing fingers, kedua tangan yang bengkak dan edema tungkai, atau akumulasi cairan dalam jaringan pada punggung pasien saat pasien sedang duduk harus diperhatikan. Hal ini bisa menjadi reaksi terhadap obat.
5
4. Bergerak dan menjaga postur tubuh yang diinginkan (berjalan, duduk, tidur, dan mengganti posisi dari posisi yang satu ke yang lainnya) Bergerak dan mempertahankan postur tubuh dapat diartikan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan mobilisasi dan kemampuan untuk mempertahankan postur tubuh termasuk keseimbangan tubuh. Postur dikaji untuk tanda-tanda kelemahan, adanya nyeri saat berganti posisi. Gaya berjalan, adanya kekakuan, atau ketegangan dari seluruh tubuh atau beberapa bagian tubuh, misalnya ektremitas, mata atau kelopak mata, dalam berbicara, menelan, bernapas, defekasi atau BAK juga harus dikaji oleh perawat. Selain itu, kebiasaan duduk, berdiri, tidur, nyeri saat mobilisasi, kesulitan dalam mobilisasi, penggunaan alat bantu, kebiasaan olahraga, dan adanya fraktur, dislokasi, serta inflamasi juga merupakan komponen yang harus diperhatikan. 5. Istirahat dan tidur Istirahat dan tidur yang adekuat dapat diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan tidur pasien (rata-rata 6-8 jam per hari), tidak adanya gangguan dalam pola tidur pasien. Pengkajian pola tidur harus mengindikasikan waktu tidur siang atau malam dan durasinya. Kedalaman atau soundness harus diperhatikan. Kualitas dan kuantitas tidur, pola tidur, kebiasaan sebelum tidur, penggunaan obat/alat bantu sebelum dan selama tidur serta penyebab gangguan tidur pada pasien. 6. Memilih pakaian, cara berpakaian dan melepaskan pakaian Pemilihan pakaian yang sesuai berkaitan dengan terpenuhinya salah satu kebutuhan personal higyene pasien. Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan pemilihan pakaian yang sesuai adalah jenis pakaian, kemampuan memakai & melepaskan, kebersihan, dan kerapihan. 7. Mempertahankan temperatur tubuh dalam rentang normal dengan cara mengatur cara berpakaian dan memodifikasi lingkungan Mempertahankan temperatur tubuh dalam rentang normal diperoleh melalui berbagai proses fisiologis, termasuk transfer panas secara fisik dan kimia. Pengoperasian mekanisme ini dimediasi oleh sistem saraf pusat. Sumber utama dari panas tubuh adalah pembakaran makanan di dalam tubuh. Panas yang dihasilkan dari aktivitas otot menjaga suhu tubuh, aktivitas ini dengan sigap menaikkan atau menurunkan suhu tubuh sesuai kebutuhan. Panas dieliminasi melalui proses radiasi, penguapan, dan konveksi. Dan perawat perlu mengakaji
6
berkaitan dengan upaya mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal adalah sensasi terhadap suhu, kemampuan berkompensasi terhadap panas/dingin, dalam hal ini mengatur cara berpakaian dan memodifikasi lingkungan 8.
Menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, dan menjaga integument Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan mempertahankan kebersihan
tubuh adalah kemampuan pasien dalam merawat rambut, kuku, gigi, telinga, hidung, genitalia. 9. Menghindari bahaya dari lingkungan dan mencegah melukai orang lain Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan upaya menghindari bahaya lingkungan dan mencegah cedera adalah pengetahuan pasien, kemampuan pasien dalam menghindari bahaya, risiko cedera dan pencegahan terhadap cedera. 10. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, rasa takut, pertanyaan dan ide-ide. Kemampuan berbicara dipengaruhi oleh suasana hati dan biasanya selalu merefleksikan kondisi mental, jika tidak ada masalah fisik. Apa yang seseorang atau pasien katakan dan bagaimana pasien tersebut mengatakannya harus diperhatikan. Hal-hal lain ini termasuk kemampuan pasien berkomunikasi, kesulitan dalam berkomunikasi dan hambatan dalam berkomunikasi. 11. Beribadah menurut keyakinan Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan beribadah adalah kemampuan pasien dalam menjalankan ibadah dan kebutuhan akan mentor/pembimbing rohani. 12. Bekerja untuk hal yang menyediakan sebuah pencapaian Hal –hal yang perlu dikaji berkaitan dengan bekerja adalah kemampuan pasien untuk bekerja, visi, harapan dalam bekerja dan hambatan dalam bekerja. 13. Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi. Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan bermain adalah minat bermain, frekuensi bermain dan jenis rekreasi/permainan (khusus bagi anak, sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak). 14. Belajar, menggali, atau memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada perkembangan dan kesehatan normal. Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan belajar adalah kemampuan pasien dalam belajar, tingkat kecerdasan, dan kemampuan konsentrasi
7
2.1.1 Paradigma Keperawatan Menurut Virginia Henderson Empat konsep utama yang dikembangkan oleh Henderson (Marriner, 2001) adalah: a. Individu Henderson berpendapat bahwa individu/klien harus memiliki keseimbangan fisiologis dan emosional. Henderson beranggapan bahwa bahwa pikiran dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Pasien memerlukan bantuan untuk mencapai kemandirian. Perawat dan keluarganya adalah satu kesatuan menurut Henderson. Kebutuhan-kebutuhan pasien meliputi 14 komponen penanganan perawatan. b. Lingkungan Henderson mengungkapkan defenisi lingkungan dengan menggunakan Webster’s New Collegiate Dictionary yaitu sebagai kumpulan semua kondisi eksternal dan pengaruh-pengaruh yang berdampak pada kehidupan dan perkembangan organisme, seperti para perawat sebaiknya memperoleh pendidikan penyelamatan. Perawat harus mengetahui kebiasaan sosial dan praktik ritual keagamaan untuk memperkirakan adanya bahaya. c. Kesehatan Sehat adalah suatu kualitas hidup. Menurut Henderson, sehat dapat dilihat dari kemampuan pasien untuk menjalani 14 komponen kebutuhan dasar manusia tanpa bantuan. Individu akan memperoleh atau mempertahankan kesehatan bika memiliki kekuatan, kehendak, atau pengetahuan yang cukup d. Keperawatan Menurut Henderson, tugas unik perawat adalah membantu seseorang yang sehat atau sakit baik yang sakit maupun yang sehat dalam melaksanakan aktivitasnya. Tugas perawat tidak bergantung dengan dokter, tetapi mengajukan rencananya apabila dokter datang untuk mengunjungi. Perawat dapat dan harus mendiagnosa dan menangani bila situasi menuntut demikian. Perawat dapat menilai kebutuhan dasar manusia. 14 komponen telah memenuhi kebutuhan pasien dalam penanganan perawatan. 2.1.2 Proses Keperawatan Menurut Virginia Henderson Pada tahap penilaian (pengkajian), perawat menilai kebutuhan dasar pasien berdasarkan 14 komponen kebutuhan dasar manusia. Pengumpulan data
8
menggunakan observasi, indra penciuman, peraba dan pendengaran. Setelah terkumpul
semua
data,
perawat
menganalisa
data
tersebut
dan
membandingkannya dengan pengetahuan dasar tentang sehat-sakit. Hasil analisa ini akan menentukan diagnosa keperawatan yang akan muncul. Diagnosa keperawatan menurut Henderson (1960) didalam Asmadi (2008) dibuat dengan mengenali kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhannya dengan atau tanpa bantuan serta dengan mempertimbangkan kekuatan atau pengetahuan yang dimiliki individu. Tahap perencanaan menurut Henderson (1960) didalam Asmadi (2008) meliputi aktivitas penyusunan rencana perawatan sesuai kebutuhan individu termasuk didalamnya perbaikan rencana jika ditemukan adanya perubahan serta dokumentasi bagaimana perawat membantu individu dalam keadaan sehat-sakit. Selanjutnya pada tahap implementasi, perawat membantu individu memenuhi kebutuhan dasar yang telah disusun dalam rencana perawatan guna memelihara kesehatan individu, memulihkannya dari kondisi sakit, atau membantunya meninggal dalam damai. Intervensi yang diberikan perawat sifatnya individual, tergantung pada prinsip fisiologis, usia, latar belakang budaya, keseimbangan emosional, dan kemampuan intelektual serta fisik individu. Terakhir, perawat mengevaluasi pencapaian kriteria yang diharapkan dengan menilai kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 2.2 Konsep Stroke 2.2.1 Pengertian Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer, 2002). Sedangkan stroke menurut WHO dalam Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredarandarah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokalotak yang terganggu.
9
2.2.2 Etiologi Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu: a. Trombosis serebral Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari. b. Embolisme serebral Embolisme serebral embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral. c. Iskemia serebral Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. d. Hemorrhagi serebral 1) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup. 2) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan
tekanan
pada
otak.
Beberapa
pasien
mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda
10
atau gejala. 3) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak. 4) Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. 2.2.3 Faktor Resiko Faktor resiko yang dapat dikontrol menurut Smeltzer (2002) terdiri dari; 1) Hipertensi 2) Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif) 3) Kolesterol tinggi 4) Obesitas 5) Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral) 6) Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi) 7) Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi) 8) Penyalahgunaan obat ( kokain) 9) Konsumsi alcohol Dan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol adalah: 1) Umur 2) Ras 3) Jenis Kelamin 4) Riwayat Keluarga atau faktor genetic
11
2.2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada pasien stroke adalah: a. Kehilangan motorik Disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemipereses atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Diawal tahapan stroke gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan hilang atau menurunnya reflek tendon dalam. b. Kehilangan komunikasi Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut : - Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab untuk menghasilkan bicara. - Disfagia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang terutama ekspresif atau reseptif. -
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya) seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
c. Gangguan persepsi Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual (karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dn kortek visual), gangguan dalam hubungan visual spasial (Mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial, sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri) dan kehilangan sensori (dapat berupa kerusakan ringan atau mungkin lebih berat dengan kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulus visual taktil dan auditorius) d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesuliatan
dalam
pemahaman,
lupa
dan
kurang
motivasi
yang
menyebabkan pasien menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi, masalah psikologik lain juga
12
umum terjadi
dan dimanifestasikan
oleh emosional yang labil,
bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerja sama. e. Disfungsi kandung kemih. Kemungkinan pasien mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi,
ketidakmampuan
mengkomunikasikan
kebutuhan
dan
ketidakmampuan menggunakan urinal karena kerusakan kontrol mekanik dan postural. 2.2.5 Patofisiologi Mekanisme patofisiologi stroke secara umum adalah gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus wilisi: arteria karotis interna dan vertebrobasilar atau semua cabangcabangnya. Secara umum apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Oklusi di arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. ini terjadi karena terdapat sirkulasi kolateral yang memadai menuju daerah tersebut. proses patologi yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi didalam pembuluh darah yang memperdarahi otak (Price & Wilson, 2012) 2.2.6 1.
Pemeriksaan Penunjang Computed Tomography (CT) Scan : menunjukkan adanya stroke hemoragis dengan segera tetapi bisa jadi tidak menunjukkan adanya infark trombotik selama 48 – 72 jam.
2.
Magnetic Resonance Imaging bisa membantu mengidentifikasi area yang mengalami iskemia atau infark dan pembengkakan serebral
3.
Tomografi Emisi Positron bisa mengukur aliran darah. Tomografi emisi foton-tunggal, perfusi CT, dan tekhnik perfusi resonansi magnetik melaporkan aliran darah relatif dan merupakan alat penelitian.
4.
Oftalmoskopi:
bisa
menunjukkan
tanda
hipertensi
dan
perubahan
aterosklerotik dalam arteri retina. 5.
Angiografi: menggambarkan pembuluh darah dan menunjukkan plak aterosklerotik, oklusi pembuluh atau tempat ruptur.
13
6.
EEG membantu menunjukkan lokasi area yang rusak
7.
Studi laboratorius lainnya meliputi urinalisis, studi koagulasi, jumlah sel darah lengkap, osmolaritas serum dan kadar elektrolit, glukosa, trigliserida, kreatinin, dan nitrogen urea darah.
2.2.7 a)
Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan stroke iskemik fase akut ( non hemoragik )
1.
Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung ( 3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen activator). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada stroke iskemik dengan waktu onset kurang dari 3jam dan hasil CT scan normal. Obat ini sangat mahal dan hanya bisa dilakukan dirumahsakit yang fasilitasnya lengkap.
2.
Mencegah perburukan neurologist yang berhubungan dengan stroke yang masih berkembang ( jendela terapi sampai dengan 72 jam).
3.
Mencegah stroke berulang dini ( dalam 30 hari sejak onset gejala stroke) Sekitar 5% pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami
serangan stroke kedua dalam 30 hari pertama. Resiko ini paling tinggi (lebih besar dari 10%) pada pasien dengan stenosis karotis yang berat dan kardioemboli serta paling rendah (1%) pada pasien dengan infark lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi resiko stroke berulang dini pada pasien dengan kardioemboli. 4.
Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologist adanya infark hemisfarik atau serebelum yang massif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan, atau stroke dalam evolusi.
5.
Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien dengan infark serebelum yang luas.
6.
Pertimbangkan sken resonansi magnetic pada pasien dengan stroke vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata pada CT scan.
14
7.
Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20ml/jam, sampai masa tomboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi berikut ini : -
Kemungkinan besar stroke kardioemboli
-
Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis artewri karotis
-
Stroke dalam evolusi
-
Diseksi arteri
-
Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontra indikasi relative pada pasien dengan infark luas yang berhubungan dengan efek massa atau konfersi/transformasi hemoragik. Pasien stroke dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium penyakit katup jantung atau thrombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal 1 tahun dengan mempertahankan masa protrombin 1,5-2,5 kali control atau INR 2-3. b)
Prinsip penatalaksanaan sroke hemoragik fase akut 1. Singkirkan kemungkinan koagulopati : pastikan hasil masa protrombin dan masa tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang berikan plasma beku segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat 10-50mg lambat bolus(1 mg mengoreksi 100 unit heparin. 2. Kendalikan hipertensi: Berlawanan dengan infark serebri akut pendekatan pengendalian tekanan darah yang lebih agrsif dilakukan pada pasien dengan perdarahan intraserebral akut, karena tekanan yang tinggi daoat menyebabkan perburukan edema perihematoma serta meningkatkan kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik> 180mmHg harus diturunkan sampai 150-180mmHg dengan labetalol (20 mg intravena dalam 2 menit ; ulangi 40-80 mg intravena dalam interval 10 menit sampai tekanan yang diinginkan kemudian infuse 2mg/ menit (120ml/jam0 dan dititrasi atau penghambat ACE (misalnya kaptopril 12,5-25 mg, 2-3 kali sehari) atau antagonis kalsium (misalnya nifedipine oral 4 kali 10 mg).
15
3. Pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila ; perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo – peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut atau liping aneurisma. 4. Berikan manitol 20% (1kg/kgBB, intravena dalam 20-30 menit) untuk pasien dengan koma dalam atau tanda tanda tekanan intracranial yang meninggi atau ancaman herniasi. Steroid tidak terbukti efektif pada perdaraghan intraserebral.Steroid hanya dipakai pada kondisi ancaman herniasi transtentorial.Hiperventilasi dapa dilakukan untuk membantu menurunkan tekanan intracranial. 5. Pertimbangkan fenitoin (10-20mg/kgBB intravena, kecepatan maksimal 50mg/menit; atau peroral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat kesadaran menurun. Umumnya antikonvulsan hanya diberikan bila ada aktivitas kejang. Namun terapi profilaksis beralasan jika kondisi pasien cukup kritis dan membutuhkan intubasi , terapi tekanan intracranial meningkat atau pembedahan . 6. Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipine untuk mencegah vasospasme bila secara jklinis fungsi lumbal atau CT scan menunjukan perdarahan subaraknoid akut primer. 7. Perdarahan intraserebral -
Obati penyebabnya
-
Turunkan tekanan intracranial yang meninggi
-
Berikan neuroprotektor
-
Tindakan bedah dengan pertimbangan usia dan skala koma Glasgow >4 hanya dilakukan pada pasien dengan :
1.
Perdarahan serebelum dengan diameter lebih dari 3 (kraniotomi dekompresi)
2.
Hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum (VP shunting)
3.
Perdarahan Lobar diatas 60cc dengan tanda tanda peningggian tekanan intracranial akut dan ancaman herniasi
8. Tekanan intracranial yang meninggi pada pasien stroke dapat diturunkan dengan salah satu cara atau gabungan berikut ini :
16
-
Manitol bolus, 1 gram/kgBB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,5g/kgBB setiap 6jam sampai maksimal 48 jam. Target osmolaritas =300-320 mosmol/liter
-
Gliserol 50% oral , 0,25-1g/kg setiap 4-6jam atau gliserol 10% intravena, 10ml/kgBB dalam 3-4jam (untuk edema sesrebri ringan atau sedang)
-
Furosemid 1mg/kgBB intravena
9. Perdarahan subaraknoid 1.
Nimodipine dapat diberikan untuk mencegah vasospasme pada perdarahan subaraknoid primer akut
2.
Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium 1 dan 2 akibat pecahnya aneurisma sakula Berry(klipping) dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif.
17
BAB 3 TINJAUAN KASUS Kasus Nama pasien
: Tn H.
Usia
: 23 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
:-
Agama
: Islam
Status Pernikahan
: Single
Alamat
: Jl. Sunan Gunung Jati No.10 RT 019/- Jambi
No Registrasi
: 373-45-28
Tanggal Masuk RS
: 12 November 2012
Diagnosa Medis
: Infark Cerebri
Pasien datang ke RS rujukan dari Jambi dengan diagnosa polisitemia, infark cerebri thalamus kanan dengan keluhan sakit kepala, lemas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami pingsan di rumah sebelum masuk rumah sakit di Jambi. Pasien datang ke RSCM dengan keluhan sakit kepala dan lemas. Klien mempunyai riwayat hipertensi. Pasien dari RS Jambi didiagnosa SNH dan polisitemia vera. Riwayat jatuh dari mobil tahun 2010 dengan patah tulang kaki. Riwayat kejang dengan panas tinggi ± 40o diusia 6 bulan. Riwayat minum alkohol ± 5 bulan yang lalu. Pasien merokok perhari ± 6 batang. Nutrisi : klien makan 3 kali sehari dengan porsi makan yang dihabiskan hanya ½ porsi. Jenis bubur sayur dan lauk. Klien minum air putih 5 – 6 gelas sehari. Eliminasi : klien BAB secara teratur sehari sekali, warna kuning dan bau khas. Tidak ada kesulitan dalam BAB. Klien BAK 2 – 1 kali sehari, warna kuning jernih, baunya khas. Tidak ada kesulian saat BAK. Personal Hygiene : klien tidak mampu melakukan personal hygiene dan beberapa aktifitas lainnyasecara sendiri dan masih memerlukan bantuan perawat dan keluarga. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran compos mentis, GCS : 15, TD 140/80 mmHg, Nadi : 80x/mnt, RR: 18x/mnt, suhu 36 oC. Pernafasan spontan. Tidak ada penyumbatan jalan nafas, tidak ada penggunaan otot bantu napas, pola nafas dan irama regular, sputum (-), batuk (-), sianosis (-),
18
suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, ronchi (-), wheezing (-), bunyi jantung S1 dan S2, irama jantung teratur, CRT < 2 detik. Pencernaan normal, klien mengatakan nafsu makannya berkurang, mual (+), makan 3x sehari dengan porsi sedikit (1/2 porsi), jenis : diit RG, tidak ada makanan khusus kesukaan, klien tidak ada alergi terhadap jenis makanan tertentu, reflek menelan berkurang (lambat), reflek mengunyah juga lambat. kebersihan mulut kurang, lidah kotor, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik (elastis), kulit lembab dan teraba hangat. TB: 176 cm BB sebelumnya 65 kg. Kulit ada keloid di telapak kaki dan tangan kanan. Penilaian status fungsionals saat di RS: kemampuan mengendalikan rangsangan defekasi (BAB) kadang tidak terkendali. Kemampuan mengendalikan rangsangan berkemih (BAK) secara mandiri. Kemampuan ihkan diri (cuci muka, sisir rambut dan sikat gigi) membutuhkan pertolongan orang lain. Kemampuan menggunakan jamban masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, ihkan dan menyiram) masih perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri kegiatan yang lain. Kemampuan makan perlu dibantu oleh orang lain dalam memotong makanan. Kemampuan dari berbaring ke duduk dilakukan secara mandiri oleh pasien selama di RS. Berpindah dan berjalan membutuhkan bantuan orang lain. Pasien mampu memakai baju secara mandiri. Kemampuan naik turun tangga membutuhkan pertolongan. Mandi juga membutuhkan pertolongan. Risiko jatuh pada pasien mendapatkan nilai total 25 dari poin risiko dari riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan terakhir, diagnosis medis sekunder > 1, penggunaan alat bantu jalan, kemampuan cara berjalan dan berpindah, dan status mental mendapatkan nilai 0 dengan interpretasi bahwa pasien melakukan perawatan dengan baik. Sedangkan poin risiko jatuh menggunakan infus mendapatkan nilai 25 yang artinya perawat cukup melakukan intervensi jatuh standar. Data penunjang : pemeriksaan di laboratorium pada tanggal 12 november 2012 di dapatkan Hb = 17,2 g/dl, Hct = 50,9, eritrosit 6,14 x 10 6/µL, MCV = 82,9 fL, MCHC =33,8 g/dl, trombosit (L) =115 x 10 3/ µL, leukosit = 7,38 x 10 3/µL, ureum = 16 mg/dl, kreatinin darah = 0,90, asam urat = 4,5 mg/dl, glukosa sewaktu
19
= 84 mg/dl, Na = 142 mEq/L, K (L) = 3,17 mEq/L, Cl = 106, 4 mEq/L. Dan pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 13 november 2012 di dapatkan Na = 146 mEq/L, K = 3,68 mEq/L, Cl = 110,4 mEq/L. Pemeriksaan analisa gas darah pada tanggal 12 november 2012 menghasilkan PH = 7,429, pCO2 = 33,5 mmHg, pO2 = 86,4 mmHg, SO2 % = 96,7. Pemeriksaan MRI pada tanggal 13 november 2012 didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan (baru) di lobus temporo-parietal kanan. Perdarahan lama di lobus parietal kiri dengan perifokal oedem, dan tak tampak massa/SOL. Pada pemeriksaan CT scan tanggal 6 november 2012 didapatkan infark cerebri di thalamus kanan. Terapi yang diberikan tanggal 12 november 2012 adalah panadol tab 500mg (3x1), pantozol IV 40mg (1x1), cithicolin IV 500mg (2x1). Pada tanggal 13 november 2012 terapi yang diberikan ceftriaxone IV 2gr (1x1), Neulin tab (2x 1), Imbost E tab (1x1), Dialon tab k/p, Pantozol IV 40mg (2x1), panadol tab 500mg k/p max 3 tab, KSR tab (2x1)
20
BAB IV PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN MODEL KEPERAWATAN PEMENUHAN 14 KEBUTUHAN DASAR 4. 1 Pengkajian
Riwayat Sakit dan Kesehatan
Identitas
Pengkajian tgl :13 November 2012 Jam Masuk : 11.00 Tanggal MRS :12 November 2012 NO. RM : 373-45-28 Ruang/Kelas : Kencana/VIP Dx. Masuk : Infark Cerebri Nama : Tn H. Jenis Kelamin : L/P Umur : 23 tahun Berat Badan : 65 kg kg Agama : Islam Tinggi Badan : 176 cm Pendidikan : SMA Status Perkawinan :single Pekerjaan :Penanggung Biaya : sendiri Suku/Bangsa : Alamat : : Jl. Sunan Gunung Jati No.10 RT 019/- Jambi Keluhan utama : sakit kepala dan lemas Riwayat penyakit saat ini : Pasien datang ke RS rujukan dari Jambi dengan diagnosa polisitemia, infark cerebri thalamus kanan dengan keluhan sakit kepala, lemas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami pingsan di rumah sebelum masuk rumah sakit di Jambi. Pasien datang ke RSCM dengan keluhan sakit kepala dan lemas. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat jatuh dari mobil tahun 2010 dengan patah tulang kaki. Riwayat kejang dengan panas tinggi ± 40o diusia 6 bulan. Riwayat penyakit keluarga: ada tidak Penyakit:
Observasi
Perilaku yang mempengaruhi kesehatan: Riwayat minum alkohol ± 5 bulan yang lalu. Pasien merokok perhari ± 6 batang.
Keadaan Umum: baik Kesadaran: compos mentis Tanda vital TD : 120/80mmHg Suhu Badan : 36 0C Berat Badan : 65 kg
sedang
lemah
Nadi : 80 x/menit RR: 18 x/mnt Tinggi badan: 176 cm
Eliminasi
Makan dan minum yang adekuat
Bernafas secara Normal
21
Keluhan : sesak nyeri waktu nafas tidak sesak Batuk : Produktif Tidak produktif tidak batuk Sekret : konsistensi : Warna : bau : Pola nafas irama: Teratur Tidak teratur Jenis : Dispnoe Kusmaul Ceyne Stokes Lain-lain: Suara nafas: Vesikuler Stridor Wheezing Ronchi Lain-lain: Alat bantú nafas: Ya Tidak Jenis: flow : Lain-lain : Masalah: Tidak ditemukan adanya masalah Nafsu makan: Baik Menurun Frekuensi makan: 3 x/hari Keterangan : makanan padat/cair Porsi makan: Habis Tidak ( ½ porsi) Mulut dan Tenggorokan Mulut: Bersih Kotor Berbau Mukosa Lembab Kering Stomatitis Tenggorokan Sakit menelan/nyeri tekan Kesulitan menelan Pembesaran tonsil Lain-lain: Intake cairan : ± 5-6 gelas/hari Masalah: nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Buang air besar: 1 x/hari ( cc/hari) Konsistensi:Lunak Bau: khas Buang air kecil: 1-2 x/hari (200-400 cc/hari) Warna: kuning jernih Alat bantu eleminasi: tidak ada
Warna: kuning
Masalah: tidak ditemukan adanya masalah
Kemampuan pergerakan sendi: Bebas Terbatas Kekuatan otot: 5 4 5 4 Kelainan ekstremitas Ya Tidak Kelainan tulang belakang Ya Tidak Fraktur Ya Tidak Traksi/spalk/gips Ya Tidak Kompartemen syndrome Ya Tidak Nyeri saat bergerak Ya (Level: 4 Lokasi: di kepala ) Tidak Odema: Ada Tidak ada Lokasi: Perawatan dan Pergerakan 0 1 2 3 4 Makan / minum √ Toileting √ Berpakaian √ Mobillitas ditempat tidur √ Berpindah √ Ambulasi/ROM √ Keterangan nilai : 0 = mandiri, 1 = dibantu dengan alat, 2. dibantu dengan orang lain 3 = dibatu dengan alat dan orang lain, 4 = tergantung total.
Masalah: - Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral Resiko gangguan mobiltas fisik Istirahat / tidur: 5 jam/hari Gangguan tidur: Penggunaan obat tidur : Ya Tidak Lain-lain: Masalah: Tidak ditemukan masalah
Kebersihan Diri
dan tidur
Istirahat
postur tubuhBergerak dan mempertahankan
22
Mandi : 1 x/hari Sikat gigi/oral hygiene: 1 x/hari Keramas : 1 x/minggu Memotong kuku: Ganti pakaian: 1 x/hari Merokok : Ada Tidak Kulit : Adanya keloid d telapak kaki dan tangan Lesi: Warna kulit: Ikterus Sianotik Kemerahan Pucat Hiperpigmentasi Turgor: Baik Sedang Jelek Masalah: Tidak ditemukan masalah
Psiko-spiritual
23
Persepsi klien terhadap penyakitnya Cobaan Tuhan hukuman Ekspresi klien terhadap penyakitnya Biasa saja gelisah tegang Kegiatan ibadah: Membutuhkan rohaniawan: ya Kebutuhan hiburan:
lainnya marah/menangis tidak
Kebutuhan belajar/pemahaman terhadap penyakitnya: Harapan terhadap pekerjaan:
Lain-lain
Pola Peran dan Hubunan
Masalah: Tidak terkaji Reaksi saat interaksi kooperatif tidak kooperatif curiga Pola Komunikasi dengan keluarga, teman, petugas kesehatan: pasien kurang dekat dengan keluarga, lebih banyak diam Masalah: tidak ditemukan adanya masalah Data penunjang (Lab, Foto, USG, dll) Data penunjang : pemeriksaan di laboratorium pada tanggal 12 november 2012 di dapatkan Hb = 17,2 g/dl, Hct = 50,9, eritrosit 6,14 x 106/µL, MCV = 82,9 fL, MCHC =33,8 g/dl, trombosit (L) =115 x 10 3/ µL, leukosit = 7,38 x 103/µL, ureum = 16 mg/dl, kreatinin darah = 0,90, asam urat = 4,5 mg/dl, glukosa sewaktu = 84 mg/dl, Na = 142 mEq/L, K (L) = 3,17 mEq/L, Cl = 106, 4 mEq/L. Dan pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 13 november 2012 di dapatkan Na = 146 mEq/L, K = 3,68 mEq/L, Cl = 110,4 mEq/L. Pemeriksaan analisa gas darah pada tanggal 12 november 2012 menghasilkan PH = 7,429, pCO2 = 33,5 mmHg, pO2 = 86,4 mmHg, SO2 % = 96,7. Pemeriksaan MRI pada tanggal 13 november 2012 didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan (baru) di lobus temporo-parietal kanan. Perdarahan lama di lobus parietal kiri dengan perifokal oedem, dan tak tampak massa/SOL. Pada pemeriksaan CT scan tanggal 6 november 2012 didapatkan infark cerebri di thalamus kanan.
24
Terapi / Tindakan lain: Terapi yang diberikan tanggal 12 november 2012 adalah panadol tab 500mg (3x1), pantozol IV 40mg (1x1), cithicolin IV 500mg (2x1). Pada tanggal 13 november 2012 terapi yang diberikan ceftriaxone IV 2gr (1x1), Neulin tab (2x 1), Imbost E tab (1x1), Dialon tab k/p, Pantozol IV 40mg (2x1), panadol tab 500mg k/p max 3 tab, KSR tab (2x1) Diet:
3x/hari Depok, 2012 Ttd (Nama Perawat)
4.2 Analisa Data No Data 1 DS : Klien mengatakan kepala pusing, merasa lemah DO : - Kelemahan pada ekstremitas kiri, - Kesadaran compos mentis - TD : 120/80 mmHg - Nadi : 80x/mnt - MRI : perdarahan (baru) di lobus temporo-parietal kanan. Perdarahan lama di lobus parietal kiri dengan perifokal oedem, dan tak tampak massa/SOL - CT scan: didapatkan infark cerebri di thalamus kanan. 2 DS : Klien mengatakan mual dan nafsu makan menurun, makan hanya dihabiskan ½ porsi DO :
Etiologi / interpretasi Perdarahan cerebral, TIK meningkat. Mekanisme :
Masalah Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Konsumsi alcohol CBF terganggu O2 ↓ hipoksia iskemia metab anaerob asam laktat ↑ edema TIK ↑
Ketidakmampuan mencerna dan makanan. Mekanisme : perdarahan
untuk menelan
serebral
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
25
-
4
kebersihan mulut kurang, lidah kotor. Porsi makan yang disdiakan hanya dihabiskan ½ BB sebelum sakit 65 kg.
pecahnya pembuluh darah otak perdarahan intra kranial darah merembes ke dalam parenkim otak penekanan pada jaringan otak TIK meningkat gangguan perfusi jaringan otak Kerusakan fungsional / morfologis daerah pada korteks motorik dan saraf kranialis (N.IX dan N.X) penurunan fungsi Anoreksia asupan makanan ke tubuh berkurang ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. DS : Kerusakan neuromuskular Resiko Gangguan dan kelemahan mobilitas fisik Klien mengatakan merasa lemah Mekanisme : DO : Gangguan aliran darah ke - Pasien bedrest - Beberapa aktifitas klien otak Gangguan / dibantu oleh keluarga dan kerusakan pada motor perawat kortek Transisi impuls - Kekuatan otot 5 4 saraf dari UMN ke LMN 5 4 terganggu kelemahan otot secara progrsif ketidakmampuan pergerakan sendi kelemahan fisik.
4.3 Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d perdarahan serebral dan TIK meningkat 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia 3. Resiko Gangguan mobilitas fisik 4.4 Rencana Keperawatan
26
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan serebral b/d perdarahan serebral, TIK meningkat. NOC NIC Setelah diberikan tindakan keperawatan klien mampu Peningkatan mempertahankan Perfusi Jaringan Cerebral dengan perfusi cerebral : indicator dan skala : 1. Konsultasikan dengan dokter - Tekanan intrakranial (....) untuk - Tekanan darah sistolik dan diastolik (....) menentukan - Tidak terdapat nyeri kepala (....) parameter - Tidak terdapat bruit carotis (....) hemodinamis - Tidak ada kegelisahan (.....) dan - Tidak ada kelemahan (....) mempertahanka n parameter - Tidak ada kecemasan yang tidak jelas (.....) hemodinamis - Tidak ada agitasi (.....) didalam rentang - Tidak ada muntaah (.....) tersebut. - Tidak tersedak (cegukaan) (.....) 2. Berikan titrasi obat-obatan - Tidak syncope (......) vasoaktif jika perlu untuk Keterangan skala : mempertahanka 1. Sangat bermasalah n status 2. Secara mendasar bermasalah hemodinamik pasien. 3. masalah sedang 3. Gunakan 4. masalah ringan bahan-bahan 5. Tidak bermasalah (agents) yang tepat untuk meningkatkan volume intravaskuler, jika perlu (contoh : koloid, produk darah dan kristaloid) 4. Monitor prothrombin time (PT) dan partial trombhoplastin (PTT), jika menggunakan hetastarch sebagai bahan untuk meningkatkan volume
27
5.
Gunakan bahan reologis (contoh : mannitol dosis rendah atau Low Molecular Weight Dextran(LMDs) ) 6. Pertahankan level hematocrit sekitar 33 % untuk terapi hemodelusi hipervolemik 7. Pertahankaan level glukosa serum didalam rentang normal 8. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan penempatan heat of bed (HOB) optimal (contoh : 15 atau 30 derajat) dan monitorlah respon pasien terhadap penentuan posisi kepalanya. 9. Hindari penekukan leher atau pinggul / lutut yang ekstrim. 10. Pertahankan level PCO2 pada 25 mmHg atau lebih tinggi. 11. Berikan calcium chanel blocker sesuai program 12. Berikan vasopressin sesuai program
28
13. Berikan dan monitor pengaruh diuretika osmotik dan loopactive serta kortkosteroid 14. Berikan obatobatan untuk rasa sakit, jika perlu 15. Monitor tandatanda perdarahan (misalnya pemeriksaan tinja dan drainase NG untuk darah) 16. Monitor status neurologist 17. Monitor dan hitung tekanan perfusi serebral (P)Peningkat an perfusi serebral 18. Monitor I dan respon neurologist pasien terhadap aktifitas aktifitas keperawaatan 19. Monitor Mean Arterial Pressure (MAP), Central Venou Pressure (CVP), PAWP dan PAP 20. Monitor status pernafasan (kecepatan, ritme, kedalaman respirasi, level PO2, PCO2, PH dan bicarbonate).
29
21. Lakukan auskultasi suara paru terhadap crackles dan atau suara tambahan lainnya 22. Monitor tandatanda overload cairan (ronchi, distensi vena jugularis, edema dan peningkatan sekresi pulmunal) 23. Monitor input dan output Monitor Tekanan Intrakranial 1. Berikan informasi kepada keluarga / orang-orang penting 2. Monitor TIK dan respon neurologi pasien terhadap aktifitas perawatan 3. Monitor intake dan output 4. Monitor temperature dan jumlah WBC 5. Posisikan pasien dengan kepala terangkat 30 – 35 derajat dan dengan kepala pada posisi netral 6. Minimalkan
30
rangsangan lingkungan 7. Atur jarak perawatan untuk meminimalkan peningkatan I 8. Pertahankan hiperventilasi terkontrol seperti yang diorderkan 9. Pertahankan tekanan arterial sistemik didalam rentang yang telah ditunjukkan 10. Gunakan bahan fanmakologis untuk mempertahank an TIK dalam rentang yang telah ditunjukkan, Monitor tekanan intrakranial 11. Beritahu dokter saat terjadi peningkatan TIK yang tidak merespon aturan pengobatan Monitor Neurologis 1. Monitor ukuran, bentuk, simetris dan reaktivitas pupil.
31
2. Monitor level kesadaran dan orientasi 3. Monitor skala GCS secara teratur 4. Monitor memory sekarang, rentang perhatian, memory masa lalu, suasana hati, perasaan dan perilaku. 5. Monitor tandatanda vital : temperature, tekanan darah, detak jantung dan pernafasan. 6. Monitor I dan P 7. Monitor reflek kornea 8. Monitor reflek batuk dan gag refleks, kekencangan otot, gerakan motorik, gaya berjalan dan propriosepsi 9. Monitor kekuatan genggam dan tremor 10. Monitor kesimetrisan wajah dan penjuluran lidah 11. Monitor gangguan visual : diplopia, nistagmus, pandangaaran kabur dan
32
kejelasan pandangan 12. Catat keluhan sakit kepala 13. Monitor karakteristik bicara : lancar, terjadi afasia atau kesulitan menemukan kata. 14. Monitor respon terhadap rangsang : verbal, sentuh dan penciuman. 15. Monitor kemampuan untuk membedakan tajam/tumpul, panas / dingin. 16. Monitor parasthesia : mati rasa dan tingling 17. Monitor respon babinski dan respon cushing 18. Monitor respon terhadap obat 19. Hindari aktifitas yang meningkatkan TIK Monitor neurologis 20. Beritahu dokter tentang perubahan pada kondisi pasien.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
33
NOC NIC Setelah dilakukan tindakan Monitoring Nutrisi : keperawatan, klien dapat 1. Timbang berat badan pasien pada mencapai status nutrisi yang interval waktu tertentu adekuat dengan indikator: 2. Amati adanya kecenderungan penurunan - Asupan gizi (.....) dan peningkatan berat badan - Asupan makanan dan cairan 3. Monitor adanya kulit kering dan flek (.....) dengan depigmentasi - Energi (.....) 4. Monitor turgor kulit jika perlu - Massa tubuh (......) 5. Monitor terjadinya mual dan muntah - Berat badan (......) 6. Monitor ukuran lipatan kulit, trisep, - Hematcrit (.....) lingkar otot, lengan tengah dan lingkar - Hydrasi (....) lengan tengah 7. Monitor kadar albumin, protein total, Hb Keterangan Skala : dan Ht, lymphosit dan elektrolit 1. Sangat bermasalah 8. Monitor tingkat energi, rasa tidak enak 2. Bermasalah badan, kelelahan, dankelemahan. 3. Masalah sedang 9. Monitor asupan kalori dan gizi 4. Masalah ringan 10. Catat perubahan yang signifikan pada 5. Tidak bermasalah status gizi dan lakukan pengobatan jika perlu 11. Konsultasi dengan ahli diit jika diperlukan 12. Tentukan apakah pasien memerlukan diit kusus 13. Sediakan makanan dan cairan bergizi jika perlu Manajemen Nutrisi : 1. Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat alergi makanan 2. Kerjasama dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah kalori, protein dan lemak secara tepat sesuai dengan kebutuhan pasien 3. Pastikan bahan makanan meliputi makanan dengan kandungan serat tinggi untuk mencegah sembelit 4. Berikan makanan dan minuman yang berprotein dan berkalori tinggi yang sesuai 5. Monitor asupan makanan yang masuk (kandungan nutrisi dan kalori) 6. Timbang berat badan pada interval waktu tertentu jika memungkinkan 7. Berikan informasi yang benar tentang kebutuhan gizi dan bagaimana cara memenuhinya 8. Tentukan kemampuan pasien untuk
34
memenuhi kebutuhan nutrisi 9. Pastikan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizinya Terapy Nutrisi : 1. Monitor asupan makanan / cairan yang dicerna masuk dan perhitungkan asupan kalori harian 2. Tentukan bersama dengan ahli gizi (jika perlu) jumlah kalori dan tipe gizi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi 3. Tentukan kebutuhan akan pemberian makanan dengan menggunakan NGT 4. Pastikan makanan mengandung serat tinggi untuk mencegah sembelit 5. Sediakan pasien makanan ringan dan minuman dengan kandungan protein dan kalori tinggi yang bisa dikonsumsi dengan cepat jika perlu 6. Gunakan alat pemberian makanan dengan menggunakan NGT jika perlu 7. Pastikan ketersediaan makanan terapeutis secara progresif 8. Sediakan makanan yang diperlukan sesuai dengan yang diresepkan 9. Lakukan perawatan gigi sebelum makan, jika perlu 10. Ajari pasien dan keluarga tentang makanan yang diresepkan 11. Rujuklah pada penyuluhan dan perencanaan makanan, jika perlu 12. Beri pasien dan keluarga contoh-contoh tertulis makanan yang diresepkan
3. Resiko Gangguan mobilitas fisik NOC Setelah dilakukan tindakan perawatan klien mampu menunjukkan kemampuan Tingkat Mobilisasi yang adaquat dengan indicator : - Keseimbangan tubuh (...) - Posisi tubuh (....) - Gerakaan otot (....) - Gerakan sendi (.....) - Kemampuan berpindah (...) - Ambulasi : berjalan (....) - Ambulasi : kursi roda
NIC Therapy Lathan : t Mobility (Mobilitas Sendi ) 1. Tentukan keterbatasan pergerakan sendi dan pengaruh pada fungsifungsinya
35
Keterangan Skala : 1. Tergantung, tidak berpartisipasi 2. Membutuhkan bantuan alat dan orang 3. Membutuhkan bantuan orang 4. Mandiri dengan bantuan alat 5. Mandiri total
2. Kolaborasikan dengan fisioterapis dalam mengembangk an dan menentukan program latihan 3. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahank an atau memperbaiki gerakan persendian 4. Jelaskan pada pasien / keluarga tujuan dan rencana mengenai latihan sendi 5. Monitor lokasi dan sifat-sifat ketidaknyaman an atau rasa sakit selama gerakan/aktifita s 6. Bantu pasien untuk mengoptimalka n posisi badan untuk gerakan sendi baik aktif maupun pasif 7. Lakukan latihan ROM aktif atau ROM pasif sesuai indikasi 8. Ajari pasien / keluarga bagaimana untuk secara sistematis melakukan latihan gerakan
36
ROM aktif atau pasif 9. Berikan discharge planning secara tertulis mengenai latihan setelah keluar dari rumah sakit 10. Bantu pasien untuk mengembangk an jadwal latihan ROM aktif 11. Bantu pasien dengan gerakan ritmis persendian dalam keterbatasan rasa nyeri, daya tahan dan mobilitas sendi. 12. Tentukan perkembangan kearah pencapaian sasaran Therapi latihan : t mobility (mobilitas sendi) 13. Beri penguatan positif atas usaha untuk melakukan latihan Sendi Peningkatan Latihan (Exercise promotion) 1. Kaji kepercayaan pasien tentang pentingnya latihan fisik
37
2.
3.
4.
5.
6.
7.
bagi kesehatan Libatkan keluarga/para pemberi perawatan pasien di dalam perencanaan & usaha untuk mempertahank an program latihan Beri pasien informasi tentang keuntungan dan pengaruh fisiologis latihan Ajari pasien tentang jenis latihan yang tepat untuk level kesehatan, bekerjasama dengan dokter atau fisioterapi Beritahu pasien mengenai frekwensi, durasi, dan intensitas program latihan yang diharapkan Beritahu pasien tentang kondisikondisi yang mengharuskan penghentian atau perubahan program latihan Ajari pasien tehnik-tehnik pernafasan yang tepat
38
untuk memaksimalka n asupa oksigen selama latihan 8. Bantu pasien untuk mengembangk an program latihan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan 9. Monitor respon pasien terhadap program latihan
39
BAB V PEMBAHASAN Penerapan pengkajian pasien pada teori Henderson meliputi 14 komponen pengkajian, dan segala kondisi yang dialami pasien dapat dimasukkan ke dalam lembar pengkajian Henderson sesuai dengan keluahan yang di alami pasien dan masalah yang ditemukan. Apalagi ilmu keperawatan Henderson dalam kaitannya dengan praktk keperawatan menunjukkan bahwa perawat memiliki tugas utama sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien. Sehingga dampaknya pasien yang semula bergantung pada orang lain menjadi mandiri. Perawat dapat membantu pasien beralih dari kondisi bergantung (dependent) menjadi
mandiri
(independent)
dengan
mengkaji,
merencanakan,
mengimplementasikan, serta mengevaluasi 14 komponen penanganan perawatan dasar untuk mencapai itu perawat juga mencoba menempatkan dirinya di posisi pasien sehingga perawat akan merasa untuk memperlakukan pasien serti dirinya sendiri ketika ia berada dalam kondisi terkena stroke. Pada kasus keperawatan yang dialami pasien Tn.H, setelah dilakukan pemgkajian keperawatan meliputi 14 komponen dasar kebutuhan manusia dari bernafas secar normal, makan dan minum yang cukup, eliminasi, bergerak dan mempertahankan postur tubuh, istirahat dan tidur, memilih pakaian, cara berpakaian dan melepaskan pakaian, mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal, menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, menghindari bahaya lingkungan, berkomunikasi dengan orang lain, beribadah menurut keyakinan, bekerja yang menjanjikan prestasi, bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi, belajar, menggali atau memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada perkembangan dan kesehatan normal didapatkan 3 masalh yang muncul pada pasien yaitu Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan Resiko Gangguan mobilitas fisik. 1. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan kedalam ruang subaracnoid atau langsung kedalam jaringan otak. Konsumsi alkohol dapat memicu terjadinya stroke hemoragik. Stroke hemoragik dapat terjadi baik di dalam otak maupun
40
di dalam kantung otak. Gaya hidup yang tidak sehat juga dapat memicu terjadinya stroke. Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan Tn. H memiliki riwayat sebelum sakit sering mengkonsumsi alkohol juga mempunyai kebiasaan merokok. Gaya hidup yang tidak sehat akan menyebabkan volume darah keotak juga meningkat, yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah dalam otak. Akibat pecahnya pembuluh darah dalam otak, maka darah akan merembes kedalam parenkim otak sehingga terjadi penekanan pada jaringan di otak dan daerah disekitarnya, hal ini menyebakan terjadinya iskemia yang akan memicu terjadinya peningkatan intrakranial. Peningkatan intrakranial menyebabkan interupsi terhadap perfusi jaringan cerebral yang lambat laun akan menyebabkan defisit neurologis secara progresif yang dimanifestasikan dengan bebagai macam tanda dan gejala yang muncul diantaranya adalah kelemahan salah satu anggota tubuh (hemiparese), nyeri kepala yang hebat akibat perdarahan yang berjalan lambat, kerusakan fungsional / morfologis pada korteks motoriks dan saraf kranialis ( N.5, 7, 9 10, dan 12) yang dimanifestasikan dengan abnormalitas berbicara, kelemahan/ paralise otot otot wajah, kesulitan menelan, perubahan respon motorik dengan adanya kelemahan salah satu bagian tubuh dan perubahan prilaku. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Diagnosa keperawatan ini diangkat karena pasien Tn. H pada saat pengkajian ditemukan adanya masalah dalam nutrisi, yaitu ada keluhan mual, nafsu makan berkurang, makanan yang dsediakan hanya dihabiskan separuh. Perdarahan serebral yang terjadi pada pasien ini dapat meyebabkan pecahnya pembuluh darah didalam otak dan perdarahan intracranial. Perdarahan intra kranial menyebabkan darah merembes ke dalam parenkim otak yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak dan sekitarnya sehingga terjadi iskemia, yang akhirnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial sehingga adanya gangguan perfusi jaringan otak. Gangguan ini akan menyebabkan kerusakan fungsional / morfologis daerah pada korteks motorik dan saraf kranialis (N.IX dan N.X) sehingga mengalami penurunan fungsi, pasien mengalami anoreksia, asupan makanan ke tubuh pun
41
berkurang yang pada akhirnya terjadinyanketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. 3. Resiko gangguan mobilitas fisik Diagnosa keperawatan ini di angkat karena pada saat pengkajian Tn.H mengeluh lemah terutama pada ekstremitas kiri sehingga pasien untuk melakukan aktifitas perlu dibantu oleh orang lain. Gangguan aliran darah ke otak dapat menyebabkan gangguan / kerusakan pada motor kortek sehingga transisi impuls saraf dari UMN ke LMN terganggu pasien mengalami kelemahan otot secara progresif sehingga pasien mengalami ketidakmampuan pergerakan sendi dan pada akhirnya mengalami kelemahan fisik. Setelah dilakukan pengkajian kemudian didaptkan rumusan masalah yang dapat ditentukan langkah selanjutnya dalam proses keperawatan menurut Henderson perawat menganalisa data tersebut dan membandingkannya dengan pengetahuan dasar tentang sehat-sakit sehingga dapat menentukan diagnosa keperawatan yang tepat. Klasifikasi kriteria hasil (NOC) dikelompokkan ke dalam taksonomi dengan level domain, level kelas, dan level kriteria hasil yang diharapkan. Berdasarkan Nursing Outcomes Classification (NOC) (Moorhead,S., et al, 2008), setiap kriteria hasil diukur dengan skala pengukuran yang dikategorikan mulai dari nilai 1 hingga 3. Intervensi keperawatan yang disusun menurut Henderson merupakan proses keperawatan untuk meningkatkan kemandirian pasien. Intervensi yang disusun untuk mengatasi masalah pada klien merujuk pada intervensi NIC. Pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral intervensi yang dibuat yaitu peningkatan perfusi cerebral, monitot tekanan intrakranial dan monitor neurologis. Untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi yang dibuat yaitu monitoring nutrisi, managemen nutrisi dan therapy nutrisi. Untuk diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik, interfensi yang disusun adalah therapy latihan : mobilitas sendi dan peningkatan latihan. Pada tahapan terakhir yaitu evaluasi, dimana Henderson berpendapat bahwa perawat mengevaluasi pencapaian kriteria yang diharapkan dengan menilai kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada makalah ini, masih terdapatnya kekurangan dalam proses pengkajian dimana kurangnya hubungan kontekstual antara karakteristik manusia fisiologis
42
dan karakteristik manusia lainnya. Selain itu kondisi spriritual kurang bisa dikaji secara maksimal (psiko, sosio dan spiritual). Jika di asumsi bahwa 14 komponen dpriortaskan tetapi hubungan antar komponen tidak jelas, sehingga makalah ini kurang menggali masalah yang terjadi pada pasien.
43
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Pemberi
asuhan
keperawatan
pada
pasien
menggunakan
model
keperawatan Henderson dengan pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia sehingga perawat tidak hanya sekedar mengikuti perintah dokter akan tetapi lebih pada bagaimana perawat berkontribusi dalam membantu seseorang dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Model yang dikembangkan Henderson dapat diaplikasikan diberbagai tatanan pelayanan di rumah sakit pada klien dengan penyakit akut maupun kronis karena 14 pemenuhan kebutuhan dasar manusia hampir mencakup keseluruhan kebutuhan manusia meskipun kurangnya hubungan kontekstual manusia fisiologs dan karakteristik manusia lainnya. Selain itu hubungan antar 14 komponen juga tidak jelas. Masalah keperawatan yang muncul pada kasus Tn. H
adalah
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan Resiko gangguan mobilitas fisik. Dalam pembuatan diagnosis ini didasarkan pada respon pasien dan cara penulisannya menggunakan buku diagnosa keperawatan NANDA. Tujuan keperawatan yang diharapkan, disusun berdasarkan standar NOC dengan menggunakan skala pengukuran 1 – 5 sedangkan intervensi yang disusun atau ditegakkan pada pasien didasarkan pada intervensi menurut NIC. Intervensi yang ditegakkan pada pasien diantaranya adalah : Pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral intervensi yang dibuat yaitu peningkatan perfusi cerebral, monitot
tekanan
intrakranial
dan
monitor
neurologis.
Untuk
diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi yang dibuat yaitu monitoring nutrisi, managemen nutrisi dan therapy nutrisi. Untuk diagnosa keperawatan resiko gangguan mobilitas fisik, intervensi yang disusun adalah therapy latihan : mobilitas sendi dan peningkatan latihan.
44
6.2 Saran Diharapkan kepada seluruh mahasiswa
untuk lebih mendalami teori
model keperawatan menurut Virginia Henderson sehingga dapat mengaplikasikan model ini dalam tatanan yang nyata di RS.
45
BAB VI DAFTAR PUSTAKA Asmadi. 2005. Konsep Dasar Keperawatan. EGC. Jakarta Bulechek, Gloria M; Howard K. Butcher; Joanne McCloskey Dochterman; Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA: Mosby Elsevier; 2008 Henderson, V & Nite, G. 1978. Principles and practice of nursing (6th ed.). USA: Macmillan Publishing Co., Inc. Marriner, A. 2001. Teori ilmu keperawatan: para ahli dan berbagai pandangannya (nursing theorists and their work). Toronto: Mosby Company
Moorhead, Sue; Marion Johnson; Meridean L. Maas; Elizabeth Swanson. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA: Mosby Elsevier; 2008 NANDA International (2010), Diagnosis Keperawatan : definisi dan Klasifikasi 2009 – 2011, Jakarta, EGC Smeltzer SC & Bare,B.G (2002), Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, vol 2, Alih bahasa: Wluyo, Jakarta, EGC