A. GAMBARAN KLINIS •
Akibat perubahan morfologik hati → derajat kerusakan hati daripada etiologi.
•
Gambaran secara klinis dibagi : 1. Sirosis Kompensata → belum adanya gejala klinis yang nyata Gejala : mudah lelah & lemas, selera makan berkurang, kembung, mual, berat badan turun, impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
•
2. Sirosis Dekompensata → ditandai gejala dan tanda klinis yang jelas. Gejala : komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal, yaitu : rambut rontok, sulit tidur & demam. Bisa disertai gangguan pembekuan darah, ikterus, muntah darah, melena, serta perubahan mental.
Kegagalan hepatoseluler 1. Gangguan endokrin Metabolisme hormon ↓ → akumulasi dalam darah → efek hormon berlebih : yaitu ginekomastia, atrofi testis, hilangnya rambut badan, gangguan siklus haid, spider angioma, eritema palmaris dan edema. 2. Gangguan hematologik Pendarahan karena defisiensi vitamin K → - Mempengaruhi sintesis factor pembekuan di hati. - Absorpsi lemak dan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, K) ↓
3. Ikterus ↓ metabolisme bilirubin → hiperbilirubinemia. Ikterus terlihat jika kadar bilirubin >3mg/dl. Warna urin menjadi lebih gelap seperti air teh dan feses pucat. 4. Gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein → hipoglikemi 5. Gangguan sintesis protein plasma → menyebabkan edema, asites 6 Gangguan metabolisme amonia → Ensefalopati hepatik akibat
Hipertensi portal 1. Asites: penimbunan cairan encer intraperitoneal karena peningkatan tekanan hidrostatik kapiler usus (hipertensi porta) dan ↓ tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. 2. Edema 3. Splenomegali : karena adanya kongesti pasif kronik akibat bendungan dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis. Splenomegali menyebabkan trombositopenia, leukopenia dan anemia karena limpa lebih lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi 4. Varises, yaitu varises esofagus, hemorhoid dan caput medusa.
B. Manifestasi Klinis •
• • • •
Selama bertahun-tahun, sirosis bersifat laten, dimana perubahanperubahan patologis berkembang lambat hingga akhirnya muncul gejala-gejala yang timbul. Selama masa laten yang panjang, fungsi hati mengalami kemunduran secara bertahap. Manifestasi utama dan lanjut : 2 tipe gangguan fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular : ikterus, edema,perdarahan, palmar eritem, spider naevi, fetor hepatikum,dan ensefalopati hepatik. Manifestasi hipertensi portal : splenomegali, varises esofagus dan lambung + manifestasi sirkulasi kolateral lain Asites dianggap sebagai manifestasi gagal hepatoselular dan hipertensi portal.
Gambar 1. Manifestasi klinis sirosis.
1. Manifestasi payah hepatoselular •
•
Ikterus terjadi paling sedikit pada 60% penderita selama perjalanan penyakit dan biasanya minimal. Hiperbilirubinemia tanpa ikterus lebih sering terjadi. Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai gangguan reversibel fungsi hati. Misalnya, penderita sirosis dapat menjadi ikterus setelah bertanding minum alkohol. Ikterus intermiten merupakan gambaran khas sirosis biliar dan terjadi bila timbul peradangan aktif hati dan saluran empedu (kolangitis). Penderita yang meninggal akibat payah hati biasanya mengalami ikterus. Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal, testis dan ovarium dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati dalam keadaan normal. Angioma laba-laba terlihat pada kulit, khususnya sekitar leher, bahu, dan dada. Angioma ini terdiri atas arteriola sentral dari mana memancar banyak pembuluh halus. Angioma laba-laba, atrofi testis, ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, serta eritema palmaris (telapak tangan merah) semuanya diduga disebabkan oleh kelebihan estrogen dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi pada kulit diduga akibat aktivitas melanin-stimulating hormone (MSH) yang bekerja secara berlebihan.
•
•
Gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecenderungan berdarah, anemia, leukopenia dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan hidung, gusi, menstruasi yang berat, dan mudah memar. Masa protrombin dapat memanjang. Manifestasi ini merupakan akibat berkurangnya pembentukan faktorfaktor pembekuan oleh hati. Anemia, leukopenia dan trombositopenia diduga akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (sple nomegali) tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi sekunder akibat kehilangan darah, dan peningkatan hemolisis sel darah merah. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi. Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan dapat dijelaskan sebagai akibat hipoalbuminemia dan retensi garam dan air. Kegagalan sel hati untuk menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik merupakan penyebab retensi natrium dan air.
•
•
Fetor hepatikum adalah bau apek manis yang ditemukan pada napas penderita, khususnya pada koma hepatikum, dan diduga akibat ketidakmampuan hati dalam metabolisme metionin. Gangguan neurologik yang paling serius pada sirosis lanjut adalah ensefalopati hepatik (koma hepatikum). Diduga akibat kelainan metabolisme amonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap toksin. Timbulnya ensefalopati hepatik sering merupakan keadaan terminal sirosis.
• •
•
•
2. Manifestasi hipertensi portal Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas tingkat normal yaitu 6 - 12 cmH2O. Tanpa memandang penyakit dasarnya, mekanisme primer yang menimbulkan hipertensi portal adalah peningkatan resistensi aliran darah melalui hati. Di samping itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kedua faktor yang mengurangi aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatkan aliran masuk bersama-sama menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Tekanan balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali dan bertanggung jawab sebagian atas timbulnya asites. Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Faktor utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Faktor lain yang berperanan adalah retensi natrium dan air dan peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal yaitu pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian.
Gambar 2. Perubahan hemodinamik pada sirosis hati, yang menyebabkan terjadinya varises esofagus.
• Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen, dan timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Dilatasi anastomosis antara cabangcabang vena mesenterika inferior dan vena-vena rektum sering mengakibatkan terjadinya hemoroid interna. Perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat, karena tekanan tidak setinggi tekanan pada esofagus oleh karena jarak yang lebih jauh dari vena porta. • Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik akibat bendungan, dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis.
• • • • • •
•
•
C. Komplikasi : Komplikasi pada penderita sirosis hati diantaranya ialah : 1. Perdarahan pada saluran cerna Setiap pemderita sirosis hati dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esogafi. Varises esofagi yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang masif. Perdarahan dari varises esofagus yang bertanggung jawab atas sepertiga dari semua kematian. Penderita datang dengan melena atau hematemesis. Kadang-kadang tanda pertama perdarahan adalah ensefalopati hepatik. Tergantung dari jumlah dan kecepatan kehilangan darah, dapat terjadi hipovolemia dan hipotensi. Berbagai tindakan telah digunakan untuk segera mengatasi perdarahan. Tamponade dengan alat seperti slang Sengstaken-Blakemore, bila digunakan dengan tepat akan dapat menghentikan perdarahan, paling tidak untuk sementara waktu. Vena-vena dapat dilihat dengan memakai peralatan serat optik dan disuntik dengan suatu larutan yang akan membentuk bekuan di dalam vena, sehingga akan menghentikan perdarahan. Kebanyakan klinisi beranggapan bahwa cara ini hanya memiliki efek sementara dan tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang. Vasopresin (Pitressin) telah digunakan untuk mengatasi perdarahan. Obat ini menurunkan tekanan porta dengan mengurangi aliran darah splangnik, walaupun efeknya hanya bersifat sementara. Kendatipun telah dilakukan tindakan darurat, sekitar 70% penderita akan meninggal pada perdarahan saluran cerna yang pertama. Bila penderita pulih dari perdarahan, baik secara spontan atau setelah pengobatan darurat, operasi pirau portakaval harus dipertimbangkan. Pembedahan ini mengurangi tekanan portal den gan melakukan anastomosis vena porta (tekanan tinggi) dengan vena kava inferior (tekanan rendah). Pirau merupakan terapi drastis dari komplikasi utama sirosis. Operasi ini memperkecil kemungkinan perdarahan esofagus seanjutnya, tetapi menambah risiko ensefalopati hepatik. Harapan hidup penderita tidak bertambah karena masih ditentukan oleh perkembangan penyakit hati. Perdarahan saluran cerna juga merupakan salah satu faktor penting yang mempercepat ensefalopati hepatik. Ensefalopati terjadi bila amonia dan zat-zat toksik lain masuk dalam sirkulasi sistemik. Sumber amonia adalah pemecahan protein oleh bakteri pada saluran cerna. Ensefalopati hepatik akan terjadi bila darah tidak dikeluarkan melalui aspirasi lambung, pemberian pencahar dan enema, dan bila pemecahan protein darah oleh bakteri tidak dicegah dengan pemberian neomisin atau antibiotik sejenis.
• 2. Sindrom Hepatorenal • Merupakan suatu komplikasi serius pada pasien sirosis dan asites yang dikarateristikkan oleh azotemia yang makin berat dengan retensi natrium,hipotensi dan oliguria pada keadaan tidak ditemukannya penyebab khusus dari disfungsi ginjal. Sindrom ini ditandai dengan peningkatan progresif serum kreatinin dan berkurangnya volume urin (oliguria). Sindrom ini biasanya terjadi pada pasien dengan ascites yang masiv dan sering dicetuskan oleh diuresis yang agresif dalam perawatan di rumah sakit.
• •
•
•
•
3. Ensefalopati Hepatik (Koma hepatikum) Komplikasi terbanyak dari penderita sirosis hati ialah ensefalopati hepatik (koma hepatikum). Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat karena faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Koma hepatikum dapat juga terjadi akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan, dan lain-lain, dan disebut sebagai koma hepatikum sekunder. Koma hepatikum merupakan sindrom neuropsikiatri pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot, dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis. Perubahan mental dapat dimulai dengan mental berkabut ringan yang dapat berlanjut dengan kematian karena koma yang dalam. Ensefalopati hepatik yang berakhir dengan koma adalah mekanisme kematian yang terjadi pada sepertiga kasus sirosis fatal. Dalam arti yang sederhana, ensefalopati hepatik dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk intoksikasi otak yang disebabkan oleh isi usus yang tidak dimetabolisme oleh hati. Keadaan ini dapat terjadi bila terdapat kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau adanya pirau (patologis atau akibat pembedahan) yang memungkinkan darah portal mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar tanpa melewati hati. Metabolit yang bertanggung jawab atas timbulnya ensefalopati tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme dasar tampaknya adalah karena intoksikasi otak oleh hasil pemecahan-metabolisme protein oleh bakteri dalam usus. Hasil-hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena adanya penyakit pada sel hati atau karena adanya pirau. Amonia yang dalam keadaan normal diubah menjadi urea oleh hati, merupakan salah satu zat yang diketahui bersifat toksik dan dianggap dapat mengganggu metabolisme otak.
Gambar 3. Sirkulasi amonia normal dan abnormal.
•
• •
•
•
•
Ensefalopati hepatik pada penyakit hati kronik biasanya dipercepat oleh keadaan seperti: perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, pemberian diuretik, parasentesis, hipokalemia, infeksi akut, pembedahan, azotemia, dan pemberian morfin, sedatif, atau obat yang mengandung amonia. Efek yang membahayakan dari zat-zat ini dapat ditelusuri pada mekanisme yang mengakibatkan pembentukan amonia dalam jumlah besar pada usus. Ensefalopati yang menyertai kekurangan kalium atau parasentesis dapat dihubungkan dengan pembentukan amonia berlebihan oleh ginjal dan perubahan keseimbangan asam/basa. Gambaran klinis ensefalo hepatik dapat timbul sangat cepat dan berkembang menjadi koma bila terjadi gagal hati pada hepatitis fulminan. Pada penderita sirosis perkembangannya berlangsung jauh lebih lambat, dan bila ditemukan pada stadium dini maka keadaan ini masih bersifat reversibel. Perkembangan ensefalopati hepatik menjadi koma seringkali dibagi dalam empat stadium : Stadium I : tanda-tanda pada stadium ini sangat samar-samar dan mungkin sukar untuk diketahui. Tanda yang berbahaya adalah sedikit perubahan pada kepribadian dan tingkah laku, dapat berupa penampilan yang tidak terawat baik, pandangan mata yang kosong, bicara tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa, dan tidak mampu memusatkan pikiran. Penderita dapat cukup rasional, hanya saja terkadang tidak kooperatif atau sedikit kurang ajar. Observasi yang teliti dapat menunjukkan bahwa mereka lebih letargi atau tidur lebih lama dari biasa, atau irama tidurnya terbalik. Karena hubungan yang erat dengan penderita seperti ini, perawat mempunyai posisi strategis untuk memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi, serta dapat minta bantuan keluarganya untuk mencari perubahan kepribadian yang masih ringan tersebut. Stadium II : tanda-tandanya lebih nyata dan mudah diketahui. Kedutan otot umum dan asteriksis merupakan penemuan yang khas. Asteriksis, atau flapping tremor, dapat ditimbulkan bila penderita diperintahkan mengangkat ke dua len- gannya dengan lengan atas difiksasi dan jari-jari ekstensi. Perasat ini menyebabkan gerakan fleksi dan ekstensi involuntar yang cepat dari pergelangan tangan dan sendi metakarpofalangs. Asteriksis merupakan suatu manifestasi perifer dari gangguan metabolisme otak. Keadaan semacam ini dapat juga timbul pada sindrom uremia. Pada tahap ini, letargi dan perubahan sifat dan kepribadian menjadi lebih jelas terlihat. Apraksia konstitusionai merupakan ciri ensefalopati hepatik yang menyolok lainnya. Penderita tidak dapat menulis atau menggambar dengan baik seperti menggambar bintang atau rumah. Sederetan tulisan tangan atau gambar merupakan cara yang berguna untuk meneatukan perkembangan ensefalopati. Stadium III : penderita dapat menjadi gaduh, kasar dan bengis sehingga mungkin perlu diikat. Bila pada saat ini penderita hanya diberi sedatif dan bukan pengobatan untuk mengatasi proses toksiknya, maka kemungkinan penderita akan mengalami koma dan mungkin meninggal. Selama stadium ini, penderita dapat tidur terus. Elektroensefalogram mulai berubah pada stadium II dan menjadi abnormal pada stadium III dan IV. Stadium IV : penderita masuk dalam keadaan koma yang tidak dapat dibangunkan. Timbul refleks hiperaktif dan tanda Babinsky. Pada saat ini bau apek yang manis (fetor hepatikum) dapat tercium pada napas penderita, atau bahkan waktu masuk ke dalam kamarnya. Fetor hepatikum merupakan tanda prognosis yang suram, dan intensitas baunya sangat berhubungan dengan derajat somnolensia dan kekacauan. Peningkatan kadar amonia darah merupakan temuan laboratorium tambahan yang dapat membantu mengetahui adanya ensefalopati.
• •
• •
• •
4. Ulkus Peptikum Timbulnya ulkus peptikum pada penderita sirosis hati lebih besar bila dibandingkan penderita normal, namun penyebab pastinya belum jelas. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain adalah timbulnya defisiensi makanan. 5. Karsinoma Hepatoseluler Beberapa penderita sirosis ada yang disertai ataupun mendahului karsinoma hati. Kemungkinan timbulnya terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenoma multipel kemudian berubah menjadi karsinoma multipel. 6. Infeksi Setiap penurunan kondisi badan akan memudahkan terkena infeksi, termasuk penderita sirosis. Infeksi yang sering timbul adalah peritonitis, bronkopneumoni, TB paru, glomerulonefritis kronik, pyelonefritis, cystisis, peritonitis, endokarditis, erisipelas, septikemi